Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ILMU SOSIAL DASAR

“ MUNCULNYA LAPISAN ELIT TRADISIONAL


DAN MODEREN INDONESIA “

DOSEN PENGAMPU : Dr. MUHAMMAD NUR, M.S.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

1. DINDA NOSA PUTRI 1811213012


2. NINDI CLORITA.M 1811212008
3. MONICHA CHENTYA DEWI 1811212004
4. NADIYATUL HUSNA 1811212006
5. SHABILA PUTRI 1811211052

A2

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hantarkan atas kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan
inayah-Nya. Shalawat dan salam semoga di limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan para sahabat-Nya. Dengan izin Allah makalah “Munculnya Lapisan Elit
Tradisonal dan Moderen Indonesia” ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Yang mana didalam akalah ini membahas bagaimana munculnhya lapisan elit dan
moderen di Indonesia. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan, makalah ini juga kami susun
guna memenuhi mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dalam proses perkuliahan ini.
Dalam penulisa makalah ini tentu saja masih jauh dari kata sempurna. Maka kami
menerima kritik dan saran terbuka bagi semua pihak untuk sempurnanya kami dalam
menyusun makalah untuk yang akan datang.

Padang, April 2019

Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan penulis ...................................................................................................................... 4
BAB II………………………………………………………………………………………... 5
2.1 TEORI ELIT ........................................................................................................................ 5
2.2 Karekteristik Elite Sosial ..................................................................................................... 6
2.3 Peran Elite Politik Dalam Gerakan Sosial ........................................................................... 8
2.4 Peran Elite Sosial Terhadap Gerakan Sosial ........................................................................ 9
2.5 Karakteristik Elite Tradisional Dan Elite Modern ............................................................... 9
BAB III .................................................................................................................................... 14
PENUTUP................................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 14
Saran ........................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kaum elit merupakan suatu istilah yang sering kita dengar, tidak hanya dalam
aktivitas politik namun juga dalam aktivitas sosial. Awal kemunculannya ialah karena
kritik keras terhadap politik sosialisme (sosialisme marxis). Teori ini juga diarahkan
untuk mementang gagasan demokratis dan sebagai bentuk sinisme terhadap aristrokrat.
Pada masa sebelum masa penjajahan belanda hingga munculnya politik etis di Indonesia.
Terdapat satu kesatuan budaya asli yang masih tradisional yang dianut oleh masyarakat
Indonesia. Kebudayaan asli yang masih dipegang erat oleh masyarakat Indonesia, seperti
pengabdian kepada raja, pemilik tanah hingga kelayakan perolehan pendidikan hanya
pada golongan bangsawan. Oleh karena itulah muncul golongan elit tradisional seperti
raja, tuan tanah dan bangsawan yang memiliki harkat, martabat dan derajat sangat tinggi
di Indonesia.
Elit merupakan orang-orang yang mampu menduduki jabatan yang tinggi dalam
masyarakat. Seperti yang kita ketahui kaum elit mempunyai suatu power (kekuasaan)
untuk melakukan suatu kegiatan ataupun tindakan. Dalam menganalisa kedudukan elit
dalam masyarakat, elemen yang perlu di perhatikan adalah konsep kekuasaan. Hal ini
disadari bahwa elit dan kekuasaan merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan,
karena elit adalah merupakan sekelompok orang yang memiliki sumber-sumber
kekuasaan dan sebaliknya. Kekuasaan merupakan salah satu unsure terbentuknya elit.
Peranan kaum elit di negara berkembang seperti Indonesia ialah, sebagai pemegang
sumber-sumber kekuasaan seperti sumber ekonomi, sosial budaya dan lain-lain, sehingga
secara otomatis mereka dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu orang yang memiliki
pengaruh di dalam masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa landasan dari teori elit ?
2. Bagaimana karakteristik elit sosial ?
3. Bagaimana peran elit politik dalam gerakan sosial ?
4. Bagaimana peran elit sosial dalam gerakan sosial ?
5. Bagaimana karakteristik elit tradisional dan elit modern ?

1.3 Tujuan penulis


1. Mahasiswa mampu mengetahui teori elit
2. Mahasiswa mampu mengetahui karakteristik elit sosial
3. Mahasiswa mampu mengetahui peran elit politik dalam gerakan sosial
4. Mahasiswa mampu mengetahui peran elit sosial dalam gerakan sosial
5. Mahasiswa mampu mengetahui karakteristik elit tradisional dan elit modern
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TEORI ELIT

Menurut Aristoteles, elit adalah sejumlah kecil individu yang memikul semua atau
hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Definisi elit yang dikemukakan oleh
Aristoteles merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan Plato tentang dalil inti teori
demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat, suatu minoritas membuat keputusan-
keputusan besar.Konsep teoritis yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles kemudian
diperluas kajiannya oleh dua sosiolog politik Italias, yakni Vilpredo Pareto dan Gaetano
Mosca.
Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang
yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan politik.Kelompok
kessil itu disebut dengan elit, yang mampu menjangkau pusat kekuasaan.Elit adalah orang-
orang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Pareto
mempertegas bahwa pada umumnya elit berasal dari kelas yang sama, yaitu orang-orang kaya
dan pandai yang mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang muasik, karakter moral
dan sebagainya. Teori elite menurut ahli Menurut Pareto, mereka yang menjangkau pusat
kekuasaan adalah selalu yang terbaik.Merekalah yang dikenal sebagai elit.Elit adalah orang-
orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan
masyarakat.Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik, bajingan, atau para gundik. Pareto
juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan masyarkat yang berbeda itu
pada umumnya datang dari kelas yang sama; yaitu orang-orang yang kaya dan pandai,
mempunyai kelebihan dalam matematika, bidang musik, karakter moral, dan sebagainya.
Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari dua kelas yaitu :
1. Lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing elite),
dan elit yang tidak memerintah (non-governing).
2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit. Konsep pergantian elit juga
dikembangkan oleh Pareto. Ia mengemukakan berbagai jenis pergantian elit, yaitu
pergantian di antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri dan di antara
elit dengan penduduk lainnya. Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan
seperti individu-individu dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah
ada dan individu-individu dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan
masuk ke dalam suatu kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.
Menurut Mosca, dalam semua masyarakat, mulai dari yang paling giat
mengembangkan diri serta mencapai fajar peradaban, hingga pada masyarakt yang paling
maju dan kuat selalu muncul dua kelas, yakni kelas yang memerintah dan kelas yang
diperintah. Kelas yang memerintah, biasanya jumlahnya lebih sedikit, memegang semua
fungsi politik, monopoli kekuasaan dan menikmati keuntungankeuntungan yang didapatnya
dari kekuasaan.Kelas yang diperintah jumlahnya lebih besar, diatur dan dikontrol oleh kelas
yang memerintah.

2.2 Karekteristik Elite Sosial

I. Pelapisan Sosial Ekonomi


Perbedaan tingkat pendidikan dan status sosial dapat menimbulkan suatu keadaan yang
heterogen. Heterogenitas tersebut dapat berlanjut dan memacu adanya persaingan, lebih-
lebih jika penduduk di kota semakin bertambah banyak dan dengan adanya sekolah-
sekolah yang beraneka ragam terjadilah berbagai spesialisasi di bidang keterampilan
ataupun di bidang jenis mata pencaharian.

II. Ciri-ciri elite sosial masyarakat kota


a. Individualisme
Perbedaan status sosial-ekonomi maupun kultural dapat menimbulkan sifat
“individualisme”. Sifat kegotongroyongan yang murni sudah sangat jarang dapat
dijumpai di kota. Pergaulan tatap muka secara langsung dan dalam ukuran waktu
yang lama sudah jarang terjadi, karena komunikasi lewat telepon sudah menjadi alat
penghubung yang bukan lagi merupakan suatu kemewahan. Selain itu karena tingkat
pendidikan warga kota sudah cukup tinggi, maka segala persoalan diusahakan
diselesaikan secara perorangan atau pribadi, tanpa meminta pertimbangan keluarga
lain.
b. Toleransi Sosial
Kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat
mengurangi perhatiannya kepada sesamanya. Apabila ini berlebihan maka mereka
mampu akan mempunyai sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial.
Di kota masalah ini dapat diatasi dengan adanya lembaga atau yayasan yang
berkecimpung dalam bidang kemasyarakatan.

c. Jarak Sosial
Kepadatan penduduk di kota-kota memang pada umumnya dapat dikatakan
cukup tinggi.Biasanya sudah melebihi 10.000 orang/km2. Jadi, secara fisik di jalan,
di pasar, di toko, di bioskop dan di tempat yang lain warga kota berdekatan tetapi dari
segi sosial berjauhan, karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan.
d. Pelapisan Sosial
Perbedaan status, kepentingan dan situasi kondisi kehidupan kota mempunyai
pengaruh terhadap sistem penilaian yang berbeda mengenai gejala-gejala yang timbul
di kota. Penilaian dapat didasarkan pada latar belakang ekonomi, pendidikan dan
filsafat. Perubahan dan variasi dapat terjadi, karena tidak ada kota yang sama persis
struktur dan keadaannya.
Suatu hal yang perlu ditambahkan sebagai penjelasan ialah pengertian
mengenai istilah “neighborhood”. Dalam pengertian “neighborhood” terkandung
unsur-unsur fisis dan sosial, karena unsur-unsur tersebut terjalin menjadi satu unit
merupakan satu unit tata kehidupan di kota. Unsur-unsurnya antara lain gedung-
gedung sekolah, bangunan pertokoan, pasar, daerah-daerah terbuka untuk rekreasi,
jalan kereta api, jalan mobil dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut menimbulkan
kegiatan dan kesibukan dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, sesungguhnya “neighborhood” ini sudah tidak merupakan hal baru bagi
kita. Dalam kota terdapat banyak unit atau kelompok “neighborhood”, karena
“neighborhood” ini dibatasi oleh beberapa persyaratan tertentu, antara lain:
 Lingkungan ini terbatas pada jarak pencapaian antara seseorang dengan toko atau
sekolah, misalnya dapat dilakukan dengan jalan kaki.
 Bila seseorang terpaksa harus memakai kendaraan, maka pekerjaannya tidak perlu
melalui lalu lintas yang ramai dan padat.
 Dari segi jumlah penduduk, maka satu unit “neighborhood” didiami oleh 5.000
sampai 6.000 orang. Untuk tempat-tempat di Indonesia angka ini tentu tidak akan
sama dan mungkin akan menunjukkan angka yang lebih besar.

Sebuah unit “neighborhood” dapat terbentuk kalau terjadi jalinan dan interaksi sosial
diantara warga kota sesamanya. Unit atau kelompok “neighborhood” ini dapat terjadi
dengan sendirinya, tetapi dapat juga terjadi dengan suatu perencanaan pembangunan
kota, yaitu dengan merencanakan daerah-daerah lingkungan kehidupan yang khusus dan
memenuhi persyaratan praktis dan menyenangkan. Bertambahnya penghuni kota baik
berasal dari dari penghuni kota maupun dari arus penduduk yang masuk dari luar kota
mengakibatkan bertambahnya perumahan-perumahan yang berarti berkurangnya daerah-
daerah kosong di dalam kota. Semakin banyaknya anak-anak kota yang menjadi semakin
banyak pula diperlukan gedung-gedung sekolah. Bertambah pelajar dan mahasiswa
berarti bertambah juga jumlah sepeda dan kendaraan bermotor roda dua. Toko-toko.
Warung makan atau restoran bertambahnya terus sehingga makin mempercepat habisnya
tanah-tanah kosong di dalam kota. Kota terpaksa harus diperluas secara bertahap
menjauhi kota.

2.3 Peran Elite Politik Dalam Gerakan Sosial

Dalam study teoritis mengenai pergerakan sosial kita akan menemukan banyak
pergerakan paradigma, terutama periode tahun 1940-an sampai 1990-an. Tahapan
pertama ditandai oleh pandangan negatif terhadap pergerakan kemasyarakatan dan
cenderung menjelaskannya dalam sudut pandang psikologi. Sudut pandang ini lebih
karena pada masa-masa itu popularitas psikoanalis dan pengaruh dari nazisme, fasisme,
stanilisme menguat.Tahapan kedua, teori pergerakan kemasyarakatan didasarkan pada
pandangan positif.Penekanan lebih pada organisasi yang memiliki strategi rasional.

Secara definisi gerakan sosial memiliki penjelasan konseptual. Gerakan sosial dalam
definisi Gore, “ semua gerakan sosial yang berjuang demi perubahan melibatkan sebuah
wawasan yang baru, sebuah perspektif baru, sebuah perluasan atau redefinisi dari sebuah
sistem kepercayaan dan nilai yang telah ada “.

Gerakan sosial ( social movement ) adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis
tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi,
berjumlah besar atau individuyang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau
politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan sebuah perubahan
sosial. ( wikipedia.com ).

Golongan elite politik sendiri memiliki peranan yang penting terhadap suatu
pergerakan politik. Karena, elite politik adalah kaum minoritas yang memimpin
masyarakat atau wakil dari masyarakat, secara tidak langsung apa yang dilakukan oleh
elite polotik atau diperintahkan akan dilaksanakan oleh masyarakat. Tanpa kaum elite
politik pergerakan sosial akan sulit terjadi.
2.4 Peran Elite Sosial Terhadap Gerakan Sosial

Elite sosial merupakan kelompok sosial yang unggul, misalnya seperti kaum
bangsawan.Elite sosial merujuk pada kelompok-kelompok sosial di dalam
masyarakat.Kaum ini mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam kelompok
masyarakatnya, lebih menonjol dan berpengaruh bagi masyarakat sekitarnya.Jika
dibandingkan dengan elite politik, elite sosial memiliki cakupan yang lebih sempit, yaitu
hanya di dalam kelompok masyarakat.Eksistensi kaum elite ditentukan oleh, sejauh mana
mereka mampu mempertahankan posisi dan pengaruhnya di tengah-tengah kehidupan
masyarakat yang terus berubah.

Jika ditanya peran elite sosial terhadap gerakan sosial ?Tentu saja elite sosial juga
memiliki peran yang penting seperti elite politik. Namun, bedanya adalah elite politik
lebih kepada pemerintahan sedangkan elite sosial lebih kepada kehidupan bermasyarakat
(sosial ). Elite sosial, biasanya memiliki peran sebagai pemimpin di dalam masyarakat
atau penggerak masyarakat.Misalnya seperti, sesepuh, kepela desa, ketua RT, dan lain-
lain.Intinya, elite politik sangat berperan juga terhadap terjadinya gerakan sosial.

2.5 Karakteristik Elite Tradisional Dan Elite Modern

Pada dasarnya elite sejati yang sebenarnya adalah yang menghindari kesombongan,
arogansi, merasa paling tahu, paling hebat, atau paling benar.Elite sejati mengupayakan
diri sebagai seorang yang punya nilai, punya sesuatu yang menjadikan dirinya sebagai
rujukan, tempat bernaung.Seseorang atau lembaga yang diposisikan sebagai elite belum
tentu dinyatakan sebagai orang yang bahagia, karena harapan yang digantungkan terlalu
tinggi sementara realitasnya berbeda.Contohnya kita dapat melihat lembaga keuangan,
kepolisian, kejaksaan dan lainnya merupakan lembaga yang terposisikan sebagai elite,
bahkan selebriti.Selain selalu menjadi sumber berita, lembaga itu menjadi tumpuan
harapan.Lembaga yang sangat berpengaruh terhadap pulihnya perekonomian dan
penegakan keadilan (yang sebenar-benarnya adil).

1. Elite Tradisional (yang berorientasi kosmologis/berdasarkan keturunan).


Ada dua golongan elite tradisional yaitu:
 Priyai
Golongan elite yang merupakan sekelompok lapisan masyarakat yang
mempunyai kedudukan terkemuka di lingkungan kerajaan dan mempunyai martabat
tinggi dalam masyarakat.Mereka terdiri atas golongan bangsawan, tentara,
rohaniawan, atau pedagang kaya.Kaum bangsawan di Jawa dikenal sebagai bendoro,
di Jawa Barat sebagai menak, bertingkat-tingkat sesuai dengan yang
menurunkannya. Kaum pegawai di Jawa disebut sebagai priyai yang juga bertingkat-
tingkat, mereka mudah dibedakan satu dengan yang lain berdasarkan pakaian
dinasnya dengan kepangkatannya pada lengan baju atau daerah tempat tinggalnya.
Jumlah tentara kerajaan dibandingkan dengan negara modern relatif kecil, karena
kekuatan pertahanan terletak di bawah para bangsawan seperti bupati.Kaum
rohaniawan yang berfungsi dalam bidang agama memiliki kedudukan yang khas
kaena karismanya.Mereka pada umumnya bertempat tinggal di lingkungan tempat
ibadah seperti dekat pura untuk yang beragama Hindu, dan di dekat Masjid disebut
kauman untuk yang beragama Islam. Dalam masyarakat Jawa dan Bali yang pernah
mengenal sistem Kasta, pedagang di tempatkan sebagai golongan yang lebih rendah,
masuk kasta Waisya, tetapi di Sumatra pedagang kaya termasuk kaum elite, mereka
memperoleh sapaan sebagai urang kayo atau rangkayo di Sumatra Barat. Kedudukan
dan martabatnya tidak kalah dengan kaum elite yang lain.
 Syahbandar
Dalam sejarah lama syahbandar sebagai kepala pelabuhan memperoleh
kedudukan sebagai kaum elite.Sebagian dari mereka terdiri atas orang asing.Hal ini
disebabkan karena raja pada masa itu juga mempunyai penghasilan dari
perdagangan, sehingga pejabat yang memegang peran penting dalam perdagangan
diberi kedudukan istimewa.Pemakaian tenaga asing untuk jabatan tersebut
disebabkan karena mereka dinilai ahli dalam perdagangan termasuk kemahiran
memakai bahasa asing.
Komponen-komponen kekuasaan dalam elite tradisional adalah seorang
pemimpin dalam mempertahankan kekuasaannya harus memiliki apa yang namanya
kharisma (memiliki wahyu Tuhan atau Dewa), kewibawaan, wewenang, dan
kekuasaan dalam arti khusus, serta sifat-sifat lain yang menjadi syarat penting bagi
seorang pemimpin dalam masyarakat negara yang seperti itu.
Sifat keramat atau karisma seorang raja yang akhirnya seringkali menjadikan
seorang raja harus mengisolasikan diri dari rakyatnya untuk tidak bertatap muka dan
berdialok langsung dengan raja.Bahkan hingga pada sebuah pemikiran yang memang
sengaja didoktrinkan kepada rakyat, bahwa seorang rakyat biasa tidak diperkenankan
untuk melihat atau menatap wajahnya, karena hal itu adalah merupakan tindakan
yang tidak sopan atau sangat dilarang.Hal demikian juga terjadi pada negara kuno
Jepang, dimana masyarakatnya tidak diijinkan atau dilarang untuk memandang
wajah seorang Kaisar Meiji yang berkuasa pada saat itu.Hal ini, tidak terlepas
dengan indoktrinasi yang diberikan oleh pihak kerajaan bahwa raja adalah
penjelmaan dari dewa.
Untuk Indonesia dan mungkin bagi seluruh elit yang ingin menjadi dan
mempertahankan kekuasaannya, Koentjaraningrat mengatakan bahwa meskipun
kekuasaan pemimpin tradisional memiliki karisma sebagai komponen yang penting,
sehingga menjadi unsur pokok yang menjaga kontinuitas kepemimimpinannya, akan
tetapi seorang pemimpin tidak dapat mengabaikan komponen lain yakni apa yang
disebut sebagai kekuasaan dalam arti khusus, yaitu: kemampuan untuk mengerahkan
kekuatan fisik, dan untuk mengorganisir orang banyak untuk mengadakan sanksi.
Selain itu seorang pemimpin haruslah memiliki sifat yang adil, baik hati dan
bijaksana.Ketiga sifat ini pada dasarnya juga diperlukan untuk menjadi seorang
pemimpin baik tradisional maupun masa kini.
2. Elite Modern
Dalam perkembangan sejarahnya dengan ditandai kemajuan dari segi budaya,
tehnologi dan logika berpikir yang lebih maju dan rasional dari masyarakat,
menjadikan konsepsi elit dalam memandang kekuasaan di masa kini (era modern)
memiliki perbedaan yang cukup mendasar dari konsepsi elit tradisional. Kalau untuk
menjaga kewibawaan seorang pemimpin terhadap rakyatnya dalam negara
tradisional, ia harus mengisolasi diri untuk tidak bertatap muka dan dialog dengan
masyarakat walau dengan dalih karena seorang raja adalah keturunan dewa yang suci
dan harus menjaga kesucian dan kekeramatannya itu, sedangkan masyarakat adalah
manusia yang hina yang dapat mencemari kesuciannya. Disini jelas bahwa ada
kemajuan berfikir yang lebih dan sangat maju antara elite tradisional dan elite
modern.Terutama dalam keinginan untuk mempunyai pendidikan agar dapat lebih
baik kemasa depannya kelak.
Maka dalam masyarakat modern, seorang pemimpin dalam membangun
kewibawaan terhadap rakyatnya tidak lagi dengan menggunakan cara-cara yang
demikian, tapi lebih pada baagaimana membangun citra yang baik dihadapan
masyarakat. Ini artinya, mengharuskan seorang pemimpin untuk lebih dekat dengan
rakyatnya, karena sumber legitimasi dan wewenang seorang penguasa, terlebih
dalam negara yang telah menganut sitem politik demokrasi modern, bukan lagi para
dewa dan roh nenek moyang, bukan pula kekuatan sakti yang terhimpun dalam
pusaka-pusaka keramat, tetapi sumber kekuasaan dan wewenang seorang pemimpin
ada pada masyarakat.
Elit modern yang berorientasi kepada negara kemakmuran, berdasarkan
pendidikan.Elit modern ini jauh lebih beraneka ragam daripada elite
tradisional.Secara struktural ada disebutkan tentang administratur-administratur,
pegawai-pegawai pemerintah, teknisi-teknisi, orang-orang profesional, dan para
intelektual, tetapi pada akhirnya perbedaan utama yang dapat dibuat adalah antara
elit fungsional dan elit politik. Yang dimaksud dengan elit fungsional adalah
pemimpin-pemimpin yang baik pada masa lalumaupun masa sekarang mengabdikan
diri untuk kelangsungan berfungsinya suatu negara dan masyarakat yang modern,
sedangkan elit politik adalah orang-orang (Indonesia) yang terlibat dalam aktivitas
politik untuk berbagai tujuan tapi biasanya bertalian dengan sekedar perubahan
politik. Kelompok pertama berlainan dengan yang biasa ditafsirkan, menjalankan
fungsi sosial yang lebih besar dengan bertindak sebagai pembawa perubahan,
sedangkan golongan ke dua lebih mempunyai arti simbolis daripada praktis.

Kesimpulan perbandingan antara karakteristik elite tradisional dan elite modern:

Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara elit tradisional,
dan elit masa kini (modern) dalam melihat kekuasaan dan kepemimpinan sebuah negara.
Perbedaannya yang mendasar ada pada cara membangun karisma dan wibawa. Di mana
dalam masyarakat tradisional memahami bahwa seorang pemimpin atau raja dalam sebuah
negara tradisional (kuno) memandang untuk menjaga wibawa dan karisma, mengharuskan
seorang raja harus memisahkan diri atau mengisolasikan dirinya dari kehidupan
masyarakat.Hal ini dilakukan dengan melalui indoktrinasi ajaran dari sebuah kepercayaan
agama bahwa seorang raja adalah titisan dewa yang suci, maka rakyat yang dianggap hina
harus menjauh atau dilarang untuk menatap dan berdialok dengan raja, karena dapat
mencemari kesucian raja.

Berbeda kemudian dalam masyarakat masa kini (modern), dalam membangun


karisma dan wibawa seorang pemimpin tidak lagi mengisolasikan diri dari kehidupan
rakyatnya, justru sebaliknya seorang pemimpin harus lebih dikenal dan dekat dengan rakyat.
Hal tidak lain karena legitimasi kepemimpina seseorang dalam negara modern bukan didapat
dari dewa, atau hal-hal keramat sebagai mana dalam masyarakat kuno, tetapi legitimasi
seorang pemimpin ada pada masyarakat itu sendiri, karena masyarakat lah yang langsung
memilih seseorang untuk menjadi pemimpin mereka. Inilah yang mengharuska kewibawaan
dan karisma seorang pemimpin harus dibangun melalui popularitas.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik elit
tradisional, dan elit masa kini (modern) dalam melihat kekuasaan dan kepemimpinan sebuah
negara. Perbedaannya yang mendasar ada pada cara membangun karisma dan wibawa. Di
mana dalam masyarakat tradisional memahami bahwa seorang pemimpin atau raja dalam
sebuah negara tradisional (kuno) memandang untuk menjaga wibawa dan karisma,
mengharuskan seorang raja harus memisahkan diri atau mengisolasikan dirinya dari
kehidupan masyarakat.Hal ini dilakukan dengan melalui indoktrinasi ajaran dari sebuah
kepercayaan agama bahwa seorang raja adalah titisan dewa yang suci, maka rakyat yang
dianggap hina harus menjauh atau dilarang untuk menatap dan berdialok dengan raja, karena
dapat mencemari kesucian raja.

Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.Penulis juga menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.Oleh karena
itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna bisa
memperbaiki makalah ini untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bayuhebatuey.blogspot.co.id/2009/08/munculnya-elit-modern-indonesia.html, di akses 4 April 2017

Nasution, Syukri Albani. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sarinah. 2016. Ilmu Sosial Budaya Dasar di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Umainalo, Chairul Basrun. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Kediri: Fam Publishing.

Anda mungkin juga menyukai