Anda di halaman 1dari 2

Kenangan Koran Bola

Suasana makan siang di tempat kerja saya berubah menjadi suasana penuh kenangan hari ini. Saat
saya sedang bermain dengan telepon pintar saya, ada suatu artikel muncul di media sosial. Tabloid
Bola akan mengeluarkan dua edisi terakhir. Dua edisi itu akan diterbitkan pada Jumat, 19 Oktober
2018 dan Jumat, 26 Oktober 2018. Kenangan pun muncul dari pikiran saya. Ke masa belasan tahun
yang lalu.
Saya kembali ke masa awal Sekolah Dasar dimana baru bisa lancar membaca di dalam hati. Saya
dibelikan Koran Bola, akrab di telinga saya demikian, oleh ayah saya. Dengan begitu banyak
tulisan dan begitu banyak halaman, saya merasa itu menjadi bahan bacaan yang bagus. Apalagi di
saat itu sedang demam sepakbola, khususnya karena kartun Kapten Tsubasa di TV7 dan Piala
Dunia 2002 di Korea-Jepang. Bila tidak membaca Koran Bola, ada yang hilang di waktu itu.
Saya begitu menikmati perburuan Koran Bola. Waktu terbit Koran Bola yang mengakomodasi
waktu pertandingan sepakbola di Eropa begitu mengesankan. Koran Bola terbit setiap Selasa dan
Jumat untuk memuaskan dahaga pecinta sepakbola. Pertandingan sepakbola yang biasanya dihelat
malam Minggu atau malam Senin dipastikan sudah diliput di Koran Bola hari Senin. Untuk
prediksinya bisa dibaca di hari Jumat. Akan tetapi, ini yang seru, Koran Bola biasanya sudah ada
pada Senin dan Kamis sore. Setiap saya pulang sekolah di hari itu, saya akan menuju loper koran
di terminal bus Kampung Melayu, Jakarta Timur untuk memastikan bahwa saya akan membawa
pulang Koran Bola. Di saat belum ada halte bus transjakarta di terminal itu, loper koran biasa
menjajakan Koran Bola di san, dan hampir dapat dipastikan, saya ada di sana.
Saya begitu tidak sabar membaca Koran Bola di rumah. Saya sering membaca Koran Bola di
angkutan umum M-18 dalam perjalanan ke rumah di Pondok Gede. Perjalanan ke rumah sering
macet di Kalimalang dan Jatiwaringin, saat dua jalan raya itu belum mengalami pelebaran. Telepon
pintar belum menjadi tren kala itu untuk membunuh waktu. Itu sebabnya membaca Koran Bola
menjadi begitu menyenangkan. Tidak jarang, ada penumpang yang ikut menumpang membaca
Koran Bola saya, tentu dengan memainkan kedua bola matanya hingga terarah ke Koran Bola
saya. Sesekali saya mengerjai mereka dengan melipat Koran Bola menjadi setengah bagian agar
mereka tidak bisa menumpang membaca.
Ada juga saat-saat Koran Bola terbit pada hari Sabtu. Perburuannya juga menyenangkan. Di saat
libur, saya akan menuju agen koran di dekat rumah saya untuk membeli Koran Bola. Ya, hanya
Koran Bola. Bila Koran Bola sudah habis saat itu, saya enggan membeli bacaan olahraga sejenis.
Begitu nostalgia.
Koran Bola menjadi lengkap karena mengulas semuanya tentang olahraga. Dimulai dari tiga liga
kiblat sepakbola: Italia, Inggris, dan Spanyol serta tambahan liga-liga lain seperti Jerman, Belanda,
dan Perancis. Ada juga ulasan sepakbola dalam negeri dari era Liga Bank Mandiri hingga Liga
Gojek. Juga olahraga lain seperti basket, voli, bulutangkis, tenis, tinju, dan catur sering diulas di
Koran Bola. Kritik yang sering diutarakan oleh wartawan di tabloid ini, khususnya soal sepakbola
di dalam negeri, membuat saya menjadi banyak belajar soal bagaimana menyusun pendapat yang
santun kepada pembuat kebijakan khususnya soal olahraga.
Itu bagian serius. Bagian paling menyenangkan dalam membaca Koran Bola tentu saat membaca
berita kemenangan Juventus, tim favorit saya. Kembali ke Serie A 2001/2002, dimana Juventus
mencuri gelar saat Internazionale, dengan Ronaldo gundulnya, kalah 2-4 oleh Lazio di Olimpico,
Roma. Momen saat saya membaca artikel bergambar Ronaldo tertunduk lemas membuat saya
tertawa sepuas-puasnya. Maafkan saya The Phenomenon!
Saya juga pernah menggunting foto pemain yang ada di koran dan saya jadikan semacam
gambaran untuk bermain sepakbola gambaran di dalam ruangan. Ada juga bonus poster gratis
(dengan membayar Bola edisi khusus) yang sering diterbitkan Koran Bola. Alessandro Del Piero
dengan juluran lidahnya, tim Chelsea dan Manchester United saat Final Liga Champions UEFA
2008 di Luzhniki, Moskow, hingga Paulo Dybala dengan deker pelindung lutut yang hanya dilapisi
kaus kaki separuhnya, merupakan alumnus dari dinding kamar saya.
Hari berganti, musim berubah. Saat ini internet merajai dunia berita, khususnya sepakbola.
Barangkali karena peminat bacaan kertas sudah berkurang, Koran Bola harus berubah. Hanya saja,
saya merasa kehilangan bacaan bermutu. Membaca Koran Bola akan membawa saya ke lapangan,.
Di momen seperti Piala Dunia dan Final Liga Champions, saya tidak pernah absen membeli Koran
Bola. Selalu menjadi kerinduan untuk membaca Koran Bola, ditambah dengan taburan gaya
bahasanya yang bisa membuat saya tersenyum di dalam hati. Dengan ulasannya yang tajam, saya
menikmati kata demi kata di dalamnya.
Selamat jalan Koran Bola. Saya berharap bisa membeli dua edisi terakhir. Untuk sekedar melepas
rindu, membaca kata demi kata perpisahan yang begitu menimbulkan kenangan.
Anton Kurniawan
Pangkalan Kerinci, 18 Oktober 2018
Pukul 20.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai