SKRIPSI
Oleh:
Dwi Oktavianda
NIM. 201310310311054
JURUSAN SOSIOLOGI
2019
Peran Organisasi Daerah Didalam Proses Adaptasi Maba Dikota Malang
(Studi Pada Organisasi Daerah Jong Sum-Sel Di Malang)
SKRIPSI
Oleh:
Dwi Oktavianda
NIM. 201310310311054
JURUSAN SOSIOLOGI
2019
Peran Organisasi Daerah Didalam Proses Adaptasi Maba Dikota Malang
(Studi Pada Organisasi Daerah Jong Sum-Sel Di Malang)
SKRIPSI
Oleh:
Dwi Oktavianda
NIM. 201310310311054
Dosen Pembimbing:
JURUSAN SOSIOLOGI
2019
i
HALAMAN PENGESAHAN
ini telah berhasil berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Malang.
DEWAN PENGUJI
Penguji I : ( )
Penguji II : ( )
Pembimbing I : ( )
Pembimbing II : ( )
Ditetapkan di : Malang
Tanggal :
Mengetahui,
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah Disetujui,
Mengetahui,
iii
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI
Konsultasi Skripsi:
Paraf
Tanggal Keterangan
Pembimbing I Pembimbing II
10 Mei 2017 ACC Proposal Skripsi
Seminar Proposal
17 Mei 2017
Skripsi
31 Mei 2017 ACC BAB I
31 Mei 2017 ACC BAB II
21 Juli 2017 ACC BAB III
27 Juli 2017 ACC BAB IV
27 Juli 2017 ACC BAB V
Disetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang menyatakan,
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
1. Kedua orang tua penulis yaitu Ibu Yuiva Trisanti dan Bapak Riaji
yang selama ini telah memberikan dukungan berupa materi dan non
materi dan telah mendidik penulis sejak dalam buaian sampai sekarang
serta telah memberikan do’a sehingga penulis dapat bersekolah dan
melanjutkan kuliah sampai jenjang pendidikan tinggi di kampus putih
Unversitas Muhammadiyah Malang. Karena penulis tahu, aku adalah
do’a kalian yang terkabulkan.
2. Keluarga besar yang tergabung dalam aliansi Marga Tam yang telah
memberikan dukungan dan dorongan kepada penulis agar bisa kuliah.
3. Yang pertama kepada pengasuh Pondok Pesantren Roudlotul Jannah di
Gondang, terima kasih banyak kepada Almukarrom Gus Ubaidillah
Muzayyin yang telah memberikan siraman rohani dan oase
keagamaan melalui ngaji “sorogan” dan “bandongan” kitab kuning
sehingga menjadi jalan hidayah dari Allah yang diperoleh oleh penulis.
Yang kedua, kepada Pondok Pesantren Miftahul Ulum (PPMU) di
Jetis, terima kasih kepada Almukarrom Gus Saifuddin Arif dan Abi
selaku pengasuh pondok atas ilmu yang diberikan dengan ngaji 3x
sehari yaitu ba’da subuh, ba’da maghrib, dan ba’da isya yang
merupakan tempat mondok penulis dengan kitab terbanyak selama ini
yang mencapai sekitar 20-an kitab. Walaupun terkadang penulis nakal
dengan tidur di masjid dan mbolos tidak tidur di pondok. Terima kasih
kepada kawan karib dan teman-teman sekamar di PPMU yaitu Ahmad
Bangun Kurniawan, Fajar Santoso, Dwi Prasetiyo, S.Pt., dan
Khoerul Anam, S.Pt. yang membuat hidup lebih berwarna dengan
kenakalan yang berujung teguran dan hukuman. Yang terakhir, terima
kasih kepada pengasuh Pondok Pesantren Kalamulloh di Dawuhan,
Almukarrom Gus Syahid yang telah memberikan banyak sekali ilmu
dan wirid kepada penulis selama ini.
vi
4. Kepada Ahmad Bangun Kurniawan, Yani Mauly Inta, dan Isna
Miftahul Habibah, S.Sos. sebagai teman diskusi penulis untuk
membicarakan masalah yang “berat” dan “berbobot” yang membantu
penulis dalam proses pencarian jati diri yang terus-menerus melempar
pertanyaan tentang keagamaan, tujuan hidup, konsep kehidupan, dan
masalah yang “berbau” spiritual lainnya.
5. Kepada Wildan Ardi Setiawan, S.Fil. dan Dadang Fredianto, S.Sos.
sebagai teman diskusi yang asik seputar masalah teori dan metodologi
ilmiah, membahas isu-isu aktual dengan analisis sosiologis, dan
guyonan-guyonan “apik” dan energik ala Wildan yang ada saja tingkah
polah-nya yang sangat menghibur dan konyol, serta obsesi Wildan
yang ingin menjadi seorang filsuf, sebut saja aliran Wildanisme.
6. Kepada Dianal Firdaus (kandidat S.Sos.) sebagai sesama Jama’ah
Ma’iyah garda terdepan yang hampir tidak pernah absen mengikuti
acara Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Selain itu kepada Wito Pranoto
(kandidat S.Sos.) sebagai orang pertama yang memberikan
pengalaman “menyebalkan” ketika penulis masih menempuh semester
1 yaitu pada waktu UAS, kita bersekongkol untuk menyelundupkan
kertas ujiannya yang telat masuk ruang ujian dan akhirnya diketahui
oleh bapak dosen sehingga kita mendapatkan hukuman.
7. Kepada teman-teman bidikmisi sosiologi angkatan 2013 yaitu
Bambang Sundoko, S.Sos., Suci Rahma Candra Palupi, S.Sos.,
Dian Niswatus Saadah, S.Sos., Qurrotul Uyun, S.Sos., Nani
Lestari, S.Sos., Christine Puspita Sari, S.Sos., Maya Fatimah
Zulfa, S.Sos., Nur Sucipto, dan Khoirum Min Alfiyani.
8. Seluruh rekan seperjuangan teman-teman Sosiologi C yang telah
menjadi saudara dan keluarga yang selama ini telah memberikan
banyak kontribusi terhadap pribadi penulis.
9. Teman-teman KKN Khusus Kementerian Sosial 2015 yang saling
berbagi suka dan duka selama berada di tempat KKN, mungkin inilah
anggota kelompok KKN tersedikit sepanjang sejarah UMM yang
berjumlah cuma 5 orang yaitu Ahmad Bangun Kurniawan, Dwi
Prasetiyo, S.Pt., Isnatul Chasanah, S.Psi., dan Ivany Dwi Hidayati,
S.Psi..
Akhirnya segala pujian dan ucapan syukur kembali kepada Allah ﷻyang
telah menakdirkan penulis untuk berada di tempat yang baik bersama dengan
orang-orang yang baik. Maafkan penulis jika selama ini ada salah kata dan
perbuatan entah disengaja atau tidak, entah serius atau sedang bercanda yang
menyinggung perasaan kalian. Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kesalahan.
KALIAN LUAR BIASA!
vii
HALAMAN MOTTO
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah ﷻyang telah memberikan berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitan dan penulisan skripsi yang
berjudul “Gusdurian sebagai Gerakan Penerus Spirit Perjuangan Gus Dur
(Studi Fenomenologis pada Penggerak Jaringan Gusdurian Malang)“.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurah ke hadirat Nabi Muhammad ﷺyang
selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat.
ix
7. Seluruh dosen pada Jurusan Sosiologi FISIP Universitas
Muhammadiyah Malang khususnya dan seluruh dosen yang pernah
mengajar penulis selama menempuh perkuliahan. Beliau-beliau ini
telah memberikan support yang luar biasa dan memberikan pelajaran
serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis. Dosen paling berkesan
adalah Prof. Dr. H. Syamsul Arifin, M.Si. yang bisa penulis anggap
sebagai role model dalam cara berpikir dan cara mengajar yang sangat
komunikatif dan mengedepankan dialog interaktif. Beliau juga banyak
mempengaruhi pemikiran penulis menjadi lebih ilmiah, bijaksana, dan
terbuka. Setelah itu, dosen paling berkesan adalah Ibu Dr. Vina
Salviana Darvina Soedarwo, M.Si. yang membuat saya selalu
mengingat sosok seorang ibu yang merangkul mahasiswa dengan
mengedepankan ikatan kekeluargaan yang penuh kasih sayang dan
perhatian. Selain itu, gara-gara beliau lah saya menjadi menyukai
sosiologi karena saat beliau mengajar Teori Sosiologi Klasik I yang
penjelasannya dan cara mengajarnya membuat penulis tertarik dan
terkesima. Setelah itu, dosen paling berkesan adalah Bapak Dr. Drajat
Tri Kartono yang memberi amanah saya sebagai ketua atas dua
matakuliah yang diampu beliau. Penulis mendapat banyak sekali
sumbangan pemikiran yang brilian selama diajar oleh beliau karena
penjelasannya yang sangat lugas, tidak bertele-tele, dan jelas sehingga
sangat mudah dipahami oleh mahasiswa. selain beliau bertiga
sebenarnya masih ada dosen favorit lain tapi penulis cukupkan sampai
di sini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna baik
dari segi materi maupun penyusunannya, hal ini dapat terjadi karena manusia
tidak terlepas dari kesalahan dan khilaf serta keterbatasan materi, waktu,
pengetahuan, dan kadar keilmuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun yang penulis harapkan.
Penulis
x
DAFTAR ISI
xi
1.6.5 Fokus Penelitian ............................................................................ 27
1.6.6 Teknik Penentuan Subjek Penelitian .......................................... 28
1.6.7 Lokasi Penelitian ........................................................................... 31
1.6.8 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 32
1.6.9 Interpretative Phenomenological Analysis ................................... 34
1.6.10 Strategi Pengujian Validitas Data ............................................... 37
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 39
2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 39
2.2 Tinjauan Pustaka ................................................................................. 44
2.2.1 Sosiobiografi Gus Dur .................................................................. 44
2.2.2 Peta Intelektualisme dan Tema-tema Pokok Pemikiran Gus Dur
......................................................................................................... 67
2.2.3 Pengaruh Pemikiran Gus Dur terhadap NU .............................. 81
2.3 Konsepsi Teoritis Gerakan Sosial Baru ............................................. 84
2.4 Model Teoritik Skripsi ......................................................................... 95
BAB 3 SETTING PENELITIAN ..................................................................... 96
3.1 Deskripsi Wilayah Penelitian .............................................................. 96
3.1.1 Sejarah Singkat Kota Malang ...................................................... 96
3.1.2 Kondisi Demografi Kota Malang ............................................... 100
3.1.3 Kondisi Sosial-Agama Kota Malang ......................................... 103
3.2 Sekilas tentang Jaringan Gusdurian ................................................ 106
3.2.1 Sekretariat Nasional sebagai Linking Point Jaringan Gusdurian
Nasional....................................................................................................... 106
3.2.2 Jaringan Gusdurian Malang ...................................................... 121
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 124
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ............................................................... 126
4.2 Terbentuknya Pola Pikir Baru Setelah Bergabung dengan Jaringan
Gusdurian Malang ........................................................................................ 146
4.3 Sejarah Terbentuknya Jaringan Gusdurian Malang ..................... 148
4.4 Karakteristik Jaringan Gusdurian Malang ..................................... 155
4.4.1 Sistem Keanggotaan yang Cair .................................................. 155
4.4.2 Sistem Pengorganisasiaan Informal .......................................... 158
4.4.3 Sistem Pembiayaan yang Sukarela ............................................ 161
xii
4.4.4 Ketidakikutsertaan dalam Politik Praktis ................................ 164
4.5 Pengaruh Pemikiran Gus Dur: Peran Sembilan Nilai Utama Gus
Dur .............................................................................................................. 167
4.6 Membangun Pemikiran Kritis Publik dalam Membentuk Kondisi
Masyarakat yang Ideal ................................................................................. 178
4.7 Strategi Jaringan Gusdurian Malang dalam Upaya mencapai
Agenda Organisasi ........................................................................................ 183
4.7.1 Gerakan Literasi (Gerakan Menulis untuk Perdamaian) ....... 184
4.7.2 Kunjungan Lintas Iman ............................................................. 187
4.7.3 Forum Kajian dan Diskusi ......................................................... 190
4.7.4 Penyebaran Wacana dan Ideologi melalui Media Massa ........ 192
4.8 Hambatan dan Tantangan dalam Pelaksanaan Aksi Jaringan
Gusdurian Malang ........................................................................................ 196
4.9 Pokok-pokok Temuan Penelitian ...................................................... 199
4.10 Jaringan Gusdurian Malang sebagai “Gerakan Sosial Baru” ....... 201
4.11 Tinjauan Kritis ................................................................................... 204
BAB 5 PENUTUP ........................................................................................... 206
5.1 Simpulan.............................................................................................. 206
5.2 Saran .................................................................................................... 209
Daftar Pustaka ................................................................................................... 211
xiii
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR TABEL
xvi
ABSTRAKSI
Fariz Eko Septiawan, 201310310311132, 2017, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Sosiologi, Gusdurian Sebagai Gerakan Penerus Spirit Perjuangan Gus Dur (Studi
Fenomenologis pada Penggerak Jaringan Gusdurian Malang). Pembimbing I. Prof. Dr. H.
Ishomuddin, M.Si., Pembimbing II. Rachmad K. Dwi Susilo, S.Sos., M.A.
Kasus-kasus tidak terjaminnya hak dan kepentingan sebagian warga masyarakat dan
adanya diskriminasi terhadap kelompok minoritas memicu adanya konflik horizontal di
masyarakat. Lunturnya toleransi dan kekerasan yang mengatasnamakan agama merupakan
fenomena yang dewasa ini menjadi perhatian publik. Kekerasan semacam itu bukanlah murni
dipicu oleh agama tapi kekerasan yang menyertakan dimensi simbolik dari suatu kebudayaan
dan disebut sebagai kekerasan kultural. Keprihatinan inilah yang mendorong murid,
simpatisan, keluarga, dan orang-orang yang terinspirasi riak pemikiran Gus Dur untuk
berusaha membangkitkan kembali spirit perjuangan Gus Dur. Pokok pemikiran dan arah
perjuangan Gus Dur yang selama ini menjadi kunci gagasan-gagasan Gus Dur adalah
kemanusiaan. Gus Dur berusaha mewujudkan adanya penghargaan yang cukup tinggi
terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan memandang bahwa kekerasan bukanlah sesuatu yang
inheren dalam agama karena agama sebenarnya sangat kaya dengan nilai-nilai kasih sayang.
Oleh karena itulah muncul suatu gerakan yang mengadopsi pola pemikiran dan perjuangan
Gus Dur yang menamakan dirinya sebagai Jaringan Gusdurian Malang. Penelitian berusaha
untuk mengungkap seluk-beluk tentang gerakan tersebut menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis fenomenologi. Data diperoleh peneliti menggunakan strategi wawancara
mendalam kepada 5 (lima) penggerak Jaringan Gusdurian Malang dan dibantu dengan
observasi partisipatoris. Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan metode purposive
sampling. Kelima penggerak tersebut adalah Najib, Tatok, Billy, Dika, dan Zila. Peneliti
menggunakan teori New Social Movement (Gerakan Sosial Baru) dalam menganalisis
Jaringan Gusdurian Malang. Jaringan Gusdurian Malang memenuhi kriteria sebagai Gerakan
Sosial Baru. Relevansi teori dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
Jaringan Gusdurian Malang memiliki karakteristik sistem keanggotaan yang cair (fluid),
sistem pengorganisasiaan yang informal (non struktural), sistem pembiayaan yang mandiri
(voluntary), dan tidak ikut serta dalam politik praktis. Penggerak Jaringan Gusdurian Malang
merupakan mahasiswa dari berbagai universitas. Gerakan ini merupakan kaki penopang dari
gagasan-gagasan dan spirit perjuangan Gus Dur yaitu sembilan nilai utama Gus Dur yaitu
ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan,
keksatriaan, dan kearifan lokal. Gerakan ini berfokus pada isu-isu sosial seperti konflik
agama, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, dan advokasi terhadap kaum yang
tertindas.
Disetujui Oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
xvii
ABSTRACT
Fariz Eko Septiawan, 201310310311132, 2017, Faculty of Social and Political Sciences,
Department of Sociology, Gusdurian Malang Network as the Successor to the Spirit of Gus
Dur’s Struggle (A Phenomenological Study of the Gusdurian Malang Network’s Movers).
Adviser I. Prof. Dr. H. Ishomuddin, M.Si., Adviser II. Rachmad K. Dwi Susilo, S.Sos., M.A.
Uncertainty cases of rights and interests of some citizens and discrimination against
minority groups triggered a horizontal conflict in the community. The diminution of tolerance
and violence in the name of religion is a phenomenon which today is of public concern. Such
violence is not purely religiously driven but violence which includes the symbolic dimension
of a culture and is called cultural violence. It is this concern that drives students,
sympathizers, families, and people inspired by the thought of Gus Dur to try to revive the
spirit of Gus Dur's struggle. The main point of thought and direction of Abdurrahman's
struggle which has been the key to Gus Dur's ideas is humanity. Abdurrahman tried to realize
a high appreciation of human values and saw that violence is not something inherent in
religion because religion is actually very rich with the values of affection. Hence emerged a
movement that adopted the pattern of thought and struggle of Gus Dur who called himself as
Gusdurian Network Malang. Research attempts to uncover the ins and outs of the movement
using a qualitative approach to the type of phenomenology. The data obtained by the
researcher use in-depth interview strategy to 5 (five) movers of Gusdurian Malang Network
and assisted with participant observation. Determination of research subjects conducted by
purposive sampling method. The five movers are Najib, Tatok, Billy, Dika, and Zila.
Researchers use the theory of New Social Movement in analyzing Gusdurian Malang
Network. The Gusdurian Malang network meets the criteria as a New Social Movement. The
relevance of the theory is evidenced by the results of research indicating that the Gusdurian
Malang Network has the characteristics of the liquid membership system (fluid), the informal
(non-structural) organizing system, the self-funding system (voluntary), and not participate in
practical politics. Movers Network Gusdurian Malang is a student from various universities.
This movement is the supporting foot of the ideas and spirit of Gus Dur's struggle that is nine
main values of Gus Dur namely tawheed, humanity, justice, equality, liberation, simplicity,
brotherhood, knighthood, and local wisdom. This movement focuses on social issues such as
religious conflict, discrimination against minority groups, and advocacy against the
oppressed.
Approved by,
Advisor I Advisor II
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
Sudan (Syukur, Tanpa Tahun: 85). Indonesia sebagai negara dengan populasi
Muslim terbesar di dunia pun tidak luput sebagai tempat lahirnya gerakan berbasis
dua ormas Islam terbesar —secara kuantitas (struktural, basis massa) dan kualitas
Dilihat dalam konteks keindonesiaan, pada masa Orde Baru, gerakan Islam
lebih dominan kepada kultural dan sama sekali non-politis, yang menurut Dr.
intelektual, gerakan etik, dan gerakan estetik. Hal itu terjadi karena kondisi
pemerintah bersifat represif, akibatnya umat Islam kalah setidaknya dalam lima
hal; konstitusi, pemilihan umum, fisik, birokrasi, dan simbol (Syamsuddin &
1
dan gerakan kelompok keagamaan di luar mainstream kelompok keagamaan
dalam masyarakat Islam di Indonesia, Muhammadiyah dan NU. Pada saat rezim
Orde Baru masih kukuh kekuasaannya, tidak begitu banyak kelompok keagamaan
gerakan civil society yang selama orde baru ‘lesu darah [sic!] dan sakit-sakitan’
dengan cepat kembali tumbuh dan mekar, bahkan di banyak tempat mampu
mengisi kekosongan peran akibat melemahnya peran negara (Juhari, 2014: 22).
Hal ini memicu terbukanya public sphere1 yang otonom yang membuat
gerakan tidak lepas dari adanya ketidakpuasan terhadap suatu keadaan. Banyak
1 Jürgen Habermas di dalam bukunya yang berjudul “The Structural Transformation of the Public Shere”
terdapat beberapa istilah yang merujuk pada konsep tentang Public Sphere antara lain: Salah satunya,
Offentlichkeit, yang muncul dalam judul buku ini, dapat diterjemahkan dengan beragam sebagai “publik”,
“ranah publik”, atau “publisitas.” (Lihat: Jürgen Habermas, The Structural Transformation of the Public
Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society (Massachussets: The MIT Press, 1991) hal. xv)
Secara umum, “Ruang Publik” dipahami sebagai ruang sosial di mana berbagai pendapat diungkapkan,
masalah yang menjadi perhatian umum dibahas, dan solusi kolektif dikembangkan secara komunikatif.
Dengan demikian, ruang publik merupakan arena utama komunikasi masyarakat. Dalam masyarakat berskala
besar, media massa dan, baru-baru ini, media jaringan online mendukung dan mempertahankan komunikasi
di ranah publik (http://www.oxfordbibliographies.com/, 2017).
2
yang beranggapan bahwa tingkah polah negara kita yang kurang menjamin akan
bangsa ini menjadi salah satu cerminan perlunya suatu gebrakan dalam
diperparah jika kita menilik akan kondisi tidak terjaminnya pemenuhan hak-hak
masyarakat hanya karena mereka “berbeda” dari mereka yang menjadi mayoritas.
Berbagai gerakan sosial pun muncul melihat kondisi negara yang seakan tidak
terhadap kebebasan dan lunturnya toleransi di republik ini. Sebut saja kasus
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Philadelphia Bekasi yang sampai saat ini
masih belum menemui titik terang. Sama halnya dengan maraknya isu provokasi
antar etnis atau agama, pembakaran rumah ibadah, bom bunuh diri di GBIS
(Gereja Bethel Injil Sepenuh) Kepunton Solo, serta kerusuhan atas nama agama
seperti kasus Ahmadiyah yang merebak beberapa saat lalu (Nugraha, 2013: 3).
Jika dilacak lebih lanjut, faktor penentu adanya konflik dan kekerasan
tersebut adalah adanya legitimasi dari sebagian pemimpin agama di suatu daerah
absennya negara selaku pemegang kebijakan dan pihak yang melakukan kontrol
3
sosial untuk turun tangan menyelesaikan konflik tersebut. Semua fenomena
Indonesia, ada jauh lebih banyak Muslim yang tidak melakukan tindak kekerasan.
Oleh karena itu dalam melihat fenomena ini penulis melihat bahwa secara
dengan sejumlah variabel sosial dan keberadaan suatu struktur sosial di mana
faktor murni agama melainkan menurut Galtung (2002: 11) disebut sebagai
demikian tidak bisa dipungkiri bahwa agama menempati posisi teratas sebagai
agama yang sangat sentral dan sakral serta telah menjadi kebutuhan ideal
pada akhirnya akan merepresentasikan wajah agama yang kejam, brutal, dan suka
menebar teror, serta melakukan tindakan tidak manusiawi kepada sesama yang
4
Kunci utama dari pemikiran Gus Dur adalah berusaha untuk menempatkan
manusia sebagai manusia yang seutuhnya tanpa memandang ras, suku, agama,
dan etnis sehingga penghormatan terhadap sesama hanya manusia didasarkan oleh
satu alasan sederhana yaitu mereka adalah manusia, sama seperti kita. Pernyataan
ini diperkuat dengan pokok dasar persaudaraan yang ditulis oleh Siroj (2006: 284-
285) ketika berbicara tentang Bhineka Tunggal Ika bahwa ada sejumlah istilah
tentang rasa persaudaraan ini yaitu persaudaraan umat Islam (ukhuwah islamiyah),
dalam kitab suci umat Muslim itu adalah ukhuwah imaniyah, yakni suatu bentuk
Rasyidun. Jadi, ukhuwah imaniyah ini tidak seperti ukhuwah islamiyah yang lebih
parsial dan sektarian, hal ini karena ukhuwah imaniyah merupakan jaringan
5
Bagan 1.1 Memahami Makna Persaudaraan: Melampau Ukhuwah Islamiyah
ukhuwah
basyariyah
ukhuwah
wathaniyah
ukhuwah
imaniyah
ukhuwah
islamiyah
Hal ini senada dengan pemikiran Gus Dur yang memperhatikan semangat
kenyataan hidup di mana setiap orang harus berusaha sampai kepada sikap saling
memahami satu sama lain. Dasar pluralitas agama adalah kesatuan tujuan dan
agama secara berdampingan dan dapat menerima satu sama lain dengan dasar
etika. Dalam pandangan Cak Nur, disodorkan pemikiran Islam yang inklusif,
pluralisme dalam kehidupan sosial. Kendati Gus Dur belakangan dikenal sebagai
6
pemikirannya tidak lain adalah konsep humanisme2, memanusiakan manusia.
Sebagaimana tokoh humanis dari India yaitu Mahatma Gandhi yang berujar my
dalam Rifai, 2010: 95) adalah humanisme dalam konteks adanya penghargaan
yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang melekat secara inheren
dalam diri manusia yang tercermin dalam tingkah laku menghargai kehidupan
berkeyakinan atas apa yang diyakini terbaik bagi hidupnya (Musa, 2010: 107;
beragama dan berkeyakinan, karena memang tidak ada paksaan dalam Islam dan
kekerasan bukanlah sesuatu yang inheren dalam agama. Tesis inilah yang
dipegang oleh Karen Amstrong (2014) dalam bukunya yang berjudul Field of
Blood: Religion and The History of Violence. Merujuk pada bukunya yang lain,
sangat kaya dengan nilai-nilai kasih sayang (compassionate) yang bahkan bisa
2 Humanisme secara sederhana diterjemahkan sebagai kemanusiaan. Menurut kamus Oxford, Humanisme
diterangkan sebagai: “A system of thought that considers that solving a human problems with the help of the
reason, is more important than religius beliefs. It emphasizes the fact that the basic nature of human being is
good (Oxford Advanced Learner’s, hal. 635).” (Sebuah sistem pemikiran yang menganggap, bahwa
memecahkan masalah-masalah manusia dengan membantu mengatasi sebabnya, adalah lebih penting
daripada keyakian agama. Hal itu berdasar pertimbangan bahwa sifat dasar manusia pada dasarnya adalah
baik).
7
Lebih lanjut, Karen Amstrong (dalam Zaprulkhan, 2014: 89) membuat
ke arah tindakan belas kasih. Jika pemahaman anda tentang yang Ilahi membuat
anda lebih ramah, lebih empatik, dan mendorong anda untuk menunjukkan
simpati dalam tindakan nyata, itulah teologi yang baik. Akan tetapi, jika
pemahaman anda tentang Tuhan membuat anda tidak ramah, pemarah, kejam,
atau merasa benar sendiri atau jika itu menggiring anda membunuh atas nama
Tuhan, itu adalah teologi yang buruk. Hal ini sebagaimana termaktub di atas
“Tiap agama termasuk Islam hendaknya dilihat melalui dua sisi. Pada
sebuah ajaran Islam ada yang bersifat baku dan tidak dapat diganggu gugat
seperti rukun Islam, rukun iman, dan sebagainya. Di sisi lain, Islam
dipandang sebagai nilai universal sebagai rahmat bagi semesta, yaitu ajaran
Islam meliputi berbagai sisi kehidupan moralitas (akhlak) hubungan lintas
iman dan juga toleransi (Munawar-Rachman, 2015: 43).”
Seiring waktu berjalan, gagasan Gus Dur kian dirindukan dan menjadi
bermula dari rasa rindu, ngefans, kagum, dan mencintai sosok dan pemikiran Gus
Dur. Komunitas mula-mula yang ada di berbagai daerah ini mulai melakukan
gerakannya masih bersifat euphoria. Hingga pada akhirnya atas inisiatif dari
8
murid-murid Gus Dur, perca di berbagai daerah yang merupakan berbagai
komunitas yang masih terserak tersebut dijahit menggunakan benang berupa spirit
membangkitkan kembali sosok Gus Dur di dunia melalui upaya merawat nilai-
dan luas terhadap Islam baik dalam bidang teologi, fikih, maupun tasawuf
menjadikan mereka tidak mudah berprasangka terhadap orang lain yang berbeda,
bahkan wacana tentang pluralisme mereka dapati dari khazanah kita-kitab klasik
menopang spirit, gagasan dan ide besar sang sosok bapak bangsa. Gerakan yang
menyebut dirinya sebagai gerakan kultural ini penulis lihat sebagai bentuk
gerakan sosial baru yang berusaha mentransmisikan sumber daya berupa gagasan
Gus Dur melalui berbagai aktivitas pergerakannya, baik itu melalui aksi, media
cetak, media elektronik, seminar, diskusi dan pertemuan publik lainnya, dan
berkembang hingga menjadi gerakan sosial yang memiliki jaringan kuat dan solid.
Gerakan Gusdurian sendiri mulai muncul dan berkembang sejak tahun 2010,
Gusdurian makin solid berkat kekuatan jaringan dan tetap konsisten dalam
9
voluntarisme, berusaha mempertahankan sikap apolitis dari tindak politik praktis
nilai Gus Dur tersebut. Koordinator Nasional termasuk yang membawahi Gerakan
Gusdurian Muda Malang ini adalah putri sulung Gus Dur yaitu Alissa Qotrunnada
Munawaroh alias Alissa Wahid dan Yayasan Bani Abdurrahman Wahid. Gerakan
adalah dengan mengadakan kegiatan Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG) yang diisi
oleh pemateri-pemateri yang memiliki fokus terhadap pemikiran Gus Dur mulai
dari biografi, filosofi perjuangan, dan basis pemikiran Gus Dur; Gagasan Ke-
Islam-an Gus Dur, Gagasan Demokrasi Gus Dur, Gagasan Kebudayaan Gus Dur;
Gagasan Gerakan Sosial Gus Dur sampai kiprah Gus Dur sebagai manusia
disebutkan oleh Abu Muhammad Waskito (2010: 17-20) yaitu Bapak Bangsa,
10
KPG menggunakan pendekatan menafsirkan Gus Dur menggunakan pengalaman
peserta sehingga tidak hanya menekankan capaian kognitif tetapi juga afektif
beliau yang juga seorang dosen Psikologi berharap bahwa peserta bisa
membongkar batas jarak antara imajinasi dengan pemikiran dan nilai-nilai Gus
Dur bisa dihadirkan lebih dekat dan disambungkan ke dalam pikiran, perasaan,
muda yang ingin melanjutkan pemikiran dan perjuangan Gus Dur memiliki
semacam itu sangat sesuai dengan tata kelakuan Gus Dur yang menghendaki
persuasif sesuai dengan nilai-nilai profetik Islam yang salah satunya adalah
jalan damai yang telah dirintis Gus Dur di tanah air kita ini.
intoleransi di Malang salah satunya adalah kasus Syi’ah yang ada di BCT, kasus
11
spanduk yang bermuatan SARA, pendampingan terhadap protes hutan kota
mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai agar tercapai keharmonisan dan
kerukunan.
gerakan sosial ini berpijak pada asumsi bahwa dalam konteks Gerakan Gusdurian
Muda Malang merupakan suatu gerakan yang berangkat dari persamaan habitus
para aktivis yang bekerja di sebuah arena sehingga afiliasi mereka ke dalam suatu
kontestasi. Sehingga sebuah gerakan selalu memiliki living values yang digunakan
sebagai social glue yang menjadi landasan mereka berpikir dan bertindak yang
dalam hal ini adalah pemikiran Gus Dur. Rancang bangun semacam inilah yang
menjadi motor penggerak roda organisasi dan penciri utama sebuah gerakan
sosial. Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan bagaimana gerakan yang
tatanan dan identitasnya sebagai respon terhadap tekanan ruang sosial di luar
dirinya. Sehingga sebuah gerakan pastilah memiliki taktik dan strategi dalam
Tentu menarik untuk mengetahui secara mendalam hal apa saja yang
pemikiran dan cita-cita intelektual Gus Dur, pengaruh dan konstruksi ide-ide Gus
12
Dur dalam proses pembentukan gerakan, serta bagaimana bentuk koordinasi dari
respon positif terhadap proyek kemanusiaan Gus Dur berdasar nilai-nilai profetik
penelitian ini tidak lagi berfokus pada kelompok atau golongan, melainkan
sehingga dalam penelitian ini bertumpu pada kehidupan intersubjektif aktor untuk
subjektif dari perilaku aktor Gerakan Gusdurian dianggap sangat penting untuk
bagaimana kehidupan sosial aktor berlangsung dan melihat tingkah laku aktor
yaitu apa yang dikatakan dan dilakukan sebagai hasil dari bagaimana para aktor
situasi tertentu dan berupaya menangkap proses, interpretasi, dan melihat segala
13
perumusan model Gerakan Gusdurian didasarkan pada pola-pola yang ditemukan
dari data empirik dan bukan dari inferensi atau asosiasi ide-ide. Model Gerakan
Gusdurian akan diperoleh setelah menjumpai ciri-ciri spesifik dari data lapangan
konseptualisasi aktor yang dijadikan subjek studi. Berangkat dari hal itu, maka
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini secara umum terbagi ke dalam
dua kategori. Yaitu yang pertama manfaat secara teoritis dan yang kedua manfaat
secara praktis.
14
b. Hasil penelitian ini bisa memperkaya contoh gerakan sosial baru
secara umum).
akar rumput.
1945.
1.5.1 Fenomenologi
15
dari perspektif pokok dari seseorang. Fenomenologi memiliki riwayat
menekankan pada fokus interpretasi dunia. Dalam hal ini, para peneliti
1.5.2 Aktivis
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/, 2017).
16
1.5.4 Gusdurian
dan Corbin (1998: 3) mendefinisikan metodologi sebagai “suatu cara berpikir dan
data.” Bagian ini akan membahas dasar filsafat pada penelitian ini yaitu suatu
karena kita memiliki bahasa (van Manen, 1990: 38). Perhatian penulis adalah
studi yang induktif, penelitian ini tidak meneliti sejumlah ciri atau
17
opini untuk menguji hubungan antar sejumlah variabel yang sudah
18
sebagai penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori yang
faktor yang ada yang berlaku meliputi sudut pandang atau proses yang
sedang berlangsung.
manusia dari sudut pandang orang pertama, yakni dari orang yang
19
di dalam kesadaran orang yang menjalani aktivitas kehidupannya
sehari-hari.
hal-hal yang khusus satu demi satu. Yang pokok adalah menangkap
dapat menyisihkan hal-hal yang tidak hakiki, agar hakekat ini dapat
20
keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi
realitas sosial.
konstruksi subyektivitas.
21
cara berpikir dan merasa, refleksi lalu diteruskan kepada orang lain
126).
22
Selain Husserl dan Alfred Schutz, fenomenologi berkembang,
23
konsep atau gejala, termasuk di dalamnya konsep diri atau pandangan
dunia fisik yang paling penting, dunia ilmu, dunia keyakinan suatu
24
suku, dunia supernatural, dunia opini individu, sampai pada dunia
Schutz.
25
metodologis fenomenologi dan membedakannya dari penelitian
kuantitatif:
26
Hal ini menuntut bersatunya subyek peneliti dengan subyek
pendekatan fenomenologi.
tentang makna dari suatu fenomena. Pada dasarnya, ada dua hal utama
27
b. Structural description: bagaimana subjek mengalami dan
28
Dika sebagai penggerak Gerakan Gusdurian Muda Malang perempuan
dengan Pak Dankeen dari Australia yang dulu semasa Gus Dur masih
pemikiran dan gerakan yang berbasis pemikiran Gus Dur yang dimuat
29
tujuan dan kriteria tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan
berikut:
satu tahun.
dilakukan Gusdurian.
dalam sebulan.
Muda Malang.
30
Guna memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan
berikut :
a. Data Primer
(baik secara langsung maupun via telepon dan email) dengan para
b. Data Sekunder
terkait dengan fokus penelitian, antara lain: buku tentang teori gerakan
31
ini dengan menggunakan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut
lokasi ini sering diadakan acara-acara atau aksi yang berkaitan dengan
Pada tahap penelitian ini agar diperoleh data yang valid dan bisa
32
dapat digunakan adalah wawancara tidak terstrukrur dan semi
terstruktur.
Malang ini.
b. Observasi Partisipatoris
33
Kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk
pada tingkat makna dari setiap perilaku atau gejala yang muncul.
c. Dokumentasi
IPA dalam Smith, Flowers, dan Larkin (2009: 97-99) bertujuan untuk
34
peristiwa, status yang dimiliki oleh partispan. Juga berusaha
untuk dapat berdiri pada posisi mereka. “Memahami” dalam hal ini
ini berarti terdapat aliansi teoritis yang menarik dengan paradigma kognitif
proses mental.
Analysis sebagaimana ditulis oleh Smith, Flowers, dan Larkin (2009: 79-
35
Bagan 1.2 Interpretative Phenomenological Analysis
looking for
initial noting
pattern across
searching for
connection across
emergent themes
sebagai berikut:
melakukan pengulangan.
36
c. Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan dalam
tersebut dialami.
gabungannya.
37
diperoleh perlu diuji kredibilitasnya. Reliabilitas diperoleh dari
subyek/informan.
b. Trianggulasi Metode
Yaitu salah satu metode yang digunakan dalam uji validitas dalam
38
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Malang)”. Penelitian ini mencoba mengkaji motivasi yang ada pada anggota
beragama, apakah adanya sesuatu yang diharapkan sebuah reward atau memang
bentuk output dari motivasi. Hasil penelitian ini menunjukkan motivasi intrinsik
Gusdurian Malang. Motif ini disebabkan karena tertarik dengan figur Gus Dur dan
pengalaman lintas iman yang tidak berjalan baik. Dua motif ini kemudian
Sembilan nilai utama Gus Dur dan konsep kerukunan umat beragama yang ada di
figur Gus Dur dan pengalaman lintas iman tidak berjalan baik, berubah menjadi
proses yang panjang dan proses untuk mencapai perdamaian itu merupakan
tanggung jawab yang mesti diemban sebagai manusia. Metode yang digunakan
39
komunitas Gusdurian Malang untuk mempromosikan kerukunan umat beragama
kuncinya ada melakukan dialog. Dialog dilakukan dengan 5 cara yakni menulis,
komunikasi intens, silaturrahmi lintas iman, kajian lintas iman, dan jejaring
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Riska Farida (2015) dengan judul
Jombang” yang bertujuan untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan oleh
Line, Facebook juga twitter. Kedua, peran tokoh masyarakat. Para angggota
kegiatan yang diikuti. Ketiga, menjalin relasi dengan pihak kepentingan lain
mengadakan kegiatan, terdapat empat jenis kegiatan yang diadakan yakni kegiatan
kaderisasi melalui Kelas Pemikiran Gus Dur (KPG), advokasi, seminar atau
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Yayank Noerita (2015) dengan judul
40
Perjuangan Abdurrahman Wahid”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perjuangan Gus Dur. Selain itu juga untuk mengetahui bentuk dari gerakan sosial
gerakan dari Gus Dur yang menginspirasi para pengikutnya (Gusdurian) untuk
utama Gus Dur yang terdiri dari ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan,
Fondasi dari sembilan nilai utama Gus Dur adalah ketauhidan yaitu Islam yang
dari gerakan sosial Islam rasional-inklusif di mana gerakan dari jaringan ini
bersumber dari ajaran Islam yang memberikan rahmat bagi semua alam.
dilakukan oleh Nunung Dwi Nugroho (2014) dengan judul Tesis “Gerakan Sosial
dalam Perspektif Jaringan: Melihat Pola dan Pengelolaan Jaringan dalam Gerakan
41
Menggunakan kacamata berupa kombinasi konsep gerakan sosial baru, konsep
melakukan penelitian etnografi dengan terlibat secara aktif pada setiap aktivitas
oleh jaringan Gusdurian secara runtut dan mendalam. Harapan penulis, tulisan ini
bisa menggambarkan sisi lain dari studi gerakan kebanyakan yang kurang
membahas gerakan sosial dari perspektif jaringan. Penelitian ini menurut penulis
bisa memperlihatkan sisi lain yang unik dan membedakan Gusdurian dari gerakan
sosial pada umumnya, serta menunjukkan fenomena gerakan sosial baru yang
42
Gusdurian Jombang” Gerakan Gusdurian dari penelitian ini
(Skripsi) Jombang yang melihat model gerakan
menghasilkan empat Gusdurian melalui
pokok temuan seperti pengalaman
kaderisasi, intersubjektif para
memanfaatkan sosial aktor aktivis Gerakan
media, menjalin relasi Gusdurian yang
dengan lembaga lain, kemudian akan dibedah
dan memanfaatkan peran menggunakan teori
tokoh masyarakat. Gerakan Sosial Baru.
3. Yayank Noerita Penelitian ini memiliki Penelitian ini lebih
(2015) pokok penemuan pada menggambarkan
“Jaringan Gusdurian pengaruh pemikiran Gus Gerakan Gusdurian
Yogyakarta: Gerakan Dur terhadap Gerakan yang diungkap
Penerus Pemikiran Gusdurian serta aktivitas melakukan pengalaman
dan Perjuangan yang digunakan untuk intersubjektif aktor
Abdurrahman Wahid” meneruskan pemikiran gerakan, bagaimana
(Skripsi) dan cita-cita intelektual aktor mengalaminya
Gus Dur. Penelitian ini sendiri sebagai pelaku
juga mencari tahu utama dalam gerakan
apakah bentuk dari tersebut. Pengalaman-
gerakan sosial Islam dari pengalaman inilah yang
Gerakan Gusdurian akan dijadikan bahan
tersebut. peneliti untuk
mengungkap
bagaimana Gerakan
Gusdurian tersebut dari
perspektif subjek
penelitian yang
kemudian akan
dianalisis
menggunakan toeri
Gerakan Sosial Baru.
4. Nunung Dwi Nugroho Penelitian menggunakan Penelitian ini
(2014) pendekatan etnografi menggunakan
“Gerakan Sosial untuk melihat Gerakan pendekatan
dalam Perspektif Gusdurian sebagai fenomenologi sosial
Jaringan: Melihat Pola sebuah gerakan yang Alfred Schutz untuk
dan Pengelolaan berbentuk jaringan. mengetahui arus
Jaringan dalam Penelitian ini mencoba kesadaran dan
Gerakan Gusdurian” menghadirkan paparan pengalaman hidup para
(Tesis) tentang dinamika dan aktivis gerakan.
pengelolaan jejaring Deskripsi dari
yang dilakukan oleh pengalaman aktivis
jaringan Gusdurian inilah yang akan
secara runtut dan dijadikan dasar dan
mendalam. sumber data dalam
menganalisis Gerakan
43
Gusdurian sebagai
Gerakan Sosial Baru.
pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti abang atau masa
tak sadar bahwa hari lahir Gus Dur bukanlah tanggal itu.3
44
biru. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah putra K.H. Hasyim Asy’
Jombang, K.H. Bisri Syansuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga
merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus dan dua tokoh besar di
45
ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan
1989: 45-47).
seperti cerita silat dan fiksi tetapi wacana sosial-politik, filsafat, dan
pemerintah (Ibid.).
46
Abdurrahman Wahid diangkat sebagai Ketua Juri Festival Film
bernama Willem Buhl, seorang Jerman yang telah masuk Islam, yang
47
mengantikan Kakeknya K.H. Hasim Asy’ari sebagai ketua Syumubu
Willem Bueller yaitu orang Jerman yang sudah masuk Islam, Beliau
juga teman dari ayahnya sendiri, sebelum les dimulai Pak Iskandar
pada waktu les dimulai Pak Iskandar selalu menguji kepada Gusdur
baru diputar tersebut, pada Tahun 1953 Beliau lulus dari Sekolah
ada timbul selera untuk belajar pada diri Beliau, beliau memutuskan
48
hidup bebas tanpa aturan pondok yang Beliau rasakan sangat
buku yang dijumpainya di rumah KH. Junaidi, pada saat itu Beliau
yang pada saat itu sedang membanjiri Yogyakarta, Beliau lulus dari
49
dibawa asuhan KH. Chuldhori, selama belajar di Pesantren tersebut
Pulau Jawa, Beliau tinggal selama dua tahun. Pada Tahun 1959 paman
seseorang yang pada akhirnya menjadi istri Beliau yaitu Siti Nuriyah,
Siti Nuriyah adalah salah satu murid saat Beliau mengajar disekolah
disana, beliau tinggal selama satu tahun (Tahun 1964) (Zakki, 2010:
3-4).
tahun Gus Dur berangkat ke tanah suci untuk ibadah haji. Lalu pada
50
sana seperti metode pengajaran pada saat di Madrasah Tsanawiyah
film-film dan sepak bola yang menjadi hobynya sewaktu Beliau kecil,
pendukung Negara Mesir dan kaum sosialis dalam surat kabar dan
kekaguman pada diri Beliau dan ditambah lagi sering kali muncul
2006: 23).
51
Melihat perkembangan selama di Kairo Mesir yang kurang
52
2.2.1.3 Riwayat Pemikiran
Gus Dur bertemu dengan berbagai macam orang yang hidup dengan
ideologi, Gus Dur melintasi jalan hidup yang lebih kompleks, mulai
sekuler.
khazanah pemikiran sunni klasik. Oleh karena itu wajar saja jika yang
umat Islam indonesia. Corak pemikiran Gus Dur yang liberal dan
Secara rasa maupun praktek prilaku yang humanis, pengaruh para kyai
53
yang mendidik dan membimbingnya mempunyai andil besardalam
membentuk pemikiran Gus Dur kisah tentang Kyai Fatah dari tambak
Tegalrejo telah membuat pribadi Gus Dur menjadi orang yang sangat
penuh dengan etika yang serba formal, dan apreciate dengan budaya
lokal. Kedua, budaya timur tengah yang terbuka dan keras; dan ketiga,
lapisan budaya barat yang liberal, rasional dan sekuler. Semua lapisan
Dur selalu kelihatan dinamis dan tidak segera mudah dipahami, alias
54
Seperti paparan di atas latar belakang kehidupan Abdurrahman
hidupnya itu, maka dari itu, bahwa dia tidak hanya dibesarkan dan
segi nasab dan waktu belajar formal, tradisi ini yang paling dominan-
tetapi sebenarnya lebih dari itu, dia adalah produk pengalaman hidup
55
suatu bukti bahwa gerakan atau aksi Abdurahman Wahid tidak hampa
teori atau tidak tanpa visi, yang suatu waktu dapat terjerumus pada
199).
1997)
Karya, 1999)
56
(vi) Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan (Desantara,
2001)
57
pada permasalahan pendidikan pesantren, sebuah lembaga pendidikan
adalah apakah semua orang dapat berlapang dada melihat apa yang
Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Abdurrahman Wahid mulai
58
jarang menggunakan foot note. Pada tahun 1974 Abdurrahman Wahid
tahun 1983. Ia juga menjadi ketua juri dalam festival flm Indonesia
59
Pada tahun 1984 Abdurahman Wahid dipilih secara aklamasi
oleh sebuah tim ahl halli wa al-‘aqdi yang diketuai KH. As’ad
35).
60
1970, Konsultan Departemen Koperasi, Departemen Agama dan
Perez Center for Peace (PCP) atau Institut Shimon Perez untuk
Ilyas Ruhiyat, K.H Muhith Muzadi, dan K.H munasir Ali dan K.H
2.2.1.6 Penghargaan
India (2000).
(2000).
61
3. Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu
Jepang (2002).
Gus Dur berasal dari keluarga NU, Gus Dur pun diminta
berperan aktif dalam menjalankan gerakan NU. Gus Dur dua kali
62
menerimanya setelah kakeknya –K.H. Bisri Syansuri– menawarkan
63
Tahun 1984, Gus Dur terpilih kembali sebagai Ketua Umum
Gus Dur terhadap Pancasila membuat Gus Dur disukai oleh pejabat
karena proyek Waduk Kedung Ombo didanai oleh Bank Dunia. Hal
64
religius dan sosial pada tahun 1991. Pada Maret 1992, Gus Dur
ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukung menjadi tidak
setuju, akan tetapi, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama
kampanye menolak Gus Dur. Namun hal tersebut tidak membuat Gus
65
mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya yaitu B.J. Habiebie
Pada Juni 1999, PKB ikut serta dalam Pemilu Legistatif. PKB
Dur menjadi Presiden. MPR pun menolak B.J. Habiebie, pada saat itu
Gus Dur. Gus Dur pun mengundurkan diri sebagai Presiden. Setelah
politik. Hingga akhir hayatnya Gus Dur masih tetap diingat dan
66
dilanjutkan pemikiran-pemikirannya oleh para pengikutnya (Noerita,
2015: 26).
dari peran sebagai seorang kiai, Gus Dur memimpin organisasi Islam
iman sedunia, dan sebagai tokoh politik, Gus Dur membidani lahirnya
PKB, melalui partai inilah dan kelihaiannya di dunia politik, Gus Dur
Dur
Bagian ini akan membahas mozaik pemikiran Gus Dur dengan melihat
langsung kepada buku karya asli beliau sekaligus buku yang ditulis orang lain
67
2.2.2.1 Oikoumene4 Islam: Universalisme Ajaran dan
Kosmopolitanisme5 Peradaban
4 Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter-iman, yang sesungguhnya keliru. Makna
aslinya adalah bumi yang dihuni. Kata oikos dalam bahasa Yunani berarti “rumah”, mene adalah “bumi”.
Pemahaman tentang hal ini dalam kehidupan batin gereja sejajar dengan konsep ahl al-kitab dalam Islam.
Istilah Oikoumene merupakan istilah misi yang analog dengan dinamisme konsep ahl al-kitab dan berpusat
pada pesan iman. Kata Oikoumene mempunyai dua arti yang saling terkait. Pertama sesuai arti harfiahnya,
ialah “rumah kediaman”. Kedua, maknanya adalah “dunia yang dihuni manusia”. Jadi gerakan Oikoumene
adalah “gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga
besar. Istilah Oikoumene terdapat dalam Alkitab, dan digunakan oleh gereja-gereja, terutama di Barat setelah
berakhirnya Perang Dunia II (Lihat Geogre B. Grose dan Benjamin J. Hubbard (ed.), Tiga Agama Satu Tuhan
: Sebuah Dialog, Terj. Santi Indra Astuti, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 227). Dari beberapa pengertian di atas,
dapat ditarik benang merah, bahwa di dalam agama Kristen ada sebuah konsep yang merupakan solusi untuk
para pemeluknya dalam menyikapi adanya pluralisme agama, yaitu gerakan Oikoumene. Dan semua
pengartian-pengartian tentang Oikoumene seperti yang tersebut di atas menuju kepada satu arah yaitu
semacam kesadaran baru bahwa seluruh manusia di muka bumi ini tidak mungkin untuk menganut agama
Kristen. Mereka mengumpamakannya seperti sebuah rumah yang terdiri dari banyak bilik (kamar). Namun
rumah dengan banyak bilik tersebut merupakan satu kesatuan yang bisa saling berinteraksi dengan baik.
(Lihat Victor I. Tanja, Pluralisme Agama dan Problem Sosial (Diskursus Teologi tentang Isu-isu
Kontemporer), Pustaka Cidesindo, Jakarta, 1998, hlm. 154)
5 Kosmopolitanisme adalah ideologi yang menyatakan bahwa semua suku bangsa manusia merupakan satu
komunitas tunggal yang memiliki moralitas yang sama. Seseorang yang memiliki pemikiran
kosmopolitanisme dalam bentuk apapun disebut kosmopolitan atau kosmopolit. Komunitas kosmopolitan bisa
saja didasarkan pada moralitas inklusif, hubungan ekonomi bersama, atau struktur politik yang mencakup
berbagai bangsa. Dalam komunitas kosmopolitan, orang-orang dari berbagai tempat (e.g. negara-bangsa)
membentuk hubungan yang saling menghargai (http://id.wikipedia.org/, 2017).
68
paternalistik Jawa yang kental telah memberikan kesan adanya
perubahan sosial yang lamban. Oleh karena itu kita harus melihat
69
dilakukan oleh Nabi Muhamad bersama para sahabatnya ke Madinah.
188-189).
substantif Islam. Maka jika kelima unsur itu tampil sebagai pandangan
hidup yang utuh dan bulat, tidak mustahil negara akan bisa dikelola
70
kepedulian kepada unsur-unsur utama kemanusiaan, dan keprihatinan
71
kecenderungan normatif kaum Muslim dan kebebasan berfikir semua
peradaban Islam yang lebih tinggi yang disebut oleh Arnold Joseph
Oikoumene Islam ini menurut dia adalah salah satu dari enam belas
72
semacam itu tentu hanya akan bermuara pada upaya dakwah semata-
alami tanpa konflik (Baso, 2006: 45). Hal tersebut merupakan upaya
seperti keadaan Islam berasal (Ahmad, 2010: 100). Sehingga Gus Dur
Iman
73
ideologi negara, Pancasila mengatur hubungan antara agama dan
itu sendiri bersumber juga pada ajaran agama (Wahid, 1999: 92-94).
74
tanah air sebagian dari iman. Tidak berhenti di situ, resolusi jihad
kepada bangsa ini. Putra beliau pun, K.H. Wahid Hasyim juga
negara. Sehingga tidak heran bahwa Gus Dur telah mewarisi semangat
hal pokok dalam agama. Maka dari itu, tidak penting nama sebuah
yang jelas, hidup bangsa ini hanya akan berputar-putar pada siklus
75
pertentangan antara cita pemikiran dan kecenderungan naluri alamiah
Kebersamaan
kita sering mendengan istilah toleransi, maka hal itulah yang disebut
diskursus Islam sendiri lebih dikenal dengan istilah tasamuh ‘ala al-
76
ikhtilaf (sikap lapang dada dalam perbedaan pendapat fiqh). Di
Ika yaitu suatu konsep yang menunjukkan bahwa negeri kita ini terdiri
sosial, politik, budaya, dan agama. Dengan adanya paham plural inilah
213-214).
77
Gus Dur berkeyakinan bahwa humanitarianisme Islam termasuk
secara positif (Barton, 1999 dalam Rifai, 2010: 102). Oleh karena itu,
untuk mewujudkan kedamaian maka perlu ada rasa cinta sebagai dasar
tradisi tetapi juga sejalan dengan syariah Islam. Hal ini menunjukkan
suku.
78
2.2.2.4 Demokrasi Perspektif Gus Dur: Ala Jürgen Habermas
Selain itu, Gus Dur juga merupakan tokoh Indonesia yang sering
79
agama, filsafat, maupun tradisi dan budaya nusantara (Toha, 2010: 4-
5).
dibela Gus Dur bukan model politik masyarakat barat tapi sebuah
Gus Dur menolak masyarakat tanpa aturan dan norma karena hal
HAM yang dirumuskan oleh PBB dan telah diterima oleh hampir di
80
liberal diterima secara terbuka dan positif oleh Gus Dur (Masdar,
1999: 65).
kelangsungan NU. Pada tahun 1984, Gus Dur terpilih menjadi Ketua
81
keberagaman budaya yang ada di Indonesia, pada titik ini NU sebagai
2010: 43).
Baso, 2006). Gus Dur (1997) juga menyebutkan bahwa hal tersebut
seperti yang dianut oleh kalangan Islam “modernis” tanah air (Noerita,
2015: 20).
82
Menjelang pemilihan umum, sejumlah organisasi Islam yang
2010: 55).
oleh P3M, sebuah lembaga yang bekerja sama dengan pesantren yang
patriarkhi dan tradisi yang berlaku dalam dunia pesantren dan kiai
83
Islam tradisional bahwa kecenderungan diskriminasi tidak bisa
persamaan hak, realisasi diri individu, partisipasi, dan hak asasi manusia.
dan etika komunikatif memberikan latar belakang bagi refleksi teoritis dari
84
Secara kontekstual, Gerakan Sosial Baru dapat dikatakan sebagai
istilah Gerakan Sosial Baru pertama kali digunakan secara luas merujuk
Amerika Serikat dan Eropa Barat yang telah masuk era post-industrial-
(Pichardo, 1997 dalam Suharko, 2006: 76). Akan tetapi kini, Gerakan
berkembang (Singh, 2001: 101). Para ahli pun telah memperluas kajianya
tidak hanya mencakup pihak-pihak dalam wilayah tertentu saja, akan tetapi
85
menjangkau pihak-pihak secara luas dari berbagai wilayah bahkan dari
perubahan dalam sisi institusi, pejabat atau kebijakan yang bermuara pada
umumnya bisa disebut sebagai suatu gerakan yang lahir dari dan atas
pemerintah tidak lagi sesuai dengan konteks masyarakat yang ada saat ini
atau bisa saja kebijakan yang ada bertentangan dengan kehendak sebagian
besar masyarakat.
Sebelumnya, kita mengenal ada dua macam gerakan sosial, yaitu Old
Social Movement dan New Social Movement. Old Social Movement pada
dasarnya adalah suatu gerakan yang berfokus pada isu-isu yang berkaitan
dengan sisi materi dan biasanya terkait dengan suatu kelompok, seperti
kelompok petani atau buruh (Triwibowo, 2006: xvi). Dalam perspektif ini,
sehingga sering terkait dengan kasus yang menimpa para buruh. Old
86
Untuk mengklasifikasikan suatu fenomena empiris tentang gerakan
sosial apakah masuk ke dalam tipe Old Social Movement (Gerakan Sosial
Sosial Baru) tidaklah mudah. Pichardo dan Singh (dalam Suharko, 2006:
negara dan pasar yang semakin meningkat dan telah masuk kedalam
87
memperjuangkan pengawasan dan kontrol sosial seperti kaum anti
Sosial Baru akan selalu berupaya untuk melawan kondisi dan tatanan
sosial yang terlalu didominasi oleh negara dan pasar, dan terus
secara luas.
88
melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa lalu
pasar.
3. Struktur
sosial baru berasal dari berbagai basis sosial yang beragam, semisal
89
mengidentifikasikan diri pada basis-basis aliran mapan, seperti
Gerakan Sosial Baru berasal dari tiga sektor yaitu: kelas menengah
yang menempati posisi yang tidak terlalu terlibat dalam pasar kerja,
seperti mahasiswa.
karakter yang baru bahkan unik. Gerakan Sosial Baru lebih berpusat pada
perubahan ekonomi (Nash, 2005). Dalam kajian ini, konsep New Social
90
Movement (Gerakan Sosial Baru) akan digunakan untuk melihat fenomena
yang terjadi pada gerakan Gusdurian, baik itu dari proses pembentukan
dalam suatu bentuk gerakan sosial baru, yang antara lain karakteristiknya
(Nash, 2005)
2005)
2006)
(Suharko, 2006)
2006)
2008)
91
8. Melakukan proses persuasi menggunakan berbagai tekanan
(Dobusch, 2008)
(Dobusch, 2008)
Gerakan Sosial Baru berkaitan dengan masalah ide atau nilai seperti
Gerakan Sosial Baru mencakup tataran kepentingan yang lebih luas, jika
dikemukakan oleh Nash (2005) yang dikutip dari Suharko (2006: 75),
Baru juga berfokus pada isu identitas, gaya hidup, dan budaya dan
92
Berdasarkan itu dapat dikatakan bahwa Gerakan Gusdurian Muda
jalan di antara realitas sosial umat Islam dan harapan ideal dari
93
menggunakan pemikiran-pemikiran Gus Dur yang modern. Gerakan ini
terisnpirasi dari pemikiran dan perjuangan Gus Dur dari berbagai aspek.
tapi juga sekaligus menjadi rahmat bagi sekalian alam. Dengan demikian,
perspektif Gus Dur sebagai fondasi dasar dari gerakannya yang dirangkum
94
2.4 Model Teoritik Skripsi
Islam
Jaringan Gusdurian Kristen
Malang Katholik
(Definisi Kontekstual) Buddha
Intersubjektifitas
Jaringan Gusdurian
(Definisi Operasional)
Collective Identity /
Common Interest
Gerakan Sosial Baru
(Definisi Konsep)
Typification
Stock of Knowledge
Knowledge /
Voluntaristik Deterministik
Common Values
95
BAB 3
SETTING PENELITIAN
96
Secara geografis Kota Malang terletak pada koordinat 112° 06’ -
112° 07’ Bujur Timur dan 7° 06’ - 8° 02’ Lintang Selatan. Kota
Sebagai kota besar, Malang tidak lepas dari permasalahan sosial dan
kesemrawutan lalu lintas, suhu udara yang mulai panas, sampah yang
jauh dari kota membuat para pelancong menjadikan kota ini sebagai
97
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang
kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1
Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di
sepanjang jalur hijau, sekitar sungai, rel kereta api dan lahan-lahan
98
yang dianggap tidak bertuan. Selang beberapa lama kemudian daerah
dari adanya perencanaan dan kordinasi yang dilakukan oleh para elit
dan seperti apa kota dan seperti apa kota tersebut dicitrakan. Untuk
99
disamping bahwa, disamping membawa dampak positif, baik secara
pariwisata.
antara lain Masjid Jami’ (Masjid Agung), Gereja Hati Kudus Yesus,
100
berupa Seminari Alkitab yang sudah terkenal di seluruh Nusantara,
Table 3.1 Rekapitulasi Jumlah Penduduk Kota Malang per tahun 2015
KK
ada sebagian menetap di Kota Malang baik dari kalangan pelajar yang
Surabaya.
101
Adapun menurut hasil menurut tahun 2006, penduduk
penduduk Kota Malang sebesar 99.15, ini berarti bahwa setiap 100
Kota Malang, juga banyak berasal dari luar Jawa maupun luar Negeri
Indonesia, 74).
429 - 667 meter diatas permukaan air laut. 112,06° - 112,07° Bujur
102
terdiri atas lima Kecamatan adalah Kedungkandang Sukun Klojen
Katolik lalu agama sebagian kecilnya adalah Budha lalu Kong Hu Cu.
Madura, Bali, Sumatra, Sulawesi dan beberapa dari luar Negeri yang
103
yang mengatas namakan agamanya masing-masing, seperti aliran
104
controversial, bukan berarti mencari kesalahan dan saling
pengalamn sejarah.
105
3.2 Sekilas tentang Jaringan Gusdurian
Gusdurian Nasional
Seperti peribahasa: tidak ada asap tanpa api. Begitupun dengan setiap
antara kenyataan yang terjadi saat ini dengan kondisi bangsa tatkala
106
mungkin masih bisa optimis, bahwa Gus Dur akan selalu berada di
sosok Gus Dur punya pengaruh luar biasa ketika ia lantang bersuara
lain yang datang dan berkeluh kesah pada keluarga besar almarhum
terlalu melenceng dari apa yang dicitakan oleh para pendiri bangsa,
107
dapat kita lihat bahwa semakin banyak orang yang termarginalisasi
tersebut jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa lalu, terlebih
108
melibatkan tindakan 89 aktor non-negara. Dibanding tahun 2013,
menurun sebanyak 42% yang berjumlah 245 peristiwa dan jumlah ini
Bagan 3.1 Jumlah Tindakan dan Peristiwa Kekerasan Agama Tahun 2014
48% 44%
52% 56%
sempit. Islam menurut Gus Dur adalah doktrin yang menjangkau nilai-
109
Bagi Gus Dur, penghayatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan adalah
2010: 34).
yang tidak adil karena alasan kelas, suku, ras, gender atau
manusia adalah setara (Barton, 2011: 67). Gus Dur sendiri adalah satu
demokrasi setelanjang-telanjangnya.
110
2. Dalam konstelasi keindonesiaan, Gus Dur bermaksud
teologis” apapun.
menjadi fokus penelitian penulis. Oleh gerakan ini, ide-ide Gus Dur
ini yang telah melenceng jauh dari gagasan “negara ideal” yang dicita-
111
ditunjukkan pada saat setelah Gus Dur wafat, keluarga Ciganjur yang
merupakan keluarga inti dari Gus Dur menjadi tujuan banyak orang
yang rindu akan sosok Gus Dur, khususnya mereka yang pernah
2013: 36).
plans agar bisa melanjutkan perjuangan Gus Dur di masa yang akan
112
membentuk komunitas ini menjadi suatu jaringan yang saling
melihat bahwa apa yang dicita-citakan oleh Gus Dur tersebut begitu
dengan gagasan Gus Dur untuk kemudian mau ikut serta dalam
sebagai wadah aspirasi bagi gerakan Gusdurian lokal agar dapat saling
Nasional Gusdurian.
113
daerah, melainkan sebagai “perajut perca” berbagai komunitas yang
gerakan Gusdurian.
mendukung kampanye.
114
(vi) Mengorganisir program capacity building di
tiap daerah tersebut murni atas inisiatif komunitas yang ada di daerah,
115
bukan karena adanya intervensi oleh Sekretariat Nasional yang ada di
3. Development Program
management diatas, pos yang diketuai oleh Ahmad Jay ini juga
116
melalui social media, seperti Facebook, Twitter, atau blog. Kegiatan
namun ada pula yang lahir atas inisiasi mereka sendiri, kemudian
117
tercapainya tujuan masing- masing daerah bisa terwujud dengan baik
karya para pengikut Gus Dur seperti yang telah dijelaskan dalam
118
Gus Dur memang sangatlah banyak, tidak mengenal batasan usia,
dimana tidak semua orang bisa lintas batas, jadi keikutsertaan anggota
119
melalui sinergi karya para pengikutnya dengan dilandasi 9
adalah:
kesejahteraan masyarakat
120
3.2.2 Jaringan Gusdurian Malang
kaki yang mencoba menopang spirit, gagasan, dan ide besar sang
121
kultural sebagai bentuk gerakan sosial baru yang berusaha
solid.
122
khususnya bidang toleransi antar umat beragama dan perdamaian
123
BAB 4
Temuan-temuan hasil penelitian ini akan disajikan dalam tiga tema pokok
yang di dalamnya mengandung sub-sub tema yang akan dijelaskan dengan detail
pada bagian ini. Data yang disajikan di sini didapatkan dengan cara wawancara
wawancara hanya bersifat sebagai pokok pembicaraan apa yang akan kita bahas
sehingga wawancara yang dilakukan tidak meluas tapi juga tetap terbuka.
Malang yang bertempat di Cafe Oase dengan modus operandi “ngopi”. Peneliti
124
Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis menggunakan Analisis
yang telah ditentukan sesuai fokus penelitian (Smith, Larkin, dan Flowers, 2009:
120). Setelah membaca transkrip beberapa kali, peneliti akan melakukan reduksi
Pada akhirnya, peneliti menemukan 9 kelompok makna yang sama dari para
tema besar.
Tahap selanjutnya, ketiga tema besar tersebut akan menjadi dasar untuk
Gerakan Sosial Baru. Teori Gerakan Sosial Baru menitikberatkan pada isu-isu
yang muncul sebagai komunitas, asosiasi, ataupun LSM tidak hanya berupa
perubahan dalam masyarakat. Gerakan sosial baru fokus terhadap berbagai isu
yang ada dalam masyarakat antara lain isu Hak Asasi Manusia (HAM), isu
gender, isu lingkungan, isu pendidikan, isu anak, dan sebagainya. Gerakan sosial
125
inkonvensional, dan fokusnya pada isu-isu budaya. Oleh karena itu, teori Gerakan
karena gerakan tersebut tidak berfokus lagi pada perubahan negara melainkan
permasalahan di masyarakat.
3. Billy Setiadi
5. Diana Manzila
Billy Setiadi (selanjutnya disebut Billy), Dika Sri Pandanari (selanjutnya disebut
Dika), dan Diana Manzila (selanjutnya disebut Zila) adalah penggerak Jaringan
berdasarkan umur, jenis kelamin dan status, tingkat pendidikan, dan agama.
Berikut identitas subjek penelitian akan disajikan dalam tabel dan pemaparan di
bawah ini.
126
Tabel 4.1 Identitas Subjek Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Status
Jenis
Nama
No. Nama Lengkap Kelamin Umur Status
Panggilan
L P
1. Muhammad Ilmi Najib √ 25 Lajang
Khoirun Najib
2. Kristanto Budi Prabowo Tatok √ 50 Menikah, 3 anak
3. Billy Setiadi Billy √ 22 Lajang
4. Dika Sri Pandanari Dika √ 26 Lajang
5. Diana Manzila Zila √ 27 Menikah, 1 anak
Sumber: Hasil Wawancara
Malang tidak hanya dimonopoli oleh laki-laki tapi juga mengakui peran serta dan
hak perempuan untuk mengaktualisasikan diri. Selain itu, subjek penelitian dalam
penelitian ini juga memiliki keragaman dalam hal agama dan status. Untuk variasi
umur tidak didapatkan perbedaan yang signifkan karena masih dalam rentang
antara 20 sampai 30 tahun kecuali untuk satu orang subjek penelitian yang
berumur 50 tahun. Dilihat pada tabel di atas, Billy merupakan penggerak Jaringan
Gusdurian Malang termuda yang masih berusia 22 tahun dan Pak Tatok
merupakan penggerak Jaringan Gusdurian Malang yang paling tua. Dari segi
Berdasarkan usia, maka Pak Tatok bisa disebut yang paling senior dari
seluruh subjek penelitian yang diperoleh peneliti sehingga Pak Tatok menempati
127
Gusdurian Malang ini menunjukkan juga adanya diferensiasi peran karena untuk
lokal di tingkat Kota atau Kabupaten. Hal ini menjadi mungkin karena secara
sosiologis, usia bukan hanya sebuah angka melainkan juga menunjukkan stok
Islam memiliki jumlah lebih banyak dari pada pemeluk agama Kristen, Katholik,
maupun Buddha. Penggerak dalam Jaringan Gusdurian Malang ini terdiri dari
minoritas benar-benar dihargai selama masih sesuai dengan kode etik yang telah
bisa bergabung menjadi anggota dan juga bisa berkiprah sebagai penggerak di
Jaringan Gusdurian Malang selama tidak keluar dari koridor yang ditetapkan yaitu
128
Dilihat dari tingkat pendidikannya, maka kesemuanya adalah orang-orang
yang telah mengenyam pendidikan tinggi dan didominasi oleh para lulusan
bahwa Dika sedang menempuh S2 dan Pak Tatok sedang menempuh S3. Dapat
minimal mahasiswa S1. Jika dikaji secara sosiologi maka meminjam terminologi
Antonio Gramsci yang menyatakan bahwa hanya intelektual organik lah yang
baik menggunakan ideologi atau wacana untuk melakukan soft protest. Dari
Gusdurian Malang adalah mahasiswa yang kritis dan progresif yang rajin untuk
membahas isu-isu aktual terkait permasalahan sosial. Maka sesuai dengan tujuan
Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan mendeskripsikan satu per satu dari
subjek penelitian di atas yang akan disajikan dalam bentuk profil singkat subjek
129
Gambar 4.1 Wawancara dengan Muhammad Ilmi Khoirun Najib
130
merupakan seorang Muslim yang taat karena selain sekolah formal
131
menganut Islam yang konservatif. Tetapi setelah bergabung, terjadi
perubahan dalam diri Najib sehingga dia lebih positif mengenal orang
lain dan selalu berprasangka baik terhadap pemeluk agama lain atau
suku dan etnis lain. Dia menyebutkan bahwa kita jangan alergi dengan
kasih, dan saling menghormati satu sama lain sehingga fokus utama
132
Gambar 4.2 Wawancara dengan Kristanto Budi Prabowo
133
merupakan bapak dari 3 orang anak perempuan dan bertempat
bergabung adalah,
yang dia jalani. Menurut dia, Jaringan Gusdurian ini cocok dengan
passion hidupnya yang sesuai dengan nilai-nilai yang dia percaya. Jadi
134
karena sesuai dengan studi yang dia geluti selama ini, maka dia lebih
pengorganisasian tapi lebih dari itu ada basis nilai yang menjadi
dokumentasi saja. Maka tidak heran jika pecinta lingkungan saja juga
organisasi itu basisnya harus pada nilai, jika bukan pada nilai akan
135
Dalam konteks Jaringan Gusdurian Malang, Tatok berpendapat
perubahan sosial.
agenda yang sudah berjalan lalu kita dukung dan hargai bersama agar
3. Billy Setiadi
136
Gambar 4.3 Wawancara dengna Billy Setiadi
137
“Karena yang pertama, eee, saya pribadi memang suka
dengan pemikirannya Gus Dur, beberapa kali baca bukunya trus
yang kedua bahwa di Gusdurian itu, gerakan, apa ya, sebuah
gerakan yang kita sudah bosen dengan lintas agama yang gitu-
gitu aja, yang monoton, ngumpul... selesai, ngumpul, selesai.
Saat ini kita adalah membangun, bukan lagi kita
memperdebatkan perbedaan itu tapi persamaan agama-agama itu
apa, ayo kita bangun peradaban, ayo kita bangun manusia-
manusia, gitu. Jadi, gerakan Gusdurian ini bukan gerakan lintas
agama aja sih tapi lintas apa lagi ya, lintas gender bahkan,
karena lintas agama pun bisa masuk toh, karena ini memang
gerakan yang baru jadi saya juga kaget berada di dalamnya, ‘oh
ini anti mainstrem, gerakan yang anti mainstream’”.
(Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Sedangkan tujuan Billy ke depan adalah dalam rangka untuk
gerakan yang monoton yang sekedar ngumpul terus pulang tapi lebih
perbedaan. Sosok Gus Dur inilah yang menjadi inspirasi bagi Billy
138
rakyat yang tertindas, tidak terpenuhinya asas keadilan kepada
orang yang berbeda dan minder karena dia adalah minoritas tapi
adalah agar sebisa mungkin gerakan ini lebih masif lagi dalam
menyuarakan sembilan nilai Gus Dur agar tercapai situasi dan kondisi
139
Gambar 4.4 Wawancara dengna Dika Sri Pandanari
140
itu ada filsafat perbandingan jadi ada perbandingan agama-
agama, kepercayaan itu, jadi nggak jauh-jauh dari ilmu juga lah.
Di ketahanan yang S2 kan juga ngomongin tentang perdamaian
kayak gitu itu sama, pembahasannya sama, jadi linier sama
sekolahnya”. (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Sedangkan tujuan Dika memilih bergabung ke Jaringan
141
Dampak yang diperoleh ketika sudah ikut bergabung dan
konsep tentang toleransi dan perdamaian hanya dari buku dan artikel,
orang dari lintas agama, lintas etnis, lintas suku, dan sebagainya.
yang dilandasi oleh rasa cinta kepada Gus Dur, penggemar Gus Dur,
penganut percikan riak-riak pemikiran Gus Dur, meniru figur Gus Dur
Gus Dur menjadi sembilan nilai utama, maka dengan itulah para
5. Diana Manzila
142
Gambar 4.5 Wawancara dengan Diana Manzila
tersebut. Ini diperkuat dengan bukti bahwa Zila gabung pada tahun
143
Dika. Dika sekarang bekerja sebagai Managing Editor di Intrans
Publishing.
berikut,
144
Ulama. Berawal dari situlah, Zila melihat bahwa apa yang dicetuskan
tercapai kedamaian.
yang selalu didoktrin bahwa non Muslim itu negatif. Sejak dari
145
dapat dipungkiri adanya. Oleh karena itu daripada kita ribut
terbentuk kerukunan.
diminimalisir agar kita tidak membatasi diri atau bahkan menutup diri
Gusdurian Malang
“Awal-awal saya sangat fobia dan saya kira itu konservatif banget,
saya itu Islam konservatif. Dari pondok pesantren yang basic-nya itu kaum
146
bersarung, kaum muslim. Saya terus keluar dari arah itu kemudian saya
menemukan sebuah titik khusnudhon. Jadi apapun yang saya geluti, apapun
saya bertema, saya punya prasangka khusnudhon. Karena semuanya itu,
ajaran agama adalah ajaran cinta. Seperti itu, injeh-injeh”. (Wawancara
tanggal 15 Juni 2017)
Hal senada juga diungkapkan oleh Billy sebagai berikut:
“Kalau dulu iku yo, piye yo, karena kau memang awale ya santri,
santri kolot ya, ya tak pikir soale kita itu selalu didoktrin di dalam pesantren
itu bahwa non muslim itu negatif, non muslim iku kasarane ya musuh kita,
musuh dalam hidup, kafir dsb tapi seperti disampaikan pak Mahpur dalam
beberapa obrolannya memang di Gusdurian ini kita melawan ketakutan2 itu,
ketakutan2 yang dibangun sedari kita kecil, hey ojo konco karo non muslim,
dari orang tua kita, apalagi kalau di pondok diakui atau tidak. Di pondok itu
menurut saya ya, di beberapa pondok yang masih konservatif itu masih
begitu, chino. Chino itu seperti ini seperti ini, nah stigma2 negatif itu yang
kita terabas dan kita menghilangkan phobia pada perbedaan”. (Wawancara
tanggal 16 Juni 2017)
Pemaparan dari tiga subjek penelitian di atas menunjukkan bahwa sebelum
orang yang memiliki perbedaan dalam hal agama dan keyakinan karena dianggap
tabu jika menjalin relasi dengan pemeluk agama lain. Ini tidak lepas dari
lingkungan mereka hidup dan latar belakang keluarga mereka yang menakut-
nakuti dengan stereotip bahwa pemeluk agama lain itu negatif dan harus dihindari.
147
Setelah mereka bergabung, pola pikir mereka berubah dan menjadi lebih
terbuka dan toleran terhadap perbedaan agama serta tidak lagi merasa risih dan
alergi. Mereka sudah tidak lagi fobia akan perbedaan agama tersebut dan tidak
lagi menganggap bahwa umat agama lain itu buruk dan harus dijauhi. Mereka
melihat bahwa urusan keyakinan itu urusan pribadi dan ruang privat sehingga
kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak asasi manusia yang harus
dijunjung tinggi tanpa kita harus memaksakan kebenaran agama kita kepada
penuh dengan nilai kasih sayang dan cinta yang menjadikan agama tidak
karena itu mereka tidak lagi mempermasalahkan perbedaan agama semacam itu
tapi lebih berfokus kepada bagaimana caranya pemuda dan pemudi itu lebih
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada tahun 2011 dengan pelopor
pertamanya adalah mas Anas yang berkolaborasi dengan dosen UIN Pak
Winartono dan Pak Mahpur. Gerakan ini berdiri setelah kepulangan Gus Dur ke
“Sejak mahasiswa dulu, tahun piro yo, aku 2009 masuk, 2011.
Awal2 berdiri, sek dulu masih beberapa, hanya kunjungan-
kunjungan”. (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
“Sejarahnya itu dulu dari mahasiswa UIN, itu dulu Pak Win,
Pak Winartono sama mas Anas itu dulu yang pertama kali, sek-sek
148
sijine aku lali aku, Pak Mahpur salah satunya juga. Dulu sek
berangkatnya dari wafatnya, maksudnya wafatnya Gus Dur kemudian
melihat bahwa nilai-nilai Gus Dur itu harus terus dilestarikan, awalnya
dari kajian-kajian. Trus kemudian dari situ kita sowan ke FKUB, dari
FKUB, kemudian di pusat itu melirik gerakan di Malang ini sudah
masif akhirnya disetarakan sama yang di pusat kemudian, eh anu
awalnya GARUDA (Gerakan Gusdurian Muda) dulu namanya
kemudian berevolusi menjadi Jaringan Gusdurian Malang. Di sini sih
bukan hanya lintas iman ya mas sampek pada agama yang tidak diakui
oleh negara ini juga ada, agama Baha’i, agama kejawen juga ada di
sini. Dan kita intens sambung silaturahmi pada beliau-beliau”.
(Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Dika sebagai berikut,
Jaringan Gusdurian Malang adalah melihat bahwa gagasan Gus Dur memegang
Oleh Gusdurian yang kita bisa sebut juga sebagai komunitas epistemik, sosok
Gus Dur dimaknai ulang menjadi ide-ide dan gagasan berbasis kultural yang
di sini tentu bukan semata hal yang netral secara politis, namun ini semua
merupakan suatu proses yang dilakukan guna mengambil alih pemaknaan sosial.
warung kopi, iuran sewa tempat buat acara Gusdurian. Setelah itu melakukan
149
akar rumput (grassroot movement). Sehingga pada tahun 2011 itu masih bibit
awal adanya gerakan Gusdurian, lalu mendeklarasian diri pada tahun 2012
sehingga resmi menjadi Gerakan Gusdurian (GARUDA) Malang. Lalu pada tahun
2013 diambil alih oleh SEKNAS dengan datangnya Alissa Wahid ke Malang
menjadi Jaringan Gusdurian Malang dan pada akhirnya termaktub dalam database
“Awalnya itu ada pecinta Gus Dur, apa ya, saya lupa. Dan yang
tua itu dimonitori oleh para dosen namanya Gusdurian City. Lintas
dosen, tidak di UIN saja tapi mayoritas itu di UIN. Tapi ada di sisi
lain, namanya itu di facebook ada anggota namanya pecinta Gus Dur.
Tahun 2012 itu ada kopdar bersama, yang tua dan yang muda itu
duduk bersama, akhirnya memutuskan di sana itu banyak penuturan
atau pemaparan-pemaparan tentang Gus Dur akhirnya digabungkan,
istilahnya dipatenkan. Oh ini yang mendominasi, harga jualnya
pemuda. Karena pemuda harapan bangsa, dan pemuda itu adalah salah
satu unjuk dari tombak persatuan negara Indonesia. Ketika pemuda itu
hancur, ya sudah. Akhirnya terbentuklah yang namanya GARUDA,
Gerakan Gusdurian Muda Kota Malang. Lha itu pengkultusan di tahun
2012. Pada tahun 2013 kita diambil alih oleh JGD, Jaringan Gusdurian
Muda yang dimonitori oleh Ning Alissa Wahid, putri Gus Dur yang
pertama. Akhirnya kita termaktub kepada database jaringan, akhirnya
kita itu saling bersinergi dan lebih dirapikan kembali bahwasanya
inilah Gusdurian itu yang dengan membawa sembilan nilai”.
(Wawancara tanggal 15 Juni 2017)
Jaringan Gusdurian Malang dengan Jaringan Gusdurian di daerah lain tidak
terlalu beda, hal ini disebabkan dengan keberadaan Sekretariat Nasional yang
Gusdruian Malang memiliki keterikatan satu sama lain dalam satu jaringan
150
Mereka yang mengagumi dan mengikupi paham serta pemikiran Gus Dur disebut
orang atau kelompok yang mengikuti dan meneledani hal-hal yang berkaitan
dengan sikap dan pemikiran Gus Dur. Hal ini bisa dianalogikan dengan meniru
model seperti pengikut Marx yang disebut sebagai Marxian, pengikut Hegel yang
sebagai berikut,
“Tahu tapi sedikit karena saya nggak ngikuti. Jadi SEKNAS itu
dibentuk setelah Gus Dur meninggal kira-kira 2 atau 3 tahun setelah
meninggal. Jadi sahabatnya Gus Dur itu melihat, sayang ini
pemikirannya Gus Dur kalau tidak dilanjutkan terutama dalam
konteks keindonesian, karena pemikiran-pemikiran ini langka bagi
proses melanjutkan keindonesiaan ini perlu di, lalu mereka
membangun apa lah, membuat seminar besar gitu membicarakan
kembali mengenai pemikiran-pemikiran Gus Dur lalu beberapa teman
di Jogja mengusulkan bikin organisasi saja. Karena organisasi itu
berbasis pada pemikirannya Gus Dur maka kayak zaman2 filsuf dulu
lah. Lho iya kan, penerusnya Plato kan Platonian, penerusnya... kalau
Marxis kan Marxian. Lha ini Gus Dur penerusnya apa... Gusdurian,
udah selesai. Itu sejarahnya. Kalau di kalangan keluarga ditugasilah
mbak Alissa untuk khusus ke Gusdurian. Lalu kawan-kawan di
Gusdurian mulai mengadakan rapat, awal-awal itu tahun dua ribuan
sepuluh, ya dua ribuan sembilan lah. Awal itu menyepakati bahwa
Gusdurian tidak bergerak di politik praktis dan tidak menjadi
underbow dari partai apapun. Jadi dia non-politik praktis. Itu yang
selalu ditegaskan. Itu sejarahnya, sampek lalu, waktu itu di Malang
sudah ada teman2, saya itu belakangan. Ya, jadi di Malang itu sudah
terkumpul beberapa kawan, yang diawali oleh beberapa kawan
mahasiswa UIN membuat diskusi Gus Dur namanya trus bikin
gerakan cangkru’an Gus Dur muda atau apa gitu. Trus waktu kami,
saya datang berdua ke Malang gabung dengan mereka lalu kita anu
aja, deklarasikan jadi Gusdurian Malang, lalu mbak Alissa pas dateng.
Ya udah, kawan-kawan udah siap ini, dibuat aja Gusdurian Malang,
sekitar 2012 mereka bikin Gusdurian Malang, 2013 kami dateng,
mbak Alissa pas dateng dan ditetapkan sebagai organisasi. Jadi
Gusdurian dari bawah, bukan dari atas, organisasi yang basisnya
grassroot”. (Wawancara tanggal 15 Juni 2017)
Gus Dur memiliki pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan berbagai
aspek kehidupan, mulai dari aspek agama, sosial, ekonomi, hingga budaya
151
menjadi perhatian Gus Dur. Lebih dari itu, Gus Dur melakukan gerakan sosial
Gerakan-gerakan Gus Dur menjadi salah satu tindakan yang mendobrak pada era
Orde Baru dan menjadi salah satu tokoh yang memperjuangkan kaum minoritas
yang ada pada era Orde Baru yang mengalami diskriminasi. Pernyataan ini senada
yang sangat transformatif untuk ukuran seorang kyai yang biasanya hanya
152
memiliki pemahaman terkait dengan agama. Selain itu perjuangan dari Gus Dur
untuk mewujudkan cita-citanya masih belum sepenuhnya tercapai. Oleh karena itu
para pengagum dan pengikut Gus Dur berupaya merealisasikan cita-cita Gus Dur
yang belum tercapai dengan berbagai cara sesuai dengan potensi dan konteks
sosial Malang.
Para pengagum dan penganut Gus Dur yang tergabung dalam Jaringan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang dimiliki Gus Dur. Kesesuaian pemikiran
dan gerakan yang menjadikan mereka berjuang di bawah bendera Gusdurian. Hal
153
yang beradab. Tidak jauh dengan sila yang kedua, kemanusiaan yang
adil dan beradab. Bisa dikatakan bahwa ini adalah internalisasi
Pancasila”.
Pemaknaan para Gusdurian terhadap Gus Dur banyak dipengaruhi oleh
kondisi sosial keagamaan yang mereka miliki masih berkaitan dengan latar
belakang Gus Dur sebagai seorang Kyai dari Muslim NU. Banyak Gusdurian
dengan latar belakang sama menjadi penerus pemikiran dan perjuangan Gus Dur.
Kondisi sosial yang diciptakan Gus Dur pada masyarakat Indonesia dari berbagai
kalangan dan golongan membuat dia menjadi sosok yang diidolakan. Kondisi
tersebut juga membawa mereka dengan latar belakang keagamaan yang berbeda
Sumber: http://gusdurianmalang.net
pemikiran, gerakan, dan perjuangan yang dilakukan oleh Gus Dur. Pembentukan
154
dalamnya membahas pemikiran dan gerakan dari Gus Dur. Keluarga Ciganjur
menjadi tempat bagi orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap Gus Dur
untuk mengadu terhadap nasib mereka setelah Gus Dur meninggal. Hal tersebut
mencintai Gus Dur dan berusaha melanjutkan pemikiran dan perjuangan Gus Dur.
Sebagai sebuah gerakan sosial baru, upaya membentuk diri yang dilakukan
oleh gerakan Gusdurian untuk bisa mencapai tujuan ternyata begitu unik dan
berbeda dengan gerakan sosial pada umumnya yang bisa dijabarkan dalam
dalam gaya yang terkesan cair atau fluid dan tidak kaku guna
155
paguyuban, siapapun mau datang, siapapun mau ikut acara,
siapapun mau ngobrol ya itu Gusdurian, sudah kayak gitu nggak
dibatesi. Jadi kita semua ini jaringan Gusdurian dan di dalamnya
itu ada penggerak jadi penggerak itu fungsinya, bukan tugas lho
ya kita juga nggak maksa juga, fungsinya ya bikin acara, kalau
ada sumbangan dari mana ya ngoordinir uangnya, ngoordinir
acaranya, lha fungsinya KPG itu untuk melahirkan penggerak.
Gusdurian secara umum ya sudah yang ngumpul itu tadi, jadi
KPG itu cuman buat penggerak jadi bukan semacam kaderisasi
anggota itu bukan, bukan kaderisasi komunitas bukan. Jadi
semua yang datang ke acara Gusdurian, semua yang mengamini
sembilan nilai Gus Dur itu sudah Gusdurian. Jadi di KPG itu
kan diajari bagaimana memanajemen waktu, memanajemen
perdamaian, trus menginisiasi ide, melaksanakan agenda,
soalnya intinya KPG dibuat melahirkan penggerak”.
(Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Dalam hal keanggotaan, gerakan Gusdurian juga terkesan sangat
gerakan ini. Siapapun boleh ikut serta bergabung dan berkarya dalam
156
Di luar itu, di luar wewenang itu, ya itu cuma Gusdurian saja,
bukan dari kerangka gerakan Gusdurian dan pemikiran-
pemikiran Gus Dur, seperti itu”. (Wawancara tanggal 15 Juni
2017)
Gerakan ini tidak selamanya didominasi oleh umat Islam
157
sisi keanggotaan beberapa komunitas dalam jaringan Gusdurian
Sekretariat Nasional. Hal tersebut tak lain dan tak bukan adalah
bahwa juga tidak ditemukan sistem komando terpusat dan satu suara.
aspirasi dari anggota sehingga pola relasinya tidak rigid. Hal tersebut
158
“Nggak ada struktur, kita kultural, semua kultural, tidak
ada pemimpin hanya koordinator. Jadi bagi saya komunitas ini
komunitas apresiasi, dari hal kecil, tindakan kecil diapresiasi.
Saya pernah lama di PMII, pernah lama di ekstra. Kalau kinerja
begini, evaluasi bla bla bla. Nggak, kita nggak ada evaluasi,
semuanya diapresiasi”. (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Kutipan pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Billy
sebagai berikut,
berikut,
159
koordinator itu bukanlah ketua yang memiliki hak istimewa dan
nilai Gus Dur, serta bagaimana agar ide, nilai, dan gagasan bisa
160
“Bukan, fokus utamanya bukan kaderisasi tapi kita
langsung bergerak kepada masyarakat, gerakan untuk kesadaran
diri, pembentukan diri, gerakan untuk perdamaian, gerakan
untuk persatuan dan kesatuan, kita tidak untuk kader atau
mengkader tapi ini adalah basis ketika kita cinta dengan tanah
air dan bangsa, mari kita bangun bersama dengan nilai cinta
kasih untuk perdamaian”. (Wawancara tanggal 15 Juni 2017)
Pernyataan serupa juga dipaparkan oleh Zila sebagai berikut,
gerakan akan lebih efektif jikalau tanpa adanya suatu bentuk formal
yang melingkupinya.
161
YBAW, pembiayaan jaringan Gusdurian yang tersebar di seluruh
Alissa Wahid.
162
ya iku kita terima, lek nggak ono yowes kene sederhana ae,
nggawe awal-awal haul Gus Dur tumpengan sego kuning, kene
bantingan, yowes ngono iku nggak ada pendanaan dlsb. Lek ono
haul Gus Dur koyok sing wingi sampek gedhe yoiku sebulan
sebelumnya ternyata banyak orang yang mau mendanai. Tiba-
tiba iki aku mau nyumbang iki, wes acarane dek kene ae
ditanggung tempat, langsung tiba-tiba ada tanpa proposal, tanpa
meminta”. (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Hal senada juga diungkapkan oleh mas Najib yaitu, “Kita dari
dana pribadi, kita tidak didanai oleh lembaga apapun, kita tidak
coba dibangun oleh Gus Dur, yaitu konsep civil society, di mana
163
tersebut sesuai dengan pemaparan yang disampaikan oleh Tatok
sebagai berikut,
164
elektoral. Walaupun dekat dengan komunitas warga Nahdliyin serta
memiliki basis massa yang cukup besar, namun Gusdurian tidak akan
ranah sosial, budaya, dan kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan yang
sebagai berikut,
165
Jaringan Gusdurian Malang adalah sekumpulan murid Gus Dur
sebagai berikut,
166
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Zila yaitu,
sikap politis dan berbagai sepak terjang Gus Dur terdapat kekuatan Gus Dur yang
begitu hebat dan menonjol. Kekuatan Gus Dur tersebut adalah pada upayanya
juga berusaha membentuk dirinya menjadi sebuah gerakan yang bersifat kultural.
Gerakan yang bersifat kultural seperti layaknya Gusdurian ini merupakan gerakan
yang tidak mengikat dan terbuka. Terbuka yang dimaksud adalah semua
dipakai gerakan Gusdurian ini sama sekali tidak menekankan cara-cara destruktif
dalam aksinya, yang begitu sesuai dengan konsep Foucault yang melihat
167
Kekuasaan itu tidak menghancurkan tetapi menghasilkan sesuatu yang dapat
sadar dan sistematis guna membangun nilai dan etos baru, yang dibutuhkan dalam
bangsa menjadi lebih baik dan berkualitas. Di sini, Jaringan Gusdurian Malang
nilai-nilai dasar Gus Dur di setiap pribadi manusia di negeri ini agar bisa turut
serta bersinergi demi membangun bangsa Indonesia sesuai dengan apa yang
dicitakan oleh para pendiri bangsa. Hal itu sesuai dengan pemaparan yang
168
Mas Najib juga mengungkapkan hal yang senada dengan penuturan Tatok di
muncul dari bawah; tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Sama halnya dengan
kebudayaan (culture), dimana hal tersebut sudah menjadi kebiasaan dan menjadi
posisi tawar yang tidak kalah besar dengan gerakan yang “sengaja dibentuk”
169
Dalam upaya mencapai tujuan, gerakan Gusdurian yang mengaplikasikan
corak gerakan kultural berusaha membangun isu demi tercapainya kesadaran pada
kembali ide-ide dan memperjuangkan kembali gagasan kultural Gus Dur yang
dalam menjaga sisi kemanusiaan dan perlindungan hak asasi manusia. Upaya
penyadaran tersebut dilakukan secara simultan, baik berupa ajakan maupun aksi-
aksi non kekerasan. Gerakan Gusdurian melalui berbagai aksinya dipakai sebagai
basis epistemik dan sosial dalam tiap upaya melakukan gerakan-gerakan ke arah
gerakan, tatkala melihat bahwa inti dari gerakan ini adalah untuk menyatukan
semua golongan masyarakat dari berbagai suku, agama, ras dan kelompok dengan
visi dan misi yang sama yaitu penyatuan dan kedamaian semua umat. Hal senada
170
Gusdurian ini menariknya adalah melengkapi apa yang sudah saya
perjuangkan dan lebih bermakna karena nggak sekedar aksi, karena
nggak sekedar pemberdayaan, nggak sekedar pengorganisasiaan tapi
semua itu harus didasari dengan nilai-nilai. Mengorganisir orang itu
gampang, memberdayakan orang itu gampang tapi apa nilai yang mau
disuarakan disitu, nah itu yang sulit kan? Nah itulah yang saya
temukan di Gusdurian. Nah di Gusdurian ini kan punya sembilan nilai
yang disuarakan; kemanusiaan, kesetaraan. Kesetaraan aja lah
misalnya contohnya kan, pengorganisasiaan kan biasanya cenderung
tidak ramah terhadap usia. Jadi pengorganisasiaan pemuda ya pemuda
thok, gerakan itu kan biasanya gerakan anak muda, nek wong tuo ikut,
nggak pantes kan? Iya kan? Nah di Gusdurian ndak muncul, yang
namanya kesetaraan ya harus bebas dari segregasi-segregasi termasuk
segregasi usia. Orang mungkin berbicara untuk menghapus segregasi
gender, it’s okay. Tapi kalau segregasi usia saya tidak bisa dihapus,
lalu ngomong segregasi gender, apa bedanya gitu kan? Makanya kami
membiasakan diri di sini kalau mau ngomong kesetaraan itu ya setara
semua termasuk masalah usia itu setara, itu bukan perbedaan. Ya sama
dengan perbedaan gender kan, hanya kodratnya saja berbeda, yang
satu ini yang satu itu”. (Wawancara tanggal 15 Juni 2017)
Hal tersebut di atas juga diperkuat oleh pemaparan yang disampaikan oleh
pembentukan gerakan Gusdurian. Oleh Gusdurian yang kita bisa sebut juga
sebagai komunitas epistemik, sosok Gus Dur dimaknai ulang menjadi ide-ide dan
masyarakat. Pemaknaan Gus Dur disini tentu bukan semata hal yang netral secara
politis, namun ini semua merupakan suatu proses yang dilakukan guna mengambil
171
Nilai-nilai ini digunakan untuk “mengajak” orang lain atau lingkungannya
untuk berani berpikir kritis sehingga mulai menemukan kesamaan dan timbul rasa
ingin memiliki dan keterikatan dengan gerakan. Kesembilan nilai ini juga
masing-masing dan merasa in line dengan gagasan Gus Dur untuk diajak bertemu
dirumuskan oleh PBB. Ajaran Islam yang rahmatan lil alamin mendorong Gus
tersebut terangkum dalam sembilan nilai Gus Dur yang merupakan intisari dan
kristalisasi pemikiran Gus Dur yang amat luas. Hal ini serupa dengan pemaparan
“Ya sembilan nilai itu, jadi sembilan nilai itu adalah konklusi dari
semua pemikiran Gus Dur. Sehingga itu adalah nilai2 inti dari apa yang
dilakukan oleh Gus Dur.” (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Sembilan nilai Gus Dur digunakan oleh Jaringan Gusdurian Malang untuk
Melalui nilai tersebut dapat diperoleh pedoman bergerak bagi Gusdurian sehingga
pemikiran tersebut menjadi nilai utama dan gagasan dasar Jaringan Gusdurian
Malang. Pemikiran-pemikiran Gus Dur dipelajari dan didalami oleh anggota dan
172
penggerak Jaringan Gusdurian Malang melalui banyak cara, salah satunya adalah
Kelas Pemikiran Gus Dur. Hal tersebut sebagaimana dipaparkan oleh Najib yaitu,
“Anggota inti itu adalah yang kita sebut di dalam Gusdurian itu
penggerak Gusdurian. Dengan dilalui yang namanya itu KPG, Kelas
Pemikiran Gus Dur. Ya seperti itu sebenarnya tahapannya, tapi ketika orang
luar menginginkan berhijrah atau mengikuti kegiatan kita, welcome,
terbuka. Kita memang kultural, tidak struktural. Kita terima semuanya,
asalkan semuanya ber-Pancasila dan tunduk kepada kedaulatan yang sudah
dicantangkan kepada lembaga ini, ada UUD 1945, landasan kita itu.”
(Wawancara tanggal 15 Juni 2017)
Hal serupa juga diungkapkan oleh Dika sebagai berikut,
salah satu sarana yang lebih intensif dan komprehensif dalam memahami dan
menelaah tipologi pemikiran, arah perjuangan, dan kiprah Gus Dur. Dengan
bahwa pemikiran Gus Dur sangat berpengaruh pada Jaringan Gusdurian Malang.
Pemikiran Gus Dur menjadi satu hal yang harus dipelajarai dan dalami agar dapat
Dur merupakan sosok paling penting dan dominan dari adanya Jaringan
Gusdurian Malang. Nilai yang menjadi fokus utama bagi para Gusdurian dalam
173
Tidak dapat dipungkiri, setiap gerakan maupun komunitas pasti
pengaruh pada opini publik dan mempercepat upaya tercapainya tujuan, walaupun
pada dasarnya gerakan ini menolak jika disebut membutuhkan massa untuk
individu, lembaga, atau komunitas yang sudah lama terbentuk tersebut in line
dengan gerakan Gusdurian, maka juga akan diajak untuk bekerjasama dalam
berjuang mewujudkan cita-cita Gus Dur yang dimaknai secara kultural oleh
gerakan.
174
2. Kemanusiaan -memanusiakan manusia Jaringan Gusdurian Malang
-tidak merendahkan sesama menganut nilai
manusia kemanusiaan Gus Dur yang
-melihat manusia sebagai artinya sebagaimana
manusia tanpa melihat peneliti lakukan observasi
atribut dan peran dan wawancara di lapangan
adalah ketika menghormati
manusia itu tidak dilihat
dari siapa dia, jabatannya
apa, si kaya atau si miskin.
Hal itu tidak menjadi
pertimbangan karena Gus
Dur sendiri menghormati
manusia ya karena dia
manusia, sama seperti kita.
Hal ini dibuktikan dengan
sangat terbukanya anggota
Gusdurian, siapapun dia,
apapun latar belakangnya,
apapun agamanya bisa
menjadi anggota Gusdurian
bahkan menjadi penggerak
di Jaringan Gusdurian
Malang.
3. Keadilan -adanya keseimbangan Anggota Jaringan
(eqilibrium) dalam Gusdurian Malang
masyarakat melakukan advokasi
-adanya kelayakan dan terhadap banyak kasus
kepantasan dalam penindasan dan
kehidupan bermasyarakat ketidakadilan seperti
-perlindungan dan advokasi terhadap penganut
pembelaan pada kelompok Syi’ah, advokasi terhadap
masyarakat yang Ahmadiyah, aksi solidaritas
diperlakukan tidak adil terhadap perjuangan petani
dan srikandi Kendeng, aksi
yang dilakukan pada kasus
hutan malabar.
4. Kesetaraan -adanya hubungan yang Sebagaimana yang ditemui
sederajat, tidak merasa peneliti di lapangan dan
superior atau paling unggul peneliti ungkap melalui
-ketiadaan diskriminasi dan wawancara, anggota dan
subordinasi penggerak Jaringan
-keberpihakan terhadap Gusdurian Malang sangat
kaum yang tertindas dan bersifat plural. Peneliti
marginal menemui keberagaman itu
ketika melakukan observasi
ke basecamp Jaringan
Gusdurian Malang di Cafe
175
Oase beberapa waktu lalu.
Di sana ada multietnis, ada
Jawa, Madura, Tionghoa,
juga multireligi dari Islam,
Protestan, Katholik, dan
Buddha. Jadi Gusdurian
mencoba menghapus
segregasi-segregasi
semacam gender, agama,
etnis, ras, dan kesukuan. Di
sana semua orang
ditampung dan berproses
bersama dalam
menginternalisasi dan
mengimplementasikan
sembilan nilai Gus Dur.
Tidak ada yang merasa
lebih tinggi, lebih baik, atau
tendensi-tendensi lain.
Mereka saling belajar
bersama tanpa ada sekat-
sekat isu SARA.
5. Pembebasan -melepaskan diri dari Agenda yang dilakukan
berbagai bentuk belenggu Jaringan Gusdurian Malang
seperti rasa takut juga bisa dibilang berani
-memiliki jiwa yang karena menghadirkan kaum
merdeka minoritas seperti diskusi
tentang Syi’ah, Ahmadiyah,
G30S PKI. Mereka ingin
melepaskan masyarakat dari
fobia-fobia semacam itu
dengan mengedepankan
tabayyun kepada pelaku
atau penganutnya langsung.
Gusdurian mencoba
membebaskan pemikiran
masyarakat dari ketakutan-
ketakutan terhadap hal-hal
semacam itu dengan rutin
melaksanakan diskusi dan
kajian yang lagi booming
dan hits demi menipis
anggapan miring
masyarakat dan sosial
media. Sehingga
diharapkan perubahan
sosial itu dimulai dari
perubahan cara berpikir,
176
perubahan cara melihat
dunia ini, dan perubahan
wawasan agar bisa lebih
terbuka dan tidak
konservatif.
6. Kesederhanaan -sikap dan perilaku yang Acara dan kegiatan yang
sewajarnya (tidak dilaksanakan Jaringan
berlebihan) Gusdurian Malang terbilang
-tidak materialistis sederhana dan seadanya,
tidak memaksa untuk
dilakukan secara mewah
atau megah pokoknya yang
penting agenda organisasi
bisa tercapai dan dapat
diikuti oleh para anggota
dan sasaran kegiatan
tersebut. Ini dapat dilihat
dari kegiatan yang
dilakukan dilakukan dari
cafe ke cafe, kegiatan
dilakukan menggandeng
seniman lokal dengan
inisiatif mereka sendiri,
kegiatan yang dilakukan
juga berasal dari seseorang
yang menawarkan diri
untuk memberikan
pelatihan dengan gratis.
7. Persaudaraan -penghargaan atas Jaringan Gusdurian Malang
kemanusiaan dalam hal ini sering
-semangat menggerakkan melakukan silaturahmi ke
kebaikan Gereja, Klenteng, Vihara,
-gotong royong Pondok Pesantren untuk
menjalin silaturahmi antar
pemeluk agama. Juga
dilakukan kujungan door-
to-door ke masyarakat
marginal seperti Syi’h,
Ahmadiyah. Kunjungan
lintas iman ini lah yang
menunjukkan nilai
persaudaraan dijunjung
tinggi oleh Jaringan
Gusdurian Malang.
8. Keksatriaan -keberanian untuk Para penggerak Jaringan
memperjuangkan dan Gusdurian Malang benar-
menegakkan nilai-nilai yang benar konsisten dalam
diyakini dalam mencapai memegang kuat sembilan
177
keutuhan tujuan yang ingin nilai Gus Dur, ini peneliti
diraih temui kita melakukan
-berintegritas; penuh observasi dan wawancara
tanggung jawab, komitmen, yang mana mereka meniru
konsisten perjuangan Gus Dur di level
-sabar dan ikhlas grassroot mulai dari
kunjungan lintas iman,
advokasi terhadap pihak
minoritas, menebarkan
Islam damai demi
terciptanya kerukunan.
Mereka kukuh memegah
kode etik Gusdurian,
mereka benar-benar tidak
mau ikut serta dan
berpartisipasi dalam politik
praktis dan elektoral sama
sekali.
9. Kearifan Lokal -nilai-nilai sosial-budaya Mereka melakukan
lokal-tradisional kunjungan ke desa-desa
-bersifat etnisitas atau istilah mereka
-adat-istiadat menyebutnya “sonjo
-tradisi kampung” dengan bertanya
-praktik terbaik kehidupan kepada kepala desa atau
masyarakat setempat perangkat desa setempat
untuk mendata ada kesenian
apa saja dan kelompok
pecinta budaya, atau
komunitas lokal yang ada di
sana. Lalu Jaringan
Gusdurian Malang mencoba
untuk mengapresiasi,
mengikuti kegiatan mereka,
dan sesekali mengundang
untuk tampil di basecamp
Jaringan Gusdurian
Malang.
178
membangun paradigma kritis publik melalui kiat-kiat khusus. Hal pertama yang
Gusdurian, publik disadarkan akan adanya kondisi yang tidak ideal pada tataran
bangsa yang tidak ideal juga disampaikan, khususnya terkait dengan isu-isu lokal
kebhinekaan misalnya, menjadi alat paling efektif dalam menggugah opini publik.
Seturut dengan apa yang menjadi strategi komunitas, gerakan ini mencoba
menggulirkan berbagai fakta dan argumen terkait itu-isu yang ada. Hal ini seperti
akan perbedaan di berbagai bidang yang merupakan suatu hak yang asasi dan
pribadi seperti agama. Kondisi nyata saat ini mengindikasikan bahwa masyarakat
yang ada di Indonesia. Gambaran kontras itulah yang diharapkan bisa menggugah
pemikiran kritis banyak orang untuk ikut serta memperjuangkan gagasan Gus Dur
179
“Ya apa namanya, gimana ya, ya itu sih sebenernya, apa ya...
massa yang banyak dengan isu agama itu kan sudah ada sejarahnya.
Isu agama selalu dibawa2 bahkan peristiwa tahkim, penurunan
Sayyidina Ali sampe ke Umayyah itu kan peristiwa yang
mengatasnamakan agama, Ahmad bin ‘Ash mengangkat pedang dan
di atasnya Al-Qur’an itu kan juga membawa2 agama. Nah kalau
agama sudah dibawa2 pada ranah politik, orang2 yang tidak tahu
politik, dan tidak... orang pesantren kan seperti ini biasanya
doktrinnya: nggak usah pake politik2an, politik itu busuk tapi ketika
mereka dimainkan oleh politik dengan atas nama agama, mereka itu
tidak tahu akhirnya. Kebodohan kita di situ, masih mendikotomi
ilmu2 tersebut, ilmu sosial, wes agama yo agama thok, wes kene iku
kudu nang akhirat padahal mereka masih berpijak di bumi. Eh... bagi
saya masyarakat kita seperti itu dan ternyata, eh... saya nggak bilang
ini ya, mungkin ini terlalu kasar, akhirnya kaum2 Islam kita yang
masih konservatif dalam tanda kutip dan terbawa arus, oke ngaji kitab
thok, oh bukune enggak dan kontekstualisasinya enggak. Ya bener,
saya tidak mendiskreditkan kitab kuning, enggak, tapi kan itu dibuat
oleh Ulama pada zaman itu, kalau kita tidak mengkontekstualisasikan
kitab2 itu ya hancur pak. Bagi saya beberapa kalangan pesantren yang
masih konservatif, tidak mengkontekstualisasikan itu dan lagi2 orang
yang berani di depan, ceramah dengan keras itu seolah2 itulah Ulama.
Kita tidak belajar dari sejarah panjang nusantara ini, bagaimana
ramalan itu sebenarnya sudah dicetuskan oleh Joyoboyo, eh apa
namanya bagaimana pendiri bangsa Soekarno itu. Ya memang, kita
memang apa ya sejarah kita sudah banyak, Soekarno ini sudah
menciptakan Nasakom (Nasionalisme dan Komunisme), nah itu
kemudian dihapus lagi oleh Soeharto, kemudian muncul lagi
rekonsiliasi oleh Gus Dur belum tuntas dihapus lagi. Nah sekarang
generasi muda ini harus belajar lagi dari sejarah itu. Nah cuman kalau
saya belajar dari peristiwa kemarin itu kan, banyak orang yang toleran
itu lebih memilih diam, dan itu ya memang agak fatal. Lha gimana
kalau kita bersuara akhirnya juga memunculkan kericuhan, dikira
nanti kita membela yyy. Ya bangsa kita masih seperti itu, dan mohon
maaf ya bangsa kita masih konservatif dan tidak mau belajar dari
sejarah. Tapi hal ini pasti akan dibuktikan oleh sejarah pada generasi
berikutnya. Kalau Gusdurian2 tidak ditelurkan dalam skala besar, saya
rasa banyak deh yang akan dimanfaatkan oleh xxx, dan bisa ditelisik
xxx itu dananya dari mana itu bisa ditelisik”. (Wawancara tanggal 16
Juni 2017)
Berdasarkan pernyataan Zila di atas dapat disimpulkan bahwa akar konflik
yang terjadi saat ini adalah karena permasalahan pribadi dan sepele yang ditarik
dan ditumpangi menjadi isu SARA sehingga kondisi konflik semakin membesar
dan meluas. Polemik yang timbul juga bisa berasal dari kalangan kelompok Islam
180
yang konservatif dan rigid yang tidak mau mempelajari ilmu lain selain agama.
Padahal dengan kita mengetahui ilmu yang mereka gunakan, maka kita bisa
kedok-kedok yang mereka gunakan. Zila juga menekankan bahwa kita juga harus
mengkaji sejarah dari suatu peristiwa yang terjadi dalam memahami nash yang
berasal dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Dengan demikian kita tidak asal pukul
rata terhadap produk hukum yang dirumuskan pada beberapa abad yang lalu.
Hal ini mengindikasikan bahwa peristiwa tertentu yang ada dalam nash itu
terkait dengan kondisi sosio-politik pada waktu tersebut sesuai dengan konteks
tantangan zaman pada eranya. Dengan mengkaji sejarah, maka kita akan
Dengan demikian, nash tidak turun di tengah gurun pasir yang tidak ada
penghuninya, akan tetapi selalu beroperasi dan berorientasi dengan suatu kasus
Sejatinya, semua hal yang dilakukan oleh gerakan Gusdurian seperti yang
penulis coba paparkan diatas merupakan bentuk nyata dari implementasi konsep
kekuasaan menurut Foucault yang melihat sisi kekuasaan sebagai sebuah strategi
dalam proses pemaknaan ulang sosok Gus Dur yang dimaknai secara
kultural oleh gerakan Gusdurian. Pemaknaan Gus Dur disini tentu bukan semata
hal yang netral secara politis, namun ini semua merupakan suatu proses yang
dilakukan guna mengambil alih pemaknaan sosial. Hal senada juga diungkapkan
181
“Sebenarnya fokus utamanya adalah sosialisasi, mempersuasi
masyarakat, cuman kita kan butuh agen2, podho koyok sales nawani
barang kan kudu onok sales.e mas. Perusahaan mau nawari barang
harus ada sales-nya dong, kita ibarat sales2 itu tadi tapi sifatnya
informal dalam artian kita itu apa ya, ndak harus terstruktur”.
(Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Dapat dilihat bahwa fokus adalah upaya membangun isu dengan
tantangan zaman karena dengan demikian bisa mengubah pola pikir masyarakat
182
yang cupet dan kaku menjadi bisa lebih luwes dan terbuka ketika dihadapkan
dengan berbagai persoalan dan masalah yang ada di sekitar mereka. Hal demikian
mewakili nilai Gus Dur untuk menciptakan suatu kondisi masyarakat yang
Organisasi
Gusdurian Malang, maka Gerakan Gusdurian juga memiliki strategi khusus bagi
diberi strategi khusus mengingat bahwa elemen lain seperti lembaga dan individu
telah memiliki ruang gerak dan concern tersendiri dalam mengatasi isu-isu
sumber daya yang dimiliki oleh Jaringan Gusdurian Malang. Selain itu, yang lebih
tersebut supaya bisa menciptakan suatu hal yang bermanfaat bagi semua. Proses
identifikasi juga meliputi apa saja potensi yang dimiliki oleh individu dalam
komunitas, apakah lebih cenderung ke arah ekonomi, politik, atau bidang lainnya.
Malang akan melakukan inisiasi dengan melakukan kegiatan rutin, baik itu berupa
183
Misalnya dengan cara bagaimana orang mampu memiliki kesadaran baru tentang
pentingnya menghargai perbedaan yang ada di setiap sendi bangsa ini. Tentu hal
Dur agar banyak orang bisa mengerti dan memiliki perspektif akan pentingnya
kampanye dan aksi maka gerakan tersebut memiliki kegiatan rutin yang sistematis
dan fleksibel sehingga bisa untuk diikuti di semua lapisan masyarakat. Kegiatan
Malang. Gerakan ini melibatkan anak muda dari usia sekolah SMA
184
kemanusiaan. Hal ini dapat kita perhatikan dari ungkapan Dika
sebagai berikut,
muda dalam bidang literasi. Inilah yang disebut sebagai soft protest
185
Gambar 4.7 Peluncuran Buku Jalan Damai Kita
Sumber: http://gusdurianmalang.net
186
Indonesia. Diharapkan lahir militan-militan penulis yang mampu
manusia.
merupakan salah satu dari sembilan nilai utama Gus Dur. Dengan
187
“Ya mempererat silaturahmi. Ya masyarakat yang damai, yang
tidak ada konflik dengan isu SARA dimainkan lagi akhirnya kita tidak
phobia dengan perbedaan2 di masyarakat kita”. (Wawancara tanggal
16 Juni 2017)
Dapat dilihat bahwa fungsi utama dari tujuan lintas iman adalah
tersebut.
Sumber: http://gusdurianmalang.net
Tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini hubungan
188
tertentu berdasarkan “katanya”. Pengetahuan kita terhadap agama lain
bisa dijadikan pijakan atau patokan karena berasal dari sumber yang
rukun dan damai dengan melihat sisi humanis serta cinta yang
bersumber dari agama. Dalam hal yang bersifat bukan prinsipil dan
substansial dari agama maka kita bisa bekerja sama dan keluar dari
dengan kita.
189
kepada mereka. Hal ini juga sebagai wujud dari persaudaraan
seminggu sekali dengan berbagai tema sesuai dengan isu strategis dan
sebagai berikut,
sebagai berikut,
190
Kegiatan rutinan ini dilakukan seminggu sekali untuk
diskusi dan kajian dibukan untuk umum, siapa saja bisa ikut
kritis dan analitis terhadap isu sosial kekinian. Hal tersebut dapat
191
Gambar 4.9 Diskusi dengan Ahmadiyah
Sumber: warta-ahmadiyah.org
4.7.4 Penyebaran Wacana dan Ideologi melalui Media Massa
dunia hanya dalam hitungan detik. Tentu hal ini sangat mempermudah
192
Gambar 4.10 Agenda Kegiatan Gusdurian Dimuat di Pemberitaan Online
sumber: nasional.republika.co.id
Keberadaan sosial media sangat membantu dalam
Dur di kalangan muda. Hal ini senada dengan pernyataan Zila sebagai
berikut,
193
Hal serupa juga diungkapkan oleh Najib yaitu,
kabar miring yang banyak dibagi di sosial media. Media sosial yang
194
mencakup seluruh dunia, dan instan sehingga mampu menjangkau
website, blog, dan media sosial. Hal senada diungkapkan oleh Tatok
195
persatuan dan kesatuan. Pemanfaatan media sosial sebagai arena
Gusdurian Malang
menemui berbagai hambatan dan tantangan. Dalam tiap aksi yang dilakukan, tentu
saja masih ada saja berbagai pihak yang kontra dan seakan ingin menyerang
terhadap aktivitas Gerakan Gusdurian. Salah satu hambatan yang pernah dialami
Jaringan Gusdurian Malang ketika melakukan aksi kegiatan adalah diskusi yang
“Jadi pas itu ada kunjungan ke gereja itu kan kita juga posting di
facebook, jadi ya ada dosen ada mahasiswa, kan Gusdurian itu ada
yang dosen juga itu kunjungan ke gereja, ada yang ke Katholik, ada
yang Protestan, kan kalau Protestan itu macem2 alirannya, kita 2 atau
3 gereja protestan. Kok di salah satu internal kampus negeri entah itu
dari dosen atau organ2 intra kampus itu dihujat gitu lho, dalil2nya
keluar semua. Lha ini gimana, mereka intelektual kok nggak terbuka
sama sekali, akhirnya kita redam dengan ngalah. Ada juga pas ada
imam Ahmadiyah datang ke Malang itu kan jamaah Ahmadiyah
Malanag ngajak diskusi di Komika Jalan Jakarta itu mas Billy dapat
ancaman SMS nggak dikenal dan nggak jelas ya tapi lanjut aja, kalau
dia mau datang ya silakan datang. Waktu itu kita juga pernah nonton
film Senyap di kampus Ma Chung, karena waktu itu kita ngundang
Pak Agus Sunyoto dari Lesbumi, salah satu lagi dari pihak militan
Indonesia, model2 Marxisan gitu lah. Maunya sih sebenernya itu
196
rekonsiliasi, sebenarnya sejarah ini gimana sih itu tahun 2014 nggak
salah, nah karena waktu itu kami buat di kampus, Alhamdulillah
nggak kenapa2, nggak dibuyarno, kalau di kampus lainkan dibuyarkan
oleh Kodim. Jadi kita diminta tanpa ada diskusi tapi filmnya silakan
diselesaikan karena memang rektor Ma Chung waktu itu, Bu siapa
gitu ya itu minta tolong, dia sih nggak tau apa2 tapi minta tolong
mbok ya militer itu nggak masuk kampus, akhirnya kami bisa sampai
selesai filmnya tapi kalau di kampus lain kan nggak bisa, kan diobrak-
abrik gitu kan. Di Ma Chung itu bisa, Alhamdulillah tapi diskusinya
nggak jalan, disuruh berhenti sudah pulang semua, padahal itu yang
penting itu diskusinya. Yang Agus Sunyoto itu udah datang, yang
militan Indonesia itu juga sudah datang dah mau ngobrol2 beh nggak
jadi, waduh emane. Akhirnya kita wajib lapor ke Polres itu Minggu,
sudah ketemu Polres baru waktu itu, sudah beres. Trus yang terakhir
itu di Oase ini pas ada diskusi masalah Syi’ah, yang ngisi ya orang
Gusdurian juga, temen2 Gusdurian yang dari Syi’ah dan jaringannya
bikin diskusi di atas ruame, lha Oase ini kan rame itu biasa sebenere,
sampe gelas habis itu biasa sebenere. Lha diskusi Syi’ah diminta
berhenti sama Pak RW atau Pak RT gitu karena ada ormas yang lapor
kalau di Oase ini ada diskusi yang meresahkan mereka, otomatis Pak
RW Pak RT ya bingung toh, akhirnya diminta cepet selese2 tapi
akhirnya kita jalan aja terus”. (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Selain hambatan yang dialami karena diskusi dengan orang Syi’ah dengan
disuruh dihentikannya acara tersebut, dapat dilihat juga dari kutipan wawancara di
atas bahwa pengadaan acara pemutaran film “Senyap” pun diawasi gerak-
komunisme yang dianggap sebagai paham yang tidak boleh ada dan hidup di bumi
memberikan keleluasaan untuk memutar film tersebut sampai habis tapi tidak
diperbolehkan adanya forum diskusi dan tanya jawab padahal inti dari
kita gali lebih dalam dan komprehensif secara ilmiah sehingga dapat
197
dipertanggungjawabkan di hadapan publik dan dapat diterima kebenarannya
berserta didatangkannya para ahli untuk menelaah proses sejarah tersebut penting
untuk kepentingan akademis dan penyadaran kepada masyarakat agar tidak mudah
diprovokasi dengan isu-isu yang masih belum jelas duduk perkaranya. Pada
masyarakat kita, pihak berwajib pun mengharuskan kita wajib lapor ke Polres
Selain itu juga ada hambatan yang dialami ketika ada kunjungan ke gereja
agama lain yang hadir di gereja. Bagi umat Katholik sendiri pun untuk menerima
silaturahmi para anggota Gusdurian juga masih ketat dan kaku. Dalam hal
kunjungan lintas iman saat natal pun tidak semua umat Kristen tidak menerima
karena membuat acara Natal tidak sakral, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
“Ada diskusi dan ramah tamah, memang gak semua gereja iku
menerima yo, ada beberapa jemaatnya itu, itu kok orang Muslim kok
ikut Natal2 kita, Natalnya jadi nggak sakral, ada yang komentar
seperti itu tapi akhirnya pastur2nya itu, pokoke sing memimpin2 doa
itu akhirnya menjelaskan kebhinekaan, NKRI. Lha kemarin baru kita
diterima itu lho dek SMA sing depan’e Saiful Anwar sing bangunan
tua, itu kan gereja katholik, katholik itu kan agak ketat yo, lha itu kita
baru diterima di situ itu tahun ini, yang welcome dengan kita itu
namanya Suster Konda, itu pun beberapa suster2 yang lain itu masih
sinis2 gimana gitu. Ternyata phobia2 akan perbedaan itu nggak hanya
direproduksi oleh kita, Islam, merekapun juga gitu”. (Wawancara
tanggal 16 Juni 2017)
198
Ada juga hambatan adanya pemasangan banner yang berisi himbauan untuk
tidak mengucapkan selamat natal kepada umat beragama lain sebagaimana yang
“Jadi kita nggak memposisikan diri jadi kutub2 gitu jadi kalau
ada pihak2 yang menyebarkan kebencian atau melakukan penilaian
buruk, itu kita akan melawan dengan cara halus, kadang2 kita juga
mikir lho mas waktu ada banner, kan 2-3 tahun terakhir ini ada
banner, “dilarang mengucapkan selamat natal kepada orang beragama
lain”. Awalnya memang tahun 2014 itu kita tahun oknum2nya,
mereka menyatakan diri kelompok Islam tertentu gitu. Karena kita
tahu mereka mengakui memang yang memasang, ya sudah kita copoti,
mereka mau pasang berapa kita copot, terserahlah kuat2an gitu kan ya
pokok nggak sampe bentrok. Tapi tahun2 berikutnya kita mulai nggak
tahu yang masang ini siapa, bahkan kita nggak punya keyakinan
apakah ini orang Islam sendiri yang memasang, belum tentu, bisa jadi
kan provokasi. Jadi kita nggak nunjuk, nggak nyerang siapa, kalau ada
banner ya copot ae lah. Pokok copot ae lah, kita nggak mau men-judge
siapa yang masang, selama nggak ketemu face-to-face, kita nggak
mau men-judge juga”. (Wawancara tanggal 16 Juni 2017)
Dapat dilihat bahwa aksi yang dilakukan Jaringan Gusdurian Malang juga
mendapat pertentangan yaitu adanya banner yang mengatakan bahwa “tidak boleh
mengucapkan selamat natal kepada pemeluk agama yang lain”. Dengan adanya
banner tersebut maka Jaringan Gusdurian Malang mencoba untuk melepas banner
tersebut agar tidak timbul ketegangan dan perseteruan yang tidak perlu di
masyarakat.
memiliki sisi unik, yaitu memiliki karakteristik sebagai gerakan, khususnya dalam
sisi proses pembentukannya. Jaringan Gusdurian Malang berfokus pada satu ide
yaitu kesembilan gagasan Gus Dur dan tidak terjebak dalam bentuk organisasi.
Kelompok ini lebih mengedepankan nilai-nilai Gus Dur, dan berusaha agar ide,
199
nilai, dan gagasan Gus Dur bisa tersebar luas dan dianut oleh banyak masyarakat
tanpa harus membentuk suatu organisasi. Jadi hal tersebut benar sesuai dengan
tatkala ajaran dan sembilan nilai dasar yang ditanamkan oleh Gus Dur banyak
dianut oleh masyarakat Indonesia; tidak penting organisasinya akan diingat dan
fluid/cair (tidak adanya sistem keanggotaan secara resmi, siapapun boleh masuk
dan tidak ada peraturan yang mengikat), informal (tidak berbentuk sebuah
sukarela) dan tidak ikut serta dalam tindak politik praktis atau politik elektoral.
keyakinan atas prinsip bersama (shared belief) yang mana prinsip tersebut
diyakini bisa merubah keadaan yang ada, serta kelompok tersebut lahir dan
tumbuh dari ide atau pemikiran, dalam hal ini pemikiran dan gagasan besar Gus
Dur. Gagasan Gus Dur menjadi pondasi terbentuknya gerakan, dan dianggap bisa
dilakukan gerakanpun tetap bertumpu dan diikat oleh nilai-nilai Gus Dur
adanya nilai-nilai berupa 9 (sembilan) gagasan Gus Dur yang diyakini bisa
menjaga empat pilar kebangsaan yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa.
200
Berikutnya, Gerakan Gusdurian juga berkeyakinan bahwa warisan gagasan
tersebut perlu dijaga dan tetap diperjuangkan karena gagasan tersebut dirasa
mampu untuk bisa mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh publik (ada
Kesembilan nilai yang diwariskan oleh Gus Dur ini merupakan buah dari
adanya kesepakatan dari para murid Gus Dur (ada kesepakatan bersama) yang
menjadi landasan utama terbentuknya gerakan dan pengikat dari seluruh aksi yang
dilakukan oleh komunitas yang ada di daerah. Disini, setiap aksi yang dilakukan
oleh tiap komunitas maupun para Gusdurian yang ada di daerah memiliki proyek
berfokus terhadap berbagai isu yang ada di dalam masyarakat, antara lain isu Hak
Asasi Manusia (HAM), isu anak, isu pendidikan, isu kesetaraan gender, serta isu
perbedaan. Pendampingan terhadap isu lingkungan seperti hutan kota Malabar dan
aksi solidaritas terhadap konflik petani Kendeng. Hal tersebut merupakan contoh
konkrit bahwa Jaringan Gusdurian Malang merupakan suatu bentuk dari Gerakan
Sosial Baru.
201
Touraine mendefinisikan “Gerakan Sosial Baru” sebagai gerakan sejumlah
warga masyarakat yang secara budaya terlibat dalam konflik sosial yang tujuan
dan strateginya memiliki pertalian sosial dan rasionalitas sendiri. Lebih lanjut, ia
menjelaskan tiga hal pokok yang tercakup dalam gerakan sosial baru. Pertama,
disebut baru, karena secara kualitatif berbeda dengan gerakan sosial lama, seperti
organisasi buruh dan petani, yang terutama menaruh perhatian pada keadilan
ekonomi dan sosial politik. Kedua, gerakan ini berkait erat dengan isu sosial.
dan kesadaran masyarakat lokal yang dimotori oleh mahasiswa UIN, gerakan ini
bergerak dari bawah atau biasa disebut grassroots. Gerakan ini lahir guna
sebuah komunitas dan jaringan yang bergerak merespon isu-isu sosial, gender,
dan Alberto Melucci (dalam Fadaee, 2011: 80) gerakan tersebut disebut dengan
Gerakan Sosial Baru (New Social Movement) yang dikembangkan pula dalam
Gerakan Sosial Baru berbeda dengan Gerakan Sosial Klasik karena struktur
202
fokusnya pada isu-isu budaya. Hussey (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
gerakan sosial baru-baru ini tidak hanya mentargetkan perubahan negara dan aksi
Tabel 4.4 Indikator Gerakan Sosial Baru dalam Jaringan Gusdurian Malang
No. Indikator Gerakan Sosial Baru Jaringan Gusdurian Malang
1. Ideologi dan Berorientasi pada -organisasi non profit
Tujuan perubahan identitas, -wadah koalisi dari
norma, dan gaya mahasiswa dan komunitas
hidup yang lokal
mendukung tujuan -mewujudkan masyarakat
dari gerakan sosial yang damai dalam
baru. menghadapi perbedaan
-berbasis sembilan nilai utama
Gus Dur
-meningkatkan kesadaran
kritis masyarakat
2. Taktik dan Berinovasi untuk -bersifat tanggap isu atau
Pengorganisasian mempengaruhi opini melakukan aksi cepat
publik, memobilisasi -kampanye di media sosial
opini publik untuk -kunjungan lintas iman ke
mendapatkan daya tempat ibadah pemeluk agama
tawar politik. lain
-kunjungan door-to-door ke
rumah orang-orang yang
termarginalkan
-mengadakan lomba menulis
untuk perdamaian
3. Partisipan dan Berasal dari berbagai -mahasiswa dan masyarakat
Aktor basis sosial yang umum yang bersifat volunteer
melintasi kategori-
kategori seperti
gender, pendidikan,
okupasi, dan kelas.
Aktornya berasal dari
kaum intelektual
kelas menengah,
akademisi bahkan
mahasiswa.
203
4. Medan dan Area Melintasi batas-batas -tidak di satu daerah tapi ada
region: dari aras lokal di banyak daerah karena
hingga internasional, merupakan jaringan
sehingga terwujud -tergetnya seluruh kalangan
menjadi gerakan masyarakat
transnasional. Fokus
gerakan sosial baru
adalah isu-isu sosial
kultural.
Sumber: Fadae, 2010; Feixa, 2009; diolah
digunakan karena gerakan sosial baru berfokus pada perubahan kultur masyarakat
serta penyelesaian masalah. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Teori New
adalah gerakan sosial yang mana fokusnya tidak lagi pada perubahan negara
sosial baru karena berdasarkan ideologi sembilan nilai Gus Dur dan merupakan
Malang. Pertama, pengorganisasian gerakan ini masih belum optimal guna mem-
branding icon Gus Dur sebagai modal sosial, sumber informasi, dan role model.
Pengalaman yang ada selama ini memperlihatkan masih adanya kebutuan akan
konsep komunitas yang jelas. Sehingga suatu gerakan tidak hanya sekedar
melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi diri komunitas sendiri namun juga
204
membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar. Kedua, gerakan tersebut terlalu
berfokus pada kalangan intelektual menengah dan belum bisa untuk menyentuh
gerakan ini tidak pernah melibatkan pemerintah dalam acara kegiatannya, tentu
sebagai gerakan elitis, gerakan yang masih berfokus pada ranah pemikiran yaitu
dengan cara mengubah mindset seseorang agar lebih pluralistik. Sebagai sesuatu
yang bersifat puritan elitis, tidak heran jika gerakan ini lebih mengedepankan isu
publik dan wacana yang lagi tren dewasa ini. Gerakan ini masih berkutat pada
ranah tersebut sehingga penulis harapkan untuk kedepannya tidak hanya menjadi
sebuah gerakan tapi juga bisa menciptakan perubahan sosial yang bisa dirasakan
sekitar.
205
BAB 5
PENUTUP
Dalam bab ini, penulis coba menyimpulkan jawaban dari rumusan masalah terkait
bagaimana sebenarnya bentuk gerakan dari Jaringan Gusdurian Malang. Dari pengamatan
peneliti memperlihatkan bahwa teori Gerakan Sosial Baru yang ditawarkan oleh Alan
Tourine dan Alberto Melucci mencerminkan akan pola yang secara empiris penulis lihat dan
memetakan karakteristik gerakan Jaringan Gusdurian Malang yang khas dan unik, yang
berangkat dari pengamatan empiris terhadap gerakan Gusdurian sebagai bentuk kontribusi
penulis dalam khasanah ilmu sosial politik kontemporer. Di bagian penutup, peneliti
memberikan simpulan terhadap gerakan Gusdurian serta kemungkinan studi ke depan yang
5.1 Simpulan
terhadap 5 (lima) orang penggerak Jaringan Gusdurian Malang dan dibantu dengan observasi
partisipatoris serta analisis data menggunakan teori Gerakan Sosial Baru dapat ditari suatu
Gerakan ini dipelopori dan dimotori oleh mahasiswa UIN Maulana Malik
dengan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yaitu Winartono dan Mahpur
pada tahun 2011. Awal mula kegiatan masih terbatas berupa kajian-kajian
sederhana dari warung kopi ke warung kopi dan melakukan kunjungan ke FKUB
206
Komunitas tersebut mendeklarasikan diri pada tahun 2012 dengan nama Gerakan
Gusdurian Muda (GARUDA) Malang. Lalu pada tahun 2013 diambil alih oleh
Malang, lalu berubah nama menjadi Jaringan Gusdurian Malang dan termaktub
artinya tidak ada proses mengisi formulir pendaftaran dan rekruitmen sehingga
semua orang yang senafas dengan pemikiran dan perjuangan Gus Dur maka dapat
sehingga tidak berbentuk suatu struktur dan kaku tapi lebih bersifat kultural dan
sangat luwes. Oleh karena itu, Jaringan Gusdurian Malang ini bersifat tidak
mengikat dan sangat terbuka. Sistem pembiayaan yang diterapkan dalam Jaringan
berdasarkan iuran dan berjualan kaos serta merchandise. Gerakan juga ini bersifat
non profit karena berdasarkan swadaya dari para anggotanya. Gerakan ini juga
tidak ikut serta dalam politik praktis / politik elektoral terutama terkait dengan
dan dikembangkan oleh Gus Dur yang termaktub dalam 9 (sembilan) nilai Gus
207
menanamkan nilai-nilai Gus Dur dalam gerak perjuangan mereka. Sebagai
dari bawah dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Aplikasi nilai Gus Dur dalam
gerakan ini dapat dilihat dari beragamnya anggota dari gerakan tersebut yang
terdiri dari berbagai suku seperti Jawa, Madura, bahkan Tionghoa serta dari
berbagai agama seperti Islam, Protestan, Katholik, dan Buddha. Pemikiran Gus
Dur yang coba mereka perjuangkan adalah terkait prinsip-prinsip universal hak-
hak asasi manusia (HAM) yang berlandaskan ajaran Islam yang rahmatan lil
alamin.
lain Gerakan Menulis untuk Perdamaian (GmuP), ajang ini digunakan untuk
antitesis dari banyaknya pemberitaan terkait isu SARA dan ujaran kebencian
yang marak di sosial media. Selain itu kegiatan rutin lainnya adalah kunjungan
lintas iman pada acara hari besar agama tertentu seperti kunjungan ke Klenteng,
isu sosial yang lagi hangat diperbincangkan dan menjadi perhatian khalayak
perdamaian dan kerukunan melalui media massa terutama media sosial seperti
208
website, facebook, instagram, twitter untuk mempromosikan sembilan nilai Gus
Dur.
teori Gerakan Sosial Baru dari Alan Tourine dan Alberto Melucci yang menyebutkan bahwa
karakteristik suatu gerakan itu disebut baru karena organisasi tersebut berbasis nilai yaitu
sembilan nilai utama Gus Dur; merespon isu-isu sosial kontekstual seperti kerukunan antar-
umat beragama, advokasi Syi’ah dan Ahmadiyah, aksi solidaritas terhadap srikandi Kendeng;
aktor gerakannya adalah kaum intelektual kelas menengah yaitu mahasiswa dari UIN, UB,
dan universitas lain; serta medan atau area cakupan gerakan meliputi kawasan yang luas.
Sebagai gerakan sosial Islam memiliki ciri sebagai berikut; 1) tidak menggunakan
kekerasan dalam agenda perjuangan karena menggunakan siasat budaya dan kondisi sosial
bersifat terbuka, dan 4) perjungan bersifat ideologis yaitu sembilan nilai Gus Dur.
5.2 Saran
beragam dengan menjadikan “Gus Dur” sebagai social glue. Selain itu,
dan mengapresiasi pertunjukan mereka. Hal ini sangat penting dilakukan untuk
209
2. Dalam kancah akademik, Jaringan Gusdurian Malang ini bisa memberikan
sumbangan terhadap kajian ilmu sosial dan ilmu politik terkait dengan sebuah
gerakan berbasis nilai. Dalam studi ini dapat digunakan rujukan untuk
bersifat fleksibel karena ingin melibatkan banyak golongan. Secara garis besar,
kekerasan merupakan bagian dari persoalan yang menjadi tanggung jawab kita
bersama. Sosok “Gus Dur” merupakan simbol pemersatu gerakan tersebut yang
210
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, S. (2008, Maret). Agama Sebagai Instrumen Gerakan Sosial: Tawaran Teoritik Kajian
Fundamentalisme Agama. Studia Philosophica et Theologica, 1(8), 39.
Buechler, S. M. (1995). New Social Movement Theories. The Sociological Quarterly, 36(3),
441-464.
Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry: Choosing Among Five Traditions. USA: Sage
Publication Inc.
Galtung, J. (2002). Kekerasan Kultural. Wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif, IX, 11.
Habermas, J. (1987). The Theory of Communicative Action, Volume 2: Lifeworld and System:
A Critique of Functionalist Reason. (T. McCarthy, Penerj.) Boston: Beacon Press.
Habermas, J. (1991). The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a
Category of Bourgeois Society. (T. Burger, Penerj.) Massachussets: The MIT Press.
Iskandar. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif).
Jakarta: GP Press.
Juhari, I. B. (2014). Gerakan Sosial Islam Lokal Madura (Studi Gerakan Protes Islam Sunni
Terhadap Ideologi Syi'ah di Sampang). Surabaya: UIN Sunan Ampel (Disertasi).
Jurdi, S. (2013). Gerakan Sosial Islam: Kemunculan, Eskalasi, Pembentukan Blok Politik,
dan Tipologi Artikulasi Gerkan. Jurnal Politik Profetik, 1(1).
Kurniawan, L. J., & Puspitosari, H. (2012). Negara, Civil Society, & Demokratisasi:
Membangun Gerakan Sosial dan Solidaritas Sosial dalam Merebut Perubahan.
Malang: Intrans Publishing.
211
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Munandar, A. (2011). Antara Jemaah dan Partai Politik: Dinamika Habitus Kader Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Arena Politik Indonesia Pasca Pemilu 2004. Depok:
Universitas Indonesia (Disertasi).
Musa, A. M. (2010). Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur. (S. S. Dharma, & F. Yahya,
Penyunt.) Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nugraha, N. D. (2014). Gerakan Sosial dalam Perspektif Jaringan (Melihat Pola dan
Pengelolaan Jaringan dalam Gerakan Gusdurian). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada (Tesis).
Oetama, J. (2010). Damai Bersama Gus Dur. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Rifai, M. (2010). Gus Dur: KH. Abdurrahman Wahid, Biografi Singkat 1940-2009. (A.
Rahma, Penyunt.) Jogjakarta: Garasi House of Book.
Singarimbun, Masri, & Sofwan, E. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Siroj, S. A. (2006). Tasawuf sebagai Kritik Sosial: Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi,
bukan Aspirasi (1 ed.). (A. Baso, Penyunt.) Bandung: PT Mizan Pustaka.
212
Smith, J. A., Flowers, P., & Larkin, M. (2009). Interpretative Phenomenological Analysis:
Theory, Method, and Research. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore,
Washington: Sage.
Strauss, A., & Corbin, J. M. (1998). Basics of Qualitative Research: Techniques and
Procedures for Developing Grounded Theory (2 ed.). California: SAGE Publications.
Sukardi. (2005). Metode Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Syamsuddin, M., & Fatkhan, M. (2010). Dinamika Islam pada Masa Orde Baru. Jurnal
Dakwah, XI(2).
Tim INCReS. (2000). Beyond The Symbols: Jejak Antropologis Pemikiran Dan Gerakan Gus
Dur. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Triwibowo, D. (2006). Gerakan Sosial: Wahana Civil Society bagi Demokratisasi. Jakarta:
LP3ES.
Usman. (2008). Pemikiran Kosmopolit Gus Dur dalam Bingkai Penelitian Keagamaan.
Masyarakat dan Budaya, 10(1), 188-189.
van Manen, M. (1990). Researching Lived Experience: Human Science for an Action
Sensitive Pedagogy. New York: The State University of New York (SUNY) Press.
Wahid, A. (2006). Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi.
Jakarta: The Wahid Institute.
Wahid, A. (2010). Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur. Yogyakarta: LKiS.
Wahyudi. (2005). Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani: Studi Kasus
Reklaiming/Penjarahan atas Tanah PTPN XII (Persero) Kalibakar, Malang Selatan.
Malang: UMM Press.
213
Sumber Lain:
214
LAMPIRAN
215
216