oleh
Aldila Kurnia Putri, S.Kep
NIM 112311101006
1. Kasus
Infark Miokard
Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat. Penyokong
jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari samping, diafragma menyokong
dari bawah, pembuluh darah yang keluar masuk dari jantung sehingga jantung tidak
mudah berpindah. Factor yang mempengaruhi kedudukan jantung adalah:
Umur
Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk jantung agak turun kebawah
Bentuk rongga dada
Perubahan bentuk tora yang menetap (TBC) menahun batas jantung menurun
sehingga pada asma toraks melebar dan membulat.
Letak diafragma
Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan mendorong bagian bawah jantung ke
atas.
Perubahan posisi tubuh
Proyeksi jantung normal di pengaruhi oleh posisi tubuh.
b) Otot-Otot Jantung
Otot-otot jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu sebagai berikut.
- Luar (pericardium)
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong pembungkus
jantung yang terletak di mediastinum minus dan di belakang korpus sterni dan
rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan serosa yaitu lapisan
parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lender sebagai
pelican untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak mengganggu jantung.
- Tengah (miokardium)
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan
miokardium yaitu:
1) Otot atria
Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan. Lapisan dalam
mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan luar mencakup
kedua atria.
2) Otot ventrikuler
membentuk bilik jantung dimulai dari cincin antrioventikuler sampai ke
apeks jantung.
3) Otot atrioventrikuler
Dinding pemisah antara serambi dan bilik (atrium dan ventrikel).
- Dalam (Endokardium)
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat yang terdiri
dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium kecuali aurikula dan
bagian depan sinus vena kava.
Gambar 2. Otot jantung
b. Fisiologi Jantung
Fisiologi jantung adalah sebagai berikut:
a) Fungsi umum otot jantung yaitu
1) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
4) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
b) Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy kimia untuk
berkontraksi. Energy terutama berasal dari metabolism asam lemak dalam jumlah
yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses
metabolism jantung adalah aerobic yang membutuhkan oksigen.
c) Pengaruh Ion Pada Jantung.
- Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan jantung
dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
- Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
- Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
d) Elektrofisiologi Sel Otot jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas membrane sel.
Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial aksi yang disebabkan
oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial
yaitu:
- Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan bagian luar
bermuatan positif.
- Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane
terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam.
- Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positih dalam sel menjadi
berkurang.
- Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama
sesuai masa refraktor absolute miokard.
- Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak mengalir
dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
- Sistem konduksi jantung meliputi:
1) SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam
dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
2) AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum
atrium dekat muara sinus koronari.
3) Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi
posterior dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
4) Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
a) Siklus Jantung
Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua pompa tenaga
ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi berikutnya disebut
siklus jantung.
d) Bunyi Jantung
Bunyi jantung dibagi menjadi berikut:
- Bunyi pertama lup
- Bunyi kedua dup
- Bunyi ketiga lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
- Bunyi keempat kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama
b) Fisiologi Vaskuler
Sistem vaskuler memiliki peranan penting pada fisiologi kardiovaskuler karena
berhubungan dengan mekanisme pemeliharaan lingkungan internal. Bagian- bagian
yang berperan dalam sirkulasi:
- Arteri mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan.
- Arteriola, cabang kecil dari sistem arteri yang berfungsi sebagai kendali ketika
darah yang dikeluarkan ke dalam kapiler.
- Kapiler, tempat pertukaran cairan, zat makanan dan elektrolit, hormone dan bahan
lainnya antara darah dan cairan interstitial.
- Venula yaitu mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap
- Vena yaitu saluran penampung pengangkut darah dari jaringan kembali ke jantung.
c) Aliran Darah
Kecepatan aliran darah ditentukan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung
pembuluh darah. Pembuluh darah dan aliran arteri adalah:
- Aliran darah dalam pembuluh darah
- Tekanan darah arteri adalah sistolik, diastolik, nadi, dan darah rata-rata.
- Gelombang nadi
- Analisis gelombang nadi dapat di nilai dari frekuensi gelombang nadi, irama
denyut nadi, amplitude dan ketajaman gelombang.
b. Pengertian
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang (Smeltzer &
Bare, 2001). Infark miokard (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi
akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Hal ini adalah respons letal terakhir
terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi (Corwin, 2009). Infark miokardium akut
(IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner (Muttaqin, 2009). Infark
miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
c. Klasifikasi
Klasifikasi infark miokard yaitu Infark Miokard dengan elevasi ST (STEMI),
Infark Miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI), dan angina tak stabil. Klasifikasi ini
berharga karena pasien dengan ketidaknyamanan iskemik mempunyai/tidak
mempunya elevasi segmen ST pada elektrokardiogram. Yang tidak mempunyai elevasi
ST dapat didiagnosis dengan NSTEMI atau dengan angina tidak stabil berdasarkan ada
tidaknya ezim jantung.
d. Penyebab
Menurut Corwin (2009), terlepasnya suatu plak aterosklerotik dari salah satu
arteri koroner dan kemudian tersangkut di bagian hilir yang menyumbat aliran darah
ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut, dapat menyebabkan
infark miokard. Infark miokard juga dapat terjadi apabila lesi trombotik yang melekat
ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran ke
bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga
kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi.
e. Faktor Resiko
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia
40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah
abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor
psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha,
2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama
kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini
diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan
laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini
sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP)
menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The
Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar
kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok
(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan
kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan
indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan
obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan
lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan
darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan
resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi
resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih
dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit
(Beers, 2004).
f. Patofisiologi
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian terbesar ventrikel kiri, septum dan
atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit
bagian posterior septum, dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering
diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri (cabang sirkumfleks). Nodus AV
90 % diperdarahi oleh arteri kanan dan 10 % dari sisi kiri (cabang sirkumfleks). Kedua
nodus SA dan AV juga mendapat darah dari arteri Kugel. Jadi obstruksi arteri koroner
kiri sering menyebabkan infark anterior, dan obstruksi arteri koroner kanan
menyebabkan infark inferior. Tetapi bila obstruksi telah terjadi di banyak tempat dan
kolateral – kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat dicerminkan
oleh pembuluh asal mana yang terkena. AMI sulit dikenali pada 24 – 48 jam pertama,
setelah ini serat – serat miokard membengkak dan nuklei menghilang. Di tepi infark
dapat terlihat perdarahan dan bendungan. Dalam beberapa hari pertama daerah infark
akut sangat lemah. Secara histologis penyembuhan tercapai sekurang – kurangnya
setelah 4 minggu, namun pada umumnya setelah 6 minggu.
Proses terbentuknya plaque (aterosklerosis) banyak dipengaruhi oleh berbagai
faktor, terutama kebiasaan hidup yang tidak baik, antara lain merokok, makan
berlebihan (obesitas), latihan fisik yang kurang, pengaruh psikososial, pada diit rendah
serat, asupan natrium, alkohol. Dari hal – hal tersebut akan menimbulkan penumpukan
lemak yang berlebihan, sehingga akan terbentuk kolesterol. Bila aktivitas manusia
rendah, kolesterol ini akan menumpuk di dalam lumen arteri koronaria dan
terbentuklah plaque (aterosklerosis). Plaque ini semakin lama semakin menebal dan
bisa sampai menutupi pembuluh darah koroner, sehingga jantung tidak mendapatkan
suplai O2 dan nutrisi, yang kriteria hasilnya akan terjadi infark miokard akut, gejala
yang paling sering muncul adalah adanya nyeri dada yang Kriteria khas.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang umum dilakukan medis pada fase serangan akut untuk
memberi implikasi keperawatan pada klien IMA, antara lain:
1) Penanganan nyeri berupa terapi farmakologis: morfin sulfat, nitrat, dan beta bloker.
2) Membatasi ukuran infark miokardium dengan upaya meningkatkan suplai darah dan
oksigen ke miokardium dan untuk memelihara, mempertahankan, atau memulihkan
sirkulasi. Keempat golongan utama yaitu antikoagulan (mencegah pembentukan
bekuan darah yang menyumbat sirkulasi), trombolitik (penghancur bekuan darah,
menyerang, dan melarutkan bekuan darah), antilipidemik/ hipolipidemik/
antihiperlipidemik (menurunkan konsentrasi lipid dalam darah), dan vasodilator
perifer (meningkatkan dilatasi pembuuh darah yang menyempit karena vasospasme
secara farmakologis berupa pemberian antiplatelet, antikoagulan, dan trombolitik).
3) Pemberian oksigen. Terapi oksigen dimulai saat terjadi onset nyeri. Oksigen yang
dihirup akan langsung meningkatkan saturasi darah.
4) Pembatasan aktivitas fisik. Pengurangan atau penghentian seluruh aktivitas pada
umumnya akan mempercepat pembebasan rasa sakit.
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Imaging: X- ray dada, ekokardiografi, technetium-99m sestamibi scan, thallium
scanning, elektrokardiografi. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) memberikan
informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Melalui pembacaan dari waktu ke
waktu, mampu memantau perkembangan dan resolusi suatu infark miokardium.
Lokasi dan ukuran relative infark juga dapat ditentukan dengan EKG. Pada EKG
terdapat gambaran gelombang Q yang patologis serta perubahan segmen ST-T
dimana terdapat ST elevasi, ST depresi, dan T terbalik (Muttaqin, 2009).
j. Komplikasi
Menurut Price dan Wilson (2005), komplikasi dari infark miokardium antara
lain:
1) Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,
sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan
kongesti vena sistemik.
2) Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif,
biasanya timbul mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia
yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
3) Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru
terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel
kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena
adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta
udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.
4) Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi
katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama
sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke
dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
5) Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum
sehingga terjadi defek septum ventrikel.
6) Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark
selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding
nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong
pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium
yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade
jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah
jantung.
7) Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
8) Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang
merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural
intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Emboli sistemik dapat
berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vascular dapat menyebabkan stroke atau
infark ginjal, juga dapat mengganggu suplai darah ke ekstremitas.
9) Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan
reaksi peradangan.
10) Aritmia
Pada aritmia, semua kerja jantung berhenti, terjadi kedutan otot yang tidak seirama
(fibrilasi ventrikel), terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada denyutan,
dan bunyi jantung tidak terdengar.
3. a. Pohon Masalah
b. Data yang Perlu Dikaji
1) Anamnesis
A. Identitas klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku,
pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi,
status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.
B. Keluhan utama
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
C. Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-
5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya
pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah
dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark
miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
D. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.
E. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
2) Pengkajian Data Per Sistem
A. B1 (Breathing)
Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan keluhan napas seperti
tercekik. Sesak napas terjadi akibat pergerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolic dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah
darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik. Biasanya terdapat
dispnea kardia, dapat muncul pada saat beristirahat bila keadaan sudah parah.
B. B2 (Bleeding)
Inspeksi: adanya parut
Palpasi: denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak didapatkan.
Auskultasi: tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup
pada IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak
didapatkan pada IMA tanpa komplikasi.
Perkusi: tidak ada pergeseran batas jantung.
C. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya komposmentis, tidak didapatkan sianosis perifer. Pengkajian
objektif klien berupa adanya wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat.
D. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan. Perlu
memantau oliguria pada klien IMA karena merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik.
E. B5 (Bowel)
Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan konsumsi garam
dan lemak. Adanya nyeri menyebabkan respon mual dan muntah. Palpasi
abdomen didaptkan nyeri tekan pada keempat kuadran. Penurunan peristaltic
usus merupakan tanda kardial pada IMA.
F. B6 (Bone)
Aktivitas, gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, gerak statis, dan jadwal
olahraga tidak teratur.
Tanda: takikarid, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan kesulitan melakukan
tugas perawatan diri.
3. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan cedera sel seluler
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penyumbatan aliran darah
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kemampuan tubuh
menyediakan energi
e. Kelebihan voleume cairan berhubungan dengan retensi Na dan air
5. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji karakteristik pasien secara 1. Membantu dalam menentukan status nyeri
dengan cedera sel nyeri berkurang atau hilang PQRST pasien dan menjadi data dasar untuk intervensi
seluler dengan kriteria hasil: 2. Lakukan manajemen nyeri sesuai dan monitoring keberhasilan intervensi
1. Mampu mengontrol nyeri skala nyeri misalnya pengaturan posisi 2. Meningkatkan rasa nyaman dengan
(tahu penyebab nyeri, fisiologis mengurangi sensasi tekan pada area yang sakit
mampu menggunakan 3. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas 3. Hipoksemia lokal dapat menyebabkan rasa
teknik nonfarmakologi dalam pada saat rasa nyeri datang nyeri dan peningkatan suplai oksigen pada
untuk mengurangi nyeri) 4. Ajarkan metode distraksi area nyeri dapat membantu menurunkan rasa
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Beri manajemen sentuhan berupa nyeri
berkurang dengan pemijatan ringat pada area sekitar 4. Pengalihan rasa nyeri dengan cara distraksi
menggunakan manajemen nyeri dapat meningkatkan respon pengeluaran
nyeri 6. Beri kompres hangat pada area nyeri endorphin untuk memutus reseptor rasa nyeri
3. Mampu mengenali nyeri 7. Kolaborasi dengan pemberian 5. Meningkatkan respon aliran darah pada area
(skala, intensitas, analgesik secara periodik nyeri dan merupakan salah satu metode
frekuensi dan tanda nyeri) pengalihan perhatian
4. Menyatakan rasa nyaman 6. Meningkatkan respon aliran darah pada area
setelah nyeri berkurang nyeri
5. TTV dalam batas normal 7. Mempertahankan kadar obat dan menghindari
(TD: 120/80, RR 16- puncak periode nyeri
20x/mnt, Nadi 80-
100x/mnt, Suhu 36,5-
37,5oC)
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya pembatasan pasien 1. Memastikan aktivitas yang boleh dilakukan
berhubungan keperawatan selama 3x24 dalam melakukan aktivitas pasien sesuai dengan kondisinya
dengan penurunan jam pasien mengalami 2. Kaji adanya faktor yang 2. Meminimalkan terjadinya kelelahan
kemampuan tubuh peningkatan aktivitas dengan menyebabkan kelelahan 3. Sebagai sumber energi bagi pasien
menyediakan kriteria hasil: 3. Monitor nutrisi dan sumber energi 4. Menjaga agar pasien tidak mengalami
energi 1. Berpartisipasi dalam yang adekuat kelelahan secara berlebihan
aktivitas fisik tanpa 5. Sebagai acuan apakah pasien boleh
disertai peningkatan melanjutkan aktivitasnya atau tidak
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
tekanan darah, nadi dan 4. Monitor pasien akan adanya 6. Memaksimalkan waktu istirahat dan tidur
RR kelelahan fisik dan emosi secara pasien sesuai kebutuhan
2. Mampu melakukan berlebihan 7. Membantu agar pasien dapat berlatih
aktivitas sehari hari 5. Monitor respon kardivaskuler beraktivitas secara bertahap
(ADLs) secara mandiri terhadap aktivitas (takikardi, 8. Mendorong pasien agar mau berpartisipasi
3. Keseimbangan aktivitas disritmia, sesak nafas, diaporesis, dalam aktivitasnya
9. Mencegah terjadinya cedera saat beraktivitas
dan istirahat pucat, perubahan hemodinamik)
10. Memberikan reinforcement positif ketika
4. Tanda-tanda vital dalam 6. Monitor pola tidur dan lamanya
pasien telah mampu beraktivitas sesuai latihan
batas normal (TD 120/80 tidur/istirahat pasien yang diberikan
mmHg, N: 60-100 x/mnt, 7. Kolaborasikan dengan Tenaga
RR: 16-20x/mnt, S: 36- Rehabilitasi Medik dalam
37,5o C) merencanakan progran terapi yang
tepat
8. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
10. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
3. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign 1. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui
cairan berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor berat badan peningkatan jumlah cairan yang dapat
dengan retensi Na masalah kelebihan volume 3. Monitor elektrolit diketahui dengan meningkatkan beban kerja
dan air cairan dapat teratasi dengan 4. Monitor tanda dan gejala edema jantung yang dapat diketahui dari
kriteria hasil: 5. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai meningkatnya tekanan darah
1. Electrolit and acid base indikasi 2. Kelebihan BB dapat diketahui dari
balance 6. Monitor input dan output cairan peningkatan BB yang ekstrim akibat
Terbebas dari edema, terjadinya penimbunan cairan ekstra seluler
efusi, anasarka, terbebas 3. Untuk mengetahui jumlah elektrolit pasien
dari distensi vena 4. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
jugularis, memelihara pasien
tekanan vena sentral,
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
tekanan kapiler paru, 5. Membantu memaksimalkan pengeluaran
output jantung dan vital cairan yang tertimbun di dalam tubuh pasien
sign dalam batas normal. 6. Mengetahui keseimbangan cairan pada pasien
2. Hydration (Wilkinson, 2006)
Terbebas dari kecemasan,
kelelahan atau bingung,
tidak ada dispneu atau
orthopneu
DAFTAR PUSTAKA