Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ACUTE

DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)


DI RUANG ICCU RSUP SANGLAH DENPASAR

Oleh
Kikianita Oktavia Eriyanti
NIM 112311101063

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan asuhan keperawatan Mistenia Gravis di ruang ICU telah disetujui dan
disahkan pada:
Hari, Tanggal : Oktober 2016
Tempat: Ruang ICU RSUP Sanglah Denpasar

Denpasar, Oktober 2016

Mahasiswa

Kikianita Oktavia Eriyanti , S.Kep


NIM 112311101063

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik,

Ns. I Made Oka Adnyana, S.Kep Ns. Baskoro Setiopuro, M.Kep


NIP 19730916 199603 1 001 NIP 19830505 200812 1 004
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)
Oleh: Kikianita Oktavia Eriyanti, S.Kep

A. Konsep Teori Penyakit


1. Pengertian
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda
akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun
diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF
dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami
sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (Mansjoer,2000).

2. Etiologi / Faktor Predisposisi


a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas
dan disfungsi sistemik
2. Komplikasi kronik IMA
3. Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup
yang sudah ada
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1. Volume overload
2. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3. Severe brain insult
4. Pasca operasi besar
5. Penurunan fungsi ginjal
6. Asma
7. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol (Smeltzer, 2000)

3. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi
predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu (Smeltzer, 2000) :
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang
asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.
a) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik
b) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.
c) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan
d) Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik
apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang
tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari
kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung
yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan
mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung.
Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air
(Price, 2005)
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik
vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru –
paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah
ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi
garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih
progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses
dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer
(Suyono, 2001).

5. Manifestasi Klinis
a. Sesak nafas ( dyspnea)
b. Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort)
c. Orthopnea
d. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk
dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
e. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai
batuk- batuk.
f. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat peningkatan
tonus simpatik
g. Batuk- batuk
h. Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri yang
dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai bercak
darah.
i. Mudah lelah (fatigue)
j. Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi
akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
akibat distres pernafasan dan batuk.
k. Adanya suara jantung S2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik
kiri atau disfungsi otot papilaris.
l. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara
bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
m. Pembesaran hepar
n. Terjadi akibat pembesaran vena di hepar. (Mansjoer, 2000).
o. Ascites.
p. Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
q. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)
r. Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
s. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
5. Gula darah
6. Kolesterol, trigliserida
7. Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
- Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
- Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
- Aritmia
- Perikarditis
c. Foto Rontgen Thorak, untuk melihat adanya :
- Edema alveolar
- Edema interstitiels
- Efusi pleura
- Pelebaran vena pulmonalis
- Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
- Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
e. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen), bertujuan
untuk :
- Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
- Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
- Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
- Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
- Mengetahui beratnya lesi katup jantung
- Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
- Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
- Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)

7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah (Dede, 2006) :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.

Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :


a. FC I : Non farmakologi
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
c. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.

Terapi non farmakologis meliputi :


 Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
 Pembatasan cairan
 Mengurangi berat badan
 Menghindari alcohol
 Manajemen stress
 Pengaturan aktivitas fisik

Terapi farmakologis meliputi (Tjay, 2007):


 Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
 Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
 Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
 Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat
ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ). Misal :
captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
 Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan produksi
urine pada syok kardiogenik.
Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
Hambatan aliran masuk
dari vena pulmonal

B. PATHWAY

Disfungsi Sistolik Preload Beban


afterload jantung
Gangguan
Diastoli
kontraksi
Hambatan c Simpatis
pengosongan afterloa
ventrikel Takikardi
Penuru Katekolamin
nan
curah CO Stroke
Tekanan
jantung CO
volume diastolic

Shock cardiogenic

Backwar Menghambat O2
Gagal jantung kiri Hambatan ventrikel d failure dari sistemik ke
kanan memompa paru
Atrim gagal memompa darah ke paru
ke ventrikel
Gangguan
Beban ventrikel kanan
pertukaran
Tekanan atrium kiri
gas
Hipertropi & ADHF
dilatasi Kurang
mengetahu
Gagal jantung Dekompensasi i prognosis
kanan penyakit
Bendungan Tekanan atrium kanan
paru
Edema
Edema paru Hambatan aliran ekstremit
masuk vena kava as Kurang
Suplai O2 superior & inferior pengeta
huan
Tekanan vena jugularis
Ketidakseimba
Mendesak ngan volume
organ GIT Hepatomegali cairan : lebih
dari
Gangguan kebutuhan Ansietas
pertukaran gas
Mendesak Perubahan
O2 dalam diafragma bentuk tubuh
sirkulasi metabolisme
berkurang anaerob
mual muntah
Gangguan
citra tubuh
penumpukan
asam laktat Nausea
Fungsi
hepar sesak
terganggu penurunan
Nyeri Akut
nafsu makan

Fungsi
tedoksikasi produksi ATP Ketidakseimbanga
berkurang n nutrisi : kurang
dari kebutuhan
energi

Resiko kelelahan Pola Nafas


Bed rest
infeksi Tidak
efektif
Intoleran
Mobilisasi
si
berkurang
penurnan penurnan penurnan aktivitas
sirkulasi ke sirkulasi ke otak sirkulasi ke
perifer renal
Sirkulasi
pening, gelisah, keterbatasan
dalam melakukan
terganggu
disorientasi
CRT > 2 penurunan urin aktivitas sehari –
output
dt hari
Resiko dikubitus
Risiko Ketidakefektifa
Ketidakefektifa n perfusi Ketidakseimbanga
n perfusi jaringan perifer n volume cairan :
jaringan perifer kelebihan volme Risiko
Kerusakan
integritas kulit

Defisit Self Care


C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya
benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji
adanya suara nafas tambahan.
3) Circulation
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;
Takikardia , Nadi apical ; Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik,
S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan
diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ;
pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ;
pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ;
mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit.
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan
diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit dan perilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1 Resiko penurunan Tujuan: 1. Evaluasi nyeri dada 1. Melihat karakteristik
curah jantung (seperti intensitas, nyeri yang dialami
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan lokasi, durasi dan pasien sehingga akan
perubahan keperawatan selama 3x24 jam
faktor yang mempengaruhi tidakan
kontraktilitas jantung pasien menunjukkan penurunan
memberatkan) keperawatan yang
curah jantung tidak terjadi
2. Monitor tanda-tanda diberikan
Kriteria hasil: vital 2. Mengetahui
3. Kaji sirkulasi perkembangan keadaan
a. Tanda vital dalam rentang komprehensif pasien
normal memeriksa nadi 3. Mengkaji status sirkulasi
TD: 120/80 mmHg perifer, warna kulit perifer pasien
dan odem 4. Mengetahui kebutuhan
N: 60-100x/menit 4. Monitor intake dan intake dan output pasien
RR: 18-20x/menit output cairan 5. Posisi tirah baring
5. Pertahankan posisi diharapkan ekspirasi
S: 36,5-37,5 derajat celcius tirah baring pada dada pasien lebih
b. Dapat mentoleransi aktivitas posisi semifowler optimal
dan tidak ada kelelahan yang nyaman 6. Meningkatkan
c. Tidak ada edema paru, perifer 6. Berikan oksigen kebutuhan oksigen
dan asites sesuai kebutuhan 7. Mengatasi gejala yang
d. Tidak ada penurunan kesadaran 7. Kolaborasi pemberian muncul dan menurunkan
obat tekanan darah
2 Ketidakefektifan pola Tujuan: 1. Posisikan dengan 1. Untuk memaksimalkan
nafas berhubungan posisi semi fowler/ ventilasi
Setelah dilakukan tindakan
dengan penurunan setengah duduk 2. Untuk mengetahui
keperawatan selama 3x24 jam
suplai oksigen 2. Auskultasi suara adanya kelaianan bunyi
pasien menunjukkan keefektifan
pola nafas nafas, catat adanya nafas
suara tambahan 3. Manifestasi kardio
Kriteria hasil: 3. Monitor vital sign pulmonal dari upaya
4. Berikan terapi oksigen jantung dan paru untuk
1. Tidak ada sianosis
2. Mendemonstrasikan batuk sesuai kebutuhan membawa jumlah
5. Berikan dan ajarkan oksigen adekuat ke
efektif dan nafas dalam
3. Menunjukkan jalan nafas yang pasien tentang tehnik jaringan.
paten (klien tidak merasa relaksasi untuk 4. Sebagai salah satu terapi
tercekik, irama nafas, memperbaiki pola keperawatan non-
frekuensi pernafasan dalam nafas farmakologi
rentang normal, tidak ada 5. Sebagai salah satu terapi
suara nafas abnormal keperawatan non-
4. Tanda-tanda vital dalam farmakologi
rentang normal tekanan darah
=120/80 mmHg, nadi= 60-
100x/menit, pernafasan= 18-
20x/menit)

3 Intoleransi aktivitas Tujuan: 1. Kaji 1. Mengetahui penyebab


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan adanya faktor yang terjadinya kelelahan yang
ketidakseimbangan keperawatan selama 3x24 jam menyebabkan keleahan dialami pasien
suplai oksigen pasien dapat mentoleransi 2. Monito 2. Mengetahui perkembangan
aktivitas r respon kardiovaskuler pasien terkait intoleransi
terhadap aktivitas aktivitas selama sakit
Kriteria hasil: (takikardi, disritmia, 3. Pasien masih mampu
a. Berpartisipasi dalam aktivitas sesak nafas, pucat, melakukan aktivitas minimal
fisik tanpa disertai perubahan yang dapat dilakukan
peningkatan tekanan darah, hemodinamik) 4. Alat bantu jalan untuk
nadi dan RR 3. Bantu membantu pasien beraktivitas
b. Peningkatan toleransi pasien untuk 5. Untuk mempermudah dalam
aktivitas mengidentifikasi pemenuhan ADL pasien
aktivitas yang dapat 6. Kebutuhan ADL pasien
dilakukan terpenuhi
4. Bantu 7. Pasien merasa dirinya masih
untuk mendapatkan alat mampu melakukan aktivitas
bantu untuk beraktivitas
5. Identifi
kasi kebutuhan pasien
akan alat bantu ADL
6. Bantu
pasien dalam pemenuhan
ADL sampai mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius ;
Dede Kusmana. 2006. “Pencagahan dan Rehabilitas Penyakit Jantung Koroner”
Jurnal Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ekawati. 2010. Upaya Mencegah Penyakit Jantung dengan
Olahraga.Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta: Pendidikan
Olahraga danKesehatan, Fakultas Keguruan dan Ilmu.
Tjay . H dan Kirana, R. 2007. Obat-obat Penting Edisi VI. Jakarta Elex Media
Komputindo.

Mansjoer Arif dkk.2001. “Kapita Selekta Kedokteran”. Edisi III, Jakarta :Media
Aesculapius.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s. 2000. Textbook of Medical
– Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC

Suyono, S, et al. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2005. “Patofisiologi Konsep Klinis,


Proses-proses, dan Penyakit” Edisi 6. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai