oleh
Ria Novitasari, S.Kep
NIM 122311101022
TIM PEMBIMBING,
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,
( ) ( )
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
ACUTE DECOMPESATED HEART FAILURE DI RUANG ICCU
RSUP SANGLAH DENPASAR BALI
2. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC)
dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi
predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu:
a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau tanda
dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang mengidap
hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang asimptomatis.
Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi ejeksi LV rendah,
riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini atau
sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan penurunan
toleransi aktivitas.
d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional yaitu:
a. Functional Class I (FC I) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik.
b. Functional Class II (FC II) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman saat
istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas
biasa.
c. Functional Class III (FC III) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman saat
istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan aktivitas
biasa ringan/
d. Functional Class IV (FC IV) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik apapun,
dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.
3. Etiologi
a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan
disfungsi sistemik
2) Komplikasi kronik IMA
3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi
d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia
supraventrikuler, dan lain-lain)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang
sudah ada.
f. Stenosis katup aorta berat
g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3) Severe brain insult
4) Pasca operasi besar
5) Penurunan fungsi ginjal
(Sjamsuhidayat, 2014)
4. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang
tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari
kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung
yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan
mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung.
Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun
iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk
memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi
penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik
vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru –
paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan
kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah
jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi,
maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut.
Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh
sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak
diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.
(Price & Wilson, 2006).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Bulechel (2013) tanda dan gejala ADHF antara lain:
a. Nyeri dada
b. Sesak napas (dyspnea), muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort).
c. Orthopnea.
d. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk dengan
menggunakan bantal lebih dari satu.
e. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari disertai
batuk- batuk.
f. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat peningkatan tonus
simpatik.
g. Batuk- batuk, terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium
kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai
bercak darah.
h. Mudah lelah (fatigue), terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang
terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.
i. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi bilik kiri
atau disfungsi otot papilaris.
j. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara bertahap
bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
k. Hepatomegali, terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
l. Ascites, bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
m. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari), terjadi karena perfusi ginjal dan curah
jantung akan membaik saat istirahat.
Menurut The Consensus Guideline in The Management of Acute Decompensated Heart
Failure tahun 2006, manifestasi klinis ADHF antara lain:
a. Volume Overload
1) Dipsnea saat melakukan kegiatan
2) Orthopnea
3) Paroxysmal nocturnal dypsnea (PND)
4) Ronkhi
5) Nyeri dada
6) Cepat kenyang
7) Mual dan muntah
8) Hepatosplenomegali, hepatomegali, atau splenomegali
9) Distensi vena jugularis
10) Reflex hepatojugular
b. Hipoperfusi
1) Kelelahan
2) Perubahan status mental
3) Penyempitan tekanan nadi
4) Hipotensi
5) Ekstremitas dingin
6) Perburukan fungsi ginjal
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
1) Hematologi: Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit: K, Na, Cl, Mg
3) Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
4) Gangguan fungsi ginjal dan hati: BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya:
1) Penyakit jantung koroner: iskemik, infark
2) Pembesaran jantung (LVH: Left Ventricular Hypertrophy)
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya:
1) Edema alveolar
2) Edema interstitiels
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
Menggambarkan ruang-ruang dan katup jantung.
(Bulechek, 2013)
7. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2009) tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung
adalah:
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis.
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik, diet dan
istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya).
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut:
a. FC I: Non farmakologi.
b. FC II & III: Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik, digitalis.
c. FC IV: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Terapi non farmakologis meliputi:
a. Diet rendah garam (pembatasan natrium).
b. Pembatasan cairan.
c. Mengurangi berat badan.
d. Menghindari alcohol.
e. Manajemen stress.
f. Pengaturan aktivitas fisik
Terapi farmakologis meliputi:
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide (lasix).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel. Misal: natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat
ini juga menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Misal:
captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik (Dopamin dan Dobutamin). Dopamin digunakan untuk meningkatkan
tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik. Dobutamin
menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan juga
menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah.
Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
8. Pathway
Menimbulkan faktor ventrikel: - Asupan garam ↑
Faktor predisposisi areri koronenr, hipertensi, - ketidakpatuhan menjalani
dan pencetus kardiomiopati, penyakit pengobatan anti gagal jantung
- IMA
pembuluh darah, penyakit
- Hipertensi
jantung kongenital, aritmia - Aritmia akut
- Demam atau infeksi
- Emboli paru
Keadaan yang membatasi
- Anemia
pengisian ventrikel: - Tirotoksikosis
stenosis mitral, - Kehamilan
kardiomiopati, penyakit - Endokarditis inefektif
perikardial, infeksi, infark
Kebutuhan Hambatan
Kotraktilitas Beban sistolik > sirkulasi tubuh ↑ pengisian ventrikel
V dan P akhir
miokard ↓ kemampuan diastolik dalam
ventrikel (sistolic ventrikel ↑
Kerja jantung Output ventrikel
overload)
Stroke volume dan maksimal ↓
cardiac output ↓
Kontraktilitas
CO ↓ CO ↓
↓
CO ↓
Beban Jantung ↑
Penurunan curah
jantung
Gagal jantung
Gagal pompa ventrikel kiri Backward failure Gagal pompa ventrikel kanan
Aldosteron ↑
Metabolisme Sinkop Tekanan Bendungan vena sistemik,
anaerob penimbunan asam laktat
kapiler paru ↑
ADH ↑
↓ ATP ↓ perfusi Edema Beban vent Lien Hepar
jaringan Retensi Na + paru kanan ↑
H2O
Splenom Hepatom
Fatigue
Terdapat Hipertropi egali egali
Risiko tinggi kelebihan jarak (cairan vent kanan
Intoleransi aktivitas volume cairan ↑) antara
alveolus- Mendesak
Penyempitan diafragma
kapiler
vent kanan
Kelemahan fisik
Sesak napas
Gangguan
Ketidakmampuan pertukaran gas
menjalankan Ketidakefektifan pola
ibadah
napas
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Intervention Classification (NIC). Oxford: Elcevier
Lerner, P Shet , Schoenberg, P Mark, Sternber N Cora. (2016). Textbook of Bladder Cancer.
Taylor & Francis Group.
Mansjoer, A., dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Moorhead, S., Johnson, M., Meridean L. Maas., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcome
Classification (NOC). Oxford: Elcevier
Price, S., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume II. Edisi VI.
Jakarta: EGC.
Shulman, T Stanford. (2014). Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Gadjah Mada
University, Yogyakarta.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. (2014). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta : EGC.