BEDAH
DISUSUN OLEH :
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN
( ) ( )
Mahasiswa
( Vika Vijayanti )
190300701
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Gagal Jantung Akut didefinisikan sebagai: timbul gejala sesak nafas secara cepat
(< 24 jam) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolik atau
irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir ( afterload ) atau
kontraktilitas dan keadaan ini dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan
tepat (ESC 2005 ).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung
(dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu
memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah
tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons
dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam
beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh
klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
B. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:
Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume
Sekuncup (SV: Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf
otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi
ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang
akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal
ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka
akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume
darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi
ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi
ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu
efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan
cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan
peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel
kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan
peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat
vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi
peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilat
C. Pathways
D. Tanda dan Gejala
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya
curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan
nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan
vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap
latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
Sumber: Niken Jayanthi (2010)
Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan
1. Terjadi dispnea atau ortopnea 1. Pitting edema, dimulai dari tumit dan
(kesukaran bernafas saat berbaring) kaki kemudaian nai ke tungkai, paha
2. Paroxysmal nocturnal dispnea (POD) dan area genetelia eksterna, anggota
yaitu ortopnea yang hanya terjadi tubuh bagian bawah.
pada malam hari 2. Hepatomegali
3. Batuk, bisa kering atau basah 3. Distensi vena leher
(berdahak) 4. Asites
4. Mudah lelah 5. Anoreksia dan mual
5. Gelisah dan cemas karena terjadi 6. Nokturia (rsa ingin kencing di malam
gangguan oksigenasi jaringan dan hari)
stress akibat kesakitan berfas 7. Lemah
b) Pemeriksaan Fisik
1. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi
aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean
arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s,
murmur.
2. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang
kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna
kulit pucat, dan pitting edema.
Diagnosa Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
2 Perfusi jaringan tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
penurunan aliran darah sistemik pada klien selama ... x 24 jam, klien Peripheral Sensation Management (Manajemen
dapat memiliki perfusi jaringan yang sensasi perifer)
efektif, status sirkulasi yang baik : 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
Circulation status terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Tissue Prefusion : cerebral 2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
kriteria hasil: jika ada lsi atau laserasi
1. Menunjukkan perfusi jaringan yang 3. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
baik dengan tidak ada edema, urin 4. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
normal, tidak ada sesak nafas dan 5. Kolaborasi pemberian analgetik
tidak ada penggunaan otot bantu 6. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
pernafasan
Circulatory care :
1. Kaji secara komprehensif sensasi perifer (cek
tekanan perifer, kapilary refil, warna dan suhu
ekstremitas)
2. Evaluasi edema dan tekanan perifer
3. Ubah posisi klien
4. Ajarkan kepada klien tentang cara mencegah stasis
vena.
3 Penurunan kardiak output b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Circulatory Care
peningkatan stroke volume preload pada klien selama ... x24 jam klien 1. Monitor gejala gagal jantung dan penurunan CO
dan afterload dapat memiliki kardiak outpot efektif termasuk nadi perifer yang kualitasnya menurun,
dengan: kulit dan ekstremitas dingin, peningkatan RR,
dipsnea, peningkatan HR, distensi vena jugularis dan
- Pompa jantung efektif
edema
- Status sirkulasi
2. Observasi kebingungan, kurang tidur dan pusing
- Status tanda vital
3. Observasi adanya nyeri dada/ketidaknyamanan,
- Perfusi jaringan
lokasi, penyebaran, keparahan, kualitas, durasi,
manifestasi yang memperburuk dan mengurangi
Kriteria hasil: 4. Jika ada nyeri dada, baringkan klien, monitor ritme
Menunjukkan kardiak output yang jantung, beri oksigen dan beri tahu dokter jaga
adekuat ditandai dengan TD, nadi, ritme 5. Monitor intake dan output tiap 24 jam
normal, nadi perifer kuat, melakukan 6. Catat hasil EKG dan rongten dada
aktivitas tanpa dipsnea 7. Kaji hasil lab, nilai AGD, elektrolit termasuk
kalsium
8. Monitor CBC, Na, kreatinin serum
9. Memberi oksigen sesuai kebutuhan
10. Posisikan klien dalam posisi semi fowler atau posisi
yang nyaman
11. Cek TD dan nadi sebelum medikasi jatung spt ACE
inhibitor, digoxin dan β bloker. Beritahu dokter bila
nadi dan TD rendah sebelum medikasi
12. Pastikan klien bedrest dan melakukan aktivitas yang
dapat ditoleransi jantung
13. Berikan makanan rendah garam, kolesterol
14. Berikan lingkungan yang tenang dengan
meminimalkan gangguan/stressor. Jadwalkan
istirahat setelah makan dan aktivitas
Manajemen Nutrisi
1. Kaji dan diskusikan dengan ahli gizi kebutuhan
kalori dan jenis makanan sesuai diit pasien(rendah
garam/natrium)
2. Pastikan intake nutrisi pasien terpenuhi
Terapi Oksigen
1. Bersihkan saluran nafas dan pastikan airway paten
2. Siapkan peralatan oksigenasi
3. Kelola suplemen O2 sesuai indikasi
4. Monitor terapi O2 dan observasi tanda keracunan
5 Kelebihan volume cairan b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluid management
gangguan mekanisme regulasi selama .. x 24 jam diharapkan volume 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
cairan efektif dengan : 2. Pasang urin kateter jika diperlukan
Electrolit and acid base balance 3. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan
Fluid balance (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
4. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
PAP, dan PCWP
Kriteria hasil:
5. Monitor vital sign
1. Terbebas dari edema, efusi, 6. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
anaskara CVP , edema, distensi vena leher, asites)
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada 7. Kaji lokasi dan luas edema
dyspneu/ortopneu 8. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
3. Terbebas dari distensi vena intake kalori harian
jugularis, reflek hepatojugular (+) 9. Monitor status nutrisi
4. Memelihara tekanan vena sentral, 10. Berikan diuretik sesuai interuksi
tekanan kapiler paru, output 11. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi
jantung dan vital sign dalam dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l
batas normal 12. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
5. Terbebas dari kelelahan, memburuk
kecemasan atau kebingungan Fluid Monitoring
6. Menjelaskanindikator kelebihan 1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
cairan eliminaSi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
hati, dll )
3. Monitor serum dan elektrolit urine
4. Monitor serum dan osmilalitas urine
5. Monitor BP, HR, dan RR
6. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan
irama jantung
7. Monitor parameter hemodinamik infasif
8. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
9. Monitor tanda dan gejala dari odema
6 Cemas b/d penyakit kritis, takut Setelah dilakukan tindakan … x 24 jam NIC :
kematian diharapkan cemas dapat teratasi Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
dengan: 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
Anxiety control 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
Coping pasien
Impulse control 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Kriteria hasil: 4. Pahami prespektif pasien terhdap situasi stres
5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
1. Klien mampu mengidentifikasi
mengurangi takut
dan mengungkapkan gejala
6. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
cemas
2. Mengidentifikasi, tindakan prognosis
mengungkapkan dan 7. Dorong keluarga untuk menemani anak
menunjukkan tehnik untuk 8. Lakukan back / neck rub
mengontol cemas 9. Dengarkan dengan penuh perhatian
3. Vital sign dalam batas normal 10. Identifikasi tingkat kecemasan
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 11. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas kecemasan
menunjukkan berkurangnya 12. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
kecemasan ketakutan, persepsi
13. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
14. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
1. Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang:
UNDIP
2. Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam
http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses pada
tanggal 18 November 2019)
3. Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
4. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
5. Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
6. Nanda. 2012-2014. Diagnosis Keperawatan Nanda, EGC : Jakarta. 2012.
7. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
8. Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika.