Anda di halaman 1dari 27

A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesenambungan tulang dan
sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. Luka dan
fraktur dapat menyebabkan perdarahan . Perdarahan adalah keluarnya
darah dari ruang vaskuler ( BTCLS-GADAR Medik Indonesia, 2013).
Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim, meskipun tulang patah,
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan
lunak, perdarahan ke otot dan sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ yubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang ( Smeltzer
and bare, 2002).
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
2. Jenis Fraktur Femur
a. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi
diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah. Fraktur di daerah kaput, kolum, trokanter,
suprakondilus, biasanya memerlukan tindakan operatif.
Manifestas klinis, daerah paha yang patah tulangnya sangat
membengkak, ditemukan funtio laesa, nyeri tekan, dan nyeri gerak.
Tampak adanya deformitas angulasi ke lateralatau angulasi anterior,
endo/eksorotasi. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada
fraktur 1/3 tengah femur , saat pemeriksaan harus diperhatikan pula
kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya
ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga keadaan nervus
siatika dan arteri dorsalis pedis.
Penatalaksanaan, pada fraktur tertutup, untuk sementara
dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck, atau didahului
pemakaian thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi.

1
Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
kerusakan jaringan lunak lebih lanjut disekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat di pilih pengobatan non-operatif
atau operatif. Fraktur batng femur pada anak-anak umumna dengan
terapi non-operatif karena akan menyambung dengan baik.
Pendekatan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena kemudian
hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini
dimungkinkan karena daya proses remodelling pada anak-anak.
1) Pengobatan Non-operatif
Dilakukan traksi skeletal,yang sering metode perkin dan
metode balance skeletal traction, pada anak usia 3 tahun
digunakan traksi kulit bryant, sedangkan pada anak usia 3-
13 tahun dengan traksi rusell.
 Metode Parkin. Pasien tidur telentang, satu jari
dibawah tuberositas tibia dibor dengan steinman
pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan
3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12
minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup
kuat. Sementara, itu tungkai bawah dapat dilatih
untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
 Metode balance skeletal traction. Pasien tidur
telentang . satu jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha
ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan
sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus
yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat
waktu rawat, setelah distraksi 8 minggu, di pasang
gips hemispica atau cast bracing.
 Traksi kulit Bryant. Anak tidur telentang di tempat
tidur. Kedua tungkai di pasang traksi kulit,
kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali
yang diberi beban 1-2 kg sampai kedua bokong
anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
 Traksi Russell, anak tidur telentang . dipasang
plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah
popliteal , sling dihubungkan dengan tali yang
dihubungkan dengan beban penarik. Untuk

2
mempersingkat waktu rawat , setelah 4 minggu
distraksi , dipasang gips hemispica karena kalus
yang terbentuk belum kuat benar.
2) Pengobatan operatif
Indikasi operasi antara lain :
 Penanggulangan non-operatif gagal
 Fraktur multiple
 Robeknya arteri femoralis
 Fraktur patologis
 Fraktur pada organ-organ tua
Pada fraktur 1/3 tengah baik untuk unutk dipasang intramedullary
nail. Terdapat macam-macam intermedullary nail untuk femur, diantaranya
kuntscher nail, A0 nial, dan interlocking nail. Operasi dapt dilakukan dengan
cara terbuka atau tertutup . cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit fasia
sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograd. Cara
interlocking nail dilakukan dnegan tanpa menyayat didaerah yang patah. Pen
dimasukkan melalui ujung trokentar mayor dengan bantuan image intensifer.
Tulang dapat di reposisi dan pen dapat masuk kedalam fragmen bagian distal
melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayata
lebar dan perdaraha terbatas.
Komplikasi, komplikasi akut dari fraktur femur ini adalah syok dan
emboli lemak. Sedangkan, komplikasi lambat yang dapat terjadi adalah
delayed union, non union, malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi, dan
gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

b. Fraktur kolum femur


Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dnegna
posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras
seperti jalananan. Pada trauma tidak langsung, fraktur kolum femur
terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah .
kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis.
Fraktur kurang stabil bila arah sudut garis patah lebih besar
dari 30̊ (tipe II atau tipe III menurut pauwell). Fraktur subkapital yang
kurang stabil atau fraktur pada pasien tua lebih besar kemungkinannya
untuk terjadinya nekrosisi avaskular.

3
Manifesasi klinis, pada pasien muda biasanya mempunyai
riwayat kecelakaan berat, sedangkan pasien tua biasanya hanya
riwayat trauma ringan, isalnya terpeleset. Pasien tak dapat berdiri
karena sakit panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan
endorotasi. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi , fleksi,
eksorotasi , kadang juga terjadi pemendekan . pada palpasi sering
ditemukan adanya hematoma di panggul. Pada tipe impaksi biasanya
pasien masih bisa berjalan disertai sakit yang tidak begitu hebat.
Tungkai masih tetap dalam posisi netral.
Penatalaksanaan, konservatif dengan traksi kulit selama 3
minggu, dilanjutkan latihan jalan dengan tongkat ( do nothing) atau
operasi prostesis austin moore hemi artoplasti ( do something)
( Kapita Selekta, 2002)

3. Anatomi Fisiologi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang
membentuk sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
meyimpan dan mengatur kalsium dan pospat. Komponen-komponen
utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik
(kolagen, proteoglikan). Kalsium dan phospat membentuk suatu kristal
garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.
Sekitar 70 % dari osteoid adalah kolagen tipe 1 yang kaku dan
memberikan ketegaran tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga
menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat. Hampir
semua tulang berongga dibagian tengahnya.
Struktur demikian memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan
bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari
susunan kolagen danmineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat
berbentuk anyaman atau lameral. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat
saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah
terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang
yang lebih dewasa yang berbentuk lameral. Pada orang dewasa tulang
anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma
osteogenik terdiri dari tulang anyaman . tulang lameral terdapat seluruh

4
tubuh orang dewasa.tulang lameral tersusun dari lempengan-lempengan
yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal. Pola
susunan semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel:
osteoblas, osteosid dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau
jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika
sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Osteosit
adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang
dapat diabsorbsi. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti
yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada
vitamin D hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang.
Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara
lain dengan meningkatlan absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus
(Price dan Wilson: 1995)
Tulang femur adalah tulang terpanjang yang ada di tubuh kita. Tulang
ini memiliki karakteristik yaitu:
 Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang
panggul. Dia terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,
halus dan ditutupi dengan tulang rawan sendi. Konfigurasi ini
memungkinkan area pegerakan yang bebas. Bagian caput
mengarah ke arah medial, ke atas, dan kedepan acetabulum. Fovea
adalah lekukan ditengah caput, dimana ligamentum terus
menempel. Collum femur membentuk sudut 125̊ dengan corpus
femur. Pengurangan dan pelebaran sudut yang patologis masing –
masing disebut deformitas coxa vara dan coxa valga.
 Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung
diatasnya terdapat
trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat
trochanter minor. Bagian anteriornya yang kasar yaitu line
trochanteric membatasi pertemuan antara corpus dan collum.
Linea aspera adalah tonjolan yang berjalan secara longitudinal

5
sepanjang permukaan posterior femur, yang terbagi, pada bagian
bawah menjadi garis garis suprakondilar. Garis suprakondilar
medial berakhir pada adductor tubercle.
 Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan
lateralfemur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang
permukaan persendian dengan tibia pada sendi lutut. Lateral
epycondilus lebihmenonjol dari medila epycondilus, hal ini untuk
mencegah pergeseranlateral dari patella. Kondilus– kondilus itu
didipisahkan bagian posteriornya dengan sebuah intercondylar
notch yang dalam. Femur bawah pada bagian anteriornya halus
untuk berartikulasi dengan bagian posterior patella.
 Anatomi normal osseus pada femur cukup jelas. Proyeksi normal x
– raynya adalah AP dan lateral. Jika terdpat Fraktur femur
sebenarnya sangat jelas, seperti yang biasa diperkirakan, mungkin
saja frakturnya transversal,spiral, atau comminut fraktur, dengan
variasi sudut dan bagian – bagian yang tumpang tindih.

4. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai
latihan lari.

5. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.

6
b. Hilangnya fungsi dan deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot berrgantung pada integritas
tulang tempat melengketnya otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot
yang melengket di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Krepitus
Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainya.
e. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

6. Klasifikasi Fraktur
6.1 Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar di bagi menjadi 2 antara lain:
Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
i. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
ii. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
iii. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
iv. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
a) Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman
dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

7
Derajat patah tulang terbuka :
i. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
ii. Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
iii. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
6.2 Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b) Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah
satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering
disebut green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2006) kekuatan
dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh
tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang.
6.3 Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma ada 5 yaitu:
a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi
juga.
c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

6.4 Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:


a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

8
saling berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama (Mansjoer: 2000).

7. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,
2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang
di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri

9
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson: 1995).

8. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
8.1 Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang
biasa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan
ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b) Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c) Sindroma Kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf
dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan
edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang
intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah
tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal
ini menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan
kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya
timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan
jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi
pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat,
seperti lengan.resiko terjadinya sinrome kompartemen paling besar
apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena
pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada
ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat
menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan

10
hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat
terjadi (Corwin: 2009)
d) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
e) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
f) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan
di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare,
2001).
8.2 Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal
union, delayed union, dan non union.
a) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut,
atau miring. Conyoh yang khas adalah patah tulang paha yang
dirawat dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi
dimana kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang
yang patah kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gibs dibung
ternyata anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke
luar, dan penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk
berada dalam posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat dicegah
dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu melakukan
reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik mungkin terutama
pada masa awal periode penyembuhan.
Gibs yang menjadi longgar harus diganti seperlunya. Fragmen-
fragmen tulang yang patah dn bergeser sesudah direduksi harus
diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan

11
radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan
reduksi berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan
tindakan operasi.
b) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
c) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang merupakan faktor
predisposisi dari nonunion, diantaranya adalah reduksi yang tidak
benar akan menyebabkan bagian-bagian tulang yang patah tetap
tidak menyatu, imobilisasi yang kurang tepat baik dengan cara
terbuka maupun tertutup, adanya interposisi jaringan lunak
(biasanya otot) diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera
jaringan lunak yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran
darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak suplai
darah ke satu atau lebih fragmen tulang.

9. Penyembuhan Fraktur
Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak di sekitarnya juga
rusak, periosteum terpisah dari tulang, dan terjadi perdarahan yang cukup
berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, bekuan akan
membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitif
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas.
Kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang
merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus) di sekitar
lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan
lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen
(penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh
osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi
fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani

12
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi.
Kalus tulang akan mengalami re-medolling di mana osteoblas akan
membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian
yang rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai
keadaan tulang aslinya. (Price: 1995)

10. Penatalaksanaan
10.1 Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok
atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai
di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam,
komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian
lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih
berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung,
tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai
yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga
diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih
lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi
sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat
dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat
juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan

13
ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang
cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di
distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan
perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih
(steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen
tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang
diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat
dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong
pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
10.2 Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal
harus menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah
yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit
sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (mis;
sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan yang
sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna
atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah
ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim
dilakukan :
 Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu
dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
 Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah
direduksi dengan skrup, plat, paku dan pin logam
 Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft
autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki
penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti
tulang yang berpenyakit.
 Amputasi : penghilangan bagian tubuh
 Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan
artroskop (suatu alat yang memungkinkan ahli bedah

14
mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
atau melalui pembedahan sendi terbuka
 Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah
rusak
 Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi
dengan bahan logam atau sintetis
 Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan
artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis
 Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk
memperbaiki fungsi
 Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk
menghilangkan konstriksi otot atau mengurangi
kontraktur fasia (Ramadhan: 2008)

3. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d. Bedrest, Fisioterapi
(Ramadhan: 2008)

11. Prinsip 4 R pada Fraktur


Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada
waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
a) Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
b) Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan

15
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin
sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,
2002).
c) Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,
atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi
intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga
pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan
distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga
dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,
2000).
d) Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,
harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer,
2000).
12. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau
trauma .
b) Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c) Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh

16
pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress
normal setelah trauma.
d) Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
e) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
f) Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel, atau cedera hati (Dongoes: 1999)

17
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FRAKTUR

B. Konsep asuhan keperawatan gawat darurat


1. Pengkajian
a. Primary survey
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi /aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis
pada tahap lanjut.
b. Pengkajian sekunder
1) Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
 Keterbatasan mobilitas
2) Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Capilary refill melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
d) Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 Kelemahan
e) Kenyamanan

18
 nyeri tiba-tiba saat cidera
 spasme/ kram otot
f) Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan local

19
20
2. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


NO INTERVENSI RASIONALISASI
KEPERAWATAN HASIL
1. Gangguan rasa INDEPENDEN:
nyaman: Setelah dilakukan tindakan Pertahankan imobilisasi pasien yang Menghilangkan nyeri dan mencegah
Nyeri s/d perubahan keperawatan selama 3x24 jam, sakit dengan tirahbaring, gips, kesalahan posisi tulang/ tegangan jaringan
fragmen tulang, luka diharapkan nyeri berkurang hilang pembebat, traksi. yang cidera.
pada jaringan lunak, dengan KH:
pemasangan back slab,  Menyatakan nyeri hilang Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang Meningkatkan aliran balik vena,
stress, dan cemas  Klien tampak rileks terkena. menurunkan edema, menurunkan nyeri.
 Klien dapat mengontrol
nyeri Hindari penggunaan sprei/ banatal Dapat meningkatkan ketidaknyamanan

 Skala nyeri 1-3 plastik dibawwah ekstrimitas dalam karena meningkatkan perbedaan panas gips

 Klien bebasbergerak gips. yang kering.

Evalusai kelyhan nyeri (karakteristik, Tingkat ansietas dapat mempengaruhi


intensitas,durasi) persepsi/ reaksi terhadap nyeri.
(skala 0-10) Untuk mempersiap- kan mental serta agar
pasien berpartisipasi pada setiap tindakan
yang akan dilakukan.

21
KOLABORASI:
Pemberian obat-obatan analgesik Mengurangi rasa nyeri

2. Potensial infeksi INDEPENDEN:


sehubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Kaji tanda-tanda vital, suhu, luka-luka, Dapat mengindikasi timbulnya infeksiluka/
luka terbuka. keperawatan selama 3x24 jam, peningkatan nyeri,eritema drainase/ bau nekrosis jaringan yang sama osteomelitis.
diharapkan tidak terjadi tanda- tidak enak.
tanda infeksi: Observasi luka, pembentukan bulae, Tanda perkiraan infeksi gas ganggren.
 rubor, kalor, dolor, fungsi krepitasi, perubahan warna kulit, bau
laesa. drainase yang tidak enak.
 Eritema, bebas dari Kasi jumlah dan tipe drainase.
drainase puluren Ganti balutan. Menurunkan terjadinya infeksi.
Panatau hemodnamik: tp curah hg. .
Pertahankan haluaran urine dan nutrisi.
KOLABORASI:
Awasi periksaan lab:
 Hitung darah lengkap Anemia dapt terjadi pada osteomielitis.
Berikan obat sesuai indikasi:
 antibiotika dan TT (Toksoid Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
Tetanus) secara protilaksis.

22
3. Gangguan aktivitas INDEPENDEN:
sehubungan dengan Kaji tingkat im- mobilisasi yang Pasien akan mem- batasi gerak karena
kerusakan disebabkan oleh edema dan persepsi salah persepsi (persepsi tidak pro-
neuromuskuler skeletal, pasien tentang immobilisasi ter- sebut. posional)
nyeri, immobilisasi. Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas
rekreasi (menonton TV, membaca kora, Memberikan ke- sempatan untuk me-
dll ). ngeluarkan energi, memusatkan per-
hatian, meningkatkan perasaan mengontrol
diri pasien dan membantu dalam
mengurangi isolasi sosial.
Menganjurkan pasien untuk melakukan Meningkatkan aliran darah ke otot dan
latihan pasif dan aktif pada yang cedera tulang untuk me- ningkatkan tonus otot,
maupun yang tidak. mempertahankan mobilitas sendi, men-
cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca
yang tidak digunakan.
Membantu pasien dalam perawatan diri Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi
otot, meningkatkan pasien dalam me-
ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan
pasien untuk sembuh.
Auskultasi bising usus, monitor kebiasa Bedrest, penggunaan analgetika dan pe-
an eliminasi dan menganjurkan agar rubahan diit dapat menyebabkan

23
b.a.b. teratur. penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
Mempercepat proses penyembuhan,
Memberikan diit tinggi protein , vitamin mencegah penurunan BB, karena pada
, dan mi- neral. immobilisasi biasanya terjadi penurunan
BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.

KOLABORASI :
Konsul dengan bagi- an fisioterapi Untuk menentukan program latihan.
4. Kerusakan pertukaran INDEPENDEN:
gas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Awasi frekuensi pernapasan dan Takipnea, dispnea, perubahan mental tanda
dengan trauma keperawatan selama 3x24 jam upayanya perhatikan stridor, retraksi , dini insuficiensi pernapasan, emboli paru
pulmonal (ARDS) diharapkan: penggunaan otot bantu , sianosis yang berakibat oada distress pernapasa /
 Fungsi pernapasan adekuat kegagalan.
 Tidak ada sinaosis/dispneu Auskultasi bunyi napas: hipersonor, Perubahan dalam atau adanya byunyi
 Frekuensi pernapasan ronki / mengi / ngorok / sesak napas. adventigius menunjukkan terjadinya
normal dan GDA dalam komplikasi pernapasan cont : atelaktasis,
rentang normal inspirasi mengorok.

24
Atasi pinggang cidera/ tulang dengan Mencegah terjadinya emboli lemak(12-72
lembut. jam pertama).
Meningkatkan ventilasi alveular dan
Berbalik,batuk, napas dalam jika pasien pertusi, reposisi meningkatkan drairage
tidak pada ventilasi mekanis. sekret dan menurunksn kongesti pada area
pan dependent.
Observasi sputum untuk adanya darah Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli
pan

KOLABOARASI
Diberikan O2 tambahan sesuai indikasi Meningkatkan sediaan untuk oksigenasi
optimal jaringan
Awasi pem. Lab: Menurunkan PA O2 peningkatan PACO2
 Seri GDA
Diberikan obat sesuai indikasi:
 Heparin Blok siklus pembekua dan mencegah
 Krotikostiroid bertambahnya pembekuan pada adanya

 Brunkdiatue sesuai indikasi trumbutlebitis.(bengkak,kemerahan, nyeri)


Mencegan dan mengatasi emboli lemak

Sedasi sesuai permintaan untuk


meminimalkan keb. Oksigen

25
Pertahankan dan bantu pasien dengan
pemasangan selang dada

Siapkan untuk trakostomi Ventilasi jangka panjang.

26
C. DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan
Keperawatan Padjadjaran.YPKAI: Bandung
Price A.S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer,S.C & Bare B.G. (2006) . Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi 8.
EGC : Jakarta
Mansjoer,dkk. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Media
Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Sartono, dkk. (2013). Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS. GADAR MEDIK
INDONESIA
Hudak, Gallo. (1996). Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV. EGC :
Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai