TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan Ante Natal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan
kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998). Kunjungan
ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya
hamil untuk mendapatkan pelayanan / asuhan antenatal. Pelayanan ANC adalah pelayanan yang
bersifat preventif untuk memantau kesehatan ibu dan mencegah komplikasi bagi ibu dan janin
(Bartini, 2012).
Pelayanan Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan
antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan (Kemenkes, 2010).
Tujuan pengawasan wanita hamil adalah menyiapkan sebaik – baiknya fisik dan mental, serta
menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga keadaan
mereka postpartum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi mental. Ini berarti dalam ante
natal care harus diusahakan agar :
a. Wanita hamil sampai akhir persalinan sekurang – kurangnya harus sama sehatnya
atau lebih sehat,
b. Kelainan fisik atau psikologi harus ditemukan sejak dini dan diobati,
c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat fisik dan mentalnya
(wiknjosastro, 2005)
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
janin,
b. Meningkatkan dan mempertahankan fisik dan mental ibu,
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama
kehamilan (termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan),
d. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif,
e. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar dapat tumbuh
dan berkembang secara normal, serta mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin
(Bartini, 2012).
Cara pelayanan Ante Natal Caredisesuaikan dengan standar pelayanan antenatal menurut
Depkes RI yang terdiri dari :
Mutu atau kualitas menurut Goetsh dan Davis (1994) merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya merupakan suatu
pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang dengan pembelian mereka,
merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan ingin memastikan bahwa uang mereka
telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa bangga akan hubungan mereka dengan sebuah
perusahaan yang bercitra mutu tinggi (Lovelock dan Wright,2005).
Mutu atau kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar
belakang sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi
yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut. Mutu adalah keadaan produk yang selalu
mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama yang
menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan hidup organisasi dalam
jangka panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat dijamin dengan menerapkan Total
Quality Management yang dapat dilandasi metode manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Mutu
dapat diartikan sebagai alat organisasi untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk
mengurangi pemborosan, alat untuk menurunkkan biaya atau untuk meningkatkan financial
return atau sisa hasil usaha (Sabarguna, 2004).
Mutu pelayanan tidak ditentukan semata-mata oleh hasil evaluasi pelayanan yang diberikan
jasa pelayanan kesehatan kepada pelanggan (pasien), tetapi juga ditentukan oleh proses bagaimana
pelayanan tersebut diberikan. Di samping itu penilaian pasien atas pelayanan perlu dipahami
sungguh-sungguh, bahwa kriteria yang dipakai oleh pasien amat menentukan penilaian baik atau
buruk atas suatu pelayanan yang mereka terima. Persepsi pasien atas mutu pelayanan sebetulnya
terkait erat dengan harapan-harapan atau ekspektasi yang mereka ingin capai, rasakan dan nikmati.
Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), mutu pelayanan kesehatan bersifat
multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian
mutu pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi anatara petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), maka kualitas pelayanan lebih terkait pada
kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran
mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Menurut Azwar (1996),
pengertian mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada pasien,
sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan.
Menurut Zeithaml, Valerie A, dkk, 1990 dalam menilai mutu pelayanan yang dilaksanakan sebuah
institusi provider, ada beberapa aspek penting yang perlu dibahas dengan seksama, yaitu :
• Definisi tentang Mutu Pelayanan,
• Faktor-faktor yang memengaruhi harapan atau ekspektasi pasien/pelanggan,
• Dimensi Mutu Pelayanan
Hal paling menarik yang perlu diperhitungkan oleh pihak provider, adalah kriteria yang digunakan
pelanggan untuk menilai baik-buruknya mutu pelayanan.
Terdapat 10 dimensi kriteria mutu pelayanan yang perlu diperhitungkan oleh provider untuk
menarik minat calon-calon pelanggan/pasien, yakni : (Zeithaml A, Valarie,dkk,1990)
Sepuluh dimensi tersebut dapat dipadatkan atau di konsolidasi menjadi dimensi, sbb :
1) Tangibles ( bukti fisik), yaitu kemampuan suatu provider dalam menentukan eksistensinya
kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan
dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan sebagainya), perlengkapan
dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.
2) Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan provider untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan
pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan
tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3) Responsiveness (Ketanggapan), yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian
informasi yang jelas. Membiarkan pasien menunggu
tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam mutu pelayanan.
4) Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan, komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan
sopan santun (courtesy).
5) Perhatian (Empathy), yaitu Perhatian / attensi penuh dan rasa “care” secara individual tiap
karyawan medis dan non-medis dari provider yang dapat menyentuh hati dan perasaan
pelanggan./ pasien. Dimana suatu provider diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan
tentang pasien, memahami kebutuhan pasien secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Bartini I. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Normal. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wiknjosastro H. 2005. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Manuaba, I.B.G, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta
Sabarguna, B. S. 2004. Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. Edisi Kedua. Yogyakarta:
Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY.
Lovelock, C., Wright, L., (2005) Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta : PT. INDEKS Kelompok
Gramedia.