PENDAHULUAN
1
pembelajaran. Model dapat juga diartikan sebagai perangkat rencana atau pola
yang digunakan oleh guru untuk merancang bahan-bahan pembelajaran.
Tidak satu pun model yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada
model lainnya. Begitu pula tidak ada satu pun model yang paling ampuh untuk
segala situasi.
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
Model pembelajaran role playing atau bermain peran ini
merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada permainan gerak
dan siswa biasanya di latih untuk memahami, memperagakan setiap
peran – peran yang di perankan nya untuk selanjutnya biasanya siswa di
tugaskan untuk memberikan penilaian baik kekurangan atau kelebihan
dari peran yang dimainkan ataupun juga jalan cerita yang di
perankannya. Selain penialaian terhadap peran, penilaaian terhadap jalan
cerita dalam role playing tersebut biasanya di jadikan bahan refleksi
dalam model pembelajaran role playing misalnya menentukan apa isi dari
cerita tersebut, hikmah yang di dapat dalam ceritanya dan lain- lain.
Menurut Miftahul A’la dalam bukunya Quantum Teaching (2011)
metode pembelajaran Role playing (bermain peran) adalah merupakan
cara penguasaan bahan–bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi
dan penghayatan yang dimiliki oleh setiap siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan
memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
umumnya dilakukan lebih dari satu orang, itu bergantung kepada apa
yang di perankan.
Nama lain dari pembelajaran role playing ini adalah Sosiodrama.
Sosiodrama (Role playing) oleh Syaiful (2011) berasal dari kata Sosio
dan drama. Sosio berarti sosial menunjuk pada objeknya yaitu
masyarakat menunjukan pada kegiatan–kegiatan sosial, dan drama berarti
mempertunjukan, mempertontonkan atau memperlihatkan. Jadi
sosiodrama adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya peserta
didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi
sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat
memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial. Dalam
buku Dasar-Dasar proses belajar mengajar sosiodrama dan role playing
dapat dikatakan sama artinya dan dalam proses pemakaiannya sering
disilih gantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah
laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
4
Teknik bermain peran sangat baik untuk mendidik siswa dalam
menggunakan ragam-ragam bahasa. Cara berbicara orang tua tentu
berbeda dengan cara berbicara anak-anak. Cara berbicara penjual berbeda
pula dengan cara berbicara pembeli. Fungsi dan peranan seseorang
menuntut cara berbicara dan berbahasa tertentu pula. Dalam bermain
peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa sesuai dengan peranan
orang yang diperankannya. Misalnya sebagai guru, orang tua, polisi,
hakim, dan sebagainya. Setiap tokoh yang di perankan menuntut
karakteristik tertentu pula.
5
2.3 Karakteristik Dan Proses Pembelajaran Roleplay
Tahapan pembelajaran Role Playing atau bermain peran seperti yang
penulis kutip dari Shaftel dan Shaftel, (dalam E. Mulyasa, 2003) meliputi :
1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;
2. Memilih peran;
3. Menyusun tahap-tahap peran;
4. Menyiapkan pengamat;
5. Tahap pemeranan;
6. Diskusi dan evaluasi tahap I ;
7. Pemeranan ulang; dan
8. Diskusi dan evaluasi tahap II; dan
9. Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
6
3. Aktivitas komunikasi.
4. Alternatif untuk pembelajaran sikap.
5. Peran guru sebagai pembimbing.
6. Ada topik permasalahan.
7. Ada peran yang perlu dimainkan oleh siswa.
7
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologi yang tersembunyi
berupa sikap, nilai, perasaan, dan system keyakinan dapat diangkat ke
saraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dalam model
ini, siswa meminta bantuan orang lain, siswa sulit menilai sikap yang
dimilikinya.
1. Menggali perasaannya
2. Memperoleh inspirasi dan pemahaman terhadap sikap, nilai, moral,
persepsi, dan tindakan yang semestinya dilakukan
3. Mengembangkan keterampilan dan sikap memecahkan masalah
4. Mendalami dan memaknai mata kuliah dengan berbagai macam cara
8
c. Tawar-menawar peran (role-negotiation) yaitu tingkat dimana peran-peran
dinegosiasikan dengan pemegang peran yang lain dalam parameter dan
hambatan interaksi social.
a. Role play dapat digunakan untuk pengajaran mode dan teknik. Misalnya,
role play secara luas digunakan untuk mengajarkan teknik interview.
Pengajaran tersebut menekankan pada ilustrasi, latihan, dan kritik.
b. Role play dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilam
diagnostic dan keterampilan mengambil tindakan. Walaupun masalah
khusus dibuat sebagai perantara tujuan akhirnya adalah mengembangkan
sensitivitas diagnostic dan dapat bertindak secara fleksibel dalam berbagai
kondisi.
c. Role play dapat digunakan untuk pengembangan wawasan personal atau
pengaruh diri. Melalui partisipasi dalam tindakan, mahasiswa dapat
mengamati pengaruh perilakunya pada orang lain atau perilaku orang lain
terhadap dirinya
9
b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan membuat
kelas menjadi dinamis dan antusias
c. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa
serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
d. Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan
dibahas dalam proses belajar.
2. Kekurangan metode role playing
a. Role playing memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak
b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak
guru maupun siswa dan ini tidak semua guru memilikinya.
c. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu
untuk memerankan suatu adegan tertentu
d. Apabila pelaksanaan role playing atau bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
10
partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan-latihan
ini dirancang untuk menyiapkan siswa, membantu mereka
mengembangkan imajinasinya dan untuk membentuk kekompakan
kelompok dan interaksi. Misalnya latihan pantomim.
c. Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran
setelah memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan
kelas. Penjelasan tersebut meliputi latar belakang dan karakterkarakter
dasar melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta (pemeran)
dipilih secara sukarela. Siswa diberi kebebasan untuk menggariskan
suatu peran. Apabila siswa telah pernah mengamati suatu situasi dalam
kehidupan nyata maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi
bermain peran. Peserta bersangkutan diberi kesempatan untuk
menunjukkan tindakan /perbuatan ulang pengalaman. Dalam brifing,
kepada pemeran diberikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian,
perasaan, dan keyakinan dari para karakter. Hal ini diperlukan guna
membangun masa lampau dari karakter. Dengan demikian dapat
dirancang ruangan dan peralatan yang perlu digunakan dalam bermain
peran tersebut.
d. Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta
memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing
peran kepada audience. Para audience diupayakan mengambil bagian
secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu, kelas dibagi dua
kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator,
masing-masing melaksanakan fungsinya. Kelompok I bertindak
sebagai pengamat yang bertugas mengamati:
1) perasaan individu karakter,
2) karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi dan
3) mengapa karakter merespons cara yang mereka lakukan.
Kelompok II bertindak sebagai spekulator yang berupaya
menanggapi bermain peran itu dari tujuan dan analisis pendapat.
Tugas kelompok ini mengamati garis besar rangkaian tindakan
yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.
11
2. Tindakan Dramatik dan Diskusi
a. Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran,
sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada
pemeran.
b. Bermain peran khusus berhenti pada titik-titik penting atau apabila
terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan
tersebut.
c. Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang
terpusat pada situasi bermain peran. Masing-masing kelompok
audience diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil observasi dan
reaksi-reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan dalam diskusi tersebut.
diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman
tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi
hidup siswa, yang pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru
yang berguna untuk mengamati dan merespons situasi lainnya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Evaluasi Bermain Peran
a. Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam
kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai
dalam bermain peran. Siswa diperkenankan memberikan komentar
evaluative tentang bermain peran yang telah dilaksanakan, misalnya
tentang makna bermain peran bagi mereka, cara-cara yang telah
dilakukan selama bermain peran, dan cara-cara meningkatkan
efektivitas bermain peran selanjutnya.
b. Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam
melakukan evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluative
dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh guru selama
berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan evaluasi tersebut,
selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangan pribadi,
sosial dan akademik para siswanya.
c. Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah
dinilai tersebut dalam sebuah junal sekolah (kalau ada), atau pada buku
12
catatan guru. Hal ini penting untuk pelaksanaan bermain peran atau
untuk berkaitan bermain peran selanjutnya.
13
BAB I11
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model Pembelajaran Role Playing adalah suatu tipe Model
pembelajaran Pelayanan (Sercvice Learning). Model pembelajaran ini
adalah suatu model penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan murid. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan murid dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benada mati. Permainan ini pada umumnya
dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang di
perankan.
Metode pembelajaran role playing adalah salah satu metode
pembelajaran terencanan yang dirancang untuk membantu siswa dalam
proses pembelajaran untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran
dengan menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam
kelas dimana siswa diajak menguasai bahan ajar dengan cara memerankan
peran sesuai dengan karakter dari masing-masing materi ajar sehingga
semua siswa dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
3.2 Saran
Model pembelajaran role playing merupakan model pembelajaran
yang baik untuk digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan
bahasa dan sastra Indonesia bagi peserta didik. Selain itu, model
pembelajaran ini bisa digunakan mata pelajaran lain. Oleh karena itu, para
pengajar dapat menggunakan model pembelajaran role playing ini sebagai
model pembelajaran alternatif yang layak dikembangkan untuk mutu
proses dan hasil pembelajaran bagi para siswa di sekolah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, S.B dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Shaftel & Shaftel. 1967. Role-Playing for Social Values Decision Making in The
Social Studies. New Jersey. PrenticeHall., Inc
15