Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode pembelajaran klinik adalah salah satu metode mendidik peserta
didik di klinik yang memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara
mendidik yang sesuai dengan tujuan dan karakteristik individual peserta didik
berdasarkan kerangka konsep pembelajaran. Perkembangan metode
pembelajaran dibidang kesehatan dapat dikatakan berjalan sangat lambat.
Hingga sekarang sebagian besar tenaga pendidik di bidang kesehatan hanya
mengandalkan metode pembelajaran tradisional dan enggan untuk
mengalihkan metode itu menjadi metode alternative yang lebih menantang
dan berhasil. Hanya sebagian kecil tenaga pendidik baru yang banyak
menggunakan metode alternative yang terbukti efektif. Pembelajaran
merupaka salah satu metode mendidik peserta didik di klinik yang
memungkinkan pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai
dengan tujuan dan karkter individu peserta didik berdasarkan kerangka konsep
pembelajaran .

Strategi pembelajaran adalah keseluruhan pola umum kegiatan guru-siswa


dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran bahasa
tersebut memilki variasi penyajian yang disebut model-model pembelajaran
bahasa Indonesia. Strategi belajar-mengajar keterampilan berbahasa Indonesia
adalah pola KBM yang dipilih oleh tenaga pengajar untuk melaksanakan
program belajar-mengajar keterampilan berbahasa Indonesia. Dalam model-
model ini, seorang guru akan mendisain dan melaksanakan proses belajar-
mengajar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, serta situasi dan kodisi
pembelajaran berlangsung. Artinya, guru dapat saja mengubah model
pembelajaran apabila situasi dan kondisi pembelajaran tidak memungkinkan.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang sistematis untuk
mengorganisasikan pembelajaran. Model dapat diartikan sebagai perangkat
rencana atau pola yang digunakan oleh guru untuk merancang bahan-bahan

1
pembelajaran. Model dapat juga diartikan sebagai perangkat rencana atau pola
yang digunakan oleh guru untuk merancang bahan-bahan pembelajaran.
Tidak satu pun model yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada
model lainnya. Begitu pula tidak ada satu pun model yang paling ampuh untuk
segala situasi.

Makalah ini akan membahas model pembelajaran Metode dan Evaluasi


Pembelajaran di Laboratorium, khususnya model roleplaying atau sosiodrama.
Tentu tidak semua bahan ajar harus menggunakan model tersebut. Namun
makalah ini menyajikan secara lengkap mengenai model
pembelajaran roleplaying sebagai model pembelajaran inovatif yang akan
dibutuhkan pada bahan-bahan ajar tertentu.:

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dan tujuan Metode dan Evaluasi Pembelajaran di


Laboratorium dengan Role Play?

b. Apa saja karakteristik metode Role Play?

c. Mengapa menggunakan metode Role Play?

d. Apa saja keuntungan dan kerugian menggunakan metode Role Play?

e. Bagaimana langkah metode Role Play?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui pengertian dan tujuan Metode dan Evaluasi Pembelajaran di


Laboratorium dengan Role Play

b. Mengetahui karakteristik metode Role Play

c. Mengetahui alas an menggunakan metode Role Play

d. Mengetahui keuntungan dan kerugian metode Role play

e. Mengetahui langakah-langkah metode Role Play

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Metode Pembelajaran Roleplay

Model Pembelajaran Role Playing adalah suatu tipe Model


pembelajaran Pelayanan (Sercvice Learning). Model pembelajaran ini
adalah suatu model penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan murid. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan murid dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benada mati. Permainan ini pada umumnya
dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang di
perankan. Sedangkan menurut Jill Hadfield Role playing atau bermain
peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan
dan sekaligus melibatkan unsur senang Dalam role playing murid
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu
pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali
dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan
peran orang lain. Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan
bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan
siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Adanya model
pembelajaran Role Playing didasarkan pada pertama, dibuat berdasarkan
asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik kedalam
situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran
dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan
melepaskan perasaannya. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan
sikap, niali dan keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kesadaran
melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis, model pembelajaran
ini dipelopori oleh George Shafel.

3
Model pembelajaran role playing atau bermain peran ini
merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada permainan gerak
dan siswa biasanya di latih untuk memahami, memperagakan setiap
peran – peran yang di perankan nya untuk selanjutnya biasanya siswa di
tugaskan untuk memberikan penilaian baik kekurangan atau kelebihan
dari peran yang dimainkan ataupun juga jalan cerita yang di
perankannya. Selain penialaian terhadap peran, penilaaian terhadap jalan
cerita dalam role playing tersebut biasanya di jadikan bahan refleksi
dalam model pembelajaran role playing misalnya menentukan apa isi dari
cerita tersebut, hikmah yang di dapat dalam ceritanya dan lain- lain.
Menurut Miftahul A’la dalam bukunya Quantum Teaching (2011)
metode pembelajaran Role playing (bermain peran) adalah merupakan
cara penguasaan bahan–bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi
dan penghayatan yang dimiliki oleh setiap siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan
memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
umumnya dilakukan lebih dari satu orang, itu bergantung kepada apa
yang di perankan.
Nama lain dari pembelajaran role playing ini adalah Sosiodrama.
Sosiodrama (Role playing) oleh Syaiful (2011) berasal dari kata Sosio
dan drama. Sosio berarti sosial menunjuk pada objeknya yaitu
masyarakat menunjukan pada kegiatan–kegiatan sosial, dan drama berarti
mempertunjukan, mempertontonkan atau memperlihatkan. Jadi
sosiodrama adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya peserta
didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi
sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat
memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial. Dalam
buku Dasar-Dasar proses belajar mengajar sosiodrama dan role playing
dapat dikatakan sama artinya dan dalam proses pemakaiannya sering
disilih gantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah
laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.

4
Teknik bermain peran sangat baik untuk mendidik siswa dalam
menggunakan ragam-ragam bahasa. Cara berbicara orang tua tentu
berbeda dengan cara berbicara anak-anak. Cara berbicara penjual berbeda
pula dengan cara berbicara pembeli. Fungsi dan peranan seseorang
menuntut cara berbicara dan berbahasa tertentu pula. Dalam bermain
peran, siswa bertindak, berlaku, dan berbahasa sesuai dengan peranan
orang yang diperankannya. Misalnya sebagai guru, orang tua, polisi,
hakim, dan sebagainya. Setiap tokoh yang di perankan menuntut
karakteristik tertentu pula.

2.2 Tujuan Metode Pembelajaran Roleplay

Tujuan dari metode pembelajaran bermain peran ini menurut


Oemar Hamalik (2001) disesuaikan dengan jenis belajar, diantaranya
sebagai berikut :
1.Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertrentu
sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan interaktif atau
keterampilan-keterampilan reaktif.
2.Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pengamat drama
menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.
3.Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi)
prilaku para pemain atau pemegang peeran yang telah ditampilkan.
Tujuannya adalah untuk mngembangkan prosedur-prosedur kognitif
dan prinsip-prinsip yang mendasari perilaku keterampilan yang telah
didramatisasikan.
4.Belajar melalui pemgkajian, penilaian dan pengulangan. Para peserta
dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan
mengulanginya dalam penampilan berikutnya.
Menurut Wina Sanjaya (2006) metode role playing ini merupakan
sebagian dari simulasi yang diarahkan utuk mengkreasikan peristiwa-
peristiwa aktual atau kejadian- kejadian yang mungkin muncul pada
masa mendatang.

5
2.3 Karakteristik Dan Proses Pembelajaran Roleplay
Tahapan pembelajaran Role Playing atau bermain peran seperti yang
penulis kutip dari Shaftel dan Shaftel, (dalam E. Mulyasa, 2003) meliputi :
1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik;
2. Memilih peran;
3. Menyusun tahap-tahap peran;
4. Menyiapkan pengamat;
5. Tahap pemeranan;
6. Diskusi dan evaluasi tahap I ;
7. Pemeranan ulang; dan
8. Diskusi dan evaluasi tahap II; dan
9. Membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

Berdasarkan tahapan tersebut, terlihat bahwa terdapat dua tahap


pemeranan dalam Role Playing. Namun, tahapan ini masih dapat dimodifikasi.
Dua diantara kemungkinan modifikasi yang dapat digunakan adalah :
1. Role playing dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga untuk
sub materi pertama dapat diperankan oleh kelompok pertama, untuk sub
materi kedua dapat diperankan oleh kelompok kedua, dan seterusnya. Hal
ini berarti Role Playing dengan modifikasi seperti ini, hanya terdapat satu
tahapan pemeranan untuk setiap kelompok.
2. Role Playing dilakukan oleh sekelompok pemeran yang telah dibentuk
bersama oleh guru dan siswa. Tahapan pemeranan untuk sub-sub materi
yang akan dipelajari dapat sepenuhnya diperankan oleh pemeran yang
ditunjuk atau satu sub materi diperankan oleh pemeran yang ditunjuk
sebagai contoh dan sub materi yang lain diperankan oleh kelompok
pemeran yang lain yang telah disusun oleh siswa sendiri.

Karakteristik Pembelajaran Role Playing


1. Kegiatan pembelajaran bukan pada objek yang sebenarnya.
2. Kegiatan dilakukan secara berkelompok.

6
3. Aktivitas komunikasi.
4. Alternatif untuk pembelajaran sikap.
5. Peran guru sebagai pembimbing.
6. Ada topik permasalahan.
7. Ada peran yang perlu dimainkan oleh siswa.

2.4 Alasan Pembelajaran Roleplay


Metode pembelajaran role playing adalah salah satu metode
pembelajaran terencanan yang dirancang untuk membantu siswa dalam
proses pembelajaran untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran
dengan menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam
kelas dimana siswa diajak menguasai bahan ajar dengan cara memerankan
peran sesuai dengan karakter dari masing-masing materi ajar sehingga semua
siswa dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran dengan


menggunakan metode role playing, antara lain:

a. Secara implisit bermain peran mendukung situasi belajar belajar


berdasarkan pengalaman dengan menitik beratkan isi pelajaran pada
situasi. Dalam model ini, peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan
analogy sesuai dengan kehidupan nyata. Peserta didik dapat lebih mampu
memahami materi ajar karena mereka telah mempraktikan materi ajar yang
diperaninya.
b. Bermain peran memungkinkan peserta didik untuk mengungkapkan
perasaannya yang tidak dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Dalam
metode ini memandang tindakan (pemeranan) dan refleksi menjadi
kegiatan utama dari proses pembelajaran.
c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat
melalui proses kelompok. Dalam model pembelajaran ini, guru
mengurangi peran yang mendominasi pembelajaran pada pendekatan
tradisional. Model ini mendorong siswa untuk aktif dalam pemecahan
masalah pada materi ajar dan belajar dari pengalaman orang lain.

7
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologi yang tersembunyi
berupa sikap, nilai, perasaan, dan system keyakinan dapat diangkat ke
saraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dalam model
ini, siswa meminta bantuan orang lain, siswa sulit menilai sikap yang
dimilikinya.

Keyakinan bahwa masalah pembelajaran bukan hanya


mengalihkan fakta atau pengetahuan, akan tetapi juga membantu
mahasiswa untuk menterjemah pengetahuan tersebut sehingga bermakna.
Role play membantu mahasiswa agar terampil mendiagnosis dan bertindak
sesuai dengan tuntutan situasinya. Salah satu caranya adalah memberi
kesempatan kepada mahasiswa untuk mengalami sendiri dan berperan
dalam situasi sebenarnya. Konsep kunci dalam role play adalah
spontanitas. Jadi spontanitas merupakan kemampuan untuk merespon
kepada berbagai jenis situasi tanpa terpaku oleh pola perilaku tertentu.

Melalui role playing memberikan contoh kehidupan perilaku manusia


sebagai sarana untuk :

1. Menggali perasaannya
2. Memperoleh inspirasi dan pemahaman terhadap sikap, nilai, moral,
persepsi, dan tindakan yang semestinya dilakukan
3. Mengembangkan keterampilan dan sikap memecahkan masalah
4. Mendalami dan memaknai mata kuliah dengan berbagai macam cara

2.5 Variasi Pembelajaran Roleplay


Role Playing didasarkan pada 3 aspek umum dalam suatu pengalaman, antara
lain:

a. Mengambil peran (role-taking), yaitu tekanan ekspektasi-ekspektasi social


terhadap pemegang peran.
b. Membuat peran (role-playing), yaitu kemampuan pemegang peran untuk
berubah secara dramatis dari suatu peran ke peran yang lain dan
menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan.

8
c. Tawar-menawar peran (role-negotiation) yaitu tingkat dimana peran-peran
dinegosiasikan dengan pemegang peran yang lain dalam parameter dan
hambatan interaksi social.

Role play dapat bervariasi tergantung pada objek pengajar

a. Role play dapat digunakan untuk pengajaran mode dan teknik. Misalnya,
role play secara luas digunakan untuk mengajarkan teknik interview.
Pengajaran tersebut menekankan pada ilustrasi, latihan, dan kritik.
b. Role play dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilam
diagnostic dan keterampilan mengambil tindakan. Walaupun masalah
khusus dibuat sebagai perantara tujuan akhirnya adalah mengembangkan
sensitivitas diagnostic dan dapat bertindak secara fleksibel dalam berbagai
kondisi.
c. Role play dapat digunakan untuk pengembangan wawasan personal atau
pengaruh diri. Melalui partisipasi dalam tindakan, mahasiswa dapat
mengamati pengaruh perilakunya pada orang lain atau perilaku orang lain
terhadap dirinya

Role play merupakan teknik pengajaran yang sangat fleksibel dan


dapat digunakan untuk berbagai tujuan dalam berbagai kondisi. Berbagai
modifikasinya dapat dibuat sehigga memungkinkan pengajaran menjelajah
berbagai masalah atau situasi.

2.6 Keuntungan Dan Kerugian Pembelajaran Roleplay


Dari pemaparan tahap-tahap penggunaan metode role playing di atas
dapat dilihat beberapa kelebihan dan kekurangan metode role playing sebagai
berikut:

1. Kelebihan metode role playing


a. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa,
di samping menjadi pengalaman yang menyenangkan juga
memberi pengetahuan yang melekat dalam memori otak,

9
b. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan membuat
kelas menjadi dinamis dan antusias
c. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa
serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
d. Siswa dapat terjun langsung untuk memerankan sesuatu yang akan
dibahas dalam proses belajar.
2. Kekurangan metode role playing
a. Role playing memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak
b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak
guru maupun siswa dan ini tidak semua guru memilikinya.
c. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu
untuk memerankan suatu adegan tertentu
d. Apabila pelaksanaan role playing atau bermain peran mengalami
kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi
sekaligus berarti tujuan pembelajaran tidak tercapai.
e. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

2.7 Langkah – Langkah Pembelajaran Roleplay


Dalam menyiapkan suatu situasi Role Playing di dalam kelas, guru
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan dan instruksi


a. Guru memiliki situasi bermain peran Situasi-situasi masalah yang
dipilih harus menjadi “sosiodrama” yang menitikberatkan pada jenis
peran, masalah dan situasi familier, serta pentingnya bagi siswa.
Keseluruhan situasi harus dijelaskan, yang meliputi deskripsi tentang
keadaan peristiwa, individu-individu yang dilibatkan, dan posisi-posisi
dasar yang diambil oleh pelaku khusus. Para pemeran khusus tidak
didasarkan kepada individu nyata di dalam kelas, hindari tipe yang
sama pada waktu merancang pemeran supaya tidak terjadi gangguan
hak pribadi secara psikologis dan merasa aman.
b. Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan
pemanasan, latihan-latihan ini diikuti oleh semua siswa, baik sebagai

10
partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan-latihan
ini dirancang untuk menyiapkan siswa, membantu mereka
mengembangkan imajinasinya dan untuk membentuk kekompakan
kelompok dan interaksi. Misalnya latihan pantomim.
c. Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran
setelah memberikan penjelasan pendahuluan kepada keseluruhan
kelas. Penjelasan tersebut meliputi latar belakang dan karakterkarakter
dasar melalui tulisan atau penjelasan lisan. Para peserta (pemeran)
dipilih secara sukarela. Siswa diberi kebebasan untuk menggariskan
suatu peran. Apabila siswa telah pernah mengamati suatu situasi dalam
kehidupan nyata maka situasi tersebut dapat dijadikan sebagai situasi
bermain peran. Peserta bersangkutan diberi kesempatan untuk
menunjukkan tindakan /perbuatan ulang pengalaman. Dalam brifing,
kepada pemeran diberikan deskripsi secara rinci tentang kepribadian,
perasaan, dan keyakinan dari para karakter. Hal ini diperlukan guna
membangun masa lampau dari karakter. Dengan demikian dapat
dirancang ruangan dan peralatan yang perlu digunakan dalam bermain
peran tersebut.
d. Guru memberitahukan peran-peran yang akan dimainkan serta
memberikan instruksi-instruksi yang bertalian dengan masing-masing
peran kepada audience. Para audience diupayakan mengambil bagian
secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk itu, kelas dibagi dua
kelompok, yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator,
masing-masing melaksanakan fungsinya. Kelompok I bertindak
sebagai pengamat yang bertugas mengamati:
1) perasaan individu karakter,
2) karakter-karakter khusus yang diinginkan dalam situasi dan
3) mengapa karakter merespons cara yang mereka lakukan.
Kelompok II bertindak sebagai spekulator yang berupaya
menanggapi bermain peran itu dari tujuan dan analisis pendapat.
Tugas kelompok ini mengamati garis besar rangkaian tindakan
yang telah dilakukan oleh karakter-karakter khusus.

11
2. Tindakan Dramatik dan Diskusi
a. Para aktor terus melakukan perannya sepanjang situasi bermain peran,
sedangkan para audience berpartisipasi dalam penugasan awal kepada
pemeran.
b. Bermain peran khusus berhenti pada titik-titik penting atau apabila
terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut dihentikannya permainan
tersebut.
c. Keseluruhan kelas selanjutnya berpartisipasi dalam diskusi yang
terpusat pada situasi bermain peran. Masing-masing kelompok
audience diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil observasi dan
reaksi-reaksinya. Para pemeran juga dilibatkan dalam diskusi tersebut.
diskusi dibimbing oleh guru dengan maksud berkembang pemahaman
tentang pelaksanaan bermain peran serta bermakna langsung bagi
hidup siswa, yang pada gilirannya menumbuhkan pemahaman baru
yang berguna untuk mengamati dan merespons situasi lainnya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Evaluasi Bermain Peran
a. Siswa memberikan keterangan, baik secara tertulis maupun dalam
kegiatan diskusi tentang keberhasilan dan hasil-hasil yang dicapai
dalam bermain peran. Siswa diperkenankan memberikan komentar
evaluative tentang bermain peran yang telah dilaksanakan, misalnya
tentang makna bermain peran bagi mereka, cara-cara yang telah
dilakukan selama bermain peran, dan cara-cara meningkatkan
efektivitas bermain peran selanjutnya.
b. Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam
melakukan evaluasi ini, guru dapat menggunakan komentar evaluative
dari siswa, catatan-catatan yang dibuat oleh guru selama
berlangsungnya bermain peran. Berdasarkan evaluasi tersebut,
selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangan pribadi,
sosial dan akademik para siswanya.
c. Guru membuat bermain peran yang telah dilaksanakan dan telah
dinilai tersebut dalam sebuah junal sekolah (kalau ada), atau pada buku

12
catatan guru. Hal ini penting untuk pelaksanaan bermain peran atau
untuk berkaitan bermain peran selanjutnya.

13
BAB I11
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model Pembelajaran Role Playing adalah suatu tipe Model
pembelajaran Pelayanan (Sercvice Learning). Model pembelajaran ini
adalah suatu model penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan murid. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan murid dengan memerankannya
sebagai tokoh hidup atau benada mati. Permainan ini pada umumnya
dilakukan lebih dari satu orang, hal ini bergantung kepada apa yang di
perankan.
Metode pembelajaran role playing adalah salah satu metode
pembelajaran terencanan yang dirancang untuk membantu siswa dalam
proses pembelajaran untuk membantu siswa dalam proses pembelajaran
dengan menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam
kelas dimana siswa diajak menguasai bahan ajar dengan cara memerankan
peran sesuai dengan karakter dari masing-masing materi ajar sehingga
semua siswa dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Role play merupakan teknik pengajaran yang sangat fleksibel dan


dapat digunakan untuk berbagai tujuan dalam berbagai kondisi. Berbagai
modifikasinya dapat dibuat sehigga memungkinkan pengajaran menjelajah
berbagai masalah atau situasi.

3.2 Saran
Model pembelajaran role playing merupakan model pembelajaran
yang baik untuk digunakan dalam rangka meningkatkan kemampuan
bahasa dan sastra Indonesia bagi peserta didik. Selain itu, model
pembelajaran ini bisa digunakan mata pelajaran lain. Oleh karena itu, para
pengajar dapat menggunakan model pembelajaran role playing ini sebagai
model pembelajaran alternatif yang layak dikembangkan untuk mutu
proses dan hasil pembelajaran bagi para siswa di sekolah.

14
DAFTAR PUSTAKA

A’la, Miftahun. 2011. Quantum Teaching. Yogjakarta: Diva Press.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan


Sistem.Bandung: Bumi Aksara

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembalajaran. Jakarta: Media Grup

Hamalik, O. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Djamarah, S.B dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka
Cipta

Winataputra S. Udin.2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Solo: Universitas


Terbuka

Shaftel & Shaftel. 1967. Role-Playing for Social Values Decision Making in The
Social Studies. New Jersey. PrenticeHall., Inc

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii Hamil
    Bab Ii Hamil
    Dokumen30 halaman
    Bab Ii Hamil
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Aa Cover
    Aa Cover
    Dokumen1 halaman
    Aa Cover
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 NEW
    Bab 3 NEW
    Dokumen1 halaman
    Bab 3 NEW
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Aki Akb Hampir Fix
    Aki Akb Hampir Fix
    Dokumen12 halaman
    Aki Akb Hampir Fix
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • BBBMMM
    BBBMMM
    Dokumen6 halaman
    BBBMMM
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab I Bab 4 Fix
    Bab I Bab 4 Fix
    Dokumen3 halaman
    Bab I Bab 4 Fix
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • CVBMB
    CVBMB
    Dokumen5 halaman
    CVBMB
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Oli Buku Eva
    Bab 2 Oli Buku Eva
    Dokumen6 halaman
    Bab 2 Oli Buku Eva
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Konstipasi PPT Baru
    Konstipasi PPT Baru
    Dokumen17 halaman
    Konstipasi PPT Baru
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 NEW
    Bab 3 NEW
    Dokumen1 halaman
    Bab 3 NEW
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen6 halaman
    Bab 2
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Cover+bab 1+dafis
    Cover+bab 1+dafis
    Dokumen3 halaman
    Cover+bab 1+dafis
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Oli Buku Eva
    Bab 2 Oli Buku Eva
    Dokumen6 halaman
    Bab 2 Oli Buku Eva
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Antenatal Care
    Laporan Pendahuluan Antenatal Care
    Dokumen21 halaman
    Laporan Pendahuluan Antenatal Care
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Leflet
    Leflet
    Dokumen2 halaman
    Leflet
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Tabulasi
    Tabulasi
    Dokumen29 halaman
    Tabulasi
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Proposal Silahturahmi
    Proposal Silahturahmi
    Dokumen6 halaman
    Proposal Silahturahmi
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Olivia Dan P Ibnu
    Olivia Dan P Ibnu
    Dokumen6 halaman
    Olivia Dan P Ibnu
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab I Bab 4 Fix
    Bab I Bab 4 Fix
    Dokumen3 halaman
    Bab I Bab 4 Fix
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Katpeng Dan DFTR Isi
    Katpeng Dan DFTR Isi
    Dokumen2 halaman
    Katpeng Dan DFTR Isi
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Fisiologis Trimester Iii
    Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Fisiologis Trimester Iii
    Dokumen7 halaman
    Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Fisiologis Trimester Iii
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 3 NEW
    Bab 3 NEW
    Dokumen1 halaman
    Bab 3 NEW
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Dis Tosia
    Dis Tosia
    Dokumen22 halaman
    Dis Tosia
    anekefadila
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Fix
    Bab Ii Fix
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii Fix
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Atonia Uteri
    Atonia Uteri
    Dokumen3 halaman
    Atonia Uteri
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Kala 4
    Bab 1 Kala 4
    Dokumen3 halaman
    Bab 1 Kala 4
    Anonymous HVSWuiEG2
    Belum ada peringkat