Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

“Tuberkulosis Paru BTA(+) dengan Efusi Pleura”

OLEH:
Elma Shari Pagehgiri
H1A014020

PEMBIMBING:
dr. Salim Said Thalib, Sp.P

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) hingga saat ini merupakan penyakit yang masih menjadi
masalah di dunia meski upaya pengendalian melalui strategi Directly observed
Treatment Short-course (DOTS) telah dilakukan di berbagai negara. TB masuk
dalam 10 penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia dengan angka kematian
akibat TB diperkirakan mencapai 1,4 juta jiwa1. Indonesia menduduki peringkat
kedua negara dengan jumlah kasus TB terbanyak yakni sekitar 1 juta kasus TB paru
pertahun (339 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun2. NTB
merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka kejadian TB paru yang cukup
tinggi yakni ditemukan sebanyak 4.151 kasus TB paru BTA+ pada tahun 2015.
Angka kematian TB paru di NTB dari tahun 2014 hingga tahun 2015 mengalami
peningkatan, yaitu dari jumlah kematian 2,9 per 100.000 penduduk menjadi 3 per
100.000 penduduk3.

Tingginya angka kejadian TB paru dapat diatasi dengan pengobatan teratur.


Pengobatan tersebut dilakukan dalam dua fase, yaitu fase intensif (2 – 3 bulan) dan
fase lanjutan (4 atau 7 bulan) dengan mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT)4.
Lini pertama OAT ini terdiri dari rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin dan
etambutol4. TB merupakan penyakit kronis yang dapat berkembang menjadi beberapa
komplikasi, salah satunya efusi pleura5. Efusi pleura adalah istilah yang menyatakan
adanya penimbunan cairan dalam rongga pleura. Penyakit TB berkontribusi sebanyak
2% untuk terjadinya efusi pleura. Meskipun efusi pleura umunya timbul pada
penyakit yang telah kronis, 1/3 pasien mengalami kejadian akut6.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas
Nama : Deden Oktaviansyah
Usia : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sumbawa Barat
Suku : Sasak
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
No. Rekam Medis : 603461
MRS : 1 April 2018
Tanggal pemeriksaan : 3 April 2018

II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami satu minggu
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dirasakan semakin memberat
sehingga pasien langsung datang ke RSUD Sumbawa, setelah 2 hari kemudian
pasien dirujuk ke RSUD Provinsi NTB. Sesak dirasakan seperti terengah-engah dan
lebih berat terasa ketika berbaring. Sehari-hari pasien masih dapat tidur dengan 1
bantal.

2
Pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak bercampur darah yang
dialami 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai darah berwarna merah
segar tanpa makanan . Jumlah batuk darah sangat sedikit dan hanya dialami 1 kali.
Pasien telah mengeluhkan batuk sejak 3 bulan yang lalu dengan dahak yang
berwarna putih kental dan demam yang hilang timbul. Keluhan lain yang dialami
pasien sering merasa berkeringat malam hari dan merasa berat badannya turun,
namun tidak pernah melakukan pengukuran berat badan. Pasien juga mengeluhkan
mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu. Frekuensi muntah 1 kali perhari.

c. Riwayat penyakit dahulu


- Keluhan serupa disangkal oleh pasien
- Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluhan serupa (-)
- Riwayat TB (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-)
e. Riwayat Alergi
Tidak ada
f. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya datang ke RSUD Sumbawa Barat dan dirawat selama 2
hari dengan diagnosis suspek TB paru dan efusi pleura, namun keluhan tidak
membaik. Pada pemeriksaan di RS tersebut hasil pemeriksaan sputum (-) dan saat
melakukan pungsi pleura hasilnya (-). Selama dirawat pasien mendapatkan
gentamisin, pantoprazole, nebulizer combivent, antasida.
g. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan di keluarga dan lingkungan tempat tinggal tidak ada
yang mengalami penyakit TB maupun riwayat konsumsi obat 6 bulan. Riwayat
kontak dengan penderita batuk lama tidak jelas. Pasien mengaku tidak merokok.

III. Pemeriksaan Fisik

3
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis / E4V5M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 37° C
SpO2 : 99% (tanpa nasal kanul O2)

Status Gizi
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 19,1 (normal)

Status Lokalis
Kepala:
• Ekspresi wajah : normal
• Bentuk dan ukuran : normal
• Rambut : tersebar merata, rontok (-)
• Edema : (-)
• Malar rash : (-)
• Parese N. VII : (-)
• Nyeri tekan kepala : (-)
• Massa : (-)
Mata:
• Posisi : Simetris
• Alis : normal
• Exopthalmus : (-/-)
• Ptosis : (-/-)

4
• Edema palpebra : (-/-)
• Konjungtiva : anemis (+/+), hiperemia (-/-)
• Sklera : ikterus (-/-)
• Pupil : isokor, bulat, refleks pupil (+/+)
• Kornea : normal
• Lensa : keruh (-/-)
• Pergerakan bola mata ke segala arah: normal
• Nyeri tekan retroorbita (-)
Telinga:
• Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan
• Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
• Nyeri tekan tragus : (-/-)
• Peradangan pada telinga (-)
• Pendengaran : kesan normal
Hidung:
• Simetris, deviasi septum (-/-)
• Napas cuping hidung (-/-)
• Perdarahan (-/-), sekret (-/-)
• Penghidu normal
Mulut:
• Simetris
• Bibir: sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
• Gusi: hiperemia (-), perdarahan (-)
• Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), oral kandidiasis (-), kemerahan di
pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-)
• Gigi: dalam batas normal
• Mukosa: normal
Leher:
• Simetris

5
• Kaku kuduk (-)
• Scrofuloderma (-)
• Pembesaran KGB (-)
• JVP: 5 + 1 (tidak meningkat)
• Pembesaran otot SCM (-)
• Otot bantu nafas SCM aktif (+)
• Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thoraks:

1. Inspeksi:
• Bentuk & ukuran: asimetris, paru kiri lebih besar daripada paru kanan
• Pergerakan dinding dada: asimetris, paru kiri sedikit tertinggal
• Permukaan dada: papula (-), ptekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi
(-), vena kolateral (-), massa (-).
• Penggunaan otot bantu nafas: SCM aktif, tak tampak hipertrofi SCM, otot
bantu abdomen tidak aktif
• Iga dan sela iga: tidak ada pelebaran sela iga
• Fossa: deviasi trakea ke kanan, fossa suprklavikularis dan fossa
infraklavikularis normal
• Tipe pernapasan: torako-abdominal.

2. Palpasi:
• Posisi mediastinum: terdapat deviasi ke kanan
• Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
• Gerakan dinding dada: asimetris, kiri sedikit tertinggal dibandingkan
kanan
• Vocal fremitus:
Depan:

6
Normal Normal
Normal Melemah
Normal Melemah
Belakang:
Normal Normal
Normal Melemah
Normal Melemah
• Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula line sinistra, thrill (-).
3. Perkusi:
Depan:
Sonor Sonor
Sonor Redup
Sonor Redup

Belakang
Sonor Sonor
Sonor Redup
Sonor Redup

• Batas paru-jantung:
- Kanan atas : ICS II parasternal line dekstra
- Kanan bawah : ICS IV parasternal line dekstra
- Kiri atas : ICS II midclavicular sinistra
- Kanan bawah : ICS V midclavicular sinistra

• Batas paru-hepar
- ICS IV – VI : ekskursi 2 ICS

• Cronig isthmus
- Kanan: 4 cm

7
- Kiri: 3 cm
4. Auskultasi:
• Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).
• Pulmo :
- Suara napas:
Vesikuler:
Vesikuler Vesikuler 
Vesikuler Vesikuler 
Vesikuler Vesikuler 

- Suara napas tambahan:


Rhonki
- -
- +
+ +
Wheezing:
- -
- -
- -

• Tes bisik
+ +
+ +
+ +

• Tes percakapan
Bronkofoni

8
+ +
+ +
+ +

Abdomen:
 Inspeksi:
• Distensi (-), mengikuti gerak nafas, darm contour (-), darm steifung (-).
• Umbilikus: masuk merata
• Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput medusae
(-), spider naevi (-), scar (-), striae (-), ruam (-)
 Auskultasi:
• Bising usus (+) normal, frekuensi 10 x/menit
• Metallic sound (-)
• Bising aorta (-)
 Perkusi:
• Orientasi : timpani
+ + +
+ + +
+ + +

• Organomegali : (-)
• Nyeri ketok : (-)
• Shifting dullness : (-)
 Palpasi:
• Nyeri tekan (-), massa (-), defans muskular (-)
• Hepar, ren, dan lien: normal, tidak terdapat pembesaran.
• Nyeri kontralateral (-), nyeri tekan lepas (-)

9
Ekstremitas:
 Ekstremitas Superior
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema : -/-
- Sianosis : -/-
- Ikterik : -/-
- Clubbing finger : -/-
- Lemah : -/-

 Ekstremitas Inferior
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema : -/-
- Sianosis : -/-
- Ikterik : -/-
- Clubbing finger : -/-
- Lemah : -/-

IV. Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap:

Parameter Hasil (1/4/18) Satuan Nilai Rujukan

HGB 9,0 g/dL 12,0 - 16,0


RBC 3,72 juta/uL 3,5 - 5,0
WBC 9660 /uL 4000 -10000
HCT 29 % 25-42
MCV 77,7 Fl 80,0 - 100,0

10
MCH 24,2 pg 26,0 - 34,0
MCHC 31,1 g/dL 32,0 - 36,0
PLT 732000 /uL 150000 – 400000

Jenis Pemeriksaan Hasil (1/4/2018) Satuan Nilai Normal


Ureum 20 mg/dl 10-50
Kreatinin 0,6 mg/dl 0,9-1,3
SGOT 28 U/l 0-40
SGPT 12 U/l 0-41
Albumin 3,1 mg/dL 3,5-5,2
Glukosa Darah Sewaktu 85 mg/dL <160,0
Natrium (serum) 138 mmol/L 135-146
Kalium (serum) 3,9 mmol/L 3,4-5,4
Klorida (serum) 104 mmol/L 95-108

Jenis pemeriksaan Hasil (3/4/2018)


Sputum BTA 2+

11
Rontgen Thoraks

Gambar 1. Rontgen thoraks


Interpretasi:
- Deden Oktaviansyah, 17 tahun, laki-laki
- Tanggal foto 30 April 2018
- Proyeksi PA posisi erek, inspirasi cukup, daya tembus cukup
- Soft tissue: emfisema (-)
- Deviasi trakea (+)
- tulang: fraktur (-)
- Tidak ada pelebaran dan pendataran sela iga

12
- Sudut costofrenikus kanan tidak lancip, kiri tidak terlihat
- Pulmo : terdapat gambaran infiltrat pada kedua lapang paru
- Cor: tidak dapat dievaluasi
- Kesan : TB paru aktif dan efusi pleura

V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 1 minggu, dan
memberat sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh batuk dengan batuk
dahak berisi darah pada 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien telah mengalami
batuk sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul,
keringat malam, penurunan berat badan, nyeri epigastrium serta mual-muntah.
Riwayat HT, DM, asma, penyakit jantung dan ginjal disangkal. Pada keluarga dan
lingkungan tempat tinggal pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa, batuk
lama maupun pengobatan OAT 6 bulan.
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 84 kali/menit, pernapasan 28 kali/menit, suhu 37° C, SpO2 99%. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, penggunaan SCM aktif, bentuk
thoraks asimetris, dengan sisi kiri pernapasan sedikit tertinggal, deviasi trakea ke
kanan, suara vesikuler menurun pada pulmo sinistra, ronkhi pada 2/3 lapang paru
dekstra-sinistra, perkusi redup pada pulmo sinistra, bronkofoni + pada seluruh lapang
paru dan nyeri tekan epigastrium.

VI. ASSESSMENT
- TB paru BTA (+) kasus baru on treatment
- Efusi pleura

VII. RENCANA TERAPI:


Diagnostik:
 Laboratorium: Fe serum, TIBC

13
 Torakosentesis untuk analisa cairan pleura
 USG Thoraks
 CT-scan thoraks

Terapi
Medikamentosa :
 IVFD NaCl 2500 ml/hari  20 tpm
 OAT kategori 1: 3 tablet 4KDT satu kali sehari
 Nebulizer Combivent setiap 8 jam
 Paracetamol 500 mg 3 x 1
 Injeksi i.v. omeprazole vial 40 mg setiap 12 jam
 Sukralfat sirup 500 mg/5ml 3 kali 1

Non-Medikamentosa
 Tirah baring
 Oksigen nasal kanul 2 lpm
 Torakosentesis

VIII. PROGNOSIS :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

14
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERKULOSIS

Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan


oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Umunya mycobacterium tuberculosis
menyerang paru (80%) dan sebagian kecil organ tubuh lain4,6.

Etiologi dan Patogenesis

TB disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini


berbentuk batang (basil) dengan panjang 1-10 mikron dan lebar 0,2-0,6 mikron serta
memiliki sifat khusus, yakni tahan terhadap asam saat pewarnaan dengan metode
Ziehl Neelsen sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mikobakteri ini
dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama pada suhu 4’ C hingga minus
70’ C, namun sangat rentan terhadap suhu tinggi sehingga akan mati dalam waktu
beberapa menit pada paparan langsung sinar matahari dan radiasi sinar ultraviolet6,7.

M. tuberculosis dapat menginfeksi manusia melalui tiga jalur, yakni saluran


pernapasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit dimana sebagian besar
penularan terjadi melalui udara. Infeksi terjadi apabila individu sehat menginhalasi
droplet yang mengandung m. tuberculosis yang diproduksi saat individu yang
terinfeksi sedang batuk dan bersin4. Reaksi imun akan terjadi setelaj 6-14 minggu
setelah infeksi4. Partikel basil yang berukuran lebih kecil (1-5 mikron) akan masuk ke
dalam alveoli dan yang berukuran lebih besar tertahan di saluran pernapasan bagian
atas serta tidak menimbulkan penyakit. Basil yang berada dalam ruang alveolus akan
menimbulkan reaksi inflamasi. Tahap pertama akan timbul reaksi imunologi lokal

15
yang ditandai dengan munculnya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang akan
memfagosit bakteri. Setelah 4-8 minggu infeksi akan dibentuk mekanisme pertahan
spesifik yaitu terjadi sensitisasi sel T terhadap antigen spesifik. Mekanisme
pertahanan spesifik ditandai dengan dimulainya respon cell-mediated immunity
(CMI) dan felayed type hipersentitivity (D). Respon DTH ditandai dengan adanya
nekrosis kaseosa akibat lisisnya sel-sel makrofag alveoli yang belum teraktivasi.

Klasifikasi

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit7:


1) Tuberkulosis paru Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.
Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra
paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru
2) Tuberkulosis ekstraparu Adalah TB yang berlokasi di organ selain paru,
misalnya: pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak dan tulang
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya7 :
1) Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan
TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan
(˂ dari 28 dosis)
2) Pasien yang pernah diobati TB merupakan pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
a) Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi).
b) Pasien gagal berobat adalah pasien TB yang pernah diobati dan
dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

16
c) Pasien putus berobat (lost to follow-up) adalah pasien yang pernah diobati
dan dinyatakan lost to follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal
sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui adalah pasien
TB yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau 2)
Manifestasi Klinis

Gejala penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu gejala pulmonal
dan gejala konsitusional. Gejala yang paling sering dilaporkan pada TB paru adalah
batuk (23-47%), penurunan berat badan (7-24%) dan hemoptisis (8-9%)6. Batuk
merupakan gejala utama yang ditemukan, umunya berlangsung selama 2 minggu atau
lebih. Batuk merupakan respon untuk mengeluarkan produk-produk radang. Batuk
yang pertama muncul adalah batuk kering kemudian akan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum) dan lebih lanjut dapat disertai dengan darah. Batuk dapat
disertai dengan keluhan tambhan seperti sesak napas, nyeri dada, malaise, nafsu
makan berkurang, keringat malam hari tanpa kegiata fisik, dan demam meriang lebih
dari satu bulan4,7.

Tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik bergantung pada luas dan
kelainan struktur paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisik dapat normal atau dapat
ditemukan tanda konsolidasi paru terutama di apeks paru. Tanda tersebut dapat
berupa fremitus vokal meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya suara napas tambhan ronkhi terutama di apeks paru6.

Pemeriksaan laboratorium dapat menunjang penegakan diagnosis. Anemia


normositik normokromik sedang dapat ditemukan pada TB kronis. Leukosit biasanya
normal, dan apabilat terjadi peningkatan lebih dari 20.000/ul dapat menunjukan
adanya proses infeksi lain. Pemeriksaan radiologis yang umunya dilakukan adalah

17
foto thoraks. Pada TB paru aktif gambaran radiologis yang terbentuk adalah
bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru. Kavitas dapat muncul lebih dari satu dan dikelilingi
bayangan opak berawan atau nodular. Gambaran efusi pleura dari ringan hingga
sedang juga dapat tampak. Pada TB paru inaktif dapat muncul gambaran fibrotik,
kalsifikasi dan penebalan pleura6.

Diagnosis

Diagnosis TB ditetapkan berdasarkan keluhan, hasil anamnesis, pemeriksaan


klinis, pemeriksaan labotarorium dan pemeriksaan penunjang lainnya7
a. Keluhan dan hasil anamnesis meliputi: Keluhan yang disampaikan pasien, serta
wawancara rinci berdasar keluhan pasien. Pemeriksaan klinis berdasarkan gejala
dan tanda TB yang meliputi7
1. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk
sering kali bukan merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk
tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih
2. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung
3. Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang
dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di
daerah padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang

18
yang bekerja dengan bahan kimia yang berrisiko menimbulkan paparan
infeksi paru
b. Pemeriksaan Laboratorium7
Pemeriksaan Bakteriologi
 Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dahak selain berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan
menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
- S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
- P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
 Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan tes cepat
molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk
penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil
pengobatan.
 Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube)
untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).
c. Pemeriksaan penunjang lainnya
 Pemeriksaan foto toraks
 Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.
d. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium
yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan
sertifikat nasional maupun internasional.
e. Pemeriksaan serologis. Sampai saat ini belum direkomendasikan.

19
Tatalaksana
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)4,7
Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
 Tahap Awal
Pengobatan pada tahap ini bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
bakteri yang mungkin telah resisten. Pengobatan tahap awal pada semua pasien
baru harus diberikan selama 2 bulan.
 Tahap Lanjutan
Pengobatan pada tahap ini bertujuan untuk membunuh sisa-sia bakteri yang
masih ada dalam tubuh sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan.
1. Obat lini pertama yang digunakan adalah Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E).
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari: Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol
275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) adalah Kanamisin, Kuinolon, Obat
lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat,
Derivat rifampisin, dan INH

B. Paduan Obat Anti Tuberkulosis


Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan yang digunakan adalah:
1. Kategori 1 : 2(HRZE) / 4(HR)3 atau 2(HRZE) / 4(HR).
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE )/ 5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S / (HRZE) /
5(HR)E.

20
3. Kategori Anak : 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZE(S) / 4-10HR.
4. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2, yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat
TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
C. Dosis OAT
Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di
Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3
kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.

Tabel 1. Dosis rekomendasi OAT Lini pertama untuk dewasa


Dosis rekomendasi

Harian 3 kali per minggu


Obat
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)

Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid (Z) 25 (20-30) 35 (30-40)

Etambutol (E) 15 (15-20) 30 (25-35)

Streptomisin (S) 15 (12-18) 15 (12-18)

1) Kategori-1:
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.

b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis.

c) Pasien TB ekstra paru.

21
Tabel 2. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Setiap hari Setiap hari
RHZE (150/75/400/275) RH (150/75)
Badan

selama 56 hari selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet


38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet

Tabel 3. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR)3)


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Setiap hari 3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
Badan

selama 56 hari selama 16 minggu

30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

2) Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
a) Pasien kambuh.

b) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya.

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

22
D. Efek Samping OAT
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping, namun terdapat beberapa penderita mengalami efek samping, oleh karena
itu perlu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan4
1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapat diteruskan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik adalah sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang,
sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, dan diare,
dan sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Rifampisin juga dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan hal ini tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat. Nyeri sendi juga dapat
terjadi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Gejala lain yang mungkin timbul juga seperti demam, mual, kemerahan dan
reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna parsial untuk warna merah dan hijau. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat

23
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
F. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita melipui evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat7
1. Evaluasi klinik
- Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 – 3 -5)
Pemeriksaan dahak dilakukan pada
- Evaluasi pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dahak sebelum
pengobatan
- Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke-3
- Pemeriksaan dahak ulang terakhir pada akhir bulan ke-5
3. Evaluasi radiologik (0 - 2 - 6/9 bulan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobatan
4. Evaluasi efek samping secara klinik
- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap

24
- Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal: ureum, kreatinin, dan
gula darah, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
- Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri

G. Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif7

Komplikasi TB (IPD)
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan baik akan
menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi tuberkulosis paru dibagi menjadi
komplikasi dini dan komplikasi lanjut8.

 Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncet’s


arthtopathy8
 Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas -> SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS),
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB8

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat batuk lama sejak


3 bulan yang lalu dengan dahak berwarna putih kehijauan, sering demam-menggigil
yang hilang timbul, keringat malam hari disertai penurunan berat badan yang tidak
jelas penyebabnya. Demam yang dikelukan pasien merupakan salah satu tanda
terjadinya inflamasi dalam tubuh dan demam pada penderita TB umunya hilang
timbul. Menggigil terjadi akibat suhu tubuh meningkat dengan cepat, tetapi tidak
diikuti dengan pengeluran panas dengan kecepatan yang sama. Pasien juga
mengeluhkan batuk dengan dahak bercampur darah pada 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Gejala-gejala tersebut merupakan gejala pada infeksi TB paru. Diagnosis
ini juga ditunjang dengan pemeriksaan sputum yang didapatkan hasil BTA +2 yang
berarti ditemukan 1-10 BTA per lapang pandang yang diamati pada 50 lapang
pandang8. Pada gambaran foto thoraks didapatkan gambaran infiltrat pada kedua
lapang paru yang merupakan gambaran dari adanya infeksi TB aktif.

Penatalaksanaan TB paru kasus baru adalah dengan terapi OAT kategori 1


meliputi rifampisin, isoniazid, pirazindamid dan etambutol selama fase intensif 2
bulan. Berdasarkan berat badan pasien yakni 52 kg, maka dosis yang diberikan 3
tablet 4KDT yang dikonsumsi setiap hari. Paracetamol dapat diberikan untuk
menurunkan kondisi demam pada pasien. Keluhan mual dan muntah pasien dapat
diatasi dengan pemberian sukralfat dan omeprazole.

Pasien juga mengeluhkan sesak yang dirasakan sudah sejak 3 bulan yang lalu
namun dirasakan makin memberat sehari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi, salah satunya efusi pleura. Pada gambaran foto
thoraks terlihat adanya efusi pleura minimal pada kedua lapang paru. Efusi pleura
merupakan salah satu komplikasi dari TB paru. Hipersensitivitas tipe lambat

26
merupakan mekanisme utama yang berperan dalam terjadinya efusi pleura5. Infeksi
pada kavum pleura awalnya berasal dari peradangan pada parenkim yang
menyebabkan respon imun yang akan meningkatkan pembentukan cairan pelura dan
penurunan pengeluaran cairan pleura5. Penumpukan cairan disebabkan meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler sehingga terjadi eksudasi plasma ke kavum pleura.
Torakosentesis dilakukan untuk pemeriksaan analisis cairan pleura sebagai penunjang
diagnostik dan juga sebagai terapi untuk membuang cairan yang ada di kavum
pleura6.

Anemia merupakan kondisi yang dapat ditemukan pada penyakit kronis9,10.


Pada penyakit TB umumnya terdapat gambaran anemia normositik normokromik,
meskipun sebagian kecil dapat berupa anemia mikrositik hipokromik. Kadar
hemoglobin pada pasien ini adalah 9 g/dL dengan nilai MCV dan MCH dibawah nilai
normal yang menandakan pasien mengalami anemia mikrositik hipokromik atau
anemia defisiensi besi10. Defisiensi besi dapat terjadi akibat asupan nutrisi yang
kurang atau terganggunya metabolisme zat besi. Tatalaksana utama pada anemia
penyakit kronis adalah dengan mengobati penyakit dasarnya9. Pemberian preparat
besi, eritropoietin dan trangusi dapat dipertimbangkan pada kondisi anemia yang
berat9.

27
BAB V

PENUTUP

Tuberkulosis merupakan penyakit yang dapat menimbulkan morbiditas dan


mortalitas meskipun strategi DOTS telah dilakukan di seluruh dunia. TB disebabkan
oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyebar melalui inhalasi
droplet yang mengandung BTA+. Manifestasi klinis dari penyakit ini berupa gejala
respiratorik (batuk) dan gejala sistemik (demam, penurunan berat badan, malaise,
keringat malam). Penatalaksanaan TB adalah dengan pemberian OAT selama 6-8
bulan sesuai pedoman nasional yang telah ditetapkan. TB dapat berkembang menjadi
berbagai komplikasi, salah satunya efusi pleura. Pada efusi pleura dapat dilakukan
torakosentesis sebagai penunjang diagnostik dan tatalaksana.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Tuberculosis Report 2016. 2016. Available at :


http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/. [Accessed at : 3 April
2018]
2. Kemenkes RI,. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. 2015. Available
at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin_tb.p
df. [Accessed at: 3 April 2018]
3. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2015. Available at :
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI
_2015/18_NTB_2015.pdf [Accessed at : 5 April 2018]
4. Kemenkes RI. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Katalog Dalam
Terbitan : Kementerian Kesehatan Nasional. 2014, pp. 1–210. Available at:
www.tbindonesia.or.id/opendir/Buku/bpn_p-tb_2014.pdf.
5. Vorster, M.J., et al. Tuberculous Pleural Effusions: advances and controversies.
Journal of Thoracic Disease. 2015; 7 (6):981-991
6. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI.
Fishman's Pulmonary Diseases and Disorders. 4th edition. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2008.

7. Permenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun


2016 Tentang Tuberkulosis. Jakarta. 2016.
8. WHO. Laboratory Services in Tuberculosis Control Part II. Geneva. 1998
9. Sudoyo, AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi V. Jakarta:
Interna Publishing. 2009.
10. Nasution, S.D. Malnutrisi dan Anemia pada Penderita Tuberkulosis. Majority
Journal. 2015, 4 (8); 29-36.

29

Anda mungkin juga menyukai