OLEH:
Elma Shari Pagehgiri
H1A014020
PEMBIMBING:
dr. Salim Said Thalib, Sp.P
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) hingga saat ini merupakan penyakit yang masih menjadi
masalah di dunia meski upaya pengendalian melalui strategi Directly observed
Treatment Short-course (DOTS) telah dilakukan di berbagai negara. TB masuk
dalam 10 penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia dengan angka kematian
akibat TB diperkirakan mencapai 1,4 juta jiwa1. Indonesia menduduki peringkat
kedua negara dengan jumlah kasus TB terbanyak yakni sekitar 1 juta kasus TB paru
pertahun (339 per 100.000 penduduk) dengan 100.000 kematian pertahun2. NTB
merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka kejadian TB paru yang cukup
tinggi yakni ditemukan sebanyak 4.151 kasus TB paru BTA+ pada tahun 2015.
Angka kematian TB paru di NTB dari tahun 2014 hingga tahun 2015 mengalami
peningkatan, yaitu dari jumlah kematian 2,9 per 100.000 penduduk menjadi 3 per
100.000 penduduk3.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Deden Oktaviansyah
Usia : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sumbawa Barat
Suku : Sasak
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
No. Rekam Medis : 603461
MRS : 1 April 2018
Tanggal pemeriksaan : 3 April 2018
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami satu minggu
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dirasakan semakin memberat
sehingga pasien langsung datang ke RSUD Sumbawa, setelah 2 hari kemudian
pasien dirujuk ke RSUD Provinsi NTB. Sesak dirasakan seperti terengah-engah dan
lebih berat terasa ketika berbaring. Sehari-hari pasien masih dapat tidur dengan 1
bantal.
2
Pasien juga mengeluhkan batuk dengan dahak bercampur darah yang
dialami 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk disertai darah berwarna merah
segar tanpa makanan . Jumlah batuk darah sangat sedikit dan hanya dialami 1 kali.
Pasien telah mengeluhkan batuk sejak 3 bulan yang lalu dengan dahak yang
berwarna putih kental dan demam yang hilang timbul. Keluhan lain yang dialami
pasien sering merasa berkeringat malam hari dan merasa berat badannya turun,
namun tidak pernah melakukan pengukuran berat badan. Pasien juga mengeluhkan
mual dan muntah sejak 1 minggu yang lalu. Frekuensi muntah 1 kali perhari.
3
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis / E4V5M6
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 28 kali/menit
Suhu : 37° C
SpO2 : 99% (tanpa nasal kanul O2)
Status Gizi
Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 19,1 (normal)
Status Lokalis
Kepala:
• Ekspresi wajah : normal
• Bentuk dan ukuran : normal
• Rambut : tersebar merata, rontok (-)
• Edema : (-)
• Malar rash : (-)
• Parese N. VII : (-)
• Nyeri tekan kepala : (-)
• Massa : (-)
Mata:
• Posisi : Simetris
• Alis : normal
• Exopthalmus : (-/-)
• Ptosis : (-/-)
4
• Edema palpebra : (-/-)
• Konjungtiva : anemis (+/+), hiperemia (-/-)
• Sklera : ikterus (-/-)
• Pupil : isokor, bulat, refleks pupil (+/+)
• Kornea : normal
• Lensa : keruh (-/-)
• Pergerakan bola mata ke segala arah: normal
• Nyeri tekan retroorbita (-)
Telinga:
• Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan
• Lubang telinga : normal, sekret (-/-)
• Nyeri tekan tragus : (-/-)
• Peradangan pada telinga (-)
• Pendengaran : kesan normal
Hidung:
• Simetris, deviasi septum (-/-)
• Napas cuping hidung (-/-)
• Perdarahan (-/-), sekret (-/-)
• Penghidu normal
Mulut:
• Simetris
• Bibir: sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
• Gusi: hiperemia (-), perdarahan (-)
• Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), oral kandidiasis (-), kemerahan di
pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-)
• Gigi: dalam batas normal
• Mukosa: normal
Leher:
• Simetris
5
• Kaku kuduk (-)
• Scrofuloderma (-)
• Pembesaran KGB (-)
• JVP: 5 + 1 (tidak meningkat)
• Pembesaran otot SCM (-)
• Otot bantu nafas SCM aktif (+)
• Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks:
1. Inspeksi:
• Bentuk & ukuran: asimetris, paru kiri lebih besar daripada paru kanan
• Pergerakan dinding dada: asimetris, paru kiri sedikit tertinggal
• Permukaan dada: papula (-), ptekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi
(-), vena kolateral (-), massa (-).
• Penggunaan otot bantu nafas: SCM aktif, tak tampak hipertrofi SCM, otot
bantu abdomen tidak aktif
• Iga dan sela iga: tidak ada pelebaran sela iga
• Fossa: deviasi trakea ke kanan, fossa suprklavikularis dan fossa
infraklavikularis normal
• Tipe pernapasan: torako-abdominal.
2. Palpasi:
• Posisi mediastinum: terdapat deviasi ke kanan
• Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
• Gerakan dinding dada: asimetris, kiri sedikit tertinggal dibandingkan
kanan
• Vocal fremitus:
Depan:
6
Normal Normal
Normal Melemah
Normal Melemah
Belakang:
Normal Normal
Normal Melemah
Normal Melemah
• Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicula line sinistra, thrill (-).
3. Perkusi:
Depan:
Sonor Sonor
Sonor Redup
Sonor Redup
Belakang
Sonor Sonor
Sonor Redup
Sonor Redup
• Batas paru-jantung:
- Kanan atas : ICS II parasternal line dekstra
- Kanan bawah : ICS IV parasternal line dekstra
- Kiri atas : ICS II midclavicular sinistra
- Kanan bawah : ICS V midclavicular sinistra
• Batas paru-hepar
- ICS IV – VI : ekskursi 2 ICS
• Cronig isthmus
- Kanan: 4 cm
7
- Kiri: 3 cm
4. Auskultasi:
• Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).
• Pulmo :
- Suara napas:
Vesikuler:
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler
• Tes bisik
+ +
+ +
+ +
• Tes percakapan
Bronkofoni
8
+ +
+ +
+ +
Abdomen:
Inspeksi:
• Distensi (-), mengikuti gerak nafas, darm contour (-), darm steifung (-).
• Umbilikus: masuk merata
• Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput medusae
(-), spider naevi (-), scar (-), striae (-), ruam (-)
Auskultasi:
• Bising usus (+) normal, frekuensi 10 x/menit
• Metallic sound (-)
• Bising aorta (-)
Perkusi:
• Orientasi : timpani
+ + +
+ + +
+ + +
• Organomegali : (-)
• Nyeri ketok : (-)
• Shifting dullness : (-)
Palpasi:
• Nyeri tekan (-), massa (-), defans muskular (-)
• Hepar, ren, dan lien: normal, tidak terdapat pembesaran.
• Nyeri kontralateral (-), nyeri tekan lepas (-)
9
Ekstremitas:
Ekstremitas Superior
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema : -/-
- Sianosis : -/-
- Ikterik : -/-
- Clubbing finger : -/-
- Lemah : -/-
Ekstremitas Inferior
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema : -/-
- Sianosis : -/-
- Ikterik : -/-
- Clubbing finger : -/-
- Lemah : -/-
10
MCH 24,2 pg 26,0 - 34,0
MCHC 31,1 g/dL 32,0 - 36,0
PLT 732000 /uL 150000 – 400000
11
Rontgen Thoraks
12
- Sudut costofrenikus kanan tidak lancip, kiri tidak terlihat
- Pulmo : terdapat gambaran infiltrat pada kedua lapang paru
- Cor: tidak dapat dievaluasi
- Kesan : TB paru aktif dan efusi pleura
V. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dialami sejak 1 minggu, dan
memberat sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh batuk dengan batuk
dahak berisi darah pada 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien telah mengalami
batuk sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul,
keringat malam, penurunan berat badan, nyeri epigastrium serta mual-muntah.
Riwayat HT, DM, asma, penyakit jantung dan ginjal disangkal. Pada keluarga dan
lingkungan tempat tinggal pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa, batuk
lama maupun pengobatan OAT 6 bulan.
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 84 kali/menit, pernapasan 28 kali/menit, suhu 37° C, SpO2 99%. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, penggunaan SCM aktif, bentuk
thoraks asimetris, dengan sisi kiri pernapasan sedikit tertinggal, deviasi trakea ke
kanan, suara vesikuler menurun pada pulmo sinistra, ronkhi pada 2/3 lapang paru
dekstra-sinistra, perkusi redup pada pulmo sinistra, bronkofoni + pada seluruh lapang
paru dan nyeri tekan epigastrium.
VI. ASSESSMENT
- TB paru BTA (+) kasus baru on treatment
- Efusi pleura
13
Torakosentesis untuk analisa cairan pleura
USG Thoraks
CT-scan thoraks
Terapi
Medikamentosa :
IVFD NaCl 2500 ml/hari 20 tpm
OAT kategori 1: 3 tablet 4KDT satu kali sehari
Nebulizer Combivent setiap 8 jam
Paracetamol 500 mg 3 x 1
Injeksi i.v. omeprazole vial 40 mg setiap 12 jam
Sukralfat sirup 500 mg/5ml 3 kali 1
Non-Medikamentosa
Tirah baring
Oksigen nasal kanul 2 lpm
Torakosentesis
VIII. PROGNOSIS :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
Definisi
15
yang ditandai dengan munculnya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang akan
memfagosit bakteri. Setelah 4-8 minggu infeksi akan dibentuk mekanisme pertahan
spesifik yaitu terjadi sensitisasi sel T terhadap antigen spesifik. Mekanisme
pertahanan spesifik ditandai dengan dimulainya respon cell-mediated immunity
(CMI) dan felayed type hipersentitivity (D). Respon DTH ditandai dengan adanya
nekrosis kaseosa akibat lisisnya sel-sel makrofag alveoli yang belum teraktivasi.
Klasifikasi
16
c) Pasien putus berobat (lost to follow-up) adalah pasien yang pernah diobati
dan dinyatakan lost to follow up. (Klasifikasi ini sebelumnya dikenal
sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
d) Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui adalah pasien
TB yang tidak masuk dalam kelompok 1) atau 2)
Manifestasi Klinis
Gejala penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu gejala pulmonal
dan gejala konsitusional. Gejala yang paling sering dilaporkan pada TB paru adalah
batuk (23-47%), penurunan berat badan (7-24%) dan hemoptisis (8-9%)6. Batuk
merupakan gejala utama yang ditemukan, umunya berlangsung selama 2 minggu atau
lebih. Batuk merupakan respon untuk mengeluarkan produk-produk radang. Batuk
yang pertama muncul adalah batuk kering kemudian akan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum) dan lebih lanjut dapat disertai dengan darah. Batuk dapat
disertai dengan keluhan tambhan seperti sesak napas, nyeri dada, malaise, nafsu
makan berkurang, keringat malam hari tanpa kegiata fisik, dan demam meriang lebih
dari satu bulan4,7.
Tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik bergantung pada luas dan
kelainan struktur paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisik dapat normal atau dapat
ditemukan tanda konsolidasi paru terutama di apeks paru. Tanda tersebut dapat
berupa fremitus vokal meingkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau
adanya suara napas tambhan ronkhi terutama di apeks paru6.
17
foto thoraks. Pada TB paru aktif gambaran radiologis yang terbentuk adalah
bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen
superior lobus bawah paru. Kavitas dapat muncul lebih dari satu dan dikelilingi
bayangan opak berawan atau nodular. Gambaran efusi pleura dari ringan hingga
sedang juga dapat tampak. Pada TB paru inaktif dapat muncul gambaran fibrotik,
kalsifikasi dan penebalan pleura6.
Diagnosis
18
yang bekerja dengan bahan kimia yang berrisiko menimbulkan paparan
infeksi paru
b. Pemeriksaan Laboratorium7
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dahak selain berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan
menilai keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
- S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
- P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur.
Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB Pemeriksaan tes cepat
molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk
penegakan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil
pengobatan.
Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube)
untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).
c. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.
d. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium
yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan
sertifikat nasional maupun internasional.
e. Pemeriksaan serologis. Sampai saat ini belum direkomendasikan.
19
Tatalaksana
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)4,7
Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Tahap Awal
Pengobatan pada tahap ini bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
bakteri yang mungkin telah resisten. Pengobatan tahap awal pada semua pasien
baru harus diberikan selama 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pengobatan pada tahap ini bertujuan untuk membunuh sisa-sia bakteri yang
masih ada dalam tubuh sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan.
1. Obat lini pertama yang digunakan adalah Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E).
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari: Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol
275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) adalah Kanamisin, Kuinolon, Obat
lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat,
Derivat rifampisin, dan INH
20
3. Kategori Anak : 2(HRZ) / 4(HR) atau 2HRZE(S) / 4-10HR.
4. Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2, yaitu
Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat
TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
C. Dosis OAT
Pengobatan TB dengan paduan OAT Lini Pertama yang digunakan di
Indonesia dapat diberikan dengan dosis harian maupun dosis intermiten (diberikan 3
kali perminggu) dengan mengacu pada dosis terapi yang telah direkomendasikan.
1) Kategori-1:
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
21
Tabel 2. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 (2(HRZE)/4(HR))
Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Setiap hari Setiap hari
RHZE (150/75/400/275) RH (150/75)
Badan
2) Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
a) Pasien kambuh.
22
D. Efek Samping OAT
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping, namun terdapat beberapa penderita mengalami efek samping, oleh karena
itu perlu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan4
1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Pada keadaan tersebut
pengobatan dapat diteruskan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik adalah sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang,
sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah, dan diare,
dan sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Rifampisin juga dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat,
air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan hal ini tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat. Nyeri sendi juga dapat
terjadi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Gejala lain yang mungkin timbul juga seperti demam, mual, kemerahan dan
reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna parsial untuk warna merah dan hijau. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat
23
dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
F. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita melipui evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat7
1. Evaluasi klinik
- Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
- Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologik (0 – 3 -5)
Pemeriksaan dahak dilakukan pada
- Evaluasi pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dahak sebelum
pengobatan
- Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke-3
- Pemeriksaan dahak ulang terakhir pada akhir bulan ke-5
3. Evaluasi radiologik (0 - 2 - 6/9 bulan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobatan
4. Evaluasi efek samping secara klinik
- Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan
darah lengkap
24
- Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal: ureum, kreatinin, dan
gula darah, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping
pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
- Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan
dan audiometri
G. Kriteria Sembuh
- BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
- Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan
- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif7
Komplikasi TB (IPD)
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan baik akan
menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi tuberkulosis paru dibagi menjadi
komplikasi dini dan komplikasi lanjut8.
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien juga mengeluhkan sesak yang dirasakan sudah sejak 3 bulan yang lalu
namun dirasakan makin memberat sehari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dapat
disebabkan oleh berbagai kondisi, salah satunya efusi pleura. Pada gambaran foto
thoraks terlihat adanya efusi pleura minimal pada kedua lapang paru. Efusi pleura
merupakan salah satu komplikasi dari TB paru. Hipersensitivitas tipe lambat
26
merupakan mekanisme utama yang berperan dalam terjadinya efusi pleura5. Infeksi
pada kavum pleura awalnya berasal dari peradangan pada parenkim yang
menyebabkan respon imun yang akan meningkatkan pembentukan cairan pelura dan
penurunan pengeluaran cairan pleura5. Penumpukan cairan disebabkan meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler sehingga terjadi eksudasi plasma ke kavum pleura.
Torakosentesis dilakukan untuk pemeriksaan analisis cairan pleura sebagai penunjang
diagnostik dan juga sebagai terapi untuk membuang cairan yang ada di kavum
pleura6.
27
BAB V
PENUTUP
28
DAFTAR PUSTAKA
29