Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh

Varian Asman

H1A 014 078

Pembimbing:

dr. Lina Nurbaiti, M.Kes, FISPH, FISCM

dr. Wahyu Sulistya Affarah, MPH

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS


NARMADA

2019

0
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit menular bersumber binatang (PB2) masih merupakan salah satu


masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia yang hingga kini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Dengan angka kesakitan dan
kematian yang cukup tinggi serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB) dan/atau wabah serta memberikan dampak kerugian ekonomi masyarakat
1
.
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit di Indonesia telah teridentifikasi
terutama terkait dengan penyakit menular tropis (tropical diseases), baik yang
endemis maupun penyakit menular potensial wabah. Demam berdarah dengue
(DBD) adalah salah satu penyakit infeksi yang dibawa oleh vektor seperti nyamuk
aedes spp. nyamuk yang paling cepat beregenerasi di dunia, dimana setiap
1,2
tahunnya hampir 390 juta orang terinfeksi . Demam Berdarah Dengue atau
DBD adalah penyakit yang membuat penderitanya mengalami rasa nyeri yang
luar biasa, seolah-olah terasa sakit hingga ke tulang .Sebagian diantaranya
mewabah secara tiba-tiba dan menjangkiti ribuan orang dalam waktu singkat.
Penyakit DBD sebagai salah satu penyakit menular, sampai saat ini masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di Provinsi NTB karena penyebarannya
yang cepat, berpotensi kematian dan semua kabupaten/kota sudah pernah
terjangkit DBD3.
Menurut Depkes RI, jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 68.407
kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 493 orang di seluruh Indonesia
pada tahun 2017. Tren kasus cenderung menurun dibandingkan tahun 2016
dimana terdapat 204.171 kasus. Di NTB sendiri pada tahun 2017, jumlah kasus
DBD yang ditemukan 1605 kasus dan cenderung menurun pada tahun 2016 yaitu
3.385, dimana kasus terbanyak dilaporkan terjadi di kabupaten Sumbawa,
Lombok Timur, dan kota Mataram1,3

1
Penyakit DBD yang termasuk dalam kategori febris tercatat dalam 10
penyakit terbanyak dalam kunjungan rawat inap di IGD pada tahun 2016 hingga
2018 di Puskesmas Narmada. Berdasarkan laporan kunjungan pasien ke
Puskesmas Narmada pada tahun 2019 hingga bulan april, jumlah penderita DBD
berjumlah sebanyak 11 kasus, dimana pada tahun 2018 tercatat tidak ada yang
menderita DBD sebelumnya4. Karena peningkatan jumlah kasus tersebut,
diperlukan perencanaan strategi kesehatan masyarakat dalam mengatasinya.
Dibutuhkan upaya pencegahan dan pemberantasan agar prevalensi DBD semakin
berkurang dan tidak menyebabkan penularan terhadap banyak orang. Beberapa
faktor yang berkaitan seperti kebersihan lingkungan dan pola hidup yang kurang
baik, kesadaran masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD yang cenderung
mengarah ke upaya kuratif serta kurangnya upaya promotif ataupun preventif
masyarakat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tetap tingginya kejadian
DBD di masyarakat. Penelusuran terhadap sumber infeksi dilakukan untuk dapat
memutus rantai penularan. Tentunya hal ini membutuhkan partisipasi dari seluruh
pihak, baik masyarakat maupun tenaga medis agar dapat tercapai.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda
perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau
ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, BAB darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (shock) 5
2.2 Epidemiologi
Data dari WHO menunjukkan bahwa kasus dari DBD sering terjadi secara
regular pada wilayah beriklim tropis dan subtropis 2 .Data Depkes mengenai DBD
pada tahun 2016 didapatkan jumlah 204.171 kasus dan mengalami penurunan tren
pada tahun 2017 dengan jumlah 68.407 kasus, Dimana Jawa Barat adalah salah
satu provinsi dengan jumlah kasus tertinggi sebanyak 10.016 dan NTB adalah
provinsi ke-15 dengan kasus DBD terbanyak berjumlah 1527 kasus 6

2.3 Etiologi
2.3.1 Virus
Virus dengue adalah anggota genus Flavivirus dan keluarga Flaviviridae.
Virus kecil ini (50 nm) mengandung RNA untai tunggal sebagai genom.
Virion terdiri dari nukleokapsid dengan simetri kubik yang terlampir dalam
amplop lipoprotein. Genom virus dengue panjangnya 11.644 nukleotida, dan
terdiri dari tiga gen protein struktural yang mengkode nukleokaprid atau
protein inti (C), protein terkait membran (M), protein envelove (E), dan
protein amplop (E), dan tujuh non-struktural gen protein (NS). Di antara
protein non-struktural, glikoprotein amplop, NS1, memiliki kepentingan
diagnostik dan patologis. Ini berukuran 45 kDa dan terkait dengan
hemaglutinasi virus dan aktivitas netralisasi.2

3
Virus dengue membentuk kompleks yang berbeda dalam genus Flavivirus
berdasarkan karakteristik antigenik dan biologis. Ada empat serotipe virus,
yang ditetapkan sebagai DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Infeksi
dengan satu serotipe memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
virus itu. Meskipun keempat serotipe memiliki kesamaan antigenik, mereka
cukup berbeda untuk memperoleh perlindungan silang hanya beberapa bulan
setelah infeksi oleh salah satu dari mereka. Infeksi sekunder dengan serotipe
lain atau banyak infeksi dengan serotipe berbeda menyebabkan bentuk demam
berdarah (DHF / DSS) yang parah2.
2.3.2 Vektor
Vektor penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, namun yang menjadi vektor
utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti
dikenal dengan sebutan black-white mosquito atau tiger mosquito karena
tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis dan bercak-bercak
putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas
utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di
kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari
puggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking)7.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadium, yaitu stadium telur,
larva, pupa, dan dewasa. Stadium dewasa hidup di alam bebas, sedangkan
ketiga stadium yang hidup dan berkembang di dalam air. Nyamuk meletakkan
telurnya di tempat yang berair. Telur akan menetas menjadi stadium
larva/jentik, terdiri dari instar 1-4. Stadium jentik memerlukan waktu kurang
lebih satu minggu. Selanjutnya jentik akan berubah menjadi pupa. Pada
stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah cukup waktunya
nyamuk yang keluar dari kepompong dapat terbang. Dari pupa akan keluar
nyamuk/stadium dewasa. Nyamuk jantan keluar lebih dahulu dari nyamuk
betina, setelah nyamuk jantan keluar, maka jantan tersebut tetap tinggal di
dekat sarang (breeding places). Kemudian setelah jenis yang betina keluar,
maka si jantan kemudian akan mengawini betina sebelum betina tersebut

4
mencari darah. Betina yang telah kawin akan beristirahat untuk sementara
waktu (1-2 hari) kemudian baru mencari darah. Setelah perut penuh darah
betina tersebut akan beristirahat lagi untuk menunggu proses pematangan
telurnya.1

Gambar. Siklus hidup nyamuk1


Nyamuk Aedes aegypti memiliki tempat perkembangbiakan utama
adalah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung
di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah. Nyamuk ini biasanya
tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan
dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut : 1). Tempat penampungan air (TPA) untuk
keperluan sehari-hari, seperti : drum, tangki, reservoir, tempayan, bak
mandi/wc dan ember. 2). Tempat penampungan air bukan untuk keperluan
sehari-hari, seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan
barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain). 3). Tempat
penampungan air alamiah seperti : lobang pohon, lobang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu. 2,8

5
Nyamuk Aedes aegypti betina mampu terbang rata-rata 40 meter,
maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan, nyamuk dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti sebagai vektor
DBD tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini
dapat tersebar dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari
permukaan laut. Nyamuk tidak dapat berkembang biak di atas ketinggian
1.000 m karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga
tidak memungkinkan kehidupan bagi nyamuk tersebut 9

2.4 Perubahan iklim dan dampaknya terhadap penyakit dengue


Perubahan iklim global mengacu pada perubahan skala besar dalam pola iklim
selama bertahun-tahun, termasuk fluktuasi dalam efek rumah kaca terkait curah
hujan dan suhu (termasuk emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar
fosil dan metana dari sawah dan ternak), dimana solar radiasi terperangkap di
bawah atmosfer. Pemanasan global diperkirakan akan menyebabkan kenaikan
rata-rata suhu global 2,0 ° C – 4,5 ° C pada tahun 2009 dan ini dapat memiliki
dampak yang jelas pada penyakit yang ditularkan melalui vektor. Dampak
maksimum dari perubahan iklim pada transmisi kemungkinan besar untuk diamati
pada ujung ekstrem kisaran suhu di mana transmisi terjadi. Kisaran suhu untuk
demam berdarah terletak antara 14 ° C dan 18 ° C di ujung bawah dan 35 ° C dan
40 ° C di ujung atas. Meskipun spesies vektor, sebagai pemulia domestik, adalah
endofagik dan endofilik, sebagian besar tetap terisolasi dengan menyesuaikan
dengan persyaratan ekologis manusia. Namun, dengan peningkatan suhu 2 ° C
periode inkubasi DENV ekstrinsik akan dipersingkat dan lebih banyak nyamuk
yang terinfeksi akan tersedia untuk jangka waktu yang lebih lama. Selain itu,
nyamuk akan menggigit lebih sering karena dehidrasi dan karenanya semakin
meningkatkan jumlah kontak manusia - nyamuk.2
2.6 Diagnosis 2
Manifestasi klinis untuk mendiagnosis klinis yaitu:
• Demam: awitan akut, tinggi dan terus-menerus, berlangsung selama dua
hingga tujuh hari dalam banyak kasus.

6
• Manifestasi hemoragik berikut termasuk tes tourniquet positif (yang paling
umum), petekie, purpura (di lokasi venepuncture), ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, dan hematemesis dan / atau melena.
• Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahap penyakit pada
90% -98% anak-anak. Frekuensi bervariasi dengan waktu dan / atau
pengamat. • Syok, dimanifestasikan oleh takikardia, perfusi jaringan yang
buruk dengan denyut nadi lemah dan tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi dengan adanya kulit yang dingin, lembab, dan / atau
gelisah.
Temuan laboratorium
• Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang) .
• Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit ≥20% i dari baseline pasien atau
populasi pada usia yang sama.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Adanya pembesaran hati di samping dua kriteria klinis
pertama menunjukkan DBD sebelum timbulnya kebocoran plasma.
Adanya efusi pleura (rontgen dada atau ultrasonografi) adalah bukti paling
objektif dari kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia memberikan bukti
pendukung. Ini sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut:
• anemia.
• perdarahan hebat.
• di mana tidak ada hematokrit awal.
• kenaikan hematokrit <20% karena terapi intravena dini.
Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia yang
ditandai mendukung diagnosis DSS. ESR rendah (<10 mm / jam pertama)
selama syok membedakan DSS dari syok septik.

2.7 Penatalaksanaan penanggulangan


Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan KLB dapat dicegah.Selanjutnya dalam

7
melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta
masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.
Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat
tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum
dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan umum dari Penyelidikan
Epidemiologi adalah untuk mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD
lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah
sekitar tempat tinggal penderita, dan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui
adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada/tidaknya jentik
nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus)
yang akan dilakukan. 9
Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus
dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat, pembinaan suasana lingkungan
sosialnya, dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya
program pengendalian DBD. Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota bersama puskesmas. Adapun materi pesan dalam penyuluhan
adalah mengenai waspada Nyamuk Demam Berdarah, Gejala demam berdarah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di rumah
dan 3 M Plus dengan menggunakan media antara lain media massa cetak dan
elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain) serta media
tradisional.0

8
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. TH
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Sembung
Tanggal Pemeriksaan : 22 April
Identitas keluarga : Kepala Keluarga

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Meriang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Narmada diantar oleh dua teman pasien dengan
keluhan demam, pusing dan mual muntah sejak 4 hari yang lalu. Demam yang
dikeluhkan pasien terus menerus, namun pasien tidak mengukurnya dengan
thermometer. Pasien sempat memeriksa darah dan didapatkan trombosit
56.000 dan hematocrit >20%. Keluhan tersebut muncul setelah anak pertama
dari pasien mengalami demam dan sempat dibawa ke RS Awet Muda yang
dicurigai demam dengue, namun anak dari pasien belum sempat memeriksa
laboratoriumnya. Pasien datang ke puskesmas karena demam yang tidak
kunjung sembuh sejak 4 hari yang lalu yang disertai keresahan warga
dikarenakan isu demam berdarah di wilayah tempat tinggal dari pasien
tersebut.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa.

9
Riwayat Penyakit Keluarga :
Anak dan Ayah dari pasien menderita keluhan serupa sejak 5 hari yang lalu.

Genogram Keluarga Pasien

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Menderita penyakit

: Pasien

10
: Tinggal satu rumah

Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku pernah mengobati keluhan yang dialaminya dengan membeli
obat di warung.
Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan ataupun
obat – obatan tertentu.

Riwayat Sosial, ekonomi dan Lingkungan :


Pasien tinggal bersama ayah dan keluarga yang beranggotakan anak dan istri.
Berikut usia dan pekerjaan dari masing-masing anggota keluarga:
- Ayah pasien 69 tahun, bekerja sebagai wiraswasta
- Ibu pasien sebagai IRT
- Istri pasien 28 tahun, sebagai wiraswasta
- Anak pasien 9 tahun
Kondisi sosial ekonomi keluarga menengah kebawah, dimana pasien yang
bekerja sebagai pekerja bengkel memiliki penghasilan tidak menentu yaitu
sekitar Rp. 600.000-Rp. 700.000 per bulan. Keluarga pasien tinggal di
lingkungan padat penduduk di wilayah Sembung dimana terdapat isu penyakit
serupa yang sedang hangat dibicarakan. Untuk air minum digunakan air
PDAM yang dimasak. Untuk keperluan MCK juga digunakan air PDAM, dan
semua anggota keluarga selalu mandi dan BAB menggunakan kamar mandi
yang terletak di dalam rumah pasien.

III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Frek. Nadi : 86 x/menit
Frek. Napas : 20 x/menit

11
Suhu : 38,40 C
Berat badan : 53 kg
Status Gizi : Gizi baik

Kepala-Leher:
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Hitam, lebat, distribusi merata
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)
Telinga : Deformitas pinna (-), serumen (-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1,
detritus (-)
Gigi & mulut : Karies dentis (-), sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thorax :
 Cor:
 Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : iktus kordis teraba ICS 5 midklavikula sinistra
 Perkusi : Batas atas pada ICS 2
 Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
 Pulmo:
 Inspeksi : Bentuk simetris, Pergerakan simetris, frekuensi 20
x/menit, teratur
 Palpasi : Pergerakan simetris
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Suara tambahan rhonki -/-,
Suara tambahan wheezing -/-
Abdomen :
 Inspeksi : distensi (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

12
 Palpasi :Turgor dan tonus: normal, nyeri tekan epigastrium: (-),
Hepar/Lien/Ren: tidak teraba
 Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas atas: Akral hangat : +/+
Deformitas : (-)
Edema: (-/-)
Sianosis : (-)
Ptekie (+)
Ekstremitas bawah : Akral hangat : +/+
Deformitas : (-)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium

V. DIAGNOSIS
Dengue Hemorragik Fever

VI. TATALAKSANA
Tujuan Terapi
 Menangani keluhan
 Meningkatkan keadaan umum dari pasien
a. Farmakologi
 Ranitidin 2x1
 Paracetamol 3x1
 Domperidon 3x1
 Vitamin B complex 1x1
b. Konseling
 Pasien harus menggunakan obat anti gigitan nyamuk saat ingin
beristirahat

13
 Membasmi sarang nyamuk (jentik) yang ada di rumah dan sekitarnya
 Meningkatkan imunitas dari tubuh
 Perbanyak istirahat
VII. Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

Denah Rumah Pasien

14
BAB IV
PENELUSURAN HOME VISIT

4.1. Dasar Pemilihan Kasus4


Penyakit DBD yang termasuk dalam kategori febris tercatat dalam
10 penyakit terbanyak dalam kunjungan rawat inap IGD pada tahun 2016
hingga 2018 di Puskesmas Narmada. Berdasarkan laporan kunjungan
pasien ke Puskesmas Narmada pada tahun 2019 hingga bulan april, jumlah
penderita DBD berjumlah sebanyak 11 kasus, dimana pada tahun 2018
tercatat tidak ada yang menderita DBD sebelumnya. Peningkatan kasus
tersebut pernah tinggi ketika tahun 2016, dengan jumlah kasus 36
(Gambar 4.1). Dari 11 kasus tahun 2019, didapatkan persebaran kasus, 3
kasus di Batu Rimpang, 4 di Sembung, dan 4 di Gerimax (Gambar 4.2).

15
DATA PREVALENSI DBD PKM NARMADA
40

35

30

25

20

15

10

2016 2017 2018 2019

Gambar 4.1. Jumlah penderita DBD di Puskesmas Narmada pada tahun 2016
hingga 2019.

DATA KASUS DBD TAHUN 2019


4.5
4
3.5

3
2.5
2

1.5
1
0.5

Batu Rimpang Sembung Gerimax

Gambar 4.2 Jumlah kasus DBD pada tahun 2019

Berdasarkan hal tersebut, perlu dicari tahu mengapa kasus penyakit DBD
menjadi meningkat. Dari konsep determinan H.L. Bloom dapat disimpulkan

16
bahwa faktor yang berperan adalah faktor biologis, lingkungan, perilaku dan
peran layanan kesehatan. Faktor faktor tersebut dapat menyebabkan timbulnya
beberapa masalah dan salah satunya adalah penyakit infeksi seperti DBD.

4.2. Hasil Penelusuran


 Pasien adalah seorang kepala keluarga. Pasien tinggal dirumah berlima
dengan ayah, ibu, istri, dan satu anaknya.
 Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk di wilayah Sembung, dimana
kasus yang serupa di desa tersebut sedang banyak.
 Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1
kamar mandi, dan dapur, serta rumah tersebut menyatu dengan bengkel.
Luas rumah pasien ± 8 x 12 meter, jarak rumah pasien dengan rumah
tetangga di depan (Selatan) ± 5 meter yang dipisahkan oleh jalan utama,
samping kiri (Barat) ± 1,5 meter, samping kanan (Timur) menyatu dengan
rumah tetangga, serta belakang rumah (timur) ± 1 meter. Dapur berada di
dalam rumah yang tepat di depan kamar mandi.
 Satu kamar tidur dihuni oleh tiga anggota keluarga yaitu pasien, istri dan
anak, dan kamar yang lainnya dihuni oleh orang tua dari pasien. Terdapat
ventilasi kecil pada kedua kamar tidur pasien, terdapat 4 jendela dan 4
ventilasi kecil di ruang keluarga namun jarang terbuka untuk sirkulasi
udara, hanya sinar matahari yang dapat masuk walaupun tidak seluruh
bagian rumah yang terkena sinar matahari. Dari kedua kamar dan ruang
keluarga ditemukan banyak baju dan barang-barang yang digantung dan
ditumpuk. Lantai rumah terbuat dari tehel, dinding rumah berupa tembok,
plafon terbuat dari asbes, dan atap rumah terbuat dari genteng.
 Sumber air minum, mandi, dan cuci berasal dari air PDAM.
 Bak mandi pasien jarang dibersihkan, maupun di kuras.

17
 Pendapatan keluarga dari penghasilan pasien yang bekerja sebagai pekerja
bengkel. Kira-kira penghasilan pasien mencapai Rp.600.000-Rp.700.000
per bulan.
 Menurut istri pasien, anak dan ayah pasien memiliki keluhan yang sama
dengan pasien terlebih dahulu. Pasien belum pernah dibawa berobat
sebelumnya untuk keluhan ini.
 Pada penelusuran pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dari 40 unit
keluarga yang berada di sekitar rumah pasien, didapatkan angka bebas
jentik (ABJ) yaitu ≤ 95%
 Jentik ditemukan di wadah berupa genangan di dalam ban bekas,
penampungan air yang tidak terpakai, namun jarang ditemukan di dalam
bak mandi dikarenakan ≥80% masyarakat menggunakan bak mandi plastic
dan mandi di mata air (pancuran).
 Lingkungan pasien telah mendapatkan fogging 1 minggu setelah
kunjungan.

4.3 Kerangka Konsep Masalah Pasien

BIOLOGIS
Nyamuk Aedes Aegepty.

LINGKUNGAN
PERILAKU
 Lingkungan
tempat tinggal  Kurangnya
pasien padat pengetahuan
penduduk tentang penyakit
dengan rumah
DBD
DBD
saling
 Terdapat banyak
berhimpitan.
tumpukan pakaian
 Kondisi cuaca
pancaroba di rumah
18
 Perilaku jarang
 Keadaan rumah
kurang bersih menggunakan obat
 Adanya anti gigitan
tetangga yang nyamuk sebelum
BAB V

PEMBAHASAN

A. Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Penyakit berbasis lingkungan dan vektor binatang merupakan salah satu
masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin pada
peningkatan kejadian DBD pada tahun 2018 dibandingkan dengan tahun 2017.
Diketahui dalam data sepuluh penyakit terbanyak tahun 2018, penyakit DBD
,termasuk dalam kategori febris, tercatat dalam 10 penyakit terbanyak dalam
kunjungan rawat jalan di poli Puskesmas Narmada. Upaya kesehatan lingkungan,
promosi kesehatan dalam menanggulangi hal ini sangat diperlukan.
Penyakit DBD ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegepty dengan
cara menggigit seseorang, dimana penularan penyakit tersebut banyak terutama di
daerah yang banyak terdapat genangan air seperti bak mandi, bekas kaleng
minuman yang terisi air. hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
perorangan dan masyarakat terhadap jentik yang ada dan cara menanggulanginya
serta buruknya sanitasi lingkungan.
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan
faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor
yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat,
faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan
(jenis, cakupan dan kualitasnya). Demam berdarah dengue juga menjadi masalah
di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :

1. Faktor perilaku dan lingkungan


Faktor perilaku manusia berperan penting dalam distribusi dan
perkembangan penyakit, terutama penyakit menular. Pola hidup yang bersih dan
sehat merupakan aspek penting dalam pencegahan dan penanggulangan dari suatu
penyakit menular..

19
Kebanyakan masyarakat kurang mengetahui, masyarakat awam secara luas
menganggap bahwa keberadaan nyamuk aedes aegepty adalah hal yang biasa.
Perilaku yang terkesan kurang memperhatikan penyakit yang sedang dideritanya
ini terkait dengan kurangnya pengetahuan tentang DBD itu sendiri.
Perilaku hidup bersih sangat ditekankan untuk menghentikan penyebaran
dan perkembangan penyakit ini, terutama pengendalian secara biologis yang
ditekankan melalui perilaku, seperti6:
1) Menerapkan pengendalian lingkungan dengan pemberantasan sarang nyamuk
dengan program 3M seperti mengurang bak mandi dan penampungan air,
menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas yang dapat
menampung air
2) Selalu mengganti air yang ada di vas bunga atau tempat minum burung
setidaknya seminggu sekali.
3) Membersihkan saluran air tergenang secara rutin
4) Memelihara ikan cupak di kolam renang
5) Penggunaan obat nyamuk secara rutin sebelum istirahat.

Dari aspek lingkungan, ditemukan persentase ABJ di lingkungan pasien


adalah ≤95%. Pengamatan dilakukan terhadap 40 unit keluarga, 5 lokasi di
antaranya positif jenik aedes aegepty. Jentik ditemukan di media seperti ban
bekas, penampungan air dan wadah berbahan plastic yang lama tidak dihiraukan.
Pada kasus ini, tidak ditemukan jentik berada di bak mandi dari masyarakat
setempat, karena dari 40 unit keluarga yang didatangi, hanya 9 unit keluarga yang
memiliki bak mandi, sisanya menggunakan mata air untuk dijadikan sumber air.
Pada aspek perilaku, pasien mengaku jarang menguras bak mandi, serta
menggunakan obat anti gigitan nyamuk sebelum beristirahat. Di dalam rumah
pasien sendiri, ditemukan banyak pakaian menggantung, maupun tertumpuk di
rumah pasien, dimana hal itu dapat menjadi tempat istirahat nyamuk. Pada tempat
kerja pasien (bengkel) didapatkan, tempat tersebut terkesan berantakan, banyak
ban bekas yang tergeletak, yang bisa saja menjadi sarang nyamuk DBD.

20
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Promosi kesehatan dibidang kesehatan lingkungan, terutama penyakit
yang menular belum sepenuhnya tersampaikan kepada lini masyarakat. Pelayanan
Kesehatan yang belum terpenuhi pada pasien ini adalah informasi yang belum
memadai mengenai DBD, peran vektor dan lingkungan serta perilaku masyarakat
yang dapat menjadi boomerang akan penyakit ini. Peran kader, keterlibatan bidan
desa dan posyandu pembantu dalam penemuan kasus DBD dan penanganannya
yang belum maksimal, menjadi salah satu indikator yang dapat menyebabkan
penularan penyakit DBD semakin luas. Pelayanan kesehatan sangat berperan
penting terhadap pencegahan penularan ataupun penyebaran berbagai penyakit
menular, termasuk DBD ini. Promosi kesehatan secara menyeluruh sangat penting
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar tidak terjadi kasus lebih lanjut.
Dalam kasus ini, pasien mengaku tidak pernah mendapatkan penyuluhan
sebelumya mengenai DBD, dan dampak dari vektor yang membawa penyakit
tersebut sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan terhadap intervensi dari
penyakit tersebut. Pasien mendapatkan penyuluhan setelah penyakit tersebut
sudah terjadi di lingkungan tersebut.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak puskesmas Narmada terhadap
penderita yang telah didiagnosis dengan DBD antara lain: memberikan terapi
yang sesuai di balai pengobatan, kemudian laporan adanya temuan penyakit
tersebut, tim yang terdiri dari bidan desa, posyandu pembantu, dan surveillance
dari Puskesmas turun ke lokasi temuan untuk melakukan penyelidikan
epidemiologi.

21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
 Pada tahun 2016, tercatat sebanyak 36 kasus didapatkan, dan 2 tahun
setelahnya hampir tidak tercatat adanya kasus baru, namun pada tahun
2019 ditemukan hingga bulan april sejumlah 11 kasus ditemukan
 Faktor biologis, perilaku, lingkungan serta peran puskesmas menjadi
pengaruh terhadap penyebaran kasus ini

B. Saran
 Penyebaran penyakit ini dapat di stop dengan dilakukannya peningkatkan
pengetahuan akan DBD dan vektor yang membawanya, sehingga dapat
terputusnya rantai penyebaran.
 Perlu lebih mengoptimalkan upaya promotif yaitu melalui sosialisasi
program pemerintah seperti PROMKES, KESLING, dan P2M.
 Memberikan edukasi tentang DBD termasuk cara penularan, pengobatan
serta pengendaliannya.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50. Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan
Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya. 2017
2. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. 2011
3. Dinas Kesehatan NTB. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun
2017. 2017
4. Bank Data Puskesmas Narmada tentang Demam Berdarah Dengue Tahun
2016-2019
5. Keputusan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia Nomor Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992, tentang. Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue.
6. InfoDATIN. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. 2017
7. Zulkoni., A. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Muha medika. p. 165-68
8. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Soegeng Soegijanto, et al. Demam berdarah
dengue. Jakarta: 2002
9. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
BerdarahDengue (PSN DBD) Oleh Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK).
Jakarta: DirjenPP&PL; 2012

23
Lampiran

24
25
26

Anda mungkin juga menyukai