Oleh
Varian Asman
Pembimbing:
2019
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penyakit DBD yang termasuk dalam kategori febris tercatat dalam 10
penyakit terbanyak dalam kunjungan rawat inap di IGD pada tahun 2016 hingga
2018 di Puskesmas Narmada. Berdasarkan laporan kunjungan pasien ke
Puskesmas Narmada pada tahun 2019 hingga bulan april, jumlah penderita DBD
berjumlah sebanyak 11 kasus, dimana pada tahun 2018 tercatat tidak ada yang
menderita DBD sebelumnya4. Karena peningkatan jumlah kasus tersebut,
diperlukan perencanaan strategi kesehatan masyarakat dalam mengatasinya.
Dibutuhkan upaya pencegahan dan pemberantasan agar prevalensi DBD semakin
berkurang dan tidak menyebabkan penularan terhadap banyak orang. Beberapa
faktor yang berkaitan seperti kebersihan lingkungan dan pola hidup yang kurang
baik, kesadaran masyarakat tentang pencegahan penyakit DBD yang cenderung
mengarah ke upaya kuratif serta kurangnya upaya promotif ataupun preventif
masyarakat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tetap tingginya kejadian
DBD di masyarakat. Penelusuran terhadap sumber infeksi dilakukan untuk dapat
memutus rantai penularan. Tentunya hal ini membutuhkan partisipasi dari seluruh
pihak, baik masyarakat maupun tenaga medis agar dapat tercapai.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa
penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda
perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau
ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, BAB darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (shock) 5
2.2 Epidemiologi
Data dari WHO menunjukkan bahwa kasus dari DBD sering terjadi secara
regular pada wilayah beriklim tropis dan subtropis 2 .Data Depkes mengenai DBD
pada tahun 2016 didapatkan jumlah 204.171 kasus dan mengalami penurunan tren
pada tahun 2017 dengan jumlah 68.407 kasus, Dimana Jawa Barat adalah salah
satu provinsi dengan jumlah kasus tertinggi sebanyak 10.016 dan NTB adalah
provinsi ke-15 dengan kasus DBD terbanyak berjumlah 1527 kasus 6
2.3 Etiologi
2.3.1 Virus
Virus dengue adalah anggota genus Flavivirus dan keluarga Flaviviridae.
Virus kecil ini (50 nm) mengandung RNA untai tunggal sebagai genom.
Virion terdiri dari nukleokapsid dengan simetri kubik yang terlampir dalam
amplop lipoprotein. Genom virus dengue panjangnya 11.644 nukleotida, dan
terdiri dari tiga gen protein struktural yang mengkode nukleokaprid atau
protein inti (C), protein terkait membran (M), protein envelove (E), dan
protein amplop (E), dan tujuh non-struktural gen protein (NS). Di antara
protein non-struktural, glikoprotein amplop, NS1, memiliki kepentingan
diagnostik dan patologis. Ini berukuran 45 kDa dan terkait dengan
hemaglutinasi virus dan aktivitas netralisasi.2
3
Virus dengue membentuk kompleks yang berbeda dalam genus Flavivirus
berdasarkan karakteristik antigenik dan biologis. Ada empat serotipe virus,
yang ditetapkan sebagai DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Infeksi
dengan satu serotipe memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
virus itu. Meskipun keempat serotipe memiliki kesamaan antigenik, mereka
cukup berbeda untuk memperoleh perlindungan silang hanya beberapa bulan
setelah infeksi oleh salah satu dari mereka. Infeksi sekunder dengan serotipe
lain atau banyak infeksi dengan serotipe berbeda menyebabkan bentuk demam
berdarah (DHF / DSS) yang parah2.
2.3.2 Vektor
Vektor penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia
adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, namun yang menjadi vektor
utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti
dikenal dengan sebutan black-white mosquito atau tiger mosquito karena
tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis dan bercak-bercak
putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas
utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan di
kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari
puggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking)7.
Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat stadium, yaitu stadium telur,
larva, pupa, dan dewasa. Stadium dewasa hidup di alam bebas, sedangkan
ketiga stadium yang hidup dan berkembang di dalam air. Nyamuk meletakkan
telurnya di tempat yang berair. Telur akan menetas menjadi stadium
larva/jentik, terdiri dari instar 1-4. Stadium jentik memerlukan waktu kurang
lebih satu minggu. Selanjutnya jentik akan berubah menjadi pupa. Pada
stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah cukup waktunya
nyamuk yang keluar dari kepompong dapat terbang. Dari pupa akan keluar
nyamuk/stadium dewasa. Nyamuk jantan keluar lebih dahulu dari nyamuk
betina, setelah nyamuk jantan keluar, maka jantan tersebut tetap tinggal di
dekat sarang (breeding places). Kemudian setelah jenis yang betina keluar,
maka si jantan kemudian akan mengawini betina sebelum betina tersebut
4
mencari darah. Betina yang telah kawin akan beristirahat untuk sementara
waktu (1-2 hari) kemudian baru mencari darah. Setelah perut penuh darah
betina tersebut akan beristirahat lagi untuk menunggu proses pematangan
telurnya.1
5
Nyamuk Aedes aegypti betina mampu terbang rata-rata 40 meter,
maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan, nyamuk dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti sebagai vektor
DBD tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini
dapat tersebar dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari
permukaan laut. Nyamuk tidak dapat berkembang biak di atas ketinggian
1.000 m karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga
tidak memungkinkan kehidupan bagi nyamuk tersebut 9
6
• Manifestasi hemoragik berikut termasuk tes tourniquet positif (yang paling
umum), petekie, purpura (di lokasi venepuncture), ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, dan hematemesis dan / atau melena.
• Pembesaran hati (hepatomegali) diamati pada beberapa tahap penyakit pada
90% -98% anak-anak. Frekuensi bervariasi dengan waktu dan / atau
pengamat. • Syok, dimanifestasikan oleh takikardia, perfusi jaringan yang
buruk dengan denyut nadi lemah dan tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi dengan adanya kulit yang dingin, lembab, dan / atau
gelisah.
Temuan laboratorium
• Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang) .
• Hemokonsentrasi; peningkatan hematokrit ≥20% i dari baseline pasien atau
populasi pada usia yang sama.
Dua kriteria klinis pertama, ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, cukup untuk menegakkan
diagnosis klinis DBD. Adanya pembesaran hati di samping dua kriteria klinis
pertama menunjukkan DBD sebelum timbulnya kebocoran plasma.
Adanya efusi pleura (rontgen dada atau ultrasonografi) adalah bukti paling
objektif dari kebocoran plasma sementara hipoalbuminemia memberikan bukti
pendukung. Ini sangat berguna untuk diagnosis DBD pada pasien berikut:
• anemia.
• perdarahan hebat.
• di mana tidak ada hematokrit awal.
• kenaikan hematokrit <20% karena terapi intravena dini.
Dalam kasus dengan syok, hematokrit tinggi dan trombositopenia yang
ditandai mendukung diagnosis DSS. ESR rendah (<10 mm / jam pertama)
selama syok membedakan DSS dari syok septik.
7
melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta
masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.
Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat
tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum
dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan umum dari Penyelidikan
Epidemiologi adalah untuk mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD
lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah
sekitar tempat tinggal penderita, dan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui
adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada/tidaknya jentik
nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus)
yang akan dilakukan. 9
Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan yang harus
dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat, pembinaan suasana lingkungan
sosialnya, dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat mendukung terlaksananya
program pengendalian DBD. Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota bersama puskesmas. Adapun materi pesan dalam penyuluhan
adalah mengenai waspada Nyamuk Demam Berdarah, Gejala demam berdarah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di rumah
dan 3 M Plus dengan menggunakan media antara lain media massa cetak dan
elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain) serta media
tradisional.0
8
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. TH
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Sembung
Tanggal Pemeriksaan : 22 April
Identitas keluarga : Kepala Keluarga
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Meriang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Narmada diantar oleh dua teman pasien dengan
keluhan demam, pusing dan mual muntah sejak 4 hari yang lalu. Demam yang
dikeluhkan pasien terus menerus, namun pasien tidak mengukurnya dengan
thermometer. Pasien sempat memeriksa darah dan didapatkan trombosit
56.000 dan hematocrit >20%. Keluhan tersebut muncul setelah anak pertama
dari pasien mengalami demam dan sempat dibawa ke RS Awet Muda yang
dicurigai demam dengue, namun anak dari pasien belum sempat memeriksa
laboratoriumnya. Pasien datang ke puskesmas karena demam yang tidak
kunjung sembuh sejak 4 hari yang lalu yang disertai keresahan warga
dikarenakan isu demam berdarah di wilayah tempat tinggal dari pasien
tersebut.
9
Riwayat Penyakit Keluarga :
Anak dan Ayah dari pasien menderita keluhan serupa sejak 5 hari yang lalu.
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Menderita penyakit
: Pasien
10
: Tinggal satu rumah
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku pernah mengobati keluhan yang dialaminya dengan membeli
obat di warung.
Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan ataupun
obat – obatan tertentu.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Frek. Nadi : 86 x/menit
Frek. Napas : 20 x/menit
11
Suhu : 38,40 C
Berat badan : 53 kg
Status Gizi : Gizi baik
Kepala-Leher:
Kepala : Deformitas (-)
Rambut : Hitam, lebat, distribusi merata
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung (-)
Telinga : Deformitas pinna (-), serumen (-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, tonsil T1-T1,
detritus (-)
Gigi & mulut : Karies dentis (-), sianosis (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thorax :
Cor:
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba ICS 5 midklavikula sinistra
Perkusi : Batas atas pada ICS 2
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo:
Inspeksi : Bentuk simetris, Pergerakan simetris, frekuensi 20
x/menit, teratur
Palpasi : Pergerakan simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, Suara tambahan rhonki -/-,
Suara tambahan wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
12
Palpasi :Turgor dan tonus: normal, nyeri tekan epigastrium: (-),
Hepar/Lien/Ren: tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas atas: Akral hangat : +/+
Deformitas : (-)
Edema: (-/-)
Sianosis : (-)
Ptekie (+)
Ekstremitas bawah : Akral hangat : +/+
Deformitas : (-)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-)
V. DIAGNOSIS
Dengue Hemorragik Fever
VI. TATALAKSANA
Tujuan Terapi
Menangani keluhan
Meningkatkan keadaan umum dari pasien
a. Farmakologi
Ranitidin 2x1
Paracetamol 3x1
Domperidon 3x1
Vitamin B complex 1x1
b. Konseling
Pasien harus menggunakan obat anti gigitan nyamuk saat ingin
beristirahat
13
Membasmi sarang nyamuk (jentik) yang ada di rumah dan sekitarnya
Meningkatkan imunitas dari tubuh
Perbanyak istirahat
VII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
14
BAB IV
PENELUSURAN HOME VISIT
15
DATA PREVALENSI DBD PKM NARMADA
40
35
30
25
20
15
10
Gambar 4.1. Jumlah penderita DBD di Puskesmas Narmada pada tahun 2016
hingga 2019.
3
2.5
2
1.5
1
0.5
Berdasarkan hal tersebut, perlu dicari tahu mengapa kasus penyakit DBD
menjadi meningkat. Dari konsep determinan H.L. Bloom dapat disimpulkan
16
bahwa faktor yang berperan adalah faktor biologis, lingkungan, perilaku dan
peran layanan kesehatan. Faktor faktor tersebut dapat menyebabkan timbulnya
beberapa masalah dan salah satunya adalah penyakit infeksi seperti DBD.
17
Pendapatan keluarga dari penghasilan pasien yang bekerja sebagai pekerja
bengkel. Kira-kira penghasilan pasien mencapai Rp.600.000-Rp.700.000
per bulan.
Menurut istri pasien, anak dan ayah pasien memiliki keluhan yang sama
dengan pasien terlebih dahulu. Pasien belum pernah dibawa berobat
sebelumnya untuk keluhan ini.
Pada penelusuran pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dari 40 unit
keluarga yang berada di sekitar rumah pasien, didapatkan angka bebas
jentik (ABJ) yaitu ≤ 95%
Jentik ditemukan di wadah berupa genangan di dalam ban bekas,
penampungan air yang tidak terpakai, namun jarang ditemukan di dalam
bak mandi dikarenakan ≥80% masyarakat menggunakan bak mandi plastic
dan mandi di mata air (pancuran).
Lingkungan pasien telah mendapatkan fogging 1 minggu setelah
kunjungan.
BIOLOGIS
Nyamuk Aedes Aegepty.
LINGKUNGAN
PERILAKU
Lingkungan
tempat tinggal Kurangnya
pasien padat pengetahuan
penduduk tentang penyakit
dengan rumah
DBD
DBD
saling
Terdapat banyak
berhimpitan.
tumpukan pakaian
Kondisi cuaca
pancaroba di rumah
18
Perilaku jarang
Keadaan rumah
kurang bersih menggunakan obat
Adanya anti gigitan
tetangga yang nyamuk sebelum
BAB V
PEMBAHASAN
19
Kebanyakan masyarakat kurang mengetahui, masyarakat awam secara luas
menganggap bahwa keberadaan nyamuk aedes aegepty adalah hal yang biasa.
Perilaku yang terkesan kurang memperhatikan penyakit yang sedang dideritanya
ini terkait dengan kurangnya pengetahuan tentang DBD itu sendiri.
Perilaku hidup bersih sangat ditekankan untuk menghentikan penyebaran
dan perkembangan penyakit ini, terutama pengendalian secara biologis yang
ditekankan melalui perilaku, seperti6:
1) Menerapkan pengendalian lingkungan dengan pemberantasan sarang nyamuk
dengan program 3M seperti mengurang bak mandi dan penampungan air,
menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang bekas yang dapat
menampung air
2) Selalu mengganti air yang ada di vas bunga atau tempat minum burung
setidaknya seminggu sekali.
3) Membersihkan saluran air tergenang secara rutin
4) Memelihara ikan cupak di kolam renang
5) Penggunaan obat nyamuk secara rutin sebelum istirahat.
20
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Promosi kesehatan dibidang kesehatan lingkungan, terutama penyakit
yang menular belum sepenuhnya tersampaikan kepada lini masyarakat. Pelayanan
Kesehatan yang belum terpenuhi pada pasien ini adalah informasi yang belum
memadai mengenai DBD, peran vektor dan lingkungan serta perilaku masyarakat
yang dapat menjadi boomerang akan penyakit ini. Peran kader, keterlibatan bidan
desa dan posyandu pembantu dalam penemuan kasus DBD dan penanganannya
yang belum maksimal, menjadi salah satu indikator yang dapat menyebabkan
penularan penyakit DBD semakin luas. Pelayanan kesehatan sangat berperan
penting terhadap pencegahan penularan ataupun penyebaran berbagai penyakit
menular, termasuk DBD ini. Promosi kesehatan secara menyeluruh sangat penting
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar tidak terjadi kasus lebih lanjut.
Dalam kasus ini, pasien mengaku tidak pernah mendapatkan penyuluhan
sebelumya mengenai DBD, dan dampak dari vektor yang membawa penyakit
tersebut sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan terhadap intervensi dari
penyakit tersebut. Pasien mendapatkan penyuluhan setelah penyakit tersebut
sudah terjadi di lingkungan tersebut.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak puskesmas Narmada terhadap
penderita yang telah didiagnosis dengan DBD antara lain: memberikan terapi
yang sesuai di balai pengobatan, kemudian laporan adanya temuan penyakit
tersebut, tim yang terdiri dari bidan desa, posyandu pembantu, dan surveillance
dari Puskesmas turun ke lokasi temuan untuk melakukan penyelidikan
epidemiologi.
21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pada tahun 2016, tercatat sebanyak 36 kasus didapatkan, dan 2 tahun
setelahnya hampir tidak tercatat adanya kasus baru, namun pada tahun
2019 ditemukan hingga bulan april sejumlah 11 kasus ditemukan
Faktor biologis, perilaku, lingkungan serta peran puskesmas menjadi
pengaruh terhadap penyebaran kasus ini
B. Saran
Penyebaran penyakit ini dapat di stop dengan dilakukannya peningkatkan
pengetahuan akan DBD dan vektor yang membawanya, sehingga dapat
terputusnya rantai penyebaran.
Perlu lebih mengoptimalkan upaya promotif yaitu melalui sosialisasi
program pemerintah seperti PROMKES, KESLING, dan P2M.
Memberikan edukasi tentang DBD termasuk cara penularan, pengobatan
serta pengendaliannya.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50. Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan
Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya. 2017
2. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. 2011
3. Dinas Kesehatan NTB. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun
2017. 2017
4. Bank Data Puskesmas Narmada tentang Demam Berdarah Dengue Tahun
2016-2019
5. Keputusan Menteri Kesehatan. Republik Indonesia Nomor Nomor
581/MENKES/SK/VII/1992, tentang. Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue.
6. InfoDATIN. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. 2017
7. Zulkoni., A. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Muha medika. p. 165-68
8. Sri Rezeki H. Hadinegoro, Soegeng Soegijanto, et al. Demam berdarah
dengue. Jakarta: 2002
9. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
BerdarahDengue (PSN DBD) Oleh Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK).
Jakarta: DirjenPP&PL; 2012
23
Lampiran
24
25
26