Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Pendarahan pada awal kehamilan tidak selalu Normal, tapi hal ini sering terjadi hampir
pada 30% kehamilan. Dan separuh dari wanita yang mengalami pendarahan pada awal
kehamilan dapat tetap meneruskan kehamilannya dan melahirkan bayi yang sehat. Pendarahan
dalam jumlah yang sangat sedikit / bintik-bintik pada awal kehamilan bisa merupakan hal yang
normal yang disebut sebagai pendarahan karena implantasi embrio pada dinding rahim yang
menyebabkan dinding rahim melepaskan sejumlah kecil darah biasanya terjadi sekitar
kehamilan minggu ke 7-9 dan hanya terjadi satu atau dua hari saja

Banyak wanita juga mendapatkan bintik/bercak pendarahan setelah hubungan seksual, atau
mengangkat barang yang berat, atau karena aktivitas yang berlebihan hal ini karena servik
mengandung lebih banyak pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah selama kehamilan
ini. Untuk hal ini batasilah aktivitas anda sampai bercak pendarahan hilang.

Perdarahan Pasca PersalinanPerdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang


terjadi sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari
500 ml. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan volume
perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian atau kain
alas tidur.

Shock atau syok (rejatan) adalah kolaps akibat kegagalan sirkualisi perifer yang akut
dan biasanya terjai akibat trauma atau perdarahan hebat. Penyebab utama syok adalah
hemoragia antepartum dan postpartum

1.2. Tujuan
1. Untuk Menegtahui Perdarahan Awal Kehamilan Dan Perdarahan Kehamilan Lanjut ?
2. Untuk Mengetahui Perdarahan Pada Pasca Persalianan ?
3. Untuk Mengetahui Syok Himoragi?
4. Uyntuk Menegtahui Gangguan Pembekuan Darah Pada Masa Kehamilan?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 perdarahan awal kehamilan dan perdarahan kehamilan lanjut.


a. Perdarahan Pada Awal Kehamilan (Trimester 1)

Pendarahan pada awal kehamilan tidak selalu Normal, tapi hal ini sering terjadi hampir pada
30% kehamilan. Dan separuh dari wanita yang mengalami pendarahan pada awal kehamilan
dapat tetap meneruskan kehamilannya dan melahirkan bayi yang sehat. Pendarahan dalam
jumlah yang sangat sedikit / bintik-bintik pada awal kehamilan bisa merupakan hal yang
normal yang disebut sebagai pendarahan karena implantasi embrio pada dinding rahim yang
menyebabkan dinding rahim melepaskan sejumlah kecil darah biasanya terjadi sekitar
kehamilan minggu ke 7-9 dan hanya terjadi satu atau dua hari saja. Flek darah yang dianggap
normal adalah bila terjadi pada trimester pertama, jumlahnya sedikit dan tidak berlangsung
lama (kurang dari 1 hari), serta tidak ada gejala lain.

Banyak wanita juga mendapatkan bintik/bercak pendarahan setelah hubungan seksual, atau
mengangkat barang yang berat, atau karena aktivitas yang berlebihan hal ini karena servik
mengandung lebih banyak pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah selama kehamilan
ini. Untuk hal ini batasilah aktivitas anda sampai bercak pendarahan hilang.

Tetapi pendarahan atau bercak pendarahan selama trimester pertama kehamilan ini, dapat juga
merupakan tanda ancaman keguguran. Ada dua hal medis yang harus dipertimbangkan ketika
terjadi perdarahan pada trimester pertama kehamilan yaitu Keguguran atau Kehamilan
Ektopik. Anda kemungkinan mengalami Keguguran jika perdarahan menjadi hebat (lebih dari
1 gelas), biasanya sering disertai dengan kram perut. Kadang juga disertai keluarnya bekuan
darah atau jaringan fetus. Sedangkan gejala untuk kehamilan ektopik adalah pendarahan vagina
disertai rasa sakit perut bagian bawah pada satu sisi.

Walaupun, bercak pendarahan (spotting) pada trimester pertama kehamilan adalah hal yang
tidak terlalu aneh (sering terjadi pada 30% kehamilan) tapi anda sebaiknya memberitahukan
dokter anda tentang hal ini sehingga dokter dapat memonitor dan mengantisipasi komplikasi
kehamilan lainnya.

2
Dan hubungi dokter anda segera jika terjadi pendarahan banyak, kram yang hebat, sakit perut
bagian bawah yang terus menerus atau timbul demam/panas tubuh. Semua ini dapat menjadi
tanda terjadinya ancaman keguguran atau komplikasi lain seperti kehamilan ektopik.

Pendarahan yang Merupakan Ancaman Keguguran


Penyebab: Infeksi, misalnya infeksi saluran kemih, dehidrasi, penggunaan obat-obatan tertentu
yang dapat menyebabkan keguguran, trauma fisik berat, atau karena perkembangan janin yang
abnormal. Bisa juga penyebab tidak diketahui pasti. Hubungan seks atau stress, yang selama
ini sering disebut sebagai salah satu penyebab pendarahan, sesungguhnya tidak benar.

b. Perdarahan pada trisemester kedua


1. Plasenta previa
Terjadi karena plasenta berada di bawah menutupi jalan lahir, sehingga bila terjadi
kontraksi akan menimbulkan perdarahan. Peluang kehamilan berlanjut sampai usia
kehamilan cukup bulan masih terbuka. Tetapi bila perdarahan banyak sekali, terpaksa
harus dilakukan operasi caesar dengan konsekuensi bayi lahir prematur.
2. Penyakit atau kelainan mulut rahim
Misalnya pada polip serviks, atau mungkin menderita kanker serviks, sekalipun
kehamilan tidak bermasalah.
c. Perdarahan trisemester ketiga:
1. Plasenta previa
Perdarahan yang terjadi akibat posisi plasenta rendah. Jika ibu sanggup bertahan, maka
kondisi ini akan berlanjut hingga saatnya ibu melahirkan.
2. Solusio plasenta
Kondisi plasenta yang terlepas sebelum bayi lahir, penyebabnya terutama bila pasien
menderita hipertensi, preeklamsia, kekurangan asam folat atau terjadi trauma
(benturan). Bila kasus

d. perdarahan kehamilan lanjut.


 Plasenta Previa
1. pengertian
Plasenta previa adalah perdarahan yang terjadi pada implantasi plasenta. Yang
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Manuaba, 2008).

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir.
(Sulistyawati.2009).

3
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
(Mochtar,1998).

2. Klasifikasi
Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam
bentuk klinis, yaitu:
 Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum pada
pembukaan 4 cm.
 Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis
servikalis.
 Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum.
 Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar
pinggir ostium uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :

 Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
o Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
o Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dalam hal ini adalah gejala utama dan gejala klinik.

 Gejala utama

Perdarahan yang terjadi bias sedikit atau banyak perdarahan yang berwarna merah
segar,tanpa alas an dan tanpa rasa nyeri.

 Gejala klinik

Perdarahan yang terjadi bias sedikit atau banyak, perdarahan yang terjadi pertama kali
biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal,perdarahan berikutnya hamper selalu
lebih banyak dari sebelumnya,perdarahan pertama sering terjadi pada triwulan ketiga.

4
Kardiovaskuler dalam bentuk frekuensi nadi meningkat dan tekanan darah
menurun,anemia disertai dengan ujung jari dingin, perdarahan banyak dapat
menimbulkan syok sampai kematian.

4. Etiologi
Beberapa faktor etiologi dari plasenta previa tidak diketahui tetapi diduga hal tersebut
berhubungan dengan adnormalitas dan vaskularisasi endometrium yang mungkin
disebabkan oleh timbulnya parur akibat trauma operasi/infeksi (mochtar.1998).
perdarahan berhubungan dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada
trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat
ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkontraksi secara adekuat.
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas menurut beberapa pendapat
ahli,penyebab plasenta previa yaitu:

Menurut manuaba (1998) placenta previa merupakan implantasi disegmen bawah


rahim yang disebabkan:

o Endometrium difundus uteri belum siap menerima implantasi


o Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
member nutrisi pada janin,
o Vili korealis pada chcrion leave yang periste

5. Komplikasi

Menurut prawirohardjo (1997) komplikasi pada plasenta previa yaitu:

 Prolaps tali pusat


 Prolaps plasenta

Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu debersihakn dengan
kerokan

 Robekan : robekan jalan lahir karena tindakan


 Perdarahan postpartum
 Infeksi karena perdarahan yang banyak
 Bayi premature atau lahir mati
 Patofisiologis

5
Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketikmampuan serabut oto segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otit uterus
yang menghentikan perdarahan pada kala iii dengan plasenta yang tidak normal makin
rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi,oleh karena itu, perdarahan pada
placenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.

6. Penatalaksanaan

Menurut prawirohardjo (1997) penanganan pasif

Perhatian,tiap-tipa perdarahan triwulan ketiga yang lebih dari show (perdarahan inisial)
harus dikirim kerumah sakit tanpa dilakukan manipulasi apapun baik rectal apalagi
vaginal(easmon)

Apabila pada penilaian baik,perdarahan sedikit,janin masih hidup,belum


inpartu,kehamilan belum cukup 37 minggu atau berat badan janin dibawah 2500 gram
maka kehamilan dapat dipertahankan,istirahat dan pemberian obat-obatan seperti
spasmolitika,progestin atau progesterone observasi dengan teliti.

Sambil mengawasi periksa golongan darahdan menyiapkandonor transfusi, bila


memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari
prematuritas. Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan plasenta previa rujuk
segera kerumah sakit dimana terdapat fasilitas operasi dan transfusi darah.

Bila kekurangan darah berikanlah transfusi darah dan obat-obatan penambah darah

 Solusio Plasenta
1. Pengertian

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada
uterus,sebelum dilahirkan (Prawirohardjo.2009)

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada
uterus sebelum janin dilahirkan yang terjadi pada kehamilan 22 minggu atau berat janin
diatas 500 gram (Rustam 2002)

Solusio plasenta adalah perlepasan sebagian atau keseluruhan plasenta dari uterus selama
hamil dan persalinan (Chapman v 2003)

6
2. Tanda dan gejala

Beberapa tanda dan gejala dari solusio plasenta adalah sebagai berikut:

 Perdarahan yang disertai nyeri


 Anemia dan syok
 Beratnya anemia dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang
keluar
 Rahim keras

3. Etiologi

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun
demikian, terdapat beberapa hal yang merupakan faktir yang berpengaruh pada kejaidan
solusio plasenta yaitu:

 Hipertensi esensial atau pre-eklampsi


 Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak atau bebas
 Trauma abdomen
 Trauma abdomen seperti terjatuh,trkelungkup,tendangan anak yang sedang
digendong.
 Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior
 Uterus yang sangat kecil
 Umur ibu ( < 20 tahun atau > 35 tahun)
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Mioma uteri
 Defisiensi asam folat
 Merokok,alcohol dan kokain
 Perdarahan retroplasenta
 Multiparitas
 Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas
 Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah kejanin tidak ada
 Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gamely.

7
3. Patofisiologis

Pada saat implantasi terjadi migrasi atau ekspansi sel dan jaringan interstitial trofoblas
untuk menggantikan endoterium pembuluh darah dalam desidua sehingga aliran darah
menuju retroplasenter untuk kepentingan tumbuh kembang janin terjamin.

Kelanjutan migrasi atau pergantian ini dilanjutkan paada trimester kedua, menuju
pembuluh darah dalam miometrium,dengan tujuan sama yaitu agar aliran darah menuju
retro-plasenter sirkulasi terjamin.pada hipertensi dalam kehamilan,proses pada trimester
kedua tidak terjadi,sehingga kontraksi Braxton hicks yang makin sering dapat
menimbulkan iskemia pada utero-plasenta yang selanjutnya menimbulkan mata rantai
klinis dengan manifestasinya:

 Pre eklamsia dan eklamsia


 Solusio plasenta jika hipertensi sudah melampaui batas toleransi
 Solusio plasenta merupakan komplikasi yang berat pada kehamilan dengan
hipertensi dalam kehamilan,dan dapat menyebabkan kematian maternal dan
perinatal.
4. Penatalaksanaan

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah menghindari gangguan
pembekuan darah dengan transfusi massif dan pemberian fibrinogen jumlah cukup
solusio plasenta untuk menyelamatkan ibu dan janinya sedangkan untuk solusio plasenta
berat dilakukan persalinan dalam waktu singkat 6 jam,menghindari perdarahan karena
atonia uteri, bila terjadi gangguan konstruksi otot rahim dilakukan histerektomi.

Tindakan lainnya meliputi menghindari infeksi dengan pemberian antibiotic.

 Ruptura Uteri
1. Pengertian

Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya
regang miometrium. (Prawirohardjo.2002)

8
Ruptura uteri adalah robekan didinding uterus, dapat terjadi selama periode antenatal saat
induksi, selama persalinan, dan kelahiran bahkan selama stadium ketiga persalinan
(Chapman.2006)

Ruptura uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritoneum
(komplet) atau mungkin dipisahkan darinya peritonium viseralis yang menutupi uterus
oleh ligamentum (inkomplit). (Cunningham.2005)

2. Tanda dan gejala


 Nyeri perut
 Pernafasan dan nadi lebih cepat
 Ada tanda dehidrasi karena partus lama
 His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering
 Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal, dan keras
 Saat his, korpus teraba keras (hipertonik, SBR, tipis dan nyeri tekan)
 Penilaian korpus dan SBR namapak linkaran bandl sebagai lekukan melintang
yang bertambah lama, bertambah tinggi, menemukan SBR yang semakin tipis
dan teregang
 Ingin BAK karena VU tertarik dan teregang ke atas
 DJJ tidak teratur
 Pada VT teraba tanda-tanda obstruksi seperti edema portio, vagina, vulva dan
kaput kepala janin lebih besar
3. Etiologi
 Disproporsi janin dan panggul
 Partus lama/ macet atau traumatik
 Hidramnion
 Kelainan letak dan implantasi plasenta
 Pemakaian oksitosin untuk indikasi persalinan yang tidak tepat
 Kelainan bentuk uterus
 Malposisi kepala
 Tumor pada jalan lahir
 Hidrosefalus
 Manual plasenta
 Kecelakaan (jatuh, tabrakan)

9
 Predisposisi
 Riwayat ruptur uteri pada kehamilan sebelumnya
 Jarak kehamilan < 2 tahun, usia ibu
 Multiparitas
 Persalinan dengan dukun
 Aktivitas berat
 Komplikasi
 Perdarahan hebat sampai syok
 Infeksi
 Perdarahan intraabdominal
4. Patofisiologis

Pada umumnya uterus terbagi atas 2 bagian besar yaitu korpus uteri dan serviks uteri.
Batas keduannya disebut isthmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan ± 20
minggu dimana janin sudah lebig besar dari ukuran kavum uteri, maka mulai terbentuk
SBR isthmus ini, batas antara isthmus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut
lingkaran bandl. Limhkaran ini dianggap fisiologi bila terdapat 2 sampai 3 cm diatas
symphisis pubis, bila meninggi maka diwaspadai ruptura uteri mengancam (RUM).
Peregangan yang luar biasa menyebabkan ruptura uteri, pada waktu inpartu, korpus uteri
mengadakan kontraksi, sedangkan SBR tetap pasif dan menjadi lunak. Bila suatu sebab
partus tidak dapat maju (obstruksi). Sedangkan korpus berkontraksi terus dengan
hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif akan tertarik keatas menjadi bertambah regang
dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada
SBR tadi.

5. Penatalaksanaan

Pertolongan yang tepat untuk rupture uteri adalah laparatomi, sebelumnya penderita
diberi transfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan NaCl atau RL untuk
mencegah syok hipopolemik.

Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut
dikeluarkan, penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus dimana
pinggir robekan masih segar dan rata serta tidak ada tanda infeksi dan jaringan rapuh dan
mekrosis.

10
2.2. perdarahan pada pasca persalinan

1. Definisi

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses persalinan
berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml. Kondisi dalam persalinan
menyebabkan kesulitan untuk menentukan volume perdarahan yang terjadi karena tercampur
dengan air ketuban, dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Oleh sebab itu operasional untuk
periode pasca persalinan adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan,
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana dapat menyebabkan perubahan
tanda vital, seperti; pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, dan kadar Hb <8 g% (Saifuddin, 2001).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati
batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah
secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan ganggua n homeostasis. Dengan
demikian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat
dikategorikan sebagai perdarahan pasca persalinan dan perdarahan yang secara kasat mata
mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius.

2. Faktor-Faktor
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan
adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, dan persalinan yang
dilakukan dengan tindakan yakni; pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan
persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa dan persalinan dengan narkosa atau
persalinan yang dilakukan dengan menggunakan anastesi yang terlalu dalam (Manuaba,
1998).Sebagian besar kehilangan darah terjadi akibat arteriol spiral miometrium dan vena
desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus plasenta. Karena kontraksi
pada rahim yang sebagian kosong menyebabkan pemisahan plasenta, terjadilah perdarahan dan
berlanjut hingga otot rahim berkontraksi di sekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai
pengikat fisiologi-anatomi. Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia
uteri) mengakibatkan perdarahan yang terlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001).2.1.2.

11
Patofisiologi Perdarahan Pasca PersalinanPada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh
darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam
stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan pasca persalinan.

3. penyebab perdarahan pasca persalinan


Penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah Atonia uteri adalah suatu
kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang
keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup
bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan
segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500
cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium
akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi (JNPK/
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007).Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan
perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah;
1. uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan.
2. Kala I atau II yang memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus).
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).
5. Infeksi intrapartum.
6. Multiparitas tinggi.
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre
eklampsia/eklampsia (JNPK, 2007) .

4. K lasifikasi Klinis
1. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya.
Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir

12
jangan ditahan terlalu kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
dalam tengkorak janin serta melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar panggul
karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjad i di garis tengah dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa,
kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginal.Apabila mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum yang robek dinamakan
robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosavagina, komisura
posterior. Kulit perineum dan otot perineum. dan pada robekan tingkat tiga sampai pada
otot spinter Sedangkan robekan tingkat empat, bisa sampai mukosa rektum (JNPK,2007).
2 Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak seberapa sering
terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum.
Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan. (Wiknjosastro, 2002).
3. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara
berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks biasanya
terdapat di pinggir samping serviks bahkan kadang-
kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan yang
sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan menimbulkan
perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan;
ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi,
perforasi, dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap
(Sastrawinata, 2004).

4.Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang
umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada
uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini
kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus
melainkan pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar

13
membedakan antara ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum
pada permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika tidak disebut
ruptura uteri inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang,
atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura
uteri terbagi atas; 1) Ruptur uteri spontan, 2) Ruptur uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut
uterus (Wiknjosastro, 2002)

2.3. Syok Hemoragik


a. Pengertian

Shock atau syok (rejatan) adalah kolaps akibat kegagalan sirkualisi perifer yang akut dan
biasanya terjai akibat trauma atau perdarahan hebat. Penyebab utama syok adalah hemoragia
antepartum dan postpartum.

Tanda-Tanda Syok

Syok Awal Syok Lanjut

Terbagun, sadar, cemas Bingung atau tidak sadar

Denyut nadi agak cepat (110 Denyut nadi cepat dan lemah
permenit atau lebih)

Pernapasa sedikit lebih cepat (30 Napas pendek dan napas cepat
tarikan napas permenit atau lebih)

Pucat Pucat dan dingin

Tekanan darah rendah-ringan Tekanan darah sangat rendah


(sistolik kurang dari 90 mmHg)

Pengeluaran urine 30 cc perjam atau Pengeluaran urine kurang dari 30 cc


lebih perjam

b. Patofisiologi Sindroma Shock

14
Semua macam syok, apa pun sebabnya, bersumber pada berkurangnya perfusi jaringan dengan
darah sebagai akibat gangguan sirkulasi mikro. Suatu kesatuan sirkulasi mikro terdiri dari
arteriol, metarteriol, kapilar dan venula. Darah dari arteriol memasuki metarteriol, dari
metarteriol darah memasuki kapilar. Metarteriol mempunyai struktur antara arteriol dan
kapilar. Pada ujung kapilar di metarteriol didapat otot polos yang melingkari kapilar
(precapillary sphincter). Darah dari kapilar kemudian memasuki venula.

Keterangan gambar di atas :

 Arteriol
 sfingter prakapilar
 metarteriol
 Venula
 sfingter prakapilar

c. Definisi Shock Hemoragic

Hemoragi adalah pengaliran darah keluar dari pembuluh darah yang bisa mengalir keluar tubuh
(perdarahan eksternal) atau ke dalam tubuh (perdarahan internal). Syok hemoragik adalah syok
yang terjadi akibat perdarahan dalam jumlah yang besar (500 ml). Banyak terjadi dalam obsetri,
disebabkan oleh perdarahan postpartum, perdarahan karena abortus, kehamilan ektopik
terganggu, plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri dan perlukaan jalan lahir.
Penanganannya adalah dengan menghilangkan penyebab dan mengganti segera darah yang
hilang.

d. Sirkulasi Shock Hemoragic

Setelah terjadi pendarahan yang berat, volume darah yang beredar menjadi sangat berkurang.
Hipovolumenya mengakibatkan hipotensi, sehingga penderita jauh ke dalam keadaan syok.
Setelah syok, terjadi peningkatan kadar catecholamine dalam darah yang disertai
vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula dalam sirkulasi mikro. Vasokonstriksi
pada pembuluh-pembuluh darah ini berlangsung karena rangsangan simpatik. Akibatnya
terjadi hipotensi, susunana saraf simpatik mendapat rangsangan dari pusat-pusat vasomotor
dalam medulla yang lebih dahulu dirangsang oleh reseptor-reseptor regang (stretch receptors)
yang berada dalam sinus karotikus dan arkus aorta.

Dengan terjadinya vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula karena rangsangan


simpatik, pembuluh-pembuluh tersebut seolah-olah terperas, terjadilah suatu sympathetic
15
squeezing. Pembuluh-pembuluh darah dalam alat-alat vital tidak turut serta dalam sympathetic
squeezing karena aliran darah didalamnya hampir sepenuhnya diatur oleh unsur-unsur lokal.
Akibat kejadian-kejadian ini adalah mengurangnya aliran darah dalam daerah splangnikus,
uterus, ginjal, otot-otot dan kulit, sedangkan aliran darah dalam jantung dan otak tetap. Terjadi
semacam autotranfusi pada alat-alat vital. Vasokonstriksi arteriola-arteriola dan venula-venula
dalam sirkulasi mikro menyebabkan tekanan hidrostatik dala kapilar-kapilar menurun.
Keadaan ini mengakibatkan perembesan cairan dari ruang ekstravaskular ke ruang
intravaskular, peristiwa ini menambah volume darah yang beredar. Berkat autotranfusi akibat
terjadinya iskemia selektif alat-alat tubuh dan berkat pengalliran cairan dari ruang
ekstravaskular ke ruang intravaskular, maka dalam tingkat syok yang masih dikompensasikan,
volume darah yang beredar curah jantung (cardiac output) dapat dipertahankan, sehingga
hipotensi dapat diatasi dan perfusi jaringan terjamin. Dalam keadaan syok terjadi pula reaksi-
reaksi lain, seperti peningkatan produksi hormon antidiuretik oleh hipofisis dan peningkatan
produksi aldensteron oleh glandula surprarenalis, sehingga terjadi penyimpanan air dan garam
oleh ginjal, hal ini menguntungkan dalam mempertahankan volume darah dalam sirkulasi.
Dalam stadium syok hemoragi reversible yang masih dini pemberian cairan dan elektrolit
intravena mempercepat homeostatis. Bila perdarahan berlangsung terus dan tidak
terkendalikan, maka volume darah yang beredar makin berkurang dan tekanan darah tidak
dapat dipertahankan lagi. Dengan makin mengurangnya perfusi dengan darah, hipoksia
jaringan makin berat dan pengumpulan metabolit makin banyak. Meskipun masih dalam
pengaruh saraf simpatik, penumpukan metabolit pada akhirnya menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh-pembuluh darah prakapilar yang mengalami dilatasi, kemudian disusul oleh
pembuluh-pembuluh darah pascakapilar. Dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh-pembuluh
darah dalam sikulasi mikro ini, tertimbunlah darah didaerah kapilar. Dengan demikian, volume
darah yang mengalir kembali ke jantung makin berkurang. Disparitas antara volume darah yang
beredar dengan kapasitas daerah vascular (vascular bed) makin besar, sehingga hipotensi
menjadi makin berat.

16
d. Penanganan Shock Hemoragic

Pada syok hemoragi tindakan esensial adalah menghentikan perdarahan dan menganti
kehilangan darah. Setelah diketahui adanya syok hemoragi, penderita dibaringkan dalam posisi
Trendelenburg, yaitu dalam poisi terlentang biasa dengan kaki sedikit tinggi (30˚). Dijaga
jangan sampai penderita kedinginan badannya. Setelah kebebasan jalan nafas terjamin, untuk
meingkatkan oksigenisasi dapat diberi oksigen 100% kira-kira 5 liter/menit melalui jalan nafas.
Sampai diperoleh persediaan darah buat tranfusi, pada penderita melalui infus segera diberi
cairan dalam bentuk larutan seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, dekstran, plasma dan sebagainya.
Sebagai pedoman dala menentukan jumlah volume cairan yang diperlukan, dipergunakan
ukuran tekanan vena pusat (CVP) dan keadaan diuresia. CVP dapat dipergunakan untuk
menilai hubungan antara volume darah yang mengalir ke jantung dan daya kerja jantung.
Tinggi CVP pada seseorang yang sehat yang berbaring adalah 5-8 cm air. Tekanan akan
menurun jika volume darah itu menjadi kurang dan akan menarik dengan berkurangnya daya
kerja jantung. ·

Terapi :

1) Tindakan umum

Letakkan penderita datar punggunya, tinggikan kedua tungkai : “ posisi pisau lipat”.
Cegah agar tidak kedinginan (selimut, bantal), berikan oksigen.

2) Hemostatis

Pada suatu kedaruratan, tergantung atas penyebabnya, pembuluh darah atau serviks
yang ruptura diklem, uterus ditekan bimanual, tekan aorta. Dalam banyak hal, tidak
mungkin mengefektifkan hemostatis ditempat praktek dokter (kehamilan prematur,
ektopik, ruptura uteri, hematoma supralevator)

3) Pergantian volume

Berikan larutan koloid (haemaccel, plasmafucin, plasmagel, macrodex): maksimum


1500 ml (ekspander plasma). Berikan setengah atau dua pertiga larutan elektrolit :
1000-4000 ml (pengganti ekstrasel). Tranfusi darah : ganti perdarahan yang banyak
dengan drah lengkap.

4) Kendalikan gangguan mikrosirkulasi dan tetapkan sentralisasi

17
Berika Hydergine mula-mula sampai 1,2 mg, kemudian 0,6 mg IV. Berikan
Rheomacrodex (10%) : maksimum 10 ml/kg berat badan, tetapi hati-hati pada
insufisiensi ginjal.

5) Hilangkan nyeri

Hanya bila diperlukan, kemudian berikan Demerol dalam dosis kecil : maksimum 50
mg per dosis.

6) Penatalaksanaan koagulasi

Selalu curiga kelainan pembekuan darah bila darah yang mengalir dari genitalia tidak
membeku atau membeku sangat lambat

7) Memantau fungis ginjal

pasang kateter “indwelling”. Ukur pengeluaran air seni setiap jam.

8) Penatalksanaan jantung

Pada jantung yang tidak rusak sebelumnya dan pada penderita tua : Kombetin
(strofantin) 0,25-0,5 mg IV atau Lanoxin (digitoksin) 0,25 mg IV.

9) Tindakan klinis

Intubasi, pernapasan dikontrol. Koreksi keseimbangan asam-basa, kemungkinan


osmoterapi (Mannitol) Streptokinase dalm syok hemoragi yang cepat progresif.

2.4. Gangguan Pembekuan Darah Pada Kehamilan

1 Pengertian
Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi
arena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga darah tetap
mengalir.
2 Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk
mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan
darah memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan.

18
Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau
perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma
HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi,
tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak
terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang
menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta,
sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat
hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil
harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan
post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh
hipo atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated Intravaskular
Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang
menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat
peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu
trombin (thrombin time).

3 Patofisiologi
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya substansi –
substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke dalam sirkulasi
darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu mulailah
serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan darah,
pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi sistem
fibrinolitik yang normalnya sebagai proteksi. Gangguan patofisiologi yang kompleks
ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis perdarahan klinis
dengan berubah – ubahnya hasil rangkaian tes pembekuan darah sehingga
membingungkan.

19
4 Tanda dan gejala
 Perdarahan berlangsung terus
 Merembes dari tempat tusukan
(Chapman, 2006)
5 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC (Koagulasi
Intravaskuler Diseminata) :
 Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus septic
 Syok berat
 Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus
(Schward, 2000)
6. Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan
melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit
rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk
terjadinya patologi persalinan, slah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi
terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
 Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit
kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada
dalam keadaan optimal.
 Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil kembar,
hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi
lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
 Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lamaa
 Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
 Kehamilan resiko rtendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
persalinan dukun
 Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan
rujukan sebagaimana mestinya.
(Sarwono, 2008)

7. Pengobatan

20
Pasien perlu dirawat bila secara klinis ada gangguan pembekuaan darah atau dari
serangkaian pemeriksaan laboratorium diperlihatkan adanaya kemunduran fungsi pemebekuan
darah secara progresif.

Nilai normal Kehamilan DIC


Hitung trombosit Sama Lebih rendah
150.000-400.000/mm3
Waktu protombin yang Memendek Memanjang
cepat
75-125%
Waktu protomboplastin Memendek Memanjang
parsial
30-45%
Waktu thrombin Memendek Memanjang
10-15 detik
Pengukuran fibrinogen 300-600 mg% Menurun
(atau titer) 200-400 mg%
Produk-produk pecahan Negative Dapat diukur
fibrin
Pengukuran faktor V 75- Sama Menurun
125%
Pengukuran faktor VII Mungkin meningkat Menurun
50-200%

Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa tromboplastin,


tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan vaginal atau bedah.
Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus dipulihkan lebih dahulu sebelum
melakukan persalina operatif.

8 Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan
post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post
partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli

21
air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang
mendasari dan kelainan hemostatik.
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional.
Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat
esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan
trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit
trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa
sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung
trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit
10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau
diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan
karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan
fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian
donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan
koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan
harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam
penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-
faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut
keadaan klinis.
DIC
- Uterotonika dosis adekuat
- Tambahan fibrinogen langsung
- Analisa factor bekuan darah

22
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pendarahan pada awal kehamilan tidak selalu Normal, tapi hal ini sering terjadi hampir pada
30% kehamilan. Dan separuh dari wanita yang mengalami pendarahan pada awal kehamilan
dapat tetap meneruskan kehamilannya dan melahirkan bayi yang sehat.

Perdarahan Pasca PersalinanPerdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi


sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan volume perdarahan yang
terjadi karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian atau kain alas tidur

Shock hemoragic adalah syok yang terjadi akibat perdarahan dalam jumlah yang besar (500
ml). disebabkan oleh perdarahan postpartum, perdarahan karena abortus, kehamilan ektopik
terganggu, plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri dan perlukaan jalan lahir.

3.2. Saran

Kami mohon maaf Dalam pembuatan makalah ini yang berjudul perdarahan yang masi banyak
kekurangan, oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritikan dan saran yang membangun
dari semua pihak yang membaca makalah ini agar makalah-makalah berikutnya lebih baik lagi.

23
DAFTAR PUSTAKA
Akhter S, Begum MR, Kabir Z, Rashid M, Laila TR, Zabeen F.(2003): Use of acondom to
control massive PPH.

Medscape General Medicine

.AlanH, DeCherney , Lauren Nathan ( 2003)

Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment

, Ninth edition; The McGraw-Hill Companies, IncCarroli G,Cuesta C, Abalos E,Gulmezoglu


AM, (2008): Epidemiology of postpartumhaemorrhage:a systematic review;

Best Practice & Research Clinical Obstetrics andGynaecology,

vol 22:6 , 999-1012Castaneda S, Karrison T, Cibils LA, (2000):Peripartum Hysterectomy ,

J Perinatmed,

vol 28(6):472-81Chandraharan E, Arulkumaran S.(2008) : Surgical aspects of


postpartumhaemorrhage.

Best Pract Res Clin Obstet Gynecol

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=perdarahan%20dalam%20kehamilan&source=
web&cd=4&ved=0CEcQFjAD&url=http%3A%2F%2Fxa.yimg.com%2Fkq%2Fgroups%2F

24
15673815%2F1279760170%2Fname%2FPendarahan%2BPada%2BKehamilan.doc&ei=jZa
GT6L5F8P3rQfM_M2_Bg&usg=AFQjCNGZ2EoCrutcFcOYlkEKpC0REtL-eQ&cad=rja

http://sehatbugar.multiply.com/journal/item/70/Kenali_Penyebab_Perdarahan_Selama_Keh
amilan_Sejak_Dini.?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Heller, Luz. 1997. GAWAT DARURAT GINEKOLOGI DAN OBSTETRI. Jakarta : EGC.

DSOG., Chalik, dr. TMA. 1997. HEMORAGI UTAMA OBSTETRI DAN GINEKOLOGI.
Jakarta : Widya Medika.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : YBP-SP.

Rab, Prof. Dr. H. Tabrani. 1999. PENGATASAN SHOCK. Jakarta : EGC.

MPH., Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. SINOPSIS OBSTETRI JILID 1. Jakarta : EGC.

WHO. 2001. SAFE MOTHERHOOD MODEL HEMORAGI POSTPARTUM. Jakarta : EGC

25

Anda mungkin juga menyukai