1. Uji Amilum
Uji amilum adalah uji kimia kualitatif untuk mengetahui adanya karbohidrat. Uji ini
didasari oleh reaksi dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat membentuk cincin furfural yang
berwarna ungu. Reaksi positif ditandai dengan munculnya cincin ungu di permukaan antara
lapisan asam dan lapisan sampel. Sampel yang diuji dicampur dengan reagent Molisch, yaitu
α-naphthol yang terlarut dalam etanol. Setelah pencampuran atau homogenisasi, H2SO4 pekat
perlahan-lahan dituangkan melalui dinding tabung reaksi agar tidak sampai bercampur
dengan larutan atau hanya membentuk dua lapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan
itu akan terbentuk warna ungu karena terjadi reaksi kondensasi antara furfural dengan
naftol. Walaupun reaksi ini tidak spesifik untuk karbohidrat. namun dapat digunakan sebagai
reaksi pendahuluan dalam analisis kualitatif karbohidrat.
Pada percobaan uji amilum yang kami lakukan menunujukkan hasil uji yang positif
yaitu terjadi pada sampel tempe, pisang dan susu kedelai, ini berdasar prinsip kerja dalam
uji amilum yaitu apabila suatu bahan mengandung karbohidrat bahan tersebut akan
membentuk cincin ungu karena ikatan sakarida yang ada pada karbohidrat akan mengalami
dehidrasi oleh H2SO4 pekat yang akan menghasilkan furfural dan derivat (turunan) dari
karbohidrat. Furfural inilah yang bereaksi dengan larutan α-naftol yang kemudian akan
membentuk cincing berwarna ungu. Reaksi yang terjadi adalah :
Sedangkan uji hasil negatif terjadi pada susu sapi, apel, dan daging ikan hal ini
merupakan suatu bukti bahwa tidak ada karbohidrat. (McGilvery&Goldstein, 1996). Untuk
uji negatif pada uji amilum adalah tidak terbentuk cincin berwarna ungu karena tidak terjadi
dehidrasi pada larutan uji oleh H₂SO₄ yang tidak menghasilkan furfural dan derivat
karbohidrat. Oleh karena tidak adanya furfural dan derivat karbohidrat yang terbentuk maka
larutan alfa-naftol pun tidak akan memberikan reaksi terbentuknya cincin ungu. Uji molisch
ini hanya uji secara umum untuk menguji ada tidaknya suatu bahan mengandung karbohidrat.
2. Uji Iod
Uji iodin digunakan untuk medeteksi adanya pati (suatu polisakarida), Kondensasi
iodin dengan karbohidrat pada uji iodin, monosakarida dapat
menghasilkan warna yang khas. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat
unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi
pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan
molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru
tua pada kompleks tersebut (Fessenden, 1986).
ketika dilakukan percobaan dengan kondisi basa, yaitu pada masing-masing sampel
ditambahkan larutan NaOH. Kemudian semua sampel dalam tabung tersebut dipanaskan,
setelah dipanaskan pada tabung dengan basa (larutan NaOH) tidak mengalami
perubahan warna (warna tetap keruh) atau dengan kata lain tidak terbentuk ikatan koordinasi
antara ion iodida pada heliks. Hal ini disebabkan karena dengan basa I2 akan mengalami
reaksi sebagai berikut:
3 I2 + 6 NaOH → 5 NaI + NaIO3 + 3 H2O
Sehingga pada larutan tidak terdapat I2 yang menyebabkan tidak terjadinya ikatan
koordinasi sehingga warna tetap keruh.
Pada percoban ini diperoleh hasil sampel susu kedelai, tempe, susu sa;pi, daging
ikan, apel dan singkong mengalami reaksi negatif uji iod karena struktur polisakarida pada
sampel tersebut tidak berongga seperti pati. Sehingga tidak bisa berikatan dengan iod.
Pada percobaan menggunakan sampel pisang didapatkan hasil reaksi positif uji iod
yang menghasilkan perubahan warna biru. Hal tersebut disebabkan oleh struktur amilum
dalam pisang yang memiliki rongga sehingga iod dapat terperangkap dalam rongga tersebut
dan menyebabkan warna larutan menjadi biru. Polisakarida dengan penambahan iodium
akan membentuk kompleks adsorbsi berwarna yang spesifik. Sehingga membuktikan adanya
polisakarida pada pisang.. Pada pisang yang ditetesi reagen iod kemudian dipanaskan.
Pemanasan pada polisakarida menyebabkan kumparan kumparan pada polisakarida rusak
sehingga tidak dapat bereaksi dengan reagen iod. Warna kekuningan yang terbentuk pada
saat dipenaskan adalah warna dari reagen iod itu sendiri. Setelah dingin kumparan kumparan
polisakarida akan menyatu kembali sehingga dapat bereaksi kembali dengan iod yang
menghasilkan perubahan warna menjadi biru. Setelah ditambahkan dengan NaOH berubah
menjadi bening kembali karena Na+ bereaksi dengan iod, hal ini menyebabkan sampel
pisang menjadi tidak berwarna. Samping pisang setelah ditetesi iodium (sebelum
dipanaskan) larutan berwarna putih bening. Namun, setelah dipanaskan warna larutan tetap
putih bening tetapi ada endapan berwarna ungu didasar tabung reaksi. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi hidrolisis pati pada saat pemanasan. Adapun endapan yang muncul di dasar
tabung ini disebabkan karena proses hidrolisis pati yang tidak sempurna. Endapan ini
merupakan sisa dari butir-butir amilum (Diwan, 2012). Ikatan antara iod dan amilum berupa
ikatan semu karena dapat putus saat dipanaskan dan terbentuk kembali pada saat didinginkan.
Apabila dipanaskan rantai amilum akan memanjang sehingga iod mudah terlepas, sama
halnya ketika didinginkan, rantai pada amilum akan mengerut sehingga iod kembali terikat
dengan amilum.
Pada percobaan ini didapatkan hasil reaksi positif uji hidrolisis selulosa pada sampel
singkong, apel, tempe dan susu kedelai.
Pada percobaan ini didapatkan hasil reaksi positif uji hidrolisis selulosa pada sampel
susu sapi, daging ikan.
DAFTAR PUSTAKA