Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dokter gigi keluarga adalah dokter yang mempunyai pengetahuan, sikap,
dan perilaku professional dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi dari
keluarga binaannya dengan menyelenggarakan upaya pemeliharaan kesehatan
gigi dasar dengan pendekatan yang holistik. Pelayanan yang diberikan oleh
seorang dokter gigi keluarga bersifat paripurna, yaitu promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitative, serta berkesinambungan (Kemenkes No. 039 tahun 2007).
Secara klinis, dokter gigi keluarga berkompeten untuk menyediakan pelayanan
dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar belakang budaya,
sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas
berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan bersinambung bagi
pasiennya (WONCA, 1991).
Pelaksanaan dokter keluarga di RT 28 RW 04 Desa Sidorahayu
Kecamatan Wagir dilakukan kepada keluarga dengan kesehatan gigi dan mulut
yang kurang. Sesuai dengan data sekunder yang didapat dari data pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Wagir tahun 2014 didapatkan jumlah
pasien yang datang untuk mencabutkan giginya terbanyak berasal dari Desa
Sidorahyu. Salah satu tindak lanjut dari hal ini maka dilakukan pendekatan pada
salah satu keluarga dengan tingkat kesehatan gigi dan mulut yang rendah.
Tujuanya adalah agar dapat mengurangi tindakan pencabutan gigi permanen
dengan meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut keluarga tersebut.
Pemilihan keluarga Ibu K sebagai sasaran pelaksanaan dokter keluarga
didasarkan pada hasil survey kesehatan gigi yang sebelumnya telah dilakukam
untuk memeriksa kesehatan gigi dan mulut warga secara umum. Selain itu dari
anamnesa juga diketahui bahwa seluruh anggota keluarga Ibu K memang sering
mengalami permasalahan dengan kesehatan gigi dan mulutnya.. Dari
pengamatan yang dilakukan, didapatkan kemungkinan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan rendahnya kesehatan gigi dan mulut keluarga tersebut, yakni
antara lain kebiasaan menyikat gigi yang salah, penanganan penyakit gigi dan
mulut yang salah, ketidakpedulian anggota keluarga terhadap kesehatan gigi dan
mulut, serta anggota keluarga yang takut untuk berobat ke dokter gigi.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut Ibu K dan
keluarganya dengan melakukan edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan
gigi dan mulut.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mengajarkan cara menyikat gigi yang benar dalam upaya meningkatkan
pengetahuan Ibu K dan keluarganya tentang kesehatan gigi dan mulut
1.2.2.2 Melakukan pelayanan promotif untuk mendorong Ibu K beserta
keluarganya untuk berobat ke puskesmas
1.2.2.3 Merubah pola hidup Ibu K dan keluarganya dalam menjaga kebersihan
gigi dan mulut

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Akademis
1. Institusi
Membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
menjaga kesehatan gigi dan mulut wilayah kerja Puskesmas Wagir
Kabupaten Malang.
2. Mahasiswa
a. Mampu mengidentifikasi permasalahan dalam satu keluarga
secara holistik dan komprehensif
b. Mampu memecahkan permasalahan untuk menurunkan angka
tindakan pencabutan gigi permanen pada masyarakat Desa
Sidorahayu

1.3.2 Manfaat Praktis


1. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut.
2. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat kepada masyarakat.

BAB II
LANDASAN TEORI
3

2.1 Dokter Keluarga


2.1.1 Definisi Dokter Keluarga
Menurut Ikatan Dokter Indonesia dalam Azwar (1996), dokter keluarga
adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya memandang
penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga
dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya.
Menurut The American Academic of General Practice, dokter keluarga
adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak pertama yang
merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan, menilai kebutuhan
kesehatan total pasien, dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran
perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk
pasien ke tempat pelayanan lain yang tersedia, sementara tetap menjaga
kesinambungan pelayanan, mengembangkan tanggung jawab untuk pelayanan
kesehatan menyeluruh dan berkesinambungan, serta bertindak sebagai
koordinator pelayanan kesehatan, menerima tanggung jawab untuk perawatan
total pasien termasuk konsultasi sesuai dengan keadaan lingkungan pasien,
yakni keluarga atau unit yang sebanding serta masyarakat (Prasetyawati, 2010).
Dokter keluarga adalah dokter yang bertugas sebagai care provider,
decision maker, community leader, communicator dan manager, oleh karena itu,
pelayanan dokter keluarga yang berkualitas mampu mengungguli pelayanan
kesehatan lain di tingkat pelayanan primer serta dapat berperan sebagai gate
keeper yang mampu mengatur pelayanan kesehatan bagi pasien, sekaligus
bertanggung jawab dalam rujukan pelayanan kesehatan lanjutan apabila
dibutuhkan pasien. (Gan, 2004).
Sejauh ini, berbagai kebijakan dalam bidang kesehatan di Indonesia
seperti SKN telah menetapkan dokter keluarga sebagai pemberi pelayanan
dokter strata pertama karena pembangunan kesehatan dikaitkan dengan
pembangunan keluarga. Juga karena keluarga merupakan unit terkecil
masyarakat yang sangat penting fungsinya dan strategis sekali dalam
pembangunan sosial. Dalam SKN tahun 2004 disebutkan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan individu menerapkan konsep dokter keluarga kecuali di
daerah yang sangat terpencil yang masih dipadukan dengan pelayanan
puskesmas. Hal itu juga sudah dituangkan dalam Peraturan Presiden No
27/2005 (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009) Bab
28, D point 4: Program upaya kesehatan perorangan (individu) yang harus
dilakukan ialah pengembangan pelayanan dokter keluarga. Selain itu, terdapat
pula perubahan “konotasi” sesuai UU 40/2004/UU SJSN: Sejalan dengan
pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan, pemerintah
tidak lagi menyelenggarakan pelayanan kesehatan individu melalui puskesmas
(Lubis, 2008).
2.1.2 Tujuan Dokter Keluarga
Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas
sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan
pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni
terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.
2. Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan
atas dua macam:
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang
lebih efektif. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya,
pelayanan dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan
karena dalam menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak
hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada
pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari
anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Sesuai
dengan berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan suatu
masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan
karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula
diharapkan lebih memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang
lebih efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya,
pelayanan dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan
pencegahan penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan
pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun,
5

yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan


besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga
ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan dari pelayanan
yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau
pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar
peranannya dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang
jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas (Prasetyawati,
2010).
2.1.3 Manfaat Dokter Keluarga
Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik,
akan banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah
(Cambridge Research Institute, 1976):
1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai
manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang
disampaikan.
2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan
dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih
baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan
kesehatan saat ini.
4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu
sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan
berbagai masalah lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka
segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan
kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial dapat
dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang
dihadapi.
6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata
cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan
meringankan biaya kesehatan.
8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran
canggih yang memberatkan biaya kesehatan.
2.1.4 Fungsi Dokter Keluarga
Menurut Azrul Azwar, dkk. (2004) dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang
dimiliki, yaitu:
1. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu
dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka
waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang
saling menghargai dan mempercayai. Juga sebagai pelayanan
komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan
dipertangungjawabkan
2. Communicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang
efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatannya sendiri serta memicu
perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan
komunitasnya
3. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan
teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan
mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness”
untuk kepentingan pasien sepenuhnya dan membuat keputusan klinis
yang ilmiah dan empatik Manager
4. Manager
Dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di
dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi
kebutuhan pasien dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan
yang ada. Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik, sehat,
sejahtera, dan bijaksana Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
5. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
7

Memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,


menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya,
memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan
kegaiatan atas nama masyarakat dan menjadi panutan masyarakat.

2.1.5 Karakteristik Pelayanan Dokter Keluarga


Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik yang
menurut para ahli dibedakan dan diuraikan sebagai berikut:
1. Lan R. McWhinney (1981)
a. Lebih meningkatkan diri pada kebutuhan pasien secara
keseluruhan, bukan pada disiplin ilmu kedokteran, kelompok
penyakit atau teknik-teknik kedokteran tertentu.
b. Berupaya mengungkapkan kaitan munculnya suatu penyakit
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
c. Menganggap setiap kontak dengan pasiennya sebagai suatu
kesempatan untuk menyelenggarakan pelayanan pencegahan
penyakit atau pendidikan kesehatan.
d. Memandang dirinya sebagai masyarakat yang beresiko tinggi
e. Memandang dirinya sebagai bagian dari jaringan pelayanan
kesehatan yang tersedia di masyarakat
f. Diselenggarakan dalam suatu daerah domisili yang sama dengan
pasiennya
g. Melayani pasien di tempat praktik, di rumah dan di rumah sakit
h. Memerhatikan aspek subjektif dari ilmu kedokteran
i. Diselenggarakan oleh seseorang dokter yang bertindak sebagai
manager dari sumber-sumber yang tersedia.
2. Lynn P. Carmichael (1973)
a. Berorientasi pada pencegahan penyakit serta pemeliharaan
kesehatan
b. Berhubungan dengan pasien sebagai anggota dari unit keluarga,
memandang keluarga sebagai dasar dari suatu organisasi sosial
dan atau suatu kelompok fungsional yang saling terkait, pada mana
setiap individu membentuk hubungan tingkat pertama
c. Memanfaatkan pendekatan menyeluruh, berorientasi pada pasien
dan keluarganya dalam menyelenggarakan setiap pelayanan
kesehatan
d. Mempunyai ketrampilan diagnosis yang handal serta pengetahuan
tentang epidemiologi untuk menentukan pola penyakit yang
terdapat di masyarakat dimana pelayanan tersebut
diselenggarakan, dan selanjutnya para dokter yang
menyelenggarakan pelayanan harus memiliki keahlian mengelola
berbagai penyakit yang ditemukan di masyarakat tersebut
e. Para dokternya memiliki pengetahuan tentang hubungan timbal-
balik antara faktor biologis, sosial, dan emosional dengan penyakit
yang dihadapi, serta menguasi teknik pemecahan masalah untuk
mengatasi berbagai penyakit.
3. Debra P. Hymovick dan Martha Underwood Barnards (1973)
a. Dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang lebih responsif serta bertanggung jawab.
b. Dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan
kesehatan tingkat pertama (termasuk pelayanan darurat) serta
pelayanan lanjutan (termasuk pengaturan rujukan)
c. Dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan
pencegahan penyakit dalam stadium dini serta peningkatan derajat
kesehatan pasien setinggi mungkin.
d. Dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan untuk diperhatikannya
pasien tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi juga sebagai
anggota keluarga dan anggota masyarakat.
e. Dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan untukdilayaninya pasien
secara menyeluruh dan dapat diberikan perhatian kepada pasien
secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan
keluhan yang disampaikan.
4. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (1982)
a. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang,
tetapi sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota
masyarakat sekitarnya
b. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan
sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan yang disampaikan
c. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya
penyakit, dan mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin
d. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-
baiknya
9

e. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan


tingkat pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan
lanjutan (Prasetyawati, 2010).
2.1.6 Prinsip Pelayanan Dokter Keluarga
Seorang Dokter Keluarga yang kewenangan praktiknya sebatas
pelayanan primer harus menggunakan prinsip pelayanan dokter keluarga yang
terdiri atas sembilan butir yaitu:
1. Menyelenggarakan pelayanan komprehensif dengan pendekatan
holistik
2. Menyelengarakan pelayanan yang bersinambung (kontinu)
3. Menyelenggarakan pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Menyelenggarakan pelayanan yang bersifat koordinatif dan kolaboratif
5. Menyelenggarakan pelayanan personal (individual) sebagai bagian
integral dari keluarganya
6. Mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
7. Menjunjung tinggi etika, moral dan hukum
8. Menyelenggarakan pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu
9. Menyelenggarakan pelayanan yang dapat diaudit dan
dipertangungjawabkan
2.1.7 Perbedaan Dokter Keluarga dan Dokter Praktek Umum
Tabel ini menjelaskan tentang perbedaan antara dokter praktek umum
dengan dokter keluarga (Qomariah, 2000) :
Tabel 2.1 Perbedaan antara Dokter Praktek Umum dan Dokter Keluarga
Dokter Praktek Umum Dokter Keluarga

Cakupan Pelayanan Terbatas Lebih Luas

Kasus per kasus


Kasus per kasus dengan
dengan pengamatan
Cara Pelayanan berkesinambungan sepanjang
sesaat
hayat

Menyeluruh, Paripurna, bukan


Sifat Pelayanan Sesuai Keluhan
sekedar yang dikeluhkan
Lebih kearah pencegahan,
Lebih kuratif hanya
Jenis Pelayanan tanpa mengabaikan
untuk penyakit tertentu
pengobatan dan rehabilitasi
Lebih diperhatikan dan
Peran keluarga Kurang dipertimbangkan
dilibatkan
Hubungan dokter- Dokter – pasien – teman
Dokter – pasien
pasien sejawat dan konsultan
Promotif dan
Tidak jadi perhatian Jadi perhatian utama
pencegahan
Secara individual sebagai
Awal pelayanan Secara individual bagian dari keluarga komunitas
dan lingkungan

2.2 Dokter Gigi Keluarga


2.2.1 Definisi Dokter Gigi Keluarga
Adalah dokter gigi yang mempunyai sikap, pengetahuan, dan perilaku
profesional dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi dari keluarga
binaannya dengan menyelenggarakan upaya pemeliharaan kesehatan gigi dasar
paripurna dengan pendekatan holistik dan kesisteman serta proaktif dalam
antisipasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi keluarga yang
memilihnya sebagai mitra utama pemeliharaan kesehatan gigi.
2.2.2 Manfaat Dokter Gigi Keluarga
Manfaat dokter gigi keluarga menurut Kemenkes No. 039 tahun 2007
adalah:
a. Terpenuhinya berbagai kebutuhan dan tuntutan layanan kesehatan
gigi.
b. Memudahkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
c. Biaya kesehatan akan lebih terkendali.
d. Mutu pelayanan akan lebih meningkat.
e. Bagi penyelenggara pelayanan: Kedokteran gigi keluarga merupakan
alternatif lahan praktek dan penghasilan. Ada kepastian biaya
pelayanan kesehatan gigi sehingga dokter gigi keluarga dapat
merencanakan pelayanan kesehatan pesertanya.
2.2.3 Tujuan Dokter Gigi Keluarga
Tujuan dokter gigi keluarga menurut Kemenkes No. 1415 tahun 2005 tentang
Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga adalah:
a. Tercapainya kemandirian keluarga dalam menjaga dan memelihara
kesehatan gigi dan mulut.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga untuk memperoleh pelayanan
kesehatan gigi yang optimal, bermutu, terstruktur, dan
berkesinambungan.
c. Tertatanya pembiayaan dalam pelayanan kedokteran gigi keluarga.
11

d. Tertatanya administrasi dan manajemen pelayanan kedokteran gigi


keluarga.
e. Terbinanya profesionalisme dokter gigi keluarga secara
berkesinambungan.
2.2.4 Karakteristik Dokter Gigi Keluarga
Karakteristik dokter keluarga menurut Kemenkes No. 039 tahun 2007
adalah sebagai berikut:
a. Berorientasi pada pencegahan penyakit serta pemeliharaan
kesehatan.
b. Memanfaatkan pendekatan menyeluruh, berorientasi pada pasien dan
keluarganya dalam menyelenggarakan setiap pelayanan kesehatan.
c. Mempunyai kemampuan dan keterampilan diagnosa, serta
kemampuan merujuk yang handal disertai pengetahuan epidemiologi
untuk menemukan pola penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita
masyarakat, dan juga dapat mengelola pelbagai penyakit gigi mulut
secara komprehensif.
d. Dokter gigi keluarga memiliki pengetahuan tentang hubungan timbal
balik faktor biologis, sosial, dan emosional dengan penyakit yang
dihadapi, serta menguasai teknik pemecahan masalah untuk
mengatasi pelbagai penyakit gigi dan mulut.
2.2.5 Prinsip Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
Prinsip pelayanan kedokteran gigi keluarga berdasar Kemenkes No. 039
tahun 2007 adalah sebagai berikut:
a. Dokter gigi kontak utama (First Contact).
b. Layanan bersifat pribadi (personal care).
c. Pelayanan paripurna (comprehensive).
d. Paradigma sehat.
e. Pelayanan berkesinambungan (continous care).
f. Koordinasi dan kolaborasi.
g. Family and community oriented.
2.2.6 Model Pelayanan
1. Dokter gigi keluarga praktek perorangan
Dapat dikembangkan atas inisiatif dokter dan perawat gigi sesuai
standar perijinan dan punya sertifikat telah mengikuti program
pendidikan dokter gigi keluarga
2. Dokter gigi keluarga praktek berkelompok
Sebagai mitra keluarga yang tergabung dalam sistem pelayanan
dokter gigi keluarga sehingga standar klinik kesehatan seusai dengan
konsep dokter gigi keluarga.
2.2.7 Ruang Lingkup Kerja Dokter Gigi Keluarga
1. Pelayanan Darurat atau Basic Emergency Care, terdiri dari:
 BLS atau pertolongan pertama keadaan darurat dan gawat
 Mengurangi rasa sakit atau eliminasi infeksi atau pertolongan
pertama gigi mulut karena penyakit atau cedera
 Reposisi dislokasi sendi rahang
 Replantasi gigi
 Penyesuaian oklusi (akut)
2. Pelayanan Pencegahan atau Preventif Care, terdiri dari
 Pendidikan kesehatan gigi individu atau keluarga
 Menghilangkan kebiasaan jelek dan buruk
 Tindakan perlindungan khusus
 Tindakan penanganan dini (early detection and prompt treatment)
 Memberi advokasi untuk menanggulangi kelainan saliva dan
masalah nutrisi gizi atau diet
3. Pelayanan Medik Gigi Dasar atau Simple Care, terdiri dari:
 Tumpatan gigi (GIC/komposit/sandwich)
 Ekstraksi gigi (gigi sulung persistensi/gigi tetap karena
penyakit/keperluan ortho/pencabutan gigi sulung)
 Perawatan pulpa (pulp capping/pulpotomi/psa anterior)
 Perawatan atau pengobatan abses
 Penanganan dry soket
 Penanganan ulkus rekuren (aphtosa)
 Pengelolaan halitosis
4. Pelayanan Medik Gigi Khusus atau Moderate Care, terdiri dari:
 Konservasi gigi
 Periodonsium
 Pedodonsia
 Prostodonsia
 Orthodontia
 Bedah mulut
 Oral medicine

2.3 Kesehatan Gigi dan Mulut


Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia,
sehat secara jasmani dan rohani. Kesehatan yang perlu diperhatikan selain
kesehatan tubuh secara umum yaitu kesehatan gigi dan mulut, karena kesehatan
gigi dan mulut dapat mempengaruhi kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Pencapaian kesehatan gigi dan mulut yang optimal membutuhkan perawatan
secara berkala. Perawatan dapat dimulai dari memperhatikan diet makanan,
jangan terlalu banyak makanan yang mengandung gula dan makanan yang
lengket. Pembersihan plak dan sisa makanan yang tersisa dengan menyikat gigi,
teknik dan caranya jangan sampai merusak terhadap struktur gigi dan gusi.
13

Pembersihan karang gigi dan penambalan gigi yang berlubang oleh dokter gigi,
serta pencabutan gigi yang sudah tidak bisa dipertahankan lagi dan merupakan
fokal infeksi. Kunjungan berkala ke dokter gigi setiap enam bulan sekali baik ada
keluhan ataupun tidak ada keluhan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut,
maka akan dicapai suatu kesehatan gigi dan mulut yang optimal yang akan
meningkatkan kesehatan tubuh secara keseluruhan dan akan meningkatkan etos
kerja yang lebih baik sehingga kesehatan jasmani dan rohani seperti yang
diharapkan akan tercapai (Pine, M C. Comunit Oral Health. Reed Educational &
Professional Publishing Ltd. 1997).

2.4 Kehilangan Gigi


2.4.1 Definisi Kehilangan Gigi
Kehilangan gigi merupakan keadaan di mana satu atau lebih gigi
seseorang lepas dari soketnya atau tempatnya. Kejadian hilangnya gigi normal
terjadi pada anak-anak mulai usia 6 tahun yang mengalami hilangnya gigi susu
dan kemudian digantikan dengan gigi permanen. Kehilangan gigi permanen
pada orang dewasa sangatlah tidak diinginkan terjadi, biasanya kehilangan gigi
terjadi akibat penyakit periodontal, trauma, dan karies (Bernabe E, 2014).
Menurut Arora dkk. (2009), kehilangan gigi merupakan penyakit
multifaktorial dan dipengaruhi oleh berbagai faktor hidup dan faktor
sosiodemografi. Kehilangan gigi dapat mempengaruhi kemampuan mengunyah,
kualitas hidup dan nutrisi (Gilbert dkk,2003).
2.4.2 Faktor Penyebab
Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini
merupakan masalah klasik, ini ditandai dengan angka prevalensi karies
gigi dan penyakit periodontal yang masih tetap tinggi (Situmorang,
2006).Penyakit tersebut dikarenakan terabaikannya kebersihan gigi dan mulut
(Anitasari S, 2005). Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai macam
kejadian, baik gigi tersebut dicabut oleh dokter gigi atau hilang dengan
sendirinya akibat penyakit periodontal atau adanya trauma (Kida dkk,2006).
Timmerman dan van der Weijden (2006), mengungkapkan bahwa karies dan
penyakit periodontal merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi .
2.4.2.1 Karies
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin,
dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan. Terdapat empat faktor utama yang berperan
dalam proses terjadinya karies, yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu
(Soesilo dkk, 2005).
Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu
sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa)
dan menghasilkan asam. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh
Sterptococcus mutans dan Lactobacillus sp. yang merupakan mikroorganisme
penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Menurut penelitian,
Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi
(Soesilo dkk, 2005) dan bakteri ini mampu melekat pada permukaan gigi dan
memproduksi enzim glukuronil transferase. Enzim tersebut menghasilkan glukan
yang tidak larut dalam air dan berperan dalam menimbulkan plak dan koloni
pada permukaan gigi, di mana plak merupakan penyebab terjadinya karies
maupun radang periodontal (Zaenab dkk, 2004) dan kemudian
Lactobacillus sp. berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies
tersebut (Soesilo dkk, 2005).
Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan email dan proses
ini kemudian berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang,
dan dengan adanya destruksi bahan organik, maka kerusakan berlanjut pada
dentin disertai kematian odontoblast.
2.4.2.2 Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit pada daerah yang
menyangga gigi yang kehilangan struktur kolagennya, sebagai respon dari
akulumasi bakteri pada jaringan periodontal. Penyakit periodontal banyak
diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah
populasi dewasa (Wahyukundari, 2009).
Penyakit periodontal pada awalnyaberupa gingivitis yang tidak terasa
sakit, karena penyakit periodontal merupakan infeksi kronis yang berjalan
lambat yang dapat terlihat dengan adanya kerusakan pada jaringan pendukung
gigi, seperti gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar (Tanaka dkk,
2008).Patogenesis penyakit periodontal dimulai dengan adanya gingivitis
akibat adanya perlekatan plak dan bakteri. Berlanjutnya iritasi dan
inflamasi akibat plak, maka perlekatan epitelium akan semakin rusak. Sel epitel
15

akan berdegenerasi dan memisah sehingga perlekatan ke gigi akan rusak


seluruhnya.
Periodontitis merupakan salah satu penyakit jaringan penyangga gigi
yang paling banyak terjadidi masyarakat. Penyakit pada jaringan periodontal
yang bersifat kronis dapat menyebabkan kerusakan pada serabut periodontal
(Lely dan Indirawati, 2004). Faktor resiko terjadinya penyakit periodontal
adalah lingkungan, tingkah laku atau faktor biologis, seperti mikroorganisme
dan bakteri (Timmerman dan van der Weijden, 2006).
Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung
gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan
perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi (Wahyukundari,
2009). Menurut Humphrey dkk. (2008), salah satu tanda yang biasanya
menunjukkan terjadinya penyakit periodontal adalah kehilangan gigi.

2.4.3 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kehilangan Gigi


2.4.3.1 Usia
Secara umum, kesehatan mulut pada orang tua terlihat dengan tingginya
gigi yang hilang, yang selanjutnya mempengaruhi kesehatan secara umum,
kesulitan mengunyah, dan masalah sosial dan komunikasi (Kida dkk,
2006).Kehilangan gigi biasanya disebabkan oleh karies dan penyakit
periodontal, tetapi persentase keterlibatan keduanya tergantung pada usia di
mana kehilangan gigi pada usia lanjut kebanyakan disebabkan oleh penyakit
periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia muda biasanya disebabkan
oleh karies (Michaud dkk, 2008). Selain itu, menurut Timmerman dan van der
Weijden (2006), penyakit periodontal lebih banyak terjadi pada usia
tua dibandingkan dengan usia muda.
Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan utama yang
menyerang sebagian besar populasi dewasa di atas usia 35 sampai 40 tahun, di
mana penelitian yang dilakukan Marshall-Day dkk. (1955)yang melibatkan
1187 subyek ditemukan bahwa pada usia 40 tahun 90% dewasa memiliki
penyakit periodontal.
2.4.3.2 Merokok
Menurut Krall dkk (2006), merokok dapat meningkatkan faktor resiko
terjadinya penyakit periodontal dan karies gigi. Beberapa penelitian sebelumnya
juga menyebutkan bahwa orang yang merokok mengalami kehilangan gigi lebih
besar daripada orang yang tidak merokok.
Berbagai jenis rokok juga dapat mempengaruhi resiko terjadinya
kehilangan gigi. Berdasarkan penelitian, jumlah kehilangan gigi lebih banyak
terjadi pada perokok pipa dan cerutu. Merokok dapat menyebabkan terjadinya
kehilangan gigi karena berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis dan
sebagai tambahan karies gigi juga berpengaruh untuk meningkatkan resiko
terjadinya kehilangan gigi pada perokok (Dietrich dkk,
2007).
2.4.3.3 Jenis kelamin
Menurut survei nasional di Amerika tahun 1960-1962, laki-laki
memiliki kesehatan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan
perempuan.Survei tersebut diukur berdasarkan adanya kalkulus dan plak
(Anonim, 2005).Kida dkk. (2006) mengungkapkan bahwa perempuan lebih
banyak mengalami gigi yang karies, tetapi mengalami gigi yang goyah yang
lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.
2.4.3.4 Gizi
Secara teori, kekurangan gizi esensial apapun dapat berpengaruh pada
kesehatan jaringan periodontal dan daya tahannya terhadap iritasi plak.
Kekurangan gizi yang parah biasanya disertai dengan kebersihan mulut yang
rendah dan terjadi kerusakan jaringan periodontal secara cepat dan
kehilangan gigi lebih awal (Eley dan Manson,2004).
2.5 Pencabutan gigi
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,
dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.
Pencabutan gigi juga merupakan suatu tindakan pembedahan yang melibatkan
jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh
bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan atau disatukan oleh gerakan lidah
dan rahang (Uttu, 2010)
Gigi perlu dilakukan pencabutan untuk berbagai alasan seperti pada nyeri
gigi itu sendiri, nyeri pada gigi yang mempengaruhi jaringan sekitarnya,
karies yang merugikan gigi tersebut atau gigi tetangganya, atau letak gigi
yang salah (Robinson, 2005). Beberapa contoh indikasi dari pencabutan
gigi adalah jika perawatan konservasi gagal atau tidak indikasi, sebuah
gigi mungkin harus dicabut karena penyakit periodontal, karies, infeksi
17

periapikal, erosi, abrasi, atrisi, hipoplasia, atau kelainan pulpa


(Howe,1999). Alasan yang paling umum dan yang dapat diterima secara
luas untuk pencabutan gigi adalah karies yang parah dan melebar
(Peterson, 2003). Penyakit karies gigi merupakan penyakit yang merusak
jaringan keras gigi yang banyak menyerang hampir seluruh lapisan
masyarakat. Di berbagai negara baik pada negara maju maupun negara
berkembang penyakit ini tetap mempunyai prevalensi yang cukup tinggi.
Faktor yang kompleks antara konsumsi makanan yang mengandung
gula-gula, kesadaran tentang kebersihan gigi dan mulut yang kurang
serta aplikasi program fluoridasi yang kurang memadai memperparah
kejadian penyakit ini (Dragheim, 2000). Faktor-faktor utama yang
berperan dalam menyebabkan terjadinya karies gigi ini adalah faktor host,
faktor substrat, faktor waktu dan faktor mikroorganisma. Faktor terakhir ini
adalah faktor yang memegang peran penting dalam patogenesis karies
gigi (Lehner T, 1992).

BAB 3
ANALISIS REKAM MEDIS DOKTER KELUARGA

3.1 Data Pasien dan Keluarga


Keluarga Ibu K terdiri dari 9 orang, yaitu Bapak S sebagai suami dari Ibu K.
W, D, B dan R sebagai anak dari Ibu K. Ibu A sebagai kakak ipar dari Ibu K. H
dan nona S sebagai anak dari Ibu A. Ibu K berusia 42 tahun dan tidak bekerja,
pendidikan terakhir Ibu K adalah SD. Bapak S berusia 40 tahun dan bekerja
sebagai cleaning service, pendidikan terakhir Bapak S adalah SD. W berusia 14
tahun dan merupakan pelajar kelas 2 SMP. D berusia 12 tahun dan merupakan
pelajar kelas 6 SD. B berusia 6 tahun dan belum bersekolah. R berusia 5 tahun
dan belum bersekolah. Ibu A berusia 57 tahun dan merupakan ibu rumah tangga,
pendidikan terakhir ibu A adalah SD. H berusia 25 tahun dan bekerja sebagai
pegawai swasta, pendidikan terakhir H adalah SD. Nona S berusia 22 tahun dan
bekerja sebagai SPG, pendidikan terakhir Nona S adalah SD. Ibu K mengeluh
gigi banyak yang keropos dan pernah sakit gigi hingga bengkak. Pengambilan
Rekam Medis dilakukan tanggal 5 Februari 2016.

3.1.1 Data Pasien 1


1. Nama : Ibu K
2. Usia : 42 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Menikah
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon : 085850692107
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.2 Data Pemeriksaan Pasien 1


1. Keluhan Utama : Gigi banyak sisa akar.
2. Diagnosis Keluhan Utama : Nekrosis Pulpa
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) : Diabetes Mellitus.
4. Pemeriksaan klinis rongga mulut :
Karies : 21 42
Sisa Akar : Seluruh Regio 1 dan 2; sebagian besar regio 3;
beberapa di regio 4
5. Pola hidup : Gosok gigi 2 kali sehari (saat mandi pagi
dan malam), suka makan sayuran dan
buah, tetapi jarang mengkonsumsi susu,
suka makan manis.

Gambar 3.1 Odontogram Ibu K


19

3.1.3 Data Pasien 2


1. Nama : Bapak S
2. Usia : 40 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Status perkawinan : Menikah
5. Pekerjaan : Cleaning Service
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon : 085850692107
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.4 Data Pemeriksaan Pasien 2


1. Keluhan Utama : Bapak S mengeluhkan gigi banyak
yang berlubang dan beberapa gigi
sudah hilang
2. Diagnosis Keluhan Utama : Nekrosis pulpa
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) : Bapak S tidak memiliki riwayat
penyakit sistemik
4. Pemeriksaan klinis rongga mulut :
Sisa akar gigi : 17 37 45 46
Karies : 11 13 14 21 24 31 34 41 44
Edentulous : 15 16 18 26 27 28 36 38 47 48
5. Pola hidup : gosok gigi sehari 2 kali, merokok,
suka makanan manis

Gambar 3.2 Odontogram Bapak S


3.1.5 Data Pasien 3
1. Nama :W
2. Usia : 14 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Belum menikah
5. Pekerjaan : Pelajar (kelas 2 SMP)
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon :-
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang
3.1.6 Data Pemeriksaan Pasien 3
1. Keluhan Utama : Banyak gigi yang berlubang dan
pernah bengkak
2. Diagnosis Keluhan Utama : Nekrosis pulpa.
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) :-
4. Hasil pemeriksaan klinis rongga mulut :
Karies : 11 12 21 24 25 26
Sisa akar : 14 35 36 45
Gigi Hilang : 46
Belum Erupsi : 18 28 38 48
5. Pola Hidup : gosok gigi sehari 2 kali, suka
makan manis.

Gambar 3.3 Odontogram W


3.1.7 Data Pasien 4
1. Nama :D
2. Usia : 12 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Belum menikah
5. Pekerjaan : Pelajar (kelas 6 SD)
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon :-
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang
3.1.8 Data Pemeriksaan Pasien 4
1. Keluhan Utama : Beberapa gigi berlubang, gusi
pernah bengkak

2. Diagnosis Keluhan Utama : Nekrosis pulpa.


3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) :-
4. Hasil pemeriksaan klinis rongga mulut :
Karies : 16 36 46
Persistensi : 75
Pola Hidup : gosok gigi sehari 2 kali,
mengunyah di sisi kanan, suka
21

asam.

Gambar 3.4 Odontogram D


3.1.9 Data Pasien 5
1. Nama :B
2. Usia : 6 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Belum menikah
5. Pekerjaan : Belum sekolah
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon :-
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.10 Data Pemeriksaan Pasien 5


1. Keluhan Utama : Gigi sulung banyak yang
berlubang
2. Diagnosis Keluhan Utama : Rampan Karies
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) :-
4. Hasil pemeriksaan klinis rongga mulut :
Karies : 51 52 53 54 61 62 63 64 74 75 84 85
Belum Erupsi : 17 18 27 28 37 38 47 48
Pola Hidup : gosok gigi sehari 1 kali,
suka makanan manis

Gambar 3.4 Odontogram B

3.1.11 Data Pasien 6


1. Nama :R
2. Usia : 5 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Status perkawinan : Belum menikah
5. Pekerjaan : Belum sekolah
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon :-
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.12 Data Pemeriksaan Pasien 6


1. Keluhan Utama : Gigi sulung banyak yang
berlubang
2. Diagnosis Keluhan Utama : Rampan Karies
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) :-
4. Hasil pemeriksaan klinis rongga mulut :
Sisa Akar : 51 85
Karies : Hampir seluruh regio
Erupsi Sebagian : 46
Pola Hidup : malas menggosok gigi,
suka makanan manis.

Gambar 3.4 Odontogram R

3.1.13 Data Pasien 7


1. Nama : Ibu A
2. Usia : 57 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status perkawinan : Sudah menikah
5. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
6. Agama : Islam
23

7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04


Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon :-
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.14 Data Pemeriksaan Pasien 7


1. Keluhan Utama : Giginya ada yang berlubang,
banyak sisa akar, banyak gigi
yang hilang, gusi pernah bengkak
2. Diagnosis Keluhan Utama : Nekrosis pulpa
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) : Diabetes Mellitus
4. Hasil pemeriksaan klinis rongga mulut :
Sisa Akar : 23 24 25 26
Karies : 12 17
Edentulous : 14 15 16 27 36 37 46 47
Tidak Erupsi : 18 28
Pola Hidup : Bila sakit gigi biasanya diolesi
remason.

Gambar 3.4 Odontogram A


3.1.15 Data Pasien 8
1. Nama :H
2. Usia : 25 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Status perkawinan : Belum menikah
5. Pekerjaan : Swasta (kerja di bengkel)
6. Agama : Islam
7. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
8. No. Telepon :-
9. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.16 Data Pemeriksaan Pasien 8


1. Keluhan Utama : Gigi ada yang berlubang
2. Diagnosis Keluhan Utama : Nekrosis pulpa
3. Riwayat Penyakit Lain (Sistemik) :-
4. Hasil pemeriksaan klinis rongga mulut :
Sisa Akar : 46
Karies : 36 37 45 47
Pola Hidup : sikat gigi sehari 3 kali, suka
makanan manis, dan merokok

Gambar 3.4 Odontogram H


3.1.17 Data Pasien 9
10. Nama : Nona S
11. Usia : 22 tahun
12. Jenis kelamin : Perempuan
13. Status perkawinan : Belum menikah
14. Pekerjaan : Swasta (SPG)
15. Agama : Islam
16. Alamat lengkap : Dusun Witen RT 28 RW 04
Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir
17. No. Telepon :-
18. Jumlah anggota keluarga : 9 orang

3.1.18 Data Pemeriksaan Pasien 9


Saat kunjungan dokter keluarga, mulai pemeriksaan hingga pelaksanaan
dokter keluarga, S tidak berada di rumah karena sedang bekerja.
1. Keluhan Utama :-
2. Diagnosis Keluhan Utama :-
3. Riwayat Penyakit Lain (Penyakit Sistemik) :-
4. Pemeriksaan klinis rongga mulut :-
5. Pola hidup :-

3.2 Data Keluarga


1. Data Kondisi, Lingkungan Fisik, Biologis, Rumah, Budaya Dan Sosial
Ekonomi Keluarga.
Keluarga Ibu K bertempat tinggal di 1 rumah yang terdiri dari 1 ruang tamu,
4 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 dapur, dan 1 kamar mandi.
25

Kondisi yang ada pada rumah kontrakan P adalah sebagai berikut :


a. Luas rumah : 160 m2
b. Tembok : batu bata
c. Lantai : bagian depan keramik, bagian
belakang plester
d. Kamar tidur : 4 buah
e. Kamar mandi : 1 buah
f. WC : 1 buah bersama dengan kamar
mandi
g. Dapur : 1 buah, terletak di dekat kamar mandi
h. Pengolahan sampah : terdapat 1 tempat sampah yang berada di
belakang dekat dengan tempat cuci piring
i. Penerangan : depan cukup, belakang kurang
j. Pencahayaan matahari : depan cukup, belakang kurang
k. Ventilasi : 2 ventilasi di ruang tamu,1 di
masing-maing kamar, 1 di dapur
dan 1 di kamar mandi.

2. Data Lingkungan Tempat Kerja Anggota Keluarga


Ibu K seorang ibu rumah tangga
Bapak S seorang cleaning service
Ibu A seorang ibu rumah tangga
H seorang pegawai bengkel
Nona S seorang SPG

3. Status Kesehatan Keluarga


a. Ibu K : Pulpitis irreversible, nekrosis pulpa, gingivitis
b. Bapak S : Pulpitis reversible, pulpitis irreversible, nekrosis
pulpa, gingivitis
c. W : Pulpitis reversible, pulpitis irreversible, nekrosis
pulpa, gingivitis
d. D : Pulpitis reversible, pulpitis irreversible, nekrosis
pulpa, gingivitis
e. B : Karies rampan
f. R : Karies rampan
g. Ibu A : Pulpitis reversible, pulpitis irreversible, nekrosis
pulpa, gingivitis
h. H : Pulpitis reversible, pulpitis irreversible, nekrosis
pulpa, gingivitis
i. Nona S : Tidak dapat diperiksa

4 Riwayat Penyakit Keluarga


a. Ibu K : Diabetes Melitus
b. Bapak S : Tidak ada kelainan
c. W : Tidak ada kelainan
d. D : Tidak ada kelainan
e. B : Tidak ada kelainan
f. R : Tidak ada kelainan
g. Ibu A : Diabetes Melitus
h. H : Tidak ada kelainan
i. Nona S : Tidak diketahui

3.3 Hasil Eksplorasi


3.3.1 Eksplorasi Faktor Lingkungan Sosial
Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah dilakukan, didapatkan beberapa
kondisi sebagai berikut:
1. Di keluarga ini menganggap penyakit gigi bukan masalah yang serius.
2. Pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut sangat kurang.
3. Jarang melakukan pemeriksaan ke dokter gigi.
4. Kebersihan tempat menyimpan sikat gigi kurang.

Gambar 3.1 Denah rumah Ibu K

3.3.2 Eksplorasi Riwayat Penyakit Keluarga


1. Ibu K
2. Bapak S sehat
3. W sehat
4. D sehat
5. B sehat
6. R sehat
7. Ibu A sehat
8. H sehat
27

9. Nona S sehat

3.3.3 Eksplorasi Upaya Kesehatan yang Telah dan Sedang Dilakukan


Pengobatan dilakukan secara mandiri bila terdapat keluhan yang ringan.
Ibu K dan keluarga berobat ke Puskesmas atau ke bidan desa jika mengeluhkan
penyakit yang lebih parah atau serius.
3.4 Diagnosis
3.4.1 Diagnosis Permasalahan Lingkungan
Dari eksplorasi yang dilakukan diperoleh faktor yang mempengaruhi
tingginya karies gigi pada Ibu K yaitu kurangnya pemahaman tentang cara
menyikat gigi yang benar, serta kurangnya pengetahuan dalam menjaga
kesehatan gigi dan mulut.
3.4.2 Diagnosis Permasalahan Kesehatan
Dari eksplorasi ditemukan bahwa permasalahan kesehatan gigi yang
dialami Ibu K, Bapak S, W, D, B, R, Ibu S, H dan Nona S adalah pulpitis
reversible, pulpitis irreversible dan nekrosis pulpa.
3.4.3 Diagnosis Upaya Kesehatan
Diagnosis upaya kesehatan yang kurang memadai dari keluarga Ibu K
yaitu kurangnya pengetahuan Ibu K dan keluarga mengenai karies gigi dan cara
menjaga kesehatan gigi dan mulut, sehingga Ibu K dan keluarga mengalami
pulpitis reversible, pulpitis irreversible dan nekrosis pulpa.

3.5 Rencana Intervensi


3.5.1 Intervensi terhadap Permasalahan Kesehatan
Intervensi yang dilakukan kepada Ibu K dan keluarga adalah intervensi
secara preventif dan kuratif. Intervensi preventif yang dilakukan berupa
penyuluhan kepada Ibu K dan keluarga mengenai karies gigi, dan kesehatan gigi
mulut. Intervensi kuratif yang dilakukan berupa merujuk Ibu K dan keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan gigi atau lainnya ke puskesmas.
3.5.2 Intervensi terhadap Permasalahan Lingkungan
Intervensi yang dilakukan terhadap permasalahan lingkungan Ibu K adalah
dengan memberikan penjelasan tentang nutrisi yang baik untuk pertumbuhan
gigi, mengganti sikat gigi yang digunakan seluruh anggota keluarga, serta
memberi tempat penyimpanan sikat gigi yang baik dan bersih. Pemberian poster
yang berisi cara menjaga kesehatan gigi dan mulut, cara menyikat gigi yang
benar, serta penjelasan tentang akibat jika terjadi kehilangan gigi ke keluarga Ibu
K.
BAB 4
RENCANA DAN HASIL KEGIATAN INTERVENSI DOKTER KELUARGA

4.1 Rencana Kegiatan Intervensi Dokter Keluarga

1. Rencana Kegiatan a. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut kepada


Keluarga dan penyuluhan
b. Pemberian edukasi tentang kondisi kesehatan
yang dimiliki kepada seluruh keluarga
c. Pemberian sikat gigi, pasta gigi dan poster
d. Pemberian edukasi tentang perilaku hidup bersih
dan sehat
b. Tujuan Kegiatan 1. - Mengetahui kondisi kesehatan keluarga
2. - Memberikan edukasi dalam bidang kesehatan
3. untuk memotivasi dan memperbaiki kesehatan
4. keluarga
5. - Mengarahkan keluarga untuk berobat ke
puskesmas
c. Tempat/lokasi Rumah Ibu K
Kegiatan
d. Waktu 10 Februari 2016

e. Sasaran Seluruh anggota keluarga Ibu K


f. Target 1. Seluruh anggota keluarga Ibu K memeriksakan diri
ke dokter.
2. Keluarga Ibu K mengerti dan menjalankan pola
hidup sehat
3. Keluarga Ibu K mengerti tentang kondisi kesehatan
keluarganya
g. Metode yang  Penyuluhan kesehatan mengenai beberapa materi :
digunakan  - Bagian gigi dan rongga mulut
 - Anatomi gigi
 - Penyakit-penyakit gigi dan mulut
 -Karies gigi
 -Karang gigi
 - Perawatan kesehatan gigi dan mulut

 Media yang digunakan adalah poster, buku dan


phantom.
 Memberikan arahan agar Ibu K dan keluarga dapat
29

berobat di Puskesmas Wagir


h. Indikator 1. - Keluarga Ibu K mengerti mengenai kondisi
keberhasilan 2. kesehatan gigi keluarga
3. - 80% anggota keluarga dapat mengikuti
4. penyuluhan
5. - 70% anggota keluarga dapat diperiksa rongga
mulutnya
i. Metode evaluasi 1. - Tanya jawab
2.
j. Penanggung 1. Dwita Setya F
2. Jauhar Anista H
jawab kegiatan
3. Irna Kurnia R
4. Pretty Yanuar A
5. Queen Analisa S
6. Ratna Putri K

f. Anggaran yang Poster dan buku Rp. 20.000,00


dibutuhkan Hadiah sikat gigi dan pasta gigi Rp. 56.000,00
Total : Rp. 76.000,00
Tabel 4.1 Rencana Kegiatan Intervensi

3.2 Hasil Pemeriksaan Keluarga Anak Z


No. Nama Pasien Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan

1. Ibu K 1. Tekanan darah KU: compos mentis


2. Pemeriksaan TB/BB TD: 120/80 mmHg
3. Pemeriksaan Gigi TB: 148 cm
BB: 51 kg
RM: pulpitis irreversible,
nekrosis pulpa, gingivitis
2. Bapak S 1. Tekanan darah KU: compos mentis
2. Pemeriksaan TB/BB TD: 120/80 mmHg
3. Pemeriksaan Gigi TB: 160 cm
BB: 65 kg
RM: pulpitis reversibel,
pulpitis irreversible,
nekrosis pulpa, gingivitis
3. Anak W 1. Pemeriksaan TB/BB TB: 152 cm
2. Pemeriksaan Gigi BB: 41 kg
RM: pulpitis reversible,
pulpitis irreversible,
nekrosis pulpa, gingivitis
4. Anak D 1. Pemeriksaan TB/BB TB :145 cm
2. Pemeriksaan Gigi BB : 37 kg
RM: pulpitis reversible,
pulpitis irreversible,
nekrosis pulpa, gingivitis
5. Anak B 1. Pemeriksaan TB/BB TB :110 cm
2. Pemeriksaan Gigi BB : 28 kg
RM: Rampan karies
6 Anak R 1. Pemeriksaan TB/BB TB :109 cm
2. Pemeriksaan Gigi BB : 26 kg
RM: Rampan karies
7. Ibu A 1. Tekanan darah KU: compos mentis
2. Pemeriksaan TB/BB TD: 120/80 mmHg
3. Pemeriksaan Gigi TB: 152 cm
BB: 49 kg
RM: pulpitis reversibel,
pulpitis irreversible,
nekrosis pulpa, gingivitis
8. H 1. Tekanan darah KU: compos mentis
2. Pemeriksaan TB/BB TD: 120/80 mmHg
3. Pemeriksaan Gigi TB: 163 cm
BB: 75 kg
RM: pulpitis reversibel,
pulpitis irreversible,
nekrosis pulpa, gingivitis
9. Nona S - -
31

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, S. Dkk. 2006. Pengaruh Frekuensi Menyikat Gigi Terhadap Tingkat


Kebersihan Gigi dan Mulout Siswa-Siswi Sekolah Dasar. Majalah
Kedokteran Gigi. Volume 13, No. 2.
Arora, D.R. Arora, B.B., 2009. Textbook of Microbiology for Dental Student.
Singapore: Alkem Company (S) Pte Ltd, p. 170, 174
Azwar, A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Mutiara
Sumber Widya.
Bernabe E, Sheiham A. 2014. Tooth Loss in The United Kingdom-Trends in
Social Inequalities: An Age-Period-and-Cohort Analysis. PLoS ONE 9(8):
e104808.
Dietrich M, Block G, Norkus EP, Hudes M, Traber MG, Cross CE,et al. Smoking
and Exposure to Environmental Tobacco Smoke Decrease Some Plasma
Antioxidants and Increase tocopherol in vivo after Adjustment for Dietary
Antioxidants Intakes. Am J Clin Nutr. USA. 77:160-6
Dragheim, E., Petersen, PE., Kalon I and Saag M., 2000. Dental Caries. In:
Schoolchildren of an Estonian and a Danish Municipality. Int Journal of
Pediatric Denstistry 10: 271–277.
Eley BM dan Manson JD. 2004. Periodontics fifth edition. London: An Imprint of
Elsevier Ltd
Gan, Goh Lee. A Primer on Family Medicinie Practice. Singapore International
Foundation. 2004. Singapore.
Howe, Geoffrey L. 1999. Pencabutan Gigi Geligi. Jakarta: EGC. Hal.1
Humprey LL, et al. 2008. Periodontal Disease and Coronary Heart Disease
Incidience: a systematic review and meta-analysis. Gen intern Med J.,
23(12): 2079-2086.
Keputusan Menteri Kesehatan. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1415/Menkes/SK.X/2005 tentang Kebijakan Pelayanan Kedokteran Gigi
Keluarga. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 039/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman
Penyelenggaran Dokter Gigi Keluarga. Jakarta.
Kida IA, Astrom AN, Strand GV, Masalu JR. 2006. Clinical and Socio-Behavioral
Corelates of Tooth Loss: A Study of Older Adults in Tanzania. BMC Oral
Health, 6(5), pp. 7-8.
Lehner T, 1992. Immunology of Oral Diseases. 3rd ed. London: Blackwell
Scientific Publication, pp 70-71
Lely MDA, Indrawati T. 2004. Pengaruh Kadar Glukosa Darah yang Terkontrol
Terhadap Penurunan Derajat Kegoyangan Gigi pada Penderita Diabetes
Melitus di RS Persahatan Jakarta. Media Litbang Kesehatan. Hal 38-42.
Peterson J. Larry. 2003. Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed, The C.V. Mosby
Company, St. Louis, pp: 116-117.
Pine, M C. 1997. Comunit Oral Health. Reed Educational & Professional
Publishing Ltd.
Prasetyawati, Arsita. 2010. Kedokteran Keluarga. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Qomariah. 2000. Sekilas Kedokteran Keluarga. FK-Yarsi : Jakarta
Robinson D. Paul. 2005. Tooth Extraction. Wright, Oxford Aucland Boston
Johannes Burg Melbourne New Delhi. Pp: 2
Situmorang, N. 2006. Perilaku Pencarian Pengobatan dan Pemeliharaan
Kesehatan Gigi. Majalah Kedokteran Gigi. Volume 13, No.2
33

Soesilo, D. 2005. Peranan Sorbitol Dalam Mempertahankan Kestabilan pH


Saliva Pada Proses Pencegahan Karies: Majalh Kedokteran Gigi. Volume
38, No. 1
Tanaka OM, Furquim BD’A, Pascotto RC, Ribeiro GLU, Bosio JA, Maruo H. 2008.
The Dillema of The Open Gingial Embrasure Between Maxillary Central
Incisors. J Contemp Dent Pract., 9: 92-8
Timmerman, M.F dan Van Der Weijden, G.A., 2006. Risk Factors for
Periodontitis, int j dent hygiene. 4: 2-7.
Wahyukundari, M.A., 2009. Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8 Setelah
Scalling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis Kronis.
Jurnal PDGI, 58(1): 1-6.
WONCA, 1991. The Roll of General Practitioner/Family Physician in Health Care
System. WONCA Asia Pacific Workshop
Uttu. 2010. Pencabutan Gigi atau Exodontia. Available from
http://www.pencabutan-gigi.com
Zaenab, Mardiastuti HW. 2004. Uji Antibakteri Siwak (Salvadora persica linn.)
Terhadap Streptococcus mutans (atc31987) dan Bakteroides
Melaninogenicus. Makalah Kesehatan. Volume 8 (2): 37-40
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Dokumentasi rumah Ibu K


35
37
Lampiran 2 : Dokumentasi Pemeriksaan Gigi
39
41

Lampiran 3 : Dokumentasi penyuluhan tentang penyakit gigi, kesehatan


gigi dan mulut, dan cara menyikat gigi yang baik dan benar
43
45
47

Anda mungkin juga menyukai