Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DISKUSI KASUS BEDAH MULUT

ABSES BUKAL

Oleh :

1. Ajeng Maulidyanti S 140070400011004

2. Agung Prasetyo 150070400111003

3. Sausan Umar 150070400011056

4. Fahriza Rizki O 140070400011031

5. Miqdad Muhammad 150070400111004

6. Rahmad Isman A 150070400111005

7. Virgia Puspita I 150070400011001

8. Ratna Putri K 150070400011001

9. Dwita Setya 140070400011030

10. Dhuhita A Sativia 150070400011002

11. Nurita A Zahra 140070400011029

Pembimbing :

drg. Fredy Mardiyantoro, Sp.BM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
TINJAUAN PUSTAKA

Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan. Abses
bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut. Adanya gigi yang nekrosis
menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Proses infeksi
kemudian menyebar keruangan atau jaringan lain yang dekat dengan gigi yang nekrosis tersebut
dan membentuk fistel (Green dkk., 2001)

Klasifikasi Abses :
a) Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi
yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera
setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut
dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal
dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

b). Abses subperiosteal


Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah
maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah
gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir.
Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari
pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan
atau tekanan.

c). Abses submukosa


Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal
yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa
sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih
terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat,
pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus
nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata
bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

2
d). Abses fosa kanina
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas pada regio
ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan
edema pelupuk mata bawah sehingga pak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit
disertai kulit yang tegang berwarna merah.

e). Abses spasium bukal


Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi
jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa
retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga
rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah rongga
mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-
kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan
estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.

f). Abses spasium infratemporal


Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering menimbulkan
komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran horisontal arkus-
zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid
interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna
dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid
dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

g). Abses spasium submasseter


Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot masseter bagian
superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan
ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara
origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis
oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga

3
rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian dalam,
pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium.
Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

h). Abses spasium submandibula


Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari spasium
sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh
m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar
ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe
submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri
submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan
perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.

i). Abses sublingual


Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas m.milohioid dan
bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat, bergerser
ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus
di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

j). Abses spasium submental


Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang
m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke
spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab
biasanya gigi anterior atau premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan terjadi
supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya
pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.
Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah

4
belakang.

k). Abses spasium parafaringeal


Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung dengan
selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh
muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus
stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan
lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal,
simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

ETIOLOGI

Abses bukal biasanya muncul karena infeksi gigi premolar atas dan bawah serta molar atas
dan bawah.

5
PENYEBARAN
Infeksi dari premolar dan molar atas biasanya perforasi ke aspek bukal dari prosesus
alveolaris. Penyebaran menuju intraoral maupun ekstraoral tergantung dari hubungan antara apikal
akar gigi dengan attachment dari m. buccinator. Jika perforasi berada di bawah buccinators
attachment maka pembengkakan akan terletak di vestibulum. Sebaliknya apabila infeksi menyebar
ke arah lateral dari m. buccinators maka akan membentuk abses bukal (Balaji, 2007).

LOKASI
Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi
jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa
retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga
rahang atas masuk ke dalam spasium bukal (Fragiskos, 2007).

6
GAMBARAN KLINIS
Tanda-tandanya yaitu pembengkakan pada pipi dan nyeri saat membuka mulut.
Pembengkakan berbentuk kubah (dome-shaped), terdapat edema periorbital yang berkembang
akibat gangguan drainase vena dan limfatik. Pembengkakan dimulai dari batas bawah dari
mandibula dan menyebar ke atas hingga arkus zigomatikus. Trismus biasanya tidak terjadi (Hupp
and Ferneini, 2014) .

PENANGANAN
Jika terdapat fluktuasi maka drainase harus dilakukan secara percutaneous. Drainase
intraoral melalui mukosa, submukosa dan m. buccinator mungkin sulit untuk dilakukan. Drainase
melalui kulit dilakukan pada titik inferior dari fluktuasi dengan blunt dissection menuju ke dalam
batas spasia. Cabang dari nervus fasialis harus dihindari. Lokasi insisi dan drainase yaitu inferior
dari duktus Stensen (Rajendran and Sivapathasundharam, 2012)

7
PATOFISIOLOGI ABSES RONGGA MULUT
Infeksi yang awalnya berasal dari kerusakan jaringan keras gigi atau jaringan penyangga
gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah
menjadi patogen. Karies gigi yang tidak dirawat menyebabkan nekrosis jaringan pulpa. Jaringan
yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur sehingga meninggalkan rongga yang
berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi kemudian bergerak ke dalam rongga tersebut dan memfagosit bakteri
sehingga sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati akan membentuk nanah yang
mengisi rongga tersebut (Peterson, 2003)

Abses spasium bukal


Spasium bukal berada diantara m. masseter , m. pterigoidus interna dan m. businator. Berisi
jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa
retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga
rahang atas masuk ke dalam spasium bukal (Kuriyama dkk., 2010).

8
9
LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki berusia 23 tahun datang ke RSP dengan keluhan gigi berlubang dan pipi kanan
bengkak sejak 2 hari yang lalu. Pasien sudah minum obat nyeri namun tidak ada perkembangan.
Asam mefenamat dan amoxycilin 3x sehari, pasien belum pernah ke dokter. Pasien kesulitan
membuka mulut, bisa membuka mulut namun minimal. Tanda vital dari pasien sebagai berikut:
tekanan darah 120/80 mmHg; nadi 64x/menit; pernapasan 24x/menit.

Gambar 1. Ekstra Oral

Gambar 2. Gambaran klinis intra oral

10
Gambar 3. Gambaran Radiografi Panoramik

Pemeriksaan ekstra oral:


TMJ: TAK
Asimetris wajah: terdapat pembengkakan pada pipi kanan.
Inspeksi: ukuran ± 2 cm, permukaan halus, sewarna dengan jaringan sekitar, terlokalisir.
Palpasi: berbatas difuse, tidak dapat digerakkan, konsistensi kenyal, fluktuasi (-), krepitasi (-),
nyeri tekan (+), suhu afebris

Pemeriksaan intra oral:


Bibir TAK, palatum TAK, lidah TAK, tonsil TAK, mukosa bukal TAK, gingiva Oedem pada gigi
14 hingga 16.
Inspeksi: terdapat benjolan pada regio gigi 14 hingga 16, ukuran ± 4 cm, permukaan halus, sewarna
jaringan sekitar, terlokalisir, pembukaan mulut 2 jari, lubang pada gigi 16, gigi 16 goyang, terdapat
peninggian vestibulum sebelah kanan.
Palpasi: batas pembengkakan difuse, tidak dapat digerakkan, konsistensi lunak, fluktuasi (+) pada
regio 14-16, krepitasi (-), nyeri tekan (+) pada regio 14-16, suhu afebris, perkusi (-), druk (-).

Diagnosa dari kasus tersebut adalah periodontitis apikalis kronis gigi 16 disertati abses bukal.

11
Pada kasus tersebut dilakukan insisi drainase abses pada gigi 14 hingga 16, dan ekstraksi gigi 16.
Pasien diberikan resep berupa Clyndamycin 500 mg dan Asam Mefenamat 500 mg, serta instruksi
post operasi.

Berikut adalah tahapan insisi drainase abses gigi 14 hingga 16:


1. Persiapan alat dan bahan
2. Pasien mengisi inform consent
3. Pemeriksaan EO dan IO
4. Asepsis EO dan IO
5. Anestesi topikal dengan menggunakan chlore ethil pada daerah sekitar abses gigi 14 -16
kemudian dievaluasi.
6. Insisi dengan scalpel no 11 pada daerah yang telah ditentukan dan buka akses pus dengan
klem dan dilakukan pijatan lunak sampai pus keluar
7. Penempatan drain di dalam rongga abses dan difiksasi dengan discontinue suturing
8. Pemberian resep Clyndamycin 500 mg dan asam mefenamat 500 mg
9. Instruksi kepada pasien untuk kontrol H+1 dan H+7
10. Dilakukan ekstraksi gigi 16 pada H+7 post insisi drainase

Gambar 4. Gambaran klinis setelah tindakan

KONTROL H+1
S: Pasien datang untuk kontrol H+1 insisi drainase regio gigi 14 – 16

12
O: Inspeksi: karies gigi 16, jahitan regio 15 (+), drain (-), hiperemi (+), debris (+), oedem (+),
peninggian vestibulum sebelah kanan

Palpasi: druk (-), perkusi (-), nyeri tekan (-), gigi 16 goyang ˚1

A: Fase inflamasi H+1 post insisi drainase

P: Irigasi dengan H2O2, instruksi kontrol H+7.

Gambar 5. Foto Klinis kontrol H+1

KONTROL H+8
S: Pasien datang untuk kontrol H+8 insisi drainase, 2 hari lalu sempat bengkak lagi, namun
sekarang sudah tidak sakit dan bengkak lagi. Obat sudah habis sejak 2 hari lalu.

O: Inspeksi: jahitan regio 15 (+), drain (-), hiperemi (-), debris (+), oedem (-).

Palpasi: perkusi (-), nyeri tekan (-).

A: Healing post insisi abses H+8.

P: Irigasi NS, ekstraksi gigi 16, angkat jahitan regio 15, medikamentosa.

Gambar 6. Sebelum angkat jahitan Gambar 7. setelah angkat jahitan

13
Gambar 8. Ekstraksi gigi 16

14
Daftar Pustaka

1. Green, A.W., Flower, E.A., New, N.E., 2001. Mortality Associated with Odontogenic
Infection. British Dental Journal. Vol.190:529-530.
2. Head, Neck and Orofacial Infections: An Interdisciplinary Approach E-Book 2016 oleh
James R. Hupp,Elie M. Ferneini p.211 Elsevier Missouri, Canada
3. Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer 2007
4. Peterson, L,. J. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4 ed. Mosby. St,
Louis, Missouri.
5. Shafer's Textbook of Oral Pathology 7th ed 2012 Oleh Arya Rajendran ,B
Sivapathasundharam p. 506 Elsevier New Delhi India
6. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery Balaji S M New Delhi India Elsevier 2007
p.122-123

15

Anda mungkin juga menyukai