Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN DIABETES MELITUS

DI RUANG GADING 1 RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusunoleh :

Nama : Milla Puspa Anggraini

NIM : 820163067

Prodi : S1 Keperawatan (3B)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


MUHAMMADIYAH KUDUS
SK MENDIKNAS RI No:127/D/O/200

Website :http://www.stikesmuhkudus.ac.id Email : sekretariat@stikesmuhkudus.ac.id

Alamat : Jl. Ganesha I PurwosariTelp./Faks. (0291) 442993 / 437218 Kudus 59316

TahunAjaran 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS (DM)

UNTUK MEMENUHI TUGAS DI RUANG GADING 1 RSUD RAA SOEWONDO


PATI

A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai jawaban dari kurangnya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
dengan gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar,2008)
Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
diktatorial insulin atau intensifitas sel terhadap insulin. (Corwin,2011)
KLASIFIKASI TIPE DM
1. Klasifikasi klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI) tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI) tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas, dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan toleransi glukosa (GTG)
c. Diabetes kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi resiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan tolerensi glukosa

(Brunner and suddart, 2008 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi
8, penerbit KGC, Jakarta)

B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2010) penyebab daridiabetes adalah :
1. Diabetes melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe 1.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-
olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Saat ini penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor –faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil
penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang menimbulkan destraksi sel beta.
2. Diabetes militus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya retensi insulin. Diabetes
melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap
kerja insulin insulin mula-mula mengikat dirinya mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam peningkatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan gula antara kompleks reseptor
insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatnkan sekresi insulin
yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 2009)
Diabetes melitus tipe II disebut juga diabetes melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau non insulin dependent diabetes melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak. Faktor resiko yang bekerjasama dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah :
a. Usia (restensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Diabetes dengan ulkus
a. Faktor endogen
1) Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi syok dan otonom /
simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan fatwa darah, produksi
keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetik, metabolik dan faktor resiko lain
3) Iskemia
Adalah anterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan fatwa darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrenc yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor :
 Adanya hormon aterogenik
 Merokok
 hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia :
 Kaki dingin
 Nyeri nocturnal
 Tidak terabanya denyut nadi
 Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
 Kulit mengkilap
 Hilangnya rambut dari jari kaki
 Penebalan kuku
 Gangrene kecil atau luas
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
(Brunner and Suddart, 2008 Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3,
Edisi 8, penerbit KGC, Jakarta)

C. TANDA DAN GEJALA


1. Poliuria ( akibat dari diuresis osmotic bila diambang ginjal terhadap reabsorpsi
glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal)
2. Polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi dan poliuria)
3. Poliphagia (disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan perubahan
sintesis protein dan lemak)
4. Penurunan berat badan (akibat dari katabolisme protein dan lemak)
5. Pruritas vulvular
6. Kelelahan
7. Gangguan penglihatan
8. Peka rangsang
9. Kram otot

(Tucker,2008)
D. PATHOFISIOLOGI
DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau Langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia
puasa dan hiperglikemi post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria
(glukosa dalam darah) dan ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan (diaresis osmotik) sehingga pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia)
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi
penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia).
Akibat yang lain adalah terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukkogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan
lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam
basa dan mengarah terjadinya ketoasidosis.
DM tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun
kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
DM tipe II.
(Corwn,2009)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, disamping dikaji dan
gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah dilakukan tes diagnostik
diantaranya :
1. Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (TBS)
Tujuan : menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa
Pembatasan : tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam 08.00 pagi
sampai jam 12.00, minum boleh
Prosedur : darah diambil dari vena dan dikirim ke laboratorium
Abnormal : 140mg/100 ml serum
2. Pemeriksaan gula darah postprandial
Tujuan : menentukan gula darah setelah makan
Pembatasan : tidak ada
Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 100gr karbohidrat, 2jam kemudian
diambilo darah venanya
Hasil :normal (kurang dari 20mg/100ml serum)
Abnormal : lebih dari 120mg/100ml atau lebih, indikasi DM
3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral / oral glukosa toleransi tes (TTGO)
Tujuan : menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa
Pembatasan : pasien tidak makan 12 jam sebelum tes dan selama tes, boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum teh selama pemeriksaan
(untuk mengukur respon tubuh terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi
stres (keadaan banyak aktivitas dan stres menstimulasi epinephrine dan kortisol
dan berpengaruh terhadap peningkatan gula darah melalui peningkatan
glukonerogenesis)
Prosedur : pasien diberi makan tinggi karbohidrat selama 3 hari sebelum tes.
Kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urine untuk pemeriksaan.
Berikan 100gr glukosa ditambah juice lemon melalui mulut, periksa darah dan
urine ½, 1, 2, 3, 4 dan 5 jam setelah pemberian glukosa
Hasil : normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140gr/dl dan kembali
normal 2 atau 3 jam kemudian
Abnormal : peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2 atau 3
jam urine positif glukosa
4. Pemeriksaan glukosa urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi
oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan, seperti aspirin, vitamin C dan
beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat adanya menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap glukosa
terganggu.
5. Pemeriksaan keton urine
Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak dan
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada
urine akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan adanya ketonuria
menunjukkan adanya ketoasidosis.
6. Pemeriksaan kolestrol dan kadar serum trigeleserida, dapat meningkat karena
ketidakadekuatan kontrol glikemik.
7. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah
glykosytaled hemoglobin (HbA1c). Tes ini mengukur protensis glukosa yang
melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa rata-rata
selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan
untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi
resiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan makan
sehari sebelum tes. Pemeriksaan HbA1c dilakukan diagnosis dan pada interval
tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM, dirakomendasikan dilakukan 2
kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar yang direkomendasikan oleh ADA <
7%.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba menormalisasi aktivitas insulin
dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komplikasi neuropati dan
vaskular. Tujuan terapeutik dari masing-masing diabetes adalah untuk mencapai kadar
glukosa darah tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas sehari-
hari pasien dengan serius . terdapat 5 komponen penatalaksanaan untuk diabetes, yaitu
: diet, latihan, pemantauan, obat-obatan dan penyuluhan, insulin
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menekankan dan menunda timbulnya penyakit angiopatik diabetes
d. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita
e. Menarik dan mudah diberikan
 Prinsip diet DM adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis : boleh dimakan/tidak
 Dalam melaksanakan diet sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 :
a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
c) Jenis makanan manis harus dihindari
 Penentuan jumlah kalori diet diabetes melitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung perantage of
relative body weight (BBR : berat badab normal) dengan rumus :
BBR : BB (Kg) × 100%
TB (cm)-100
a) Kurus (underweight) BBR < 90%
b) Normal (ideal) BBR 90%-110%
c) Gemuk (overweight) BBR > 110%
d) Obesitas apabila BBR > 120%
 Obesitas ringan BBR 120% - 130%
 Obesitas sedang BBR 130% -140%
 Obesitas berat BBR 140% -200%
 Morbid BBR > 200%
 Jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja
biasanya adalah :
a) Kurus (underweight) BB x 40-60 kalori sehari
b) Normal (ideal) BB x 30 kalori sehari
c) Gemuk BB x 20 kalori sehari
d) Obesitas apabila BB x 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkat sensivitas
insulin dengan reseptornya
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran periferdan menambah suplai O2
d. Meningkatkan kadar kolestrol high desinty lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang maka latihan akan dirangsang
pembetukan glikogen baru
f. Menurunkan kolestrol (total) tergliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik
3. Penyuluhan
Merupakan salah satu bentu penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset vidio,
diskusi kelompok, dsb.
4. Obat
Tablet DAO (oral anti diabetes) / hipoglikemia oral (OHO)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat obat ini bekerja dengan menitimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan
pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada
pasien yang berat badanya sedikit lebih.
b. Mekanisme kerja biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatif, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektifitas insulin, yaitu :
1) Biguanida pada tingkat prereseptor – ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis dihati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Binguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Binguanida pada tingkat pasca reseptor : mempunyai efek intraseluler
5. Insulin
Indikasi insulin :
a. DM tipe I
b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan DAD
c. DM kehamilan
d. DM dari gangguan faal hati yang berat
e. DM dan gangguan infeksi akut (selulitis,gengren)
f. DM dan TBC paru akut
g. DM dan koma lain pada DM
h. DM operasi
i. DM patah tulang
j. DM dan underweight
k. DM dan penyakit graver

(Tarwoto, 2012)

G. PENGKAJIAN
1. Aktivitas
 Gejala : lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, gangguan tidur
atau istirahat.
 Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat dengan aktivitas dan
latihan.
2. Sirkulasi
Gejala : kebas dan kesemutan pada ekstremitas
3. Intregitas ego
Gejala : stres
Tanda : ansietas, peka rangsangan
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nyeri tekan abdomen
Tanda : poliuria, abdomen keras
5. Makanan atau cairan
Gejala : mual/muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, nafas bau urea
6. Neurosensori
Gejala : pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot kaki dan
tangan, gangguan pendengaran
7. Nyeri / keamanan
Gejala : abdomen yang tegang/nyeri
8. Pernafasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen
9. Keamanan
Gejala : gatal, diaforesis
10. Seksualitas
Gejala : penurunan fungsi seksual
11. Penyuluhan / pembelajaraan
Gejala : faktor resiko DM

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus
(hal:253, Domain : 4 aktivitas/istirahat, Kelas : 4 respon
kardiovaskuler/pulmonal, 00204)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
(hal : 226, Domain : 4 aktivitas/istirahat, Kelas : 4 respon kardiovaskuler /
pulmonal, Kode : 00092)

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Hari/tanggal Dx kep Tujuan dan kriteria Intervensi TTD
hasil (NOC) keperawatan (NIC)
1 1 Setelah dilakukan Monitor Neurologi
tindakan keperawatan O : monitor
selama 3x24 jam paresthesia : mati rasa
diharapkan perfusi dan kesemutan
jaringan : perifer dalam N : tingkatkan
batas normal dengan frekuensi pemantauan
kriteria hasil : neurologis yang
1. Matirasa ringan : 4 sesuai
2. Kerusakan kulit E : mulailah
ringan : 4 melakukan
(hal 447-448, 0407) pencegahan sesuai
peraturan, jika perlu
C : beritahu dokter
mengenai perubahan
kondisi pasien
(hal : 235, kode :
2620)
2 2 Setelah dilakukan Manajemen energi
tindakan selama 3x24 O : monitor
jam diharapkan intake/asupan nutrisi
intoleransi aktivitas / untuk mengetahui
energi psikarektor sumber energi yang
normal dengan kriteria adekuat
hasil : N : pilih intervensi
1. Sering menunjukkan untuk mengurangi
tingkat energi yang kelelahan baik secara
stabil : 4 farmakologis maupun
2. Sering menunjukkan non farmakologis
kemampuan untuk E : ajarkan pasien
menyelesaikan tugas mengenai pengelolaan
sehari-hari : 4 kegiatan dan teknik
(hal : 87, kode : manajemen waktu
0006) untuk mencegah
kelelahan
C : konsultasikan
dengan ahli gizi
mengenai cara
peningkatan asupan
energi dari makanan
(hal : 177-178, kode
0180)
J. PENGGUNAAN REFERENSI

 Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Ptofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta : EGC.
 Tarwoto, DKK.2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta : Trans Info Medikal.
 Kwinahyu, 2011. Pathofisiologi Diabetes Melitus.
 NANDA, 2018-2020. Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi. Edisi II,
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai