Anda di halaman 1dari 4

I.

Analisis Pertimbangan Formula


1.1. Suppositoria
a) Bisakodil
Bisakodil merupakan zat aktif yang memiliki aktivitas laksativa.
Pembuatan bisakodil dalam bentuk sediaan suppositoria dilakukan untuk
mendapatkan daya lepas dan onset kerja yang lebih cepat dibandingkan
dengan penggunaan secara oral. Secara rektal onset kerja bisakodil hanya
15 menit sampai 1 jam karena dapat langsung masuk ke dalam pembuluh
darah. Dosis bisakodil 10 mg merupakan dosis yang umum digunakan
untuk pasien dengan usia diatas 10 tahun (AHFS, 2011).
b) Oleum cacao
Oleum cacao digunakan sebagai basis karena jenis basis lemak
yang hanya menyerap sedikit air sehingga cocok digunakan dengan
bisakodil yang larut dalam lemak. Oleum cacao merupakan basis larut
dalam lemak yang dapat cepat meleleh pada suhu tubuh yaitu 30-36°C
sehingga akan diperoleh onset yang lebih cepat. Oleum cacao tidak
menyebabkan iritasi pada daerah pemberian sehingga dapat menutupi
sifat bisakodil yang dapat mengiritasi. Selain itu oleum cacao dapat
bercampur dengan banyak komponen sehingga dapat diterima sebagai
basis (Anief, 2008).

1.2. Ovula

a) Povidone
Povidone iodin merupakan senyawa yang digunakan sebagai
antiseptik yang dapat mencegah terjadinya infeksi pada vagina dan
efektif untuk mengatasi jamur serta bakteri. Povidone iodin merupakan
senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air. Untuk mendapatkan efek
lokal pada vagina maka sediaan dibuat dalam bentuk ovula sehingga
dapat diperoleh onset kerja yang lebih cepat (Jawetz et al, 1995).
b) Kombinasi PEG 400 dan PEG 6000
Pembuatan ovula digunakan basis larut air yaitu kombinasi PEG.
Pelietilen glikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat
menjadi bermacam–macam panjang rantainya. Polietilen glikol tersedia
dalam berbagai macam berat molekul rata–rata mulai dari 400 sampai
8000 ( Ansel, 1989 ). Namun yang digunakan dalam percobaan kali ini
adalah PEG 400 dan PEG 6000. Basis larut air ini digunakan karena dapat
bercampur dengan cairan vagina karena sifat nya yang larut air. Kelebihan
menggunakan PEG dengan kombinasi adalah didapatkan basis dengan
titik leleh dan kecepatan disolusi yang diinginkan dan untuk
mengkompensasi turunnya titik leleh oleh zat aktif. Kombinasi PEG
dipilih melalui optimasi awal terlebih dahulu untuk mendapatkan
kombinasi PEG yang lebih baik. Selain itu keuntungan basis PEG ini
adalah stabil dan inert, polimer PEG tidak mudah terurai.
II. Formula
Formula A
Bisakodil 10 mg
Ol. Cacao 10%
m.f. suppo No XII @4g

Formula B
Povidone 10%
PEG 400 50%
PEG 6000 50%
m.f. ovula. No XII @4g

III. Prosedur Pembuatan


a. kalibrasi alat pencetak suppositoria dan ovula
Alat cetak dibuka dan dibersihkan dari debu dan kotoran. Parafin, Basis
supositoria dan ovula disiapkan. Alat cetak yang sudah dibersihkan dan dioles tipis
parafin liquidum di tutup. Dimasukan basis supositoria atau ovula kedalam alat cetak
sampai terisi penuh dan diamkan pada suhu ruang dan dimasukan kedalam kulkas
sampai memadat. di keluarkan dari cetakan dan basis ditimbang.
b. Pembuatan Supositoria dan Ovula
Alat, bahan disiapkan dan dipastikan semua alat dalam keadaan bersih dan kering
sebelum proses pembuatan dilakukan. Ditimbang bahan sesuai kebutuhan berdasarkan
hasil perhitungan dan penimbangan formula. Cetakan disiapkan dengan cara di
panaskan terlebih dahulu dalam keadaan terbuka di penangas air. Dilakukan proses
peleburan basis di atas penangas air menggunakan cawan penguap. Semua padatan di
gerus menggunakan lempang sampai halus ad homogen. Padatan yang sudah digerus
dimasukan kedalam basis yang sedang dilebur dan diaduk perlahan menggunakan
batang pengaduk ad homogen. Cetakan yang sudah panas diangkat dan disimpan di
atas meja yang sudah di alasi lap dan kemudian dilumasi parafin liquid pada
permukaan cetakan.
Massa supositoria atau ovula di tuangkan kedalam cetakan masing-masing
dengan cara masa suppositoria dan ovula diangkat dan ditungkan dengan cepat dan
akurat menggunakan batang pengaduk sebagai jembatan penuangan kedalam cetakan
sampai cetakan terisi penuh dan diamkan sebentar pada suhu ruangan. Cetakan
dimasukan kedalam freezer untuk menyempurnakan padatan massa supositoria
maupun ovula dan dipisahakan antara yang akan du uji evaluasi dan untuk penyerahan
laporan. Diusahakan sediaan dihindari untuk berkontak dengan sesuatu yang bersuhu
tubuh maupun ruangan. Dilakukan perhitungan pengganti supositoria. Penggunaan
sediaan untuk keseragaman bobot 10 sediaan, evaluasi penampilan 3 sediaan, kisaran
meleleh dan waktu leleh 3 sediaan dan laporan 3 sediaan dan di beri label atau
pengenal agar tidak tertukar dengan kelompok lain.
c. Prosedur evaluasi sediaan
1. Uji homogenitas
Disiapkan alat pemotong yang bersih dan kering. Kemudian kertas perkamen
digunakan sebagai alas. Sebanyak 3 sediaan, masing-masing dipotong
vertikal. Diamati secara visual ketersebaran zat aktif pada bagian internal
dan eksternal, dimana harus terlihat seragam (homogen).
Penafsiran hasil : pada sediaan yang baik, tidak akan tampak penumpukan
zat aktif (padatan) pada suatu tempat.
2. Uji penampilan (organoleptis)
Uji dilakukan bersamaan dengan evaluasi homogenitas zat aktif. Uji
dilakukan dengan cara dipotong 3 sediaan secara vertikal menggunakan alat
pemotong kering dan bersih. Kemudian dilihat ada atau tidaknya keretakan,
lubang eksudasi cairan, dan pembengkakan basis.
Penafsiran hasil : sediaan yang baik, tidak ditemukan hal-hal yang
disebutkan
3. Uji keseragaman bobot
Ditimbang bobot masing-masing sebanyak 10 sediaan secara acak, dan
dihitung bobot rata-ratanya
Penafsiran hasil: tidak lebih dari 3 sediaan yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-rata sebesar > 5% dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya
menyimpang > 10%
4. Uji kisaran dan waktu meleleh
Disiapkan termometer dan stopwatch. Sebanyak 3 sediaan diambil secara
acak dan disiapkan pula cawan penguap diatas penangas air. Pengujian
dilakukan secara serempak dengan dimasukannya sediaan ke dalam cawan
penguap. Dihitung suhu dan waktu saat sediaan mulai meleleh dan saat
sediaan meleleh sempurna

Daftar pustaka
AHFS. (2011). AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health
System Pharmacists.
Anief, M. (2008). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai