TINJAUAN PUSTAKA
2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan
gangguan fungsi saraf.13
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama
aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk
sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat
terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau
menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum
dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid13
Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum
pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda
peringatan, seperti berikut:13
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.13
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai
rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa
jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit
untuk dibangunkan.13
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan
leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang.13
Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri
kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri serebri
media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior. Terjadinya
perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan perdarahan
intraserebral.14,15 Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1) perdarahan awal, (2)
ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.15
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor risiko
yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa jam setelah
gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Ekspansi ini akan
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi hematoma juga akan
mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer yang diakibatkan dari efek
masa hematom).14,15
Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan intraparenkim
otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1) sitotoksisitas darah, (2)
hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran tekanan, dan (5) stres oksidatif
dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada akhirnya menyebabkan gangguan ireversibel
neurovaskular dan diikuti dengan gangguan sawar darah otak, dan edema yang diikuti
kematian sel otak secara masif.Selain itu, gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi
akan menginduksi pelepasan tromboplastin, yang menyebabkan koagulopati.16
Gambar 2.4. Patogenesis Perdarahan Intraserebral
1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala dialami
pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor-faktor
risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita.
Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.19
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan
intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu
ditanyakan.11,19
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum meliputi
kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan leher
(cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena jugular
pada gagal jantung kongestif.)20
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan
adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan darah
sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik. Tekanan
darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis dini. Hal yang sama
juga berlaku pada demam.11,20
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental lebih
sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah pada ruang
subarakhnoid.19
3. Pemeriksaan Penunjang
Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan darah
sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan onset secara
tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik.24 Untuk membedakan
perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang lain, pemeriksaan
neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah CT-Scan atau MRI.19
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui apakah
perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-Scan dapat
memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau perdarahan, apakah
perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta membantu perencanaan
operasi.15,16, Di antara pasien yang diperiksa head CT dalam 3 jam setelah onset
ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi hematom diketahui
merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan mortalitas.15
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa
saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat. Sedangkan
pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi setelah
beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta memerlukan waktu
lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut.19
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari
kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.19
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap, elektrolit,
kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi berhubungan
dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga menunjukkan
adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.15
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologi
yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia. Selain itu, kadar gula
darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula darah berkaitan
dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa juga untuk
menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik menyerupai
stroke.19
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang
berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah trombosit, waktu
protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk pemakaian obat
antikoagulan dan trombolitik. 19
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia
jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto toraks
digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.19
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati,
saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi
lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan
normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).19
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score dan
algoritma Gadja Madah19
2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan
hipotonik seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.
Asimptomatik
60-99% Pertimbangan CEA bila risiko pembedahan < 3% dan prognosis jangka
panjang baik
Simptomatik
interna
50-69% dengan TIA Pertimbangkan CEA, bandingkan risiko dan keuntungan dan
>70% dengan gejala Lakukan CEA kecuali ada kontraindikasi, paska operasi : penanganan
antiplatelet
antikoagulan selama 3-6 bulan bila ada gejala sumbatan emboli akut
2.7.2.1 Kraniotomi.
International Surgical Trial for Intra Cerebral Haemorrhage (STICH) adalah studi
multisenter terkait pembedahan pada perdarahan intraserebral pada studi ini adalah 1033
pasien dari 83 senter di 27 negara terutama eropa, asia, dan afrika, dirandomisasi menjadi 2
kelompok terapi. Pada satu kelompok, pasien diberikan terapi konservatif, sedangkan
kelompok yang lain dilakukan pembedahan pada waktu 24 jam paska onset sebagai tambahan
dari terapi konservatif. Tidak ditemukan adanya keuntungan yang signifikan dari
pembedahan pada angka mortalitas (63,7% pada kelompok terapi bedah dibandingkan 62,6%
pada kelompok terapi konservatif), skala Rankin dan indeks Barthel (outcome baik pada
23,8% kelompok pembedahan vs 26,1% pada kelompok konservatif). Pada studi STICH,
kraniotomi dan evakuasi hematom pada perdarahan intraserebral dikaitkan dengan luaran
yang baik bila hematom terletak sejauh 1 cm dari permukaan otak.8
Prosedur Blind.
Secara umum prosedur blind ini dilakukan dengan aspirasi burr hole, dengan atau
tanpa bantuan sterotaksis dan fibrinolisis. Stereotaksis menambah presisi dari prosedur ini
sementara fibrinolisis membuat klot lebih mudah saat dikeluarkan. Fibrinolisis dapat secara
kimiawi yaitu dengan urokinase atau t-PA, atau secara mekanik dengan archimedes screw,
aspirator ultrasound, atau pemotong oscillating. Prosedur ini terutama menguntungkan bila
lesi terletak di dalam.
Neuroendoskopi.
Prosedur ini dikatakan lebih baik dari pada sterotaksis dan kraniotomi untuk evakuasi
klot perdarahan intraserebral di area basal ganglia pada pasien yang tidak koma. Evakuasi
klot secara neuroendoskopi pada perdarahan intraventrikular dibandingkan dengan drainase
ventrikular eksternal (EVD) saja, ditemukan memberikan luaran yang lebih baik, namun
tidak ada perbedaan dalam mortalitasnya. Teknik pembedahan menjadi kurang invasif karena
menggunakan endoskopi. Prosedur ini hanya perlu sedikit saja bukaan di tulang untuk insisi
kortikal, biasanya dengan diameter kurang dari 1 cm.
29
30
Terapi utama untuk aneurisma intrakranial sebelum atau setelah ruptur adalah
pemasangan klip dan coiling endovaskular. Pendekatan perlu disesuaikan per kasus
pasien dan memperhatikan umur, kesehatan pasien secara umum, letak aneurisma dan
morfologi neurovaskular dari lesi. Saat ini trend terapi mengarah pada intervensi dini,
dalam waktu 24-72 jam, karena perdarahan ulang meningkatkan angka mortalitas,
selain itu dikhawatirkan terapi tripel-H meningkatkan risiko perdarahan akibat
aneurisma yang belum diamankan.
2.8 Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke
yaitu:13
a. Dekubitus
Dapat terjadi akibat tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/ lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, bokong dan tumit. Luka dekubitus
jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
a. Trombosis
Mudah terjadi pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.
b. Kekuatan otot melemah
Terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada otot atau sendi.
Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
c. Osteopenia dan osteoporosis
31
Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral pada tulang.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.
d. Depresi dan efek psikologis
Dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur sudah tua. 25%
menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi pada 3
bulan pasca stroke.
e. Inkontinensia dan konstipasi
Pada umumnya penyebab adalah imobilitas, kekurangan cairan dan intake
makanan serta pemberian obat.
f. Spastisitas dan kontraktur
Umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada bagian di sisi yang
lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome) terjadi pada
27% pasien stroke.
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008)
dan Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial management of
acute stroke and transite ischemic attack (2014), daerah (domain) neurologis
yang mengalami gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
a. Motor
Gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan yang
disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan
kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya
manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu
sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah
kekuatan otot yang berkurang pada sebagian tubuh dimana lengan dan
tungkai sisi lumpuh sama beratnya ataupun dimana lengan sisi lebih
lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan hemiplegia adalah
kekuatan otot yang hilang.
b. Sensor
32
f. Afek
Gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan
jarang pada saat akut.
2.9 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
33
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.10
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan
sebagai berikut: 11
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak
bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau “disability”
tersebut.