Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat berfungsi
sebagai media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat berfungsi sebagai
pengendali berbagai sistem organ lain yang berjalan relatif cepat dibandingkan dengan
sistem humoral, karena komunikasi berjalan melalui proses penghantaran impuls listrik
disepanjang saraf. Berdasarkan struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar
dapat dibagi dalam sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis
dan sistem saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat terjadi berbagai proses analisis
informasi yang masuk serta proses sintesis dan mengintegrasikannya. 1
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam pembagiannya
digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus dan hypothalamus,
mesenchepalon, batang otak, dan serebelum. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput
pelindung (meningens) yaitu duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh
tulang tengkorak .2
Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan pembuluh
darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu sekitar 100 miliar tetapi
jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut berbeda – beda. Orang dewasa yang
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa di dalam darah arterinya hanya
membentuk sekitar 2% atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh total.3
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15%
dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak
mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.4
Gambar 2.1. Pembuluh Darah di Otak

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi


dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke
target organ.4

Gambar 2.2. Bagian Otak dan Fungsi Otak


Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan
pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan
tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke .4

2.2 Definisi Stroke


Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.2
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh
darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak
yang mengalami oklusi.3 Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus,
atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah
percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa
perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid.4
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebrovascular Disease
(CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan
stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO).5

2.3 Epidemiologi Stroke


Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari penderita
tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen. Stroke
merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001 hingga 2011,
angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usaha-usaha yang dilakukan
untuk menurunkan tekanan darah dan merokok. Akan tetapi, angka stroke secara
keseluruhan masih tinggi disebabkan populasi usia yang semakin meningkat usianya.7
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa kebas pada
sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke. Hanya 38% yang
menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan pertama.8 Telahdiketahui
bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam waktu 3 jam sejak gejala pertama
cenderung untuk mempunyai lebih sedikit disabilitas dalam 3 bulan daripada yang
menerima pertolongan lebih lambat.9
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk (tahun
2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).10 Prevalensi stroke pada pria sama
banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok tertinggi pada
usia di atas 75 tahun (43,1‰).

2.4 Faktor Risiko Stroke Hemoragik


2.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan pertanda risiko
stroke. Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya
faktor risiko ini, memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang
tinggi, sehingga dapat dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang
dapat dimodifikasi.11
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke. Setiap
kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali pada pria dan
wanita. Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.11,12
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa hal,
antara lain, kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup yang
mirip. Pada penelitian Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah dan ibu
berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.8 Risiko stroke juga meningkat apabila
ditemukan saudara derajat satu mempunyai penyakit jantung koroner atau stroke
sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).12
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient ischemic
attack) meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak memiliki
riwayat stroke. Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang sama.12

2.4.2 Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi


Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH. Lebih
dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi. Pada kasus stroke hemoragik,
sekitar 60% kasus ICH menderita hipertensi. Risiko ICH diketahui meningkat
berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga
berhubungan dengan peningkatan stroke hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.11
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga merupakan
faktor risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan dengan peningkatan
risiko stroke. Depresi, adanya stres hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan
risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti
hormon juga meningkatkan risiko stroke.Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol,
diketahui apabila konsumsi alkohol satu hingga dua gelas per hari dapat menurunkan
risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat merusak miokardium.12
Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar
kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada merokok.
Merokok secara pasif merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya
aktivitas fisik akan meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.12

2.5 Klasifikasi stroke


Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu:
1. Stroke Iskemik (Stroke Non-Hemoragik)
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat sumbatan arteri
pada otak atau akibat perfusi otak yang inadekuat. Sumbatan dapat dibedakan oleh
2 keadaan yaitu:
Berdasarkan kausal:
a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat dalam 24 jam
pertama atau lebih.
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama kali muncul sangat berat,
biasanya sering timbul saat beraktifitas. Penderita embolisme biasanya lebih
muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri
berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat
bagian – bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus
sereberi adalah arteria cerebri media, terutama bagian atas.

Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO Excecutive Committee dan ESO


Writing Committee:13
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA
menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian
dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-30 menit.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala deficit neurologi
yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak
lebih dari 7 hari
c. Progressive Stroke
Kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara bertahap dari yang
ringan sampai yang kelamaan bertambah berat.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

2. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya
perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan
gangguan fungsi saraf.13
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama
aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.
Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk
sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh.
Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat
terganggu atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau
menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum
dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid13
Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum
pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda
peringatan, seperti berikut:13
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke
dokter segera.13
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai
rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan
sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa
jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit
untuk dibangunkan.13
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan
leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang.13

Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan


kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:13
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti:13
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak
(cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya,
darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di
otak dapat berkontraksi, membatasi aliran darah ke otak. Kemudian,
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada
satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,
dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.

A. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya


1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala defisit
neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau gejala
neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 3 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala klinisnya
secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin berat.
4. Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis yang
menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

2.6 Patofisiologi Stroke Hemoragik


Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6% pemeriksaan
postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap tidak terdiagnosis.
Sekitar 27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat ruptur aneurisma terjadi
setiap tahun (sekitar 5-15%). Rupturnya aneurisma ini tidak diketahui secara jelas,
namun berhubungan dengan hipertensi dan merokok. Merokok dan hipertensi diketahui
menyebabkan defek struktural dengan menginduksi perubahan endovaskular, terutama
di bagian tunika media, yang menyebabkan kelemahan fokal pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan aneurysmal ballooning pada bifurkasio arteri.13
Gambar 2.3. Daerah Terjadi Perdarahan Intraserebral Paling Sering

Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri
kommunikans anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri serebri
media dan percabangan antara arteri basiler dan arteri serebri posterior. Terjadinya
perdarahan parenkim otak pada aneurisma tersebut merupakan perdarahan
intraserebral.14,15 Perdarahan intraserebral terdiri dari tiga fase, (1) perdarahan awal, (2)
ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.15
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor risiko
yang telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa jam setelah
gejala awal terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Ekspansi ini akan
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam. Ekspansi hematoma juga akan
mengganggu integritas jaringan lokal (cedera otak primer yang diakibatkan dari efek
masa hematom).14,15
Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan intraparenkim
otak dan terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1) sitotoksisitas darah, (2)
hipermetabolisme, (3) eksitotoksisitas, (4) penyebaran tekanan, dan (5) stres oksidatif
dan inflamasi. Keseluruhan hal ini pada akhirnya menyebabkan gangguan ireversibel
neurovaskular dan diikuti dengan gangguan sawar darah otak, dan edema yang diikuti
kematian sel otak secara masif.Selain itu, gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi
akan menginduksi pelepasan tromboplastin, yang menyebabkan koagulopati.16
Gambar 2.4. Patogenesis Perdarahan Intraserebral

Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan


hiperglikemia, hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan kecepatan
penyebaran hematom merupakan salah satu faktor prognostik untuk menentukan
perburukan neurologis. Ukuran hematoma > 30 ml berhubungan dengan tingginya
mortalitas.18 Diikuti penyebaran hematoma, edema serebri terbentuk sekitar hematoma
yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah otak. Edema peri-hematoma ini
merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan terus berkembang
hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.15,16
Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti talamus,
putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak karena perdarahan,
otak sekeliling dapat rusak karena tekanan yang disebabkan efek masa hematom.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat terjadi.15
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel serebri
menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel dapat menyebabkan
hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH dan edema yang terjadi dapat
mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang menyebabkan gangguan
neurologis. Tergesernya parenkim otak dapat meningkatkan tekanan darah intrakranial
dengan menyebabkan sindroma herniasi.17

Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid


Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah arteri
secara tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak. Pada
perdarahan subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada salah satu
arteri pada dasar otak, sekitar sirkulus Willis.18

Gambar 2.5 Patofisiologi Terjadinya Perdarahan Subarachnoid

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan


arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor. Efek
patologis dari perdarahan subarakhnoid bersifat multifokal. Pada PSA, terjadi iritasi
meningens yang mengakibatkan peningkatan TIK dan mengganggu autoregulasi
serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan adanya vasokonstriksi akut, agregasi platelet
mikrovaskular, dan hilangnya perfusi mikrovaskular serebri yang menyebabkan
penurunan aliran darah otak dan iskemik serebri.15,18

2.6 Diagnosis Stroke Hemoragik


Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan manajemen
yang cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa jam setelah onset
serangan. Lebih dari 20% pasien akan mengalami penurunan GCS > 2 poin sebelum
tiba pada pelayanan kesehatan gawat darurat dan penilaian awal pada ruang gawat
darurat. Apabila terjadi penurunan kesadaran sebanyak 6 poin pada pasien prehospital,
telah diketahui angka mortalitasnya > 75%.11
Hal yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita adalah
stroke infark atau hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atau perdarahan di
pusat neurologis tidak sulit karena adanya CT-Scan, tetapi karena alat ini hanya
dijumpai pada kota besar, maka diagnosis harus dibuat berdasarkan pemeriksaan
klinis.19

1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala dialami
pada saat pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktor-faktor
risiko yang ada pada pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita.
Apakah serangan disertai nyeri kepala, mual dan muntah.19
Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan
intelektualitas, dan riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu
ditanyakan.11,19
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum meliputi
kepala, jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan leher
(cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena jugular
pada gagal jantung kongestif.)20
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama
pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara
jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan
adalah NIHSS (National Institutes of Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan darah
sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik. Tekanan
darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis dini. Hal yang sama
juga berlaku pada demam.11,20
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental lebih
sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat juga terjadi karena darah pada ruang
subarakhnoid.19

Defisit fokal neurologis


Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila terkena
pada hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi:15
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
 Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari
yang telah disebutkan di atas.
 Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi
terjadi herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan
penurunan kesadaran yang cepat dan mengakibatkan apnea dan
kematian.15
Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa
ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
kehilangan fungsi sensorik sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan
sensorik pada separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal
atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan kontralateral).15
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral,
bervariasi mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan
serebri pada onset awal dapat menimbulkan kejang.15

Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik20


Hemoragik Iskemik
Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli
 Sering pada  Penyebab  Sering didahului  Gejala
usia dekade 5-8 terbanyak dengan TIA mendadak
 Tidak ada pecahnya  Sering terjadi  Sering
gejala aneurisma pada waktu terjadi pada
prodormal yang  Sering terjadi istirahat dan waktu
jelas. Kadang pada dekade 3- bangun pagi bergiat
hanya berupa 5 dan 7  Biasanya  Umumnya
nyeri kepala  Gejala kesadaran bagus kesadaran
hebat, mual, prodormal yaitu  Sering terjadi bagus
muntah. nyeri kepala pada dekade 6-8  Sering
 Sering terjadi hebat terjadi pada
waktu siang,  Kesadaran dekade 2-3
waktu bergiat, sering dan 7.
waktu emosi terganggu  Harus ada
 Sering disertai  Rangsang sumber
penurunan meningeal emboli
kesadaran positif

Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT


hiperdens hiperdens hipodens Scan:
hipodens

3. Pemeriksaan Penunjang
Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan darah
sistolik > 220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan onset secara
tiba-tiba diasumsikan merupakan stroke hemoragik.24 Untuk membedakan
perdarahan atau iskemik dan penyebab gangguan neurologis yang lain, pemeriksaan
neuroimaging stroke yang merupakan gold standard adalah CT-Scan atau MRI.19
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui apakah
perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-Scan dapat
memberikan informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau perdarahan, apakah
perdarahan dapat menyebar ke ruang intraventrikular, serta membantu perencanaan
operasi.15,16, Di antara pasien yang diperiksa head CT dalam 3 jam setelah onset
ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma. Ekspansi hematom diketahui
merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan mortalitas.15
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa
saat setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat. Sedangkan
pemeriksaan MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi setelah
beberapa jam pertama perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta memerlukan waktu
lama sehingga kurang digunakan pada stroke perdarahan akut.19
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan
intraserebral non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari
kemungkinan AVM, aneurisma atau tumor sebagai penyebab perdarahan
intraserebral.19
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap, elektrolit,
kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi berhubungan
dengan adanya ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga menunjukkan
adanya ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.15
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan hematologi
yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia. Selain itu, kadar gula
darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula darah berkaitan
dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa juga untuk
menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik menyerupai
stroke.19
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang
berkaitan dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah trombosit, waktu
protrombin, dan tromboplastin (aPTT) diperlukan untuk pemakaian obat
antikoagulan dan trombolitik. 19
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia
jantung atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. Foto toraks
digunakan untuk menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.19
Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu seperti tes faal hati,
saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi
lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi gambaran CT scan
normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).19
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score dan
algoritma Gadja Madah19

Rumus Siriraj Stroke Score


(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12
1. Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
2. Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
3. Catatan:
4. Derajat kesadaran: sadar = 0
5. Mengantuk/stupor = 2
6. Koma/semikoma = 2
7. Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
8. Nyeri kepala= 1
9. Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
10. Tanda ateroma (diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1
Algoritma Gadjah Madah

Gambar 2.6. Skor Gajah Mada


2.7 Penatalaksanaan
Setelah evaluasi dan diagnosis pasien, terapi yang dilakukan di ruang gawat
darurat adalah:20
1. Stabilisasi jalan napas
a. Pemantauan terhadap status neurologis, tanda vital, dan saturasi oksigen
dalam 72 jam pertama pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
b. Pemberian oksigen pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Oksigen
diberikan 2 liter/menit.
c. Perbaiki jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring pada pasien yang
tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran.
d. Intubasi ETT (Endotracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasen hipoksia (pO2< 60 mmHg atau pCO2> 50 mmHg),
yang berisiko terjadi aspirasi atau syok.

2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan
hipotonik seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.

3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)


a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor TIK harus dilakukan pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadran karena penurunan TIK. Sasaran
terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg.
c. Penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan TIK:
- Tinggikan posisi kepala 20-30o
- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
- Hindari hipertermia
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:
o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB/iv
- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat
mengurangi naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak
dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
4. Apabila kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg
dan diikuti pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU.
5. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.
6. Pengendalian suhu tubuh:
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.
b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.
c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.

Penatalaksanaan pada ruang rawat inap.


1. Cairan diberikan cairan isotonis seperti 0,9% salin untk menjaga euvolemi dengan
kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari.
2. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh
diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi diberikan melalui pipa
nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan komposisi:
i. Karbohidrat 30-40% dari total kalori
ii. Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan lebih tinggi 35-
55%)
iii. Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein 1,4-2,0
g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8 g/kgBB/hari).
3. Pencegahan dan Komplikasi
a. Mobilisasi untuk mencegah komplikasi subakut malnutrisi, pneumonia,
trombosis vena dalam, emboli, dekubitus perlu dilakukan
b. Berikan antibiotika sesuai indikasi.
c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi
4. Penatalaksanaan medis lain21
a. Pemantauan kadar glukosa darah diperlukan. Hiperglikemia (KGD > 180
mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin. Hipoglikemia
berat (<50mg/dL) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau infuse
glukosa 10-20%.
b. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi
c. Berikan H2 antagonis sesuai indikasi
d. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau memandikan pasien
karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Kandung kemih yg penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.

Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Akut 20


Pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200
mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan obat antihipertensi secara kontiniu dengan pemantauan TD setiap 5 menit.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial.
Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah
160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral. Pemakaian obat antihipertensi parenteral
yang dianjurkan adalah golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal
kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan subarakhnoid berulang, pada pasien
stroke perdarahan subarakhnoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam
mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung
pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila
vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini
terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin. Tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) dianjurkanjika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).21
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan
ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama,
dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang efekif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat ini masih
memberikan manfaat pada stroke akut.Penggunaan citicolin pada stroke iskemik akut
dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg
selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin Trial in
Acute Stroke).20
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan
labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-
25 mg per oral.21
Pencegahan stroke bertujuan menurunkan insiden stroke. Pencegahan dan terapi
pada stroke selain dapat dilakukan dengan pemberian medikamentosa , dapat pula
dilakukan pembedahan. Prosedur pembedahan mulai dipertimbangkan dalam beberapa
studi dan menunjukkan hasil yang cukup baik (Javed, 2008).

2.7.1 Stroke Iskemik


Terapi pembedahan pada iskemia serebri harus dikelompokkan menjadi dua, yaitu
profilaksis pada kondisi yang berpotensi menimbulkan infark dan terapi untuk mengatasi
komplikasi akibat infark yang luas.8

Pembedahan untuk Profilaksis.

2.7.1.1 Endarterectomy Karotis.

Prosedur ini bertujuan menghilangkan plak arterosklerotik yang terbentuk di


percabangan arteri karotis komunis. Pembedahan pada arteri karotis telah menunjukkan
penurunan risiko terjadinya stroke dibandingkan terapi medis saja.8

Pembedahan arteri karotis membantu mencegah terjadinya iskemia otak akibat


insufisiensi hemodinamik, emboli arteri atau perluasan trombosis dari arteri yang terlibat.
Stenosis berulang dapat terjadi sebanyak 5-10% per tahun setelah operasi, namun tidak selalu
menimbulkan gejala. Mortalitas operasi kurang dari 2% dan risiko stroke kurang dari 4%.8
Tabel 1. Manajemen yang direkomendasikan berdasarkan derajat stenosis karotis dari

pemeriksaan angiografi cerebral.8

Asimptomatik

< 60% Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes,

hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup,

hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

60-99% Pertimbangan CEA bila risiko pembedahan < 3% dan prognosis jangka

panjang baik

Penatalaksanaan faktor risiko vaskular postoperasi (hipertensi, diabetes,

hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup,

hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet.

Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes,

Oklusi hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup,

hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

Simptomatik

<50% dengan TIA Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes,

atau stroke pada sisi hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup,

ipsilateral a.karotis hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

interna

50-69% dengan TIA Pertimbangkan CEA, bandingkan risiko dan keuntungan dan

atau stroke di sisi pertimbangkan risiko perioperasi

ipsilateral a.karotis Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes,

interna hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup,

hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet

>70% dengan gejala Lakukan CEA kecuali ada kontraindikasi, paska operasi : penanganan

di area a.karotis faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia,


interna merokok, alkohol, gaya hidup, hiperhomosisteinemia) dan terapi

antiplatelet

Oklusi Penanganan faktor risiko vaskular (hipertensi, diabetes,

hiperkolesterolemia, merokok, alkohol, gaya hidup,

hiperhomosisteinemia) dan terapi antiplatelet; pertimbangkan

antikoagulan selama 3-6 bulan bila ada gejala sumbatan emboli akut

*CEA: Carotid End Arterectomy

2.7.1.2 Bypass Arteri Serebri.


Prosedur revaskularisasi serebri bertujuan untuk mengembalikan perfusi pada area
otak yang mengalami kekurangan aliran darah akibat obstruksi arteri proksimal, bila area
obstruksi tidak dapat diakses secara langsung.8
Indikasi bedah revaskularisasi adalah pasien dengan kolateral terganggu yang
menyebabkan gangguan aliran darah serebri regional dan kegagalan terapi medis maksimal.
Situasi klinis lain dimana EC-IC bypass mungkin dipertimbangkan adalah aneurisma serebri
yang besar, yang tidak mungkin dijangkau dengan clipping secara langsung dan rekonstruksi
serta vaskulopati lain yang progresif.
Sakai dkk. (2009) menyimpulkan bahwa revaskularisasi dengan pembedahan dini
dapat menjadi modalitas terapi yang efektif dan aman pada pasien-pasien tertentu yang
mengalami oklusi pembuluh darah utama pada sirkulasi anterior.8

Pembedahan untuk terapi stroke iskemik


2.7.1.3 Kraniektomi dekompresi.
Hemikraniektomi dekompresi pada iskemia serebri hemisferik merupakan tindakan
lifesaving yang harus segera dilakukan bila edema intrakranial tidak berespon terhadap terapi
konservatif (misal: terapi osmotik, hiperventilasi, dll) atau bila terjadi pergeseran dari struktur
penting otak di garis tengah, pada pasien dengan defisit motorik dan gangguan kesadaran. 8

Teknik operasi yang direkomendasikan untuk hemikraniektomi dekompresi adalah


dilakukan pada area frontotemporoparietal, mencapai dasar os frontal dan menyisakan
kalvaria  1cm dari garis tengah untuk mencegah injuri pada bridging vein dan tambahan
perdarahan.8
2.7.1.2 Duraplasti.
Kraniektomi dapat menurunan TIK 15% dan duraplasti dapat meningkatkan
penurunan TIK 55%. Biasanya digunakan insisi kulit yang cukup besar untuk digunakan
sebagai graft dura, hal ini menurunkan angka infeksi (5%) daripada bila digunakan materi
asing seperti neuropatch (15%). Cairan serebrospinal juga lebih sering ditemukan bocor pada
penggunaan kelompok yang menggunakan neuropatch (13% vs 1,6%). Saat operasi flap
tulang diambil dan disimpan di lemak abdomen atau di freezer. Penggantian tulang atau
kranioplasti dilakukan bila telah terjadi resolusi pembengkakan hemisfer, yang umumnya
terjadi 20 minggu kemudian pada pasien yang selamat (Valença dkk, 2012).
Studi RCT multisenter yang dilakukan di Jerman, Perancis dan Belanda menunjukkan
luaran baik pada pasien yang menjalani kraniektomi dekompresi untuk terapi stroke iskemik
di area serebri media yang luas (Valença dkk, 2012).

2.7.2 Stroke Hemoragik.


Perdarahan otak intracerebral sering dijumpai daripada perdarahan subaraknoid
(SAH). Perdarahan subaraknoid itu sendiri mungkin tidak memerlukan terapi pembedahan
namun beberapa penyebab dan komplikasi yang terjadi akibat SAH tersebut membutuhkan
pembedahan. Aneurisma yang menyebabkan SAH perlu disingkirkan dengan proses clipping
atau coiling. Malformasi vaskular mungkin membutuhkan pembedahan eksisi. Hidrosefalus
atau edema maligna akibat SAH juga membutuhkan pembedahan.

Terapi pembedahan pada perdarahan intraserebral


Metode evakuasi hematom dibagi menjadi dua yaitu kraniotomi/kraniektomi dan
prosedur invasif minimal.

2.7.2.1 Kraniotomi.

International Surgical Trial for Intra Cerebral Haemorrhage (STICH) adalah studi
multisenter terkait pembedahan pada perdarahan intraserebral pada studi ini adalah 1033
pasien dari 83 senter di 27 negara terutama eropa, asia, dan afrika, dirandomisasi menjadi 2
kelompok terapi. Pada satu kelompok, pasien diberikan terapi konservatif, sedangkan
kelompok yang lain dilakukan pembedahan pada waktu 24 jam paska onset sebagai tambahan
dari terapi konservatif. Tidak ditemukan adanya keuntungan yang signifikan dari
pembedahan pada angka mortalitas (63,7% pada kelompok terapi bedah dibandingkan 62,6%
pada kelompok terapi konservatif), skala Rankin dan indeks Barthel (outcome baik pada
23,8% kelompok pembedahan vs 26,1% pada kelompok konservatif). Pada studi STICH,
kraniotomi dan evakuasi hematom pada perdarahan intraserebral dikaitkan dengan luaran
yang baik bila hematom terletak sejauh 1 cm dari permukaan otak.8

2.7.2.2 Pembedahan invasif minimal.


Pembedahan ini dapat dilakukan dengan 2 prosedur yaitu secara blind dan endoskopi.

Prosedur Blind.
Secara umum prosedur blind ini dilakukan dengan aspirasi burr hole, dengan atau
tanpa bantuan sterotaksis dan fibrinolisis. Stereotaksis menambah presisi dari prosedur ini
sementara fibrinolisis membuat klot lebih mudah saat dikeluarkan. Fibrinolisis dapat secara
kimiawi yaitu dengan urokinase atau t-PA, atau secara mekanik dengan archimedes screw,
aspirator ultrasound, atau pemotong oscillating. Prosedur ini terutama menguntungkan bila
lesi terletak di dalam.

Neuroendoskopi.
Prosedur ini dikatakan lebih baik dari pada sterotaksis dan kraniotomi untuk evakuasi
klot perdarahan intraserebral di area basal ganglia pada pasien yang tidak koma. Evakuasi
klot secara neuroendoskopi pada perdarahan intraventrikular dibandingkan dengan drainase
ventrikular eksternal (EVD) saja, ditemukan memberikan luaran yang lebih baik, namun
tidak ada perbedaan dalam mortalitasnya. Teknik pembedahan menjadi kurang invasif karena
menggunakan endoskopi. Prosedur ini hanya perlu sedikit saja bukaan di tulang untuk insisi
kortikal, biasanya dengan diameter kurang dari 1 cm.

Rekomendasi American Stroke Association guidelines menyarankan operasi


dilakukan dalam waktu 12 jam dengan metode invasif minimal. Kraniotomi diperlukan pada
lesi yang akut dan lebih solid, sedangkan burr hole dilakukan pada lesi kronis dan
liquid. Sebagai tambahan, pembedahan dapat pula memiliki peran diagnostik,
misalnya pada biopsi yang dikerjakan pada perdarahan intraserebral akibat vaskulitis.

Pada Guideline Stroke 2007 oleh Perdossi dikatakan guideline pengelolaan


perdarahan intraserebral dengan pembedahan masih kontroversial. Pasien bukan
kandidiat operasi bila: (1) pasien dengan perdarahan kecil (< 10cm3) atau defisit
neurologis minimal (kelas II-IV, tingkat evidensi B), (2) pasien dengan GCS  4 ,
kecuali pada perdarahan serebelar yang disertai kompresi batang otak, untuk
menyelamatkan nyawa.

Sedangkan kandidat dioperasi adalah: (1) pasien dengan perdarahan serebelar


> 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat
obstruksi ventrikel, (2) perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti
aneurisma, arteriovena malformasi, atau angioma kavernosa dibedah jika mempunyai
harapan luaran yang baik dan lesi strukturnya terjangkau (kelas III-IV, tingkat
evidensi C), (3) pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang
memburuk (kelas II-IV, tingkat evidensi B), (4) pembedahan untuk mengevakuasi
hematom pada pasien usia muda dengan perdarahan lobar yang luas ( 50 cm3)
masih menguntungkan (kelas II-IV, tingkat evidensi B). Indikasi pembedahan pada
perdarahan intraserebral supra tentorial kurang nyata. (Broderick dkk, 1999).

2.7.3. Perdarahan Subaraknoid

Penyebab tersering adalah ruptur aneurisma arteri serebri atau malformasi


vaskular. Aneurisma terbentuk akibat respon terhadap tekanan-aliran pada dinding
arteri yang mengalami degenerasi, inflamasi atau trauma, membentuk balon menjadi

29
30

aneurisma beri/sakular,aneurisma fusiform aterosklerotik, aneurisma diseksi, atau


aneurisma mikotik.8

Terapi utama untuk aneurisma intrakranial sebelum atau setelah ruptur adalah
pemasangan klip dan coiling endovaskular. Pendekatan perlu disesuaikan per kasus
pasien dan memperhatikan umur, kesehatan pasien secara umum, letak aneurisma dan
morfologi neurovaskular dari lesi. Saat ini trend terapi mengarah pada intervensi dini,
dalam waktu 24-72 jam, karena perdarahan ulang meningkatkan angka mortalitas,
selain itu dikhawatirkan terapi tripel-H meningkatkan risiko perdarahan akibat
aneurisma yang belum diamankan.

2.8 Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke
yaitu:13
a. Dekubitus
Dapat terjadi akibat tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/ lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, bokong dan tumit. Luka dekubitus
jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
a. Trombosis
Mudah terjadi pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.
b. Kekuatan otot melemah
Terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada otot atau sendi.
Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat
terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
c. Osteopenia dan osteoporosis
31

Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral pada tulang.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.
d. Depresi dan efek psikologis
Dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur sudah tua. 25%
menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi pada 3
bulan pasca stroke.
e. Inkontinensia dan konstipasi
Pada umumnya penyebab adalah imobilitas, kekurangan cairan dan intake
makanan serta pemberian obat.
f. Spastisitas dan kontraktur
Umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada bagian di sisi yang
lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome) terjadi pada
27% pasien stroke.
Menurut ESO excecutive committe and ESO writing committe (2008)
dan Stroke National clinical guideline for diagnosis and initial management of
acute stroke and transite ischemic attack (2014), daerah (domain) neurologis
yang mengalami gangguan akibat stroke dapat dikelompokkan yaitu:
a. Motor
Gangguan motorik adalah yang paling prevalen dari semua kelainan yang
disebabkan oleh stroke dan pada umumnya meliputi muka, lengan, dan
kaki maupun dalam bentuk gabungan atau seluruh tubuh. Biasanya
manifestasi stroke seperti hemiplegia, hemiparesis (kelemahan salah satu
sisi tubuh), hilang atau menurunnya refleks tendon. Hemiparesis adalah
kekuatan otot yang berkurang pada sebagian tubuh dimana lengan dan
tungkai sisi lumpuh sama beratnya ataupun dimana lengan sisi lebih
lumpuh dari tungkai atau sebaliknya sedangkan hemiplegia adalah
kekuatan otot yang hilang.
b. Sensor
32

Defisit sensorik berkisar antara kehilangan sensasi primer sampai


kehilangan persepsi yang sifatnya lebih kompleks. Penderita mungkin
menyatakannya sebagai perasaan kesemutan, rasa baal, atau gangguan
sensitivitas.
c. Penglihatan
Stroke dapat menyebabkan hilangnya visus secara monokuler,
hemianopsia homonim, atau kebutaan kortikal.
d. Bicara dan bahasa
Disfasia mungkin tampak sebagai gangguan komprehensi, lupa akan
nama-nama, adanya repetisi, dan gangguan membaca dan menulis. Kira-
kira 30% penderita stroke menunjukkan gangguan bicara. Kelainan bicara
dan bahasa dapat mengganggu kemampuan penderita untuk kembali ke
kehidupan mandiri seperti sebelum sakit.
e. Kognitif
Kelainan ini berupa adanya gangguan memori, atensi, orientasi, dan
hilangnya kemampuan menghitung. Sekitar 15-25% penderita stroke
menunjukkan gangguaun kognitif yang nyata setelah mengalami serangan
akut iskemik.

f. Afek
Gangguan afeksi berupa depresi adalah yang paling sering menyertai
stroke. Depresi cenderung terjadi beberapa bulan setelah serangan dan
jarang pada saat akut.

2.9 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
33

mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.10
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan
sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan
sebagai berikut: 11
1. Impairments: menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditujukan untuk menetapkan kelainan ini.
2. Disabilitas adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat
sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak
bisa berjalan, menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
berperan sebagai manusia normal akibat “impairment” atau “disability”
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai