Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

Varisella (chicken pox) atau cacar air disebabkan oleh infeksi virus varisela
zooster. Infeksi primer pada varisela menunjukkan gejala dan ditandai dengan
vesikel yang menyebar. Virus varisela zooster akan menetap di ganglion sensoris.
Pada saat imun menurun virus akan reaktivasi dengan menjalar ke serabut saraf,
kulit, erupsi pada dermatom menjadi herpes zooster. Pada host yang mengalami
immunokompromis akan terjadi reaktivasi dan memperberat gejala serta
meningkatkan mortalitas dan morbiditas. Vaksin varisela dapat menurunkan
insidensi varisela dan herpes zooster.1
Apabila tidak melakukan imunisasi, di usia kurang dari 10 tahun terjadi
sebanyak 90% kasus ,sedangkan diatas usia 15 tahun sebanyak kurang dari 5%
kasus.Jika melakukan imunisasi (varivax), angka kejadian akan menurun. Varisela
merupakan penyakit yang mudah menular dan penularan nya terjadi melalui
udara, terutama penderita pada orang dengan immunokompromais dan kelompok
tertentu (ibu hamil dan neonatus), biasanya gejala lebih berat dan mengalami
komplikasi.1,2
Struktur virus varisela zooster sama seperti herpes virus yaitu lipid di sekitar
neukleokapsid dikelilingan dengan isohederal simetris, diameter sekitar 150-200
nm, untai ganda DNA memiliki berat molekul 80 juta. Masa inkubasi 14-16 hari
setelah terpapar, antara 10-20 hari.1,3
Karena varisela kasus dijumpai maka laporan kasus ini dibuat sebagai tugas
maupun bahan pembelajaran pada stase kulit kelamin di Rumah Sakit Umum
Palembang BARI.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. VARISELA
2.1.1 Definisi
Varisella (chicken pox) atau cacar air disebabkan oleh infeksi virus
varisela zooster. Menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, berlokasi di bagian sentral tubuh.1,2

2.1.2 Epidemiologi
Varisela menyerang anak-anak sekitar 90%, dewasa sekitar 20% dan
sisanya kelompok tertentu. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa inkubasi
14-16 hari. Epidemi varisela terjadi di musim semi dan musim dingin.1,2

2.1.3 ETIOPATOGENESIS
Varisela masuk melalui mukosa, saluran pernapasan atas dan orofaring.
Virus bereplikasii di tempat masuk (port d’entry), menyebar melalui pembuluh
darah dan limfe, terjadi viremia primer. Setelah viremia primer virus varisela
zooster bereplikasi di sistem retikuloendotelial selanjutnya terjadi viremia
sekunder dan menyebar ke kulit dan membran mukosa. Virus varisela zooster
bertempat di lapisan sel basal diikuti dengan replikasi, degenerasi sel epitel, dan
akumulasi cairan. Viremia sekunder ditandai dengan timbulnya erupsi varisela,
terutama dibagian sentral tubuh dan bagian perifer. Setelah erupsi kulit dan
mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di ganglion
dorsalis posterior. Virus varisela dapat reaktivasi, terjadi herpes zooster, sesuai
dengan dermatom yang terkena. 1,2

2.1.4 Gejala Klinis


Masa inkubasi 14 hari, antara 10-23 hari. Gejala dimulai dengan gejala
prodromal yaitu demam tidak tinggi, malese dan nyeri kepala, nyeri, dan sakit
punggung. Kemudian timbul erupsi kulit berupa papul eritematosa lalu berubah
menjadi vesikel. Bentuk vesikel mirip tetesan embun (tear drops) dengan dasar
3

eritematosa. Vesikel berubah menjadi keruh menyerupai pustul dan kemudian


menjadi krusta. Proses ini berlangsung terus menerus diikuti pertumbuhan vesikel
baru sehingga tampak gambaran polimorfi. Krusta akan terkelupas 1-3 minggu,
meninggalkan warna merah muda. Penyebaran tertutama di daerah badan,
kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta menyerang
selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.1,2

2.1.5 Diagnosis Banding2


1. variola
2. impetigo bulosa

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis penyakit ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala prodromal,
rasa gatal dan manifestasi klinis sesuai tempat predileksi dan morfologi yang khas
varisela.2

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi herpes varisela antara lain: 2,4
1. Inflamasi pada sistem nervus sentral (cerebral ataxia), sendi (artritis), tulang
(osteomielitis), liver (hepatitis), pembuluh darah otak (intrakranial vaskulitis), dan
otak (ensefalitis).
2. Pneumonia
3. Glomerulonefritis

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang1,2


1. Tzank smear sitologi dari caian atau mengambil bagian dasar dari
vesikel atau pustul yang terdapat sel datia berinti banyak.
2. Dermatopatologi. Lesi dari kulit atau biopsi spesimen menunjukkan
berinti banyak dan besar indikasi dari antigen HSV-1, HSV-2, atau VZV.
4

2.1.9 Penatalaksanaan
A. Pencegahan
Vaksinasi yang diberikan untuk anak-anak dapat mencegah infeksi virus
varisela zooster. Vaksin dapat diberikan mulai usia 9 bulan. Usia tersebut ideal
untuk pemberian vaksin sebelum terpapar oleh penyakit. Usia kurang dari 12
tahun dan terpapar penyakit selama 3-5 hari dapat diberikan vaksin untuk
mengurangi gejalanya. Tetapi tidak dapat digunakan setelah terpapar oleh
penyakit. Usia kurang dari 13 tahun dosis kedua, pemberiaan dosis kedua 4
minggu setelah vaksin pertama. Usia 13 tahun, dewasa dan orang tua diberikan
dua dosis, minimal 4 minggu terpisah untuk individu dalam kelompok usia ini
yang menerima vaksin varisela untuk pertama kalinya.4

B. Terapi simptomatik
- Zat anti gatal (mentol, kamfora)2
- Antipiretik (paracetamol), hindari salisilat atau aspirin karena dapat
menimbulkan sindrom reye.2

C. Agen antivirus
 Bayi atau anak asiklovir 10-20 mg/kgbb/hari; dosis terbagi 4-5 x 20
mg/kgbb/kali (maks. 800 mg/kali) selama 7 hari.2
 Dewasa asiklovir 5 x 800 mg/hari selama 7 hari atau valaksiklovir 3 x 1
gr/hari selama 7 hari atau famsiklovir 3 x 250 mg/hari selama 7 hari.2
 Immunokompromais asiklovir 10 mg/kgbb, iv atau iv drip 3 x sehari, minimal
10 hari atau asiklovir 5 x 800 mg/hari/ oral minimal 10 hari, atau valasiklovir
3 x 1 gr/hari minimal 10 hari, atau famsiklovir 3 x 500 mg/hari selama
minimal 10 hari.2

2.1.10. Prognosis
Perawatan dan higiene memberikan prognosis baik dan mencegah jaringan
parut.2
5

2.2. VARIOLA
2.2.1 Definisi
Penyakit virus yang disebabkan oleh virus pox. Eflorsensinya bersifat
monomorf dan menyebar ke ekstremitas.2

2.2.2 Epidemiologi
Penyakit ini penyebarannya kosmopolitan. Dengan vaksinasi teratur
penyakit ini insidennya menurun.2

2.2.3 Gejala Klinis


Inkubasi 2-3, dengan 4 stadium yaitu:2
a. Stadium prodromal (3-4 hari)
Nyeri kepala, demam tinggi, nyeri tulang dan sendi, menggigil, lemas dan
muntah-muntah.

b. Stadium makulo papular


Timbul makula eritematosa yang menjadi papul, terutama di wajah dan
ekstremitas (telapak tangan dan telapak kaki). Suhu mulai normal dan merasa
sehat.

c. Stadium vesikulo pustulo (5-10 hari)


Timbul vesikel yang berkembang menjadi pustul, suhu mulai meningkat
lagi. Kelainan timbul umbilikasi.

d. Stadium resolusi
Berlangsung selama 2 minggu, timbul krusta dan suhu mulai normal.
Krusta lepas dan meninggalkan sikatrik atrofi. Kadang-kadang dapat timbul
perdarahan yang disebabkan depresi hematopoetik dan disebut black variola.
6

2.2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding pada variola yaitu:2
1. Varisela
2. Impetigo bulosa

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada variola terdiri dari inokulasi pada
karioalantoik, pemeriksaan virus dengan mikroskop elektron, dan deteksi antigen
virus pada agar sel.2

2.3.7 Penatalaksanaan
Preventif
Vaksinasi dengan virus vaksinia yang diberikan dengan metode multiple
puncture, merupakan terknik terbaik. Pada pemberian vaksin tidak perlu
menggunakan lakohol, tetapi cukup dengan eter atau aseton agar alkohol tidak
menginaktifkan virus vaksinia tersebut.2
Penderita di karantina. Antivirus diberikan (asiklovir atau valaksiklovir),
misalnya isoprinosin, dan interferon, dapat diberikan globulin gama. Diawasi
kemungkinan timbul infeksi sekunder, keseimbangan cairan, dan infeksi
nosoklomial. Bila di mulut terdapat lesi berikan makanan lunak. Pengobatan
topikal sebagai penunjang, mialnya kompres antiseptik atau salap antibiotik.2

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yaitu bronkopneumonia, infeksi kulit sekunder (furunkel,
impetigo), ulkus kornea, dan ensefalitis.2

2.3. IMPETIGO BULOSA


2.3.1 Definisi
Impetigo bulosa atau impetigo vesiko-bulosa/cacar monyet. Kelainan kulit
yang disebabkan oleh staphyloccocus aureus.2
7

2.3.2 Epidemiologi
Infeksi hanya epidermis. Dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa. Tempat
predileksi di aksila, dada, dan punggung. Faktor pencetus yaitu banyak nya
produksi keringat dan ventilasi yang kurang baik, dan penggunaan glukokortikoid
topikal.1,2

2.3.3 Gejala Klinis


Kelainan berupa eritema, bula dan bula hipopion. Pasien datang berobat
setelah vesikel atau bula pecah sehingga terlihat hanya koleret dan dasarnya masih
eritematosa.2

2.3.5 Diagnosis Banding


Jika vesikel atau bula telah pecah dan terdapat eritema dan koleret, mirip
dengan dermatofitosis. Apabila terdapat lepuh maka mirip dengan impetigo
bulosa.2

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemerilsaaan yang dapat dilakukan yaitu:1,2
1. Pemeriksaan gram. Hasilnya gram positif coccus, memiliki rantai.
2. kultur
3. dermatopatologi. Hasil nya terdapat akantolisis, erosi, ulserasi dan gram
positif coccus.

2.3.7 Penatalaksanaan
Preventif
Mandi secara rutin. Sabun mandi dapat menggunakan benzoil peroksida,
cek ssetiap anggota keluarga apakah terdapat keluhan impetigo, dan sering
mencuci tangan dengan etanol dan atau dengan gel isopropil.1,2

Topikal
Mupirosin cukup efektif untuk menghilangkan staphylococcus aureus,
oleskan 2 x sehari pada lesi selama 7-10 hari. 1
8

Antibiotik
Salep antibiotik dapat diberikan pada beberapa vesikel atau bula yang
pecah, sedangkan lesi banyak dapat diberikan antibiotik sistemik.1
9

BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. NR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 11 tahun
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jalan Bungaran 3 No. 65 RT 09, Kertapati
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan Terakhir : SD
Tanggal Pemeriksaan : 11-09-2019

II. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Timbul bentol sejak ± 3 hari yang lalu.

Keluhan tambahan:
Gatal dan panas.

Riwayat perjalanan penyakit :


Sejak 5 hari yang lalu, pasien mengalami demam. Demam tidak
tinggi dan tidak mengigil. Pasien merasakan sakit kepala yang hilang
timbul. Pasien merasa lemas sehingga pasien tidak bisa melakukan
aktivitas seperti biasa. Mual, muntah dan nyeri otot disangkal. Pasien tidak
berobat.

3 hari yang lalu, timbul bintil sebesar jarum pentul didada kiri dan
lengan atas sebanyak 3 buah. Bintil disertai rasa gatal, dan tidak nyeri.
Bintil berisi cairan jernih saat dipecahi dan diberi salep fenghuan namun
gatal tidak berkurang. Bintil yang sudah dipecah masih terdapat sedikit
10

cairan, tidak ada kulit yang terkelupas, tidak ada koreng berwarna
kekuningan. Bintil tidak berisi darah dan nanah.

2 hari yang lalu, bentol dan bintil muncul di punggung belakang,


dahi, lengan bawah kanan dan kiri, paha belakang. Bentol dan bintil
disertai rasa gatal, bertambah banyak, dan tidak berobat. 1 hari lalu, bentol
dan bintil semakin banyak disertai rasa gatal, sehingga pasien datang
untuk berobat ke poliklinik kulit dan kelamin di RSUD Palembang Bari.

Pasien tidak tahu apakah teman satu sekolah memiliki keluhan


yang sama. Pasien menyangkal lingkungan sekitar memiliki keluhan yang
sama, batuk tidak ada, pilek tidak ada dan luka disekitar tubuh tidak ada.
Pasien menyangkal bergantian handuk, baju serta tidak berenang. Keluhan
ini baru pertama kali dirasakan.

Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat mengalami cacar waktu kecil tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat dengan keluhan bentol kemerahan yang sama disangkal.

Riwayat Higienitas dan Kebiasaan


 Pasien mandi 2 kali sehari dan selalu menggunakan sabun dan
menggunakan air PDAM.
 Pemakaian handuk dan pakaian tidak bersamaan.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pelajar
11

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Nadi : 68 x/menit
Pernapasan : 19 x/menit
Suhu : tidak diukur
BB : 37 kg

B. Status Generalisata
Keadaan Spesifik
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
- Hidung : sekret (-/-)
- Telinga : sekret (-/-)

Leher
Tidak dilakukan pemeriksaan

Thorax
Pulmo
Inspeksi : Lihat sratus dermatologikus
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Cor
Inspeksi :lihat sratus dermatologikus
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
12

Status Dermatologikus

papul

vesikel

Gambar 1. Regio deltoid sinistra dan


trigonum clavipectorale

papul

vesikel

Gambar 2. Regio Thorax

papul

vesikel

Gambar 3. Regio cervical posterior


13

papul

Gambar 4. Regio cruris medialis

vesikel

papul

Gambar 5. Regio femoralis posterior

papul

vesikel

Gambar 6. Regio antebrachii lateralis sinistra


14

papul

Gambar 7. Regio antebrachii mediali dextra

papul

Gambar 8. Regio frontalis

Keterangan:
a. Regio deltoid sinistra, trigonum clavipectoral, Thorax Anterior, cervical
posterior, femoralis posterior dextra, antebrachii lateralis sinistra dan
frontalis, terdapat vesikel dengan dasar eritema, multipel, diameter 0,2 -
0,5 cm, diskret.
b. Regio trigonum clavipectoral, Thorax Anterior, cervical posterior, cruris
medialis, femoralis posterior dextra, antebrachii lateralis sinistra,
antebrachii medial dextra dan frontalis, terdapat papul dengan dasar
eritema, multipel, diameter 0,1-0,4 cm , diskret.
15

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Varisela
2. Variola
3. Impetigo Vesiko-Bulosa

IV. DIAGNOSIS KERJA


Varisela

VII. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi 7
1. Menjelaskan kepada pasien minum obat untuk meringankan gejala.
2. Jika demam, banyak minum air putih dan istirahat yang cukup.
3. Kenakan sarung tangan katun yang bersih selama tidur untuk mencegah
menggaruk gelembung.

Farmakologi
1. Asiklovir 4 x 800 mg/ hari selama 7 hari
2. Setirizin 1x 10 mg/hari
3. Paracetamol 1 x 500 mg/hari, bila perlu

IX PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Tzank test
2. Pemeriksaan gram

X PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad fungtionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad kosmetika ; Dubia ad Bonam
16

XI FOLLOW UP
Sabtu, 13 September 2019
Hasil Laboratorium
1. Pemeriksaan Gram Negatif : Tidak Ditemukan
2. Pemeriksaan Gram Positif : Tidak Ditemukan
17

BAB IV
ANALISA KASUS

Diagnosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinik


dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan.
Berdasarkan teori varisela menyerang anak-anak dan dewasa muda. Gejala
dimulai dengan gejala prodromal yaitu demam tidak tinggi, malese dan nyeri
kepala, nyeri, dan sakit punggung. Cara penularan kontak lansung.1,2
Pada kasus usia 11 tahun, perempuan, mengalami demam tidak tinggi,
tidak menggigil, sakit kepala, dan lemas. Mual, muntah dan nyeri otot
disangkal.Pasien tidak tahu apakah teman satu sekolah memiliki keluhan yang
sama. Pasien menyangkal lingkungan sekitar memiliki keluhan yang sama, batuk
tidak ada, pilek tidak ada dan luka disekitar tubuh tidak ada. Pasien menyangkal
bergantian handuk, baju serta tidak berenang. Keluhan ini baru pertama kali
dirasakan.

Penyebaran tertutama di daerah badan, kemudian menyebar secara


sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta menyerang selaput lendir mata, mulut,
dan saluran napas bagian atas.2

Pada kasus bintil muncul pertama kali di dada kiri dan lengan atas kiri.
Selanjutnya diikuti di punggung belakang, dahi, lengan bawah kanan dan kiri,
paha belakang.
Berdasarkan teori varisela gejala timbul erupsi kulit berupa papul
eritematosa lalu berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel mirip tetesan embun
(tear drops) dengan dasar eritematosa. Vesikel berubah menjadi keruh menyerupai
pustul dan kemudian menjadi krusta. Proses ini berlangsung terus menerus diikuti
pertumbuhan vesikel baru sehingga tampak gambaran polimorfi. Krusta akan
terkelupas 1-3 minggu, meninggalkan warna merah muda.2
Pada kasus ditemukan Bintil yang sudah dipecah masih terdapat sedikit
cairan, tidak ada kulit yang terkelupas, tidak ada koreng berwarna kekuningan.
Bintil tidak berisi darah dan nanah.
18

Pemeriksaan penunjang pada varisela yaitu tzank smear dan


dermatopatologi. Tzank smear sitologi dari cairan atau mengambil bagian dasar
dari vesikel atau pustul yang terdapat sel datia berinti banyak. Hasil dari
dermatopatologi berinti banyak dan besar indikasi dari antigen HSV-1, HSV-2,
atau VZV. Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan tzank smear karena tidak
tersedia di laboratorium.1,2

Tabel 4.1. Anamnesis2

Kasus Teori Varisela

Anamnesis  Anak-anak, usia 11 tahun dan  Insidensi terbanyak anak-anak,


jenis kelamin perempuan. orang dewasa dan kelompok
 Lebih kurang 5 hari yang lalu, tertentu (imunokompromais dan
pasien mengaku sempat ibu hamil).
mengalami demam. Demam tidak
tinggi dirasakan selama ± 5 hari,  Masa penularan lebih kurang 7
demam tidak mengigil. Pasien hari.
merasakan sakit kepala yang  Gejala prodromal yaitu demam
hilang timbul. Pasien merasa
lemas sehingga pasien tidak bisa tidak terlalu tinggi, malese dan
melakukan aktivitas seperti biasa. nyeri kepala, kemudian di ikuti
Lalu 3 hari kemudian terjadi kelainan kulit.
kelainan kulit.
 Penyakit ini biasanya disertai
 Tidak tahu teman sekolah ada rasa gatal.
atau tidak cacar air.

 Pasien kadang-kadang merasakan


gatal.

Pemeriksaan  Keluhan pertama muncul dekat  Predileksi badan, kemudian


ketiak dan dada, lalu ke wajah menyebar sentrifugal ke wajah
dan tangan. dan ekstremitas, serta daapat
 Keluhan muncul bentol berwarna menyerang mukosa.
kemerahan ± 3 hari yang lalu.  Papul eritematosa kemudian
Awalnya dekat ketiak pasien berkembang menjadi vesikel
timbul bentol kemerahan jernih seperti tetesan embun.
sebanyak <3 buah sebesar jarum  Isi vesikel menjadi keruh
pentul. Kemudian bentol menyerupai pustul dan akhirnya
kemerahan tersebut semakin pecah menjadi krusta.
banyak.
 Pasien juga merasakan gatal.
19

Penunjang Pemeriksaan tzank smear tidak Pemeriksaan tzank smear sitologi


tersedia di labortorium. Sehingga dari caian atau mengambil bagian
dilakukan pewarnaan gram. dasar dari vesikel atau pustul yang
terdapat sel datia berinti banyak.

Berdasarkan teori variola gejala dimulai dengan gejala prodromal yaitu


demam tinggi, menggigil, lemas, nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi,
berlangsung selama 3-4 hari.1,2
Pada kasus usia 11 tahun, perempuan, mengalami demam tidak tinggi,
tidak menggigil, sakit kepala, dan lemas. Mual, muntah dan nyeri otot disangkal.
Penyebaran tertutama di wajah dan ekstremitas, terutama telapak tangan dan
telapak kaki.2
Pada kasus bintil muncul pertama kali di dada kiri dan lengan atas kiri.
Selanjutnya diikuti di punggung belakang, dahi, lengan bawah kanan dan kiri,
paha belakang.
Berdasarkan teori variola timbul makula eritematosa yang menjadi papul,
terutama di wajah dan ekstremitas (telapak tangan dan telapak kaki). Suhu mulai
normal dan merasa sehat. Timbul vesikel yang berkembang menjadi pustul, suhu
mulai meningkat lagi. Kelainan timbul umbilikasi. Berlangsung selama 2 minggu,
timbul krusta dan suhu mulai normal. Krusta lepas dan meninggalkan sikatrik
atrofi. Kadang-kadang dapat timbul perdarahan yang disebabkan depresi
hematopoetik dan disebut black variola.2
Pada kasus ditemukan Bintil yang sudah dipecah masih terdapat sedikit
cairan, tidak ada kulit yang terkelupas, tidak ada koreng berwarna kekuningan.
Bintil tidak berisi darah dan nanah.

Pemeriksaan penunjang pada variola yaitu inokulasi pada karioalantoik,


pemeriksaan virus dengan mikroskop elektron, dan deteksi antigen virus pada
agar sel. Pada kasus dilakukan pewarnaan gram.1,2
20

Tabel 4.2. Anamnesis2

Kasus Teori Variola

Anamnesis  Anak-anak, usia 11 tahun dan  Penyakit ini penyebarannya


jenis kelamin perempuan. kosmopolitan. Dengan vaksinasi
 Lebih kurang 5 hari yang lalu, teratur penyakit ini insidennya
pasien mengaku sempat menurun.
mengalami demam. Demam tidak
tinggi dirasakan selama ± 5 hari,  Masa inkubasi 2-3 minggu.
demam tidak mengigil. Pasien  Gejala prodromal yaitu demam
merasakan sakit kepala yang tinggi, menggigil, malese dan
hilang timbul. Pasien merasa
lemas sehingga pasien tidak bisa muntah-muntah.
melakukan aktivitas seperti biasa.
Lalu 3 hari kemudian terjadi
kelainan kulit.

 Pasien menyangkal muntah,


nyeri otot, mati rasa di bentol.

Pemeriksaan  Keluhan pertama muncul dekat  Predileksi di perifer tubuh.


ketiak dan dada, lalu ke wajah  Timbul makula eritematosa
dan tangan. yang menjadi papul, terutama di
 Keluhan muncul bentol berwarna wajah dan ekstremitas (telapak
kemerahan ± 3 hari yang lalu. tangan dan telapak kaki). Suhu
Awalnya dekat ketiak pasien mulai normal dan merasa sehat.
timbul bentol kemerahan  Timbul vesikel yang
sebanyak <3 buah sebesar jarum berkembang menjadi pustul,
pentul. Kemudian bentol suhu mulai meningkat lagi.
kemerahan tersebut semakin Kelainan timbul umbilikasi (5-
banyak. 10 hari).
 Berlangsung selama 2 minggu,
timbul krusta dan suhu mulai
normal. Krusta lepas dan
meninggalkan sikatrik atrofi.
Kadang-kadang dapat timbul
perdarahan yang disebabkan
depresi hematopoetik dan
disebut black variola.

Penunjang Pemeriksaana penunjang dilakukan Pemeriksaan penunjang pada variola


terdiri dari inokulasi pada
21

pewarnaan gram. karioalantoik, pemeriksaan virus


dengan mikroskop elektron, dan
deteksi antigen virus pada agar sel

Berdasarkan teori impetigo vesikobulosa menyerang anak-anak dan dewasa.


Faktor pencetus yaitu secara inhalasi, infeksi pada kulit, dan higiene yang buruk.2
Pada kasus usia 11 tahun, perempuan, mengalami demam tidak tinggi,
tidak menggigil, sakit kepala, dan lemas. Mual, muntah dan nyeri otot disangkal.
Pasien tidak tahu apakah teman satu sekolah memiliki keluhan yang sama. Pasien
menyangkal lingkungan sekitar memiliki keluhan yang sama, batuk tidak ada,
pilek tidak ada dan luka disekitar tubuh tidak ada. Pasien menyangkal bergantian
handuk, baju serta tidak berenang. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan.
Penyebaran tertutama di aksila, dada dan punggung. Pada kasus bintil
muncul pertama kali di dada kiri dan lengan atas kiri. Selanjutnya diikuti di
punggung belakang, dahi, lengan bawah kanan dan kiri, paha belakang.2
Kelainan berupa eritema, bula dan bula hipopion. Pasien datang berobat
setelah vesikel atau bula pecah sehingga terlihat hanya koleret dan dasarnya masih
eritematosa..2

Pada kasus ditemukan bintil yang sudah dipecah masih terdapat sedikit
cairan, tidak ada kulit yang terkelupas, tidak ada koreng berwarna kekuningan.
Bintil tidak berisi darah dan nanah.

Pemeriksaan penunjang pada impetigo vesikobulosa yaitu pemeriksan


gram (hasilnya gram positif coccus, memiliki rantai), kultur, dan dermatopatologi.
Pada kasus dilakukan pewarnaan gram. Hasil yang didapatkan yaitu pewarnaan
gram positif tidak ditemukan dan gram negatif tidak ditemukan.1,2
22

Tabel 4.3. Anamnesis2

Kasus Teori Impetigo Bulosa

Anamnesis  Anak-anak, usia 11 tahun dan  Infeksi hanya epidermis. Dapat


jenis kelamin perempuan. terjadi pada anak-anak dan
 Lebih kurang 5 hari yang lalu, dewasa.
pasien mengaku sempat
 Terdapat lepuh sebelumnya.
mengalami demam. Demam tidak
tinggi dirasakan selama ± 5 hari,
demam tidak mengigil. Pasien
merasakan sakit kepala yang
hilang timbul. Pasien merasa
lemas sehingga pasien tidak bisa
melakukan aktivitas seperti biasa.
Lalu 3 hari kemudian terjadi
kelainan kulit.

 Pasien menyangkal bahwa bentol


sudah melepuh.

Pemeriksaan  Keluhan pertama muncul dekat  Predileksi di paksila, dada, dan


ketiak dan dada, lalu ke wajah punggung.
dan tangan.  Kelainan berupa eritema, bula
 Keluhan muncul bentol berwarna dan bula hipopion. Pasien
kemerahan ± 3 hari yang lalu. datang berobat setelah vesikel
Awalnya dekat ketiak pasien atau bula pecah sehingga
timbul bentol kemerahan terlihat hanya koleret dan
sebanyak <3 buah sebesar jarum dasarnya masih eritematosa.
pentul. Kemudian bentol
kemerahan tersebut semakin
banyak.

Penunjang Hasil pewarnaan gram negatif tidak Pemeriksaan penunjang pada


ditemukan. Pemeriksaan gram positif impetigo bulosa terdiri dari
tidak ditemukan. Pemeriksaan gram. Hasilnya gram
positif coccus, memiliki rantai,
kultur, dan dermatopatologi. Hasil
nya terdapat akantolisis, erosi,
ulserasi dan gram positif
coccus.
23

Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus yaitu pewarnaan


gram dan Tzank Smear. Hasil yang didapatkan garam negatif tidak ditemukan dan
gram positif tidak ditemukan, sedangkan pemeriksaan tzank smear tidak
dilakukan karena tidak tersedia di laboratorium rumah sakit. Berdasarkan teori
pada impetigo bulosa didapatkan hasil gram positif coccus. Sehingga pada kasus
dapat disingkarkan diagnosis impetigo bulosa.2

Gambar4.1 preparat pewarnaan gram

Tatalaksana

Tatalaksana nonmedikamentosa yang dapat diberikan kepada pasien yaitu


menjelaskan kepada pasien untuk minum obat untuk meringankan gejala, jika
demam, banyak minum air putih dan istirahat yang cukup. Kenakan sarung tangan
katun yang bersih selama tidur untuk mencegah menggaruk gelembung.7
Sedangkan medikamentosa diberikan obat yaitu asiklovor 4 x 800 mg
selama 7 hari. Berdasarkan teori Bayi atau anak asiklovir 10-20 mg/kgbb/hari;
dosis terbagi 4-5 x 20 mg/kgbb/kali (maks. 800 mg/kali) selama 7 hari.

Hasil penelitian terapi asiklovir oral diberikan dalam 24 jam setelah ruam
timbul dengan dosis 20 mg/kg 4 kali sehari selama 5-7 hari dapat mengurangi
lama sakit dan jumlah lesi yang timbul. Waktu penyembuhan lesi sebesar 4 hari,
dan pelepaasan seluung virus (viral sheeding) selama 7 hari.2,8

Asiklovir merupakan turunan guanosin siklik dengan aktivitas klinis


24

terhadap HSV-1, HSV-2, dan VZV. Asiklovir memiliki tiga tahap untuk menjadi
aktif. Obat ini diubah menjadi turunan monofostfat oleh timidin kinase spesifik
virus, lalu menjadi senyawa di- dan trifosfat oleh enzim sel penjamu.2

Asiklovir trifosfat menghambat pembentukan DNA virus melalui dua


mekanisme; kompetisi dengan deoksi GTP untuk DNA polimerase virus sehingga
terjadi pengikatan ke cetakan DNA sebagai suatu kompleks ireversibel; dan
pengakhiran pembentukan rantai setelah obat masuk ke DNA virus. Indikasi
pemberiaan pada varisela dan herpes genital.5

Pemberian famsiklovir dapat diberikan pada pasien varisela. Famsiklovir


adalah prodrug-ester dari 6-deoksipensiklovir., suatu analog asiklik guanosin.
Seperti asiklovir, pengaktifan dan fosforilasi dikatalis oleh timidin kinase spesifik
virus di sel yang terinfeksi, diikuti inhibisi kompetitif DNA polimerase virus
untuk menghambat sintesis DNA. Pensiklovir trifosfat memiliki afinitas yang
lebih rendah terhadap DNA polimerse virus dibandingkan dengan asiklovir
trifosfat. Sehingga pada kasus pemberian antivirus dipilih asiklovir. Indikasi
pemberiaan herpes zooster dan herpes genital.5

Valaksiklovir dapat digunakan sebagai terapi ester l-valil dari asiklovir.


Ketersediaan hayati oral adalah 50-70% dan kadar cairan cerebrspinal sekitar 50%
dari kadar serum. Pemberiaan valaksiklovir diberikan pada anak usia 12 tahun,
sedangkan pada kasus berusia 11 tahun. Konsentrasi asiklovir di cairan
serebrospinal sekitar 20-25% dari kadar serum. Sehingga pemberian antivirus
diberikan asiklovir. Indikasi pada varisela, herpes zooster dan herpes genital.5

Pemberiaan anti gatal diberikan antihistamin 1 generasi kedua yaitu


setirizin (golongan piperazine) dengan dosis 1x10 mg/ hari. Obat ini diabsorbsi
lebih cepat dan mencapai puncak 1-2 jam, lama kerja 8 jam, dan efek sedasi
minimal. Sedangkan pada antihistamin generasi pertama memiliki efek sedasi
karena mempunyai kemampuan untuk menembus awar darah otak. Sehingga
pemilihan antohistamin 1 pada kasus diberikan antihistamin generasi 2.2
25

Dosis yang direkomendasikan pemberiaansetirizin pada anak usia 6 bulan-


5 tahun yaitu 2,5- 5 mg od dan anak usia 6 tahun-11 tahun 5-10 mg od.
Antihistamin 1 generasi kedua ada alkilamin, piperazin dan piperidin. Efek
samping pada golongan piperazin berupa kekeringan mukosa, retensi urun,
hipotensi pustural, pusing, disfungsi ereksi dan konstipasi. Golongan piperadin
yaitu loratadin, desloratadin, feksofenadin, mizolastin dan ebastin.2

Loratadin adalah sampuran isomer aktif dan tidak aktif, desloratadin


adalah metabolit loratadin yang hanya terdiri dari isomer aktif. Setelah absorpsi
dalam sirkulasi sistemik sebanyak 97-99% loratadin dan 73-76% desloratadin
menuju protein plasma. Loratadin dimetabolisme oleh enzim CYP melalui
CYP3A4 dan isozim 2D6. efek antihistamin 1-3 jam dan waktu paruh 24 jam.
Efek samping yaitu gejala ekstrapiramidal dan palpitasi.9

Pemberiaan paracetamol pada kasus dengan dosis 1x500 mg. Dosis


pemberian pada anak 10-15 mg/kg per dosis (maksimum 1 gr/ per dosis.
Paracetamol sebagai antipiretik pada kasus. Indikasi pemberiaan paracetamol
yaitu menurunkan demam, mengatasi nyeri ringan pada sakit kepala, sakit gigi
dan sakit otot. Pemberiaan ibuprofen tidak dierkomendasikan pada anak dengan
varisela karena berpotensi meningkatkan resiko superinfeksi pada kulit dan
jaringan lunak dan infeksi streptococcus invasif.6,10

Prognosis pada kasus Quo ad vitam et Fungtionam ad bonam.berdasarkan


teori virus varisela zooster tidak menyebabkan kematian maupun gangguan pada
fungsi organ. Quo ad sanationam dan Kosmetika pada kasus yaitu dubia ad
bonam. Berdasarkan teori perawatan dan higiene memberikan prognosis baik dan
mencegah jaringan parut.1,2
26

BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien An. NR, 11 tahun adalah varisela.


2. Penegakan diagnosis pada pasien ini dengan berdasarkan epidemiologi, faktor
risiko dan gambaran klinis, status dermatologikus.
3. Pada terapi non medikamentosa yang terpenting adalah menjelaskan mengenai
penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya. Sedangkan terapi
farmakologi, diberikan Asiklovir 4 x 800 mg selama 7 hari.
4. Prognosis pada pasien ini quo et vitam dan quo et fungsional bonam, quo et
sanationam dan quo ad kosmetika : ad bonam.
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzpatrick, Thomas Bernard. Color Atlas and Synopsis of Clinical


Dermatology. Viral Infection of Skin and Mucosa. Sixth Edition. 2009. p
779, 831.
2. Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Varisela. FK UI:
Jakarta. 2016. hal 126-131.
3. Epidemiology and prevention of vaccine preventable disease, 13th edition.
2015. Tersedia di http;//www.cdc.gov. Diakses pada tanggal 11 September
2019.
4. The immunication Advisory Centre. Chicken Pox. Tersedia di
http://www.immune.org. diakses pada tanggal 11 September 2019. 2017.
5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Antivirus. EGC:
Jakarta. 2014. hal 974-976.
6. Informasi Spesialite Indonesia. Analgetik dan antipiretik. Volume 51. 2017.
hal 2.
7. April, Binago. Tatalaksana Varisela tanpa Penyulit. Tersedia di
http://chp.gov.hk diakses pada tanggal 16 september 2019. 2019
8. Theresia dan Sri Rejeki. Terapi Asiklovir pada Anak dengan Varisela tanpa
Penyulit. Tersedia di http://saripediatri.org. Diakses 18 September 2019.
2010.
9. Tabri, Febri. Antihistamin H1 Sistemik pada Pediatrik dalam Bidang
Dermatologi. Tersedia di http://www.fk.unhas.ac.id. diakses 18 September
2019. 2010.
10. Inke dan Chairuddin. Penangganan Demam pada Anak. Tersedia di
http://saripediatri.org. Diakses 18 September 2019. 2011.

Anda mungkin juga menyukai