SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh:
Desy Sholaika Wati
(712017060)
Pembimbing:
dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ., MARS
SKIZOFRENIA PARANOID
Pembimbing:
dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ., MARS
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit
DR. Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang periode 21 Mei 2019 - 16 Juni 2019.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Skizofrenia Paranoid” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit DR. Ernaldi
Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasullullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya
sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan
dan arahan, maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. dr. Abdullah Shahab, Sp.KJ., MARS, selaku dosen pembimbing.
2. Orang tua yang telah banyak membantu dengan doa yang tulus dan
memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan Tim sejawat seperjuangan dan semua pihak yang turut membantu
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................
Halaman Pengesahan .................................................................................... i
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I. Laporan Kasus .................................................................................. 1
BAB II. Diskusi ............................................................................................. 14
Daftar Pustaka ............................................................................................... 18
Lembar Follow Up ........................................................................................ 19
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PENDERITA
Nama : Tn. Z
Usia : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Suku / Bangsa : Palembang / Indonesia
Pendidikan : Tidak tamat SD
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Alamat : I ULU, Palembang
Datang ke RS : Rabu, 29 Mei 2019, Pukul 22.15 WIB
Cara ke RS : Diantar keluarga menggunakan mobil
Tempat Pemeriksaan : Instalasi Gawat Darurat RS. Dr. Ernaldi Bahar Palembang.
A. Sebab Utama
Pasien mengamuk dan memukul ibu kandungnya
1
4 jam sebelum masuk RS pasien menangis di depan kaca, kemudian ibu
nya menegur. Pasien marah dan ingin memukul ibu nya karena teguran tersebut.
mengeluh mendengar bisikan yang suka menantangnya untuk berkelahi,
semakin dilawan bisikan semakin keras. Bisikan muncul pada saat pasien
sendirian, terutama menjelang magrib hingga malam hari. Menurut pasien ada
yang bisik-bisik menyuruh memukul ibunya.
1 bulan yang lalu pasien sering mengoceh sendiri,seperti ada yang
mengajak berbicara. Pasien juga sering mengamuk dan terkadang ingin
membunuh ayahnya. Pasien masih bisa mengurus dirinya sendiri. Pasien
merasa seperti ada yang membicarakannya dan ingin mencelakainya. Semakin
hari semakin sering bisikan tersebut dan mengganggu pikirannya.
4 bulan yang lalu pasien pernah berobat ke salah satu RS di Palembang
dengan keluhan yang sama. Keluhan membaik setelah di rawat. Namun, pasien
tidak rutin mengkonsumsi obatnya sehingga keluhan ini muncul kembali.
2
Pasein pernah memakai zat psikoaktif.
-Gelisah
3
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.
Keterangan:
: Pasien bernama Z usia 29 Tahun
D. Riwayat Pendidikan
Pasien tidak tamat sekolah dasar (SD).
E. Riwayat Pekerjaan
Tidak bekerja
F. Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah
G. Agama
Pasien beragama Islam
4
V. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berjenis kelamin laki-laki, berusia 29 tahun, pada saat
wawancara pasien menggunakan baju kaos berwarna hitam dan celana
pendek warna coklat. Perawatan diri bersih, penampilan sesuai.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak gaduh-gelisah dan diikat di bed IGD RS Ernaldi Bahar,
teriak-teriak mengatakan dirinya tidak sakit dan ingin meminta pulang.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Kontak dengan pemeriksa ada, pasien kooperatif terhadap pemeriksa.
C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kualitas : Baik
3. Kuantitas : Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi :
- Halusinasi auditorik ada → suara menantang pasien untuk berkelahi
- Halusinasi lain (visual, taktil) disangkal
2. Depersonalisasi dan derealisasi tidak ada.
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : thought echo
5
a) Kontinuitas : kontinu
b) Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi Pikiran
a) Bentuk fikir : Koheren
b) Gangguan isi pikiran :
i. Waham curiga ada
G. Pengendalian Impuls
Pasien tampak gelisah pada proses tanya jawab yang dilakukan dan tidak
terdapat gerakan involunter
H. Daya Nilai
1. Penilaian realita : RTA terganggu
2. Tilikan : Derajat 1, pasien menyangkal ataupun sama sekali
tidak merasa sakit
6
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan dilakukan pada hari Rabu, 29 Mei 2019
A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tanda Vital : TD: 110/70 mmHg, N: 78 x/menit, RR: 19 x/menit,
T: 37,1 oC
3. Kepala : Normocephali, Konjungtiva palpebra anemis (-),
Sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung (-).
4. Thorax : BJ I dan II Normal, Gallop (-), Murmur (-), Vesikuler
normal (+), Wheezing (-), Ronkhi (-).
5. Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), BU (+) normal
Pembesaran hepar dan lien (-).
6. Ekstremitas : hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik.
B. Status Neurologikus
1. GCS : 15
E : membuka mata spontan (4)
V : bicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
2. Fungsi sensorik tidak terganggu.
3. Fungsi Motorik tidak terganggu.
4. Ekstrapiramidal sindrom tidak ditemukan gejala.
5. Refleks fisiologis normal.
6. Refleks patologis tidak ditemukan.
7
3. ± 12 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengkonsumsi zat psikoaktif.
6. Pasien mengalami thought echo, pikiran itu terus muncul dan mengganggu
pikirannya.
7. Pasien tidak memiliki masalah pada kesadaran, daya ingat, fungsi kognitif dan
orientasi, memori serta pengetahuan umum pasien baik.
12. Pasien lahir normal di rumah sakit, tidak memiliki riwayat demam tinggi dan
kejang (step), tidak memiliki masalah tumbuh kembang, tidak ada masalah
dalam pendidikan, pendiam dan tidak mudah bergaul.
14. Pasien tinggal bersama ibu kandung dan kakak laki-lakinya di rumah milik
sendiri. Penghasilan berasal dari kakak laki-lakinya sebagai pegawai juru
parkir. Pasien berobat menggunakan jaminan kesehatan BPJS PBI.
15. Keluarga pasien saat ini mendukung kesembuhan pasien, terutama ibu pasien.
8
Bedasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, tidak
terdapat penyakit yang menyebabkan disfungsi otak. Hal ini dapat dinilai
dari tingkat kesadaran, daya ingat atau daya konsentrasi, serta orientasi
yang masih baik, sehingga pasien ini bukan penderita Gangguan Mental
Organik (F.0).
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita berupa
adanya halusinasi dan delusi, maka pasien ini menderita gangguan psikotik
(F.2)
Halusinasi dan delusi yang dialami pasien sudah terjadi lebih dari 1 bulan
yang lalu, sehingga termasuk kedalam skizofrenia (F.20)
Aksis II:
Pada pasien untuk diagnosis multiaksial aksis II, pasien memiliki ciri
kepribadian berupa kepekaan berlebihan terhadap penolakan, dan kecendrungan
untuk menyimpan dendam dan kecurigaan yang mendalam dengan
menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu
sikap permusuhan atau penghinaan, dan terdapat perasaan bermusuhan dan ngotot
tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi termasuk ciri kepribadian paranoid.
Aksis III:
Pada diagnosis multiaksial aksis III tidak ditemukan adanya gangguan kondisi
medik umum yang menyertai penderita. Maka aksis III tidak ada diagnosis.
9
Aksis IV:
Pada penderita untuk aksis IV saat ini yaitu masalah berkaitan dengan
lingkungan sosial.
Aksis V:
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi auditorik, waham curiga,dan thought echo yang
jelas.
10
XI. PROGNOSIS
A. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
B. Quo ad Functionam : dubia ad bonam
C. Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
B. Psikoterapi
1. Terhadap Penderita
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi dan
edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor
penyebab (stressor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan
agar pasien tetap taat minum obat dan segera datang ke dokter bila gejala
serupa muncul dikemudian hari. Adanya efek samping obat dan
pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter.
b. Memberikan psikoterapi suportif, yaitu memberikan intervensi langsung
dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan
fungsi sosial.
2. Terhadap Keluarga
a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien, gejala,
kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemicu kekambuhan dan
prognosis sehingga keluarga dapat memberikan dukungan kepada
pasien.
b. Meminta keluarga untuk mendukung pasien, mengajak pasien
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial pasien
ketika pasien sudah kembali ke rumah.
c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan pasien untuk kontol rutin
dan minum obat secara teratur.
11
d. Dapat membantu mengurangi dan menghadapi stres.
BAB II
DISKUSI
12
dapat ditegakan berdasarkan PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnostik
Gangguan Jiwa III) yang berpedoman pada DSM-IV. Pedoman diagnostik:
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam / jelas):
A. “thought echo” : isi pikirannya sendiri yang berulang / bergema dalam
kepalanya
“thought insertion or withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion), atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
(withdrawal).
“thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain /
umum mengetahuinya.
B. “delusion of control” : waham dirinya dikendalikan oleh kekuatan tertentu
“delusion of influence” : waham dirinya dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
“delusion of pasivity” : waham dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar
“delusion of perception” : pegalaman inderawi yang tak wajar yang bermakna,
sifat mistik dan mukjizat.
C. Halusinasi auditorik : suara berkomentar terus menerus / mendiskusikan
perihal pasien sendiri.
D. Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar, misal: perihal keyakinan agama dan politik, mampu mengendalikan
cuaca, berkomunikasi dengan makhluk asing.
Atau paling sediki dua gejala dibawah ini harus ada secara jelas:
E. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa aja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over-valued issue) yang
menetap, atau apaila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
F. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation),
yang berkaibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.
13
G. Perilaku katatonik, keadaan gaduh gelisah (ex-citement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor.
H. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; akan tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika.
I. Adanya gejala-gejala khas tersebut telah berlangsung satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal)
J. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku probadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan
diri secara sosial.1.
Pada gangguan skizofrenia paranoid, diagnosis dapat ditegakan berdasarkan
PPDGJ III, F20.0 sebagai berikut:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
2. Tambahan : halusinasi dan / atau waham harus menonjol:
a) Suara-suara yang mengancam pasien atau memberi perintah atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit,
mendengung atau tertawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau sifat seksual :
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dikendalikan, dipengaruhi atau dellusion of passivity dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.
d) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, gejala
katatonik tidak menonjol.1.
Pada pasien ini ditemukan gejala-gejala skizofrenia paranoid berupa halusinasi
auditori dan waham curiga yang menonjol. Oleh karena itu pasien ini termasuk
dalam diagnosis skizofrenia paranoid
Pengobatan dengan gangguan skizofrenia diobati dengan antipsikotik. Obat
antipsikotik dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu
14
dopamine receptor antagonist atau antipsikotika generasi I (tipikal) dan serotonin-
dopamine antagonist atau antipsikotika generai II (atipikal). Obat APG-I berguna
terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif. APG-II bermanfaat baik untuk
gejala positif maupun negatif.2.
Pada pasien ini diberikan Lodomer 1 amp inj, Risperidon 2 x 2mg, dan
Trihexyphenidyl 2 x 2 mg. Lodomer (Haloperidol) merupakan APG-I yang bersifat
D2 antagonis yang sangat poten. APG I menurunkan hiperaktivitasi jalur
mesolimbik sehingga simptom positi menurun. Obat Trihexyphenidyl merupakan
antikolinergik untuk mengurangi efek samping dari EPS (Ekstrapiramidal Sindrom).
Obat APG-I memberikan efek antipsikotika dengan jalan menurunkan aktivitas
dopamin. Dapat meningkatkan metabolisme dopamin pada daerah yang kaya
dopamin. Hal ini menunjukan bahwa kedua zat ini bekerja sebagai dopamin
antagonis. Obat APG-I bersifat sedasi sehingga ia lebih efektif untuk pasien yang
lebih agitatif. Dosis APG-I dapat menimbulkan sindrom immobilitas yaitu tonus
otot meningkat dan menimbulkan efek samping EPS. Efek samping EPS
diantaranya parkinsonisme (rigiditas, bradikinesia, tremor) dalam bentuk ringan
dapat terlihat seperti penurunan gerakan spontan, ekspresi wajah topeng,
pembicaraan tidak spontan dan kesulitan dalam memulai aktivitas atau disebut
dengan akinesia, selain itu Distonia Akut yaitu spasme otot yang menetap atau
intermiten, otot yang sering menetap spasme yaitu otot badan, leher dan kepala,
serta menyebabkan involunter. Efek samping EPS yang lain adalah Akatisia, ini
yang paling membuat penderitaan. Manifestasi klinik yang paling sering yaitu
ketidakmampuan pasien untuk duduk diam, sering merubah-rubah posisi ketika
duduk, jalan ditempat, kaki tidak bisa diam dan pasien merasa gelisah. Dalam
profilaksis EPS, antikolinergik seperti THP dapat diberikan bila pasien berisiko
untuk terkena efek samping ini.2
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan
psikoterapi. Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap penderita agar
memahami tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor penyebab
(stresor), cara pengobatan, prognosis dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat
minum obat dan segera datang ke dokter bila gejala serupa muncul dikemudian hari.
15
Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama, adanya efek samping obat
dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter.3.
Hal lain yang dilakukan adalah dengan intervensi langsung dan dukungan
untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan
pencapaian kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi penderita agar dapat
menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Keluarga penderita juga diberikan terapi
keluarga dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian informasi kepada
keluarga mengenai penyebab penyebab penyakit yang dialami penderita serta
pengobatannya sehingga keluarga dapat memahami dan menerima kondisi
penderita untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-gejala
kekambuhan secara dini.3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan B.J., SAdock. 2012. Kaplan & Sadock’s Buku ajar psikiatri klinis edisi
ke 2. EGC.
2. Maslim, R. 2013. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya.
16
3. Yani, Fitri. 2015. Kelainan mental manik tipe skizoafektif. Lampung. Jurnal
Unila.
4. Maslim, R. 2010. Panduan praktis penggunaan klinik obat psikotropik. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
5. Koga. 2017. Episode depresif dengan gejala psikotik. Palembang: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK UMP.
17