Anda di halaman 1dari 2

Cara yang saya lakukan untuk memfasilitasi proses pembelajaran berdasarkan karakter peserta didik yang

beragam:

1. Gender : selama saya mengajar peserta didik dalam satu kelas lebih banyak yang laki-laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada perbedaan khusus dalam memberikan fasilitas. Dikelas saya
sekarang terdapat 19 peserta didik dengan 16 peserta didik laki-laki dan 3 peserta didik perempuan.
Ketika pembelajaran saya sering membagi mereka dengan rata. Apabila dibagi menjadi 3 kelompok
berarti setiap klompok terdapat 1 peserta didik perempuan supaya mereka dapat bekerja sama. Jadi
tidak ada keistimewaan gender dikelas saya. Semua sama dan mendaapatkan hak yang sama.
2. Etnik : dikelas saya dominan adalah etnik jawa sehingga tidak terlalu sulit ketika dalam pembelajaran
mengaplikasi kehidupan sehari-hari karena kami memiliki kesamaan yaitu suku jawa. Namun pada
semester kemarin terdapat peserta didik pindahan dari luar kota dan ternyata bersuku sunda.
Peserta didik yang berbeda suku dapat digunakan sebagai sumber belajar oleh peserta didik lain yaitu
peserta didik suku jawa. Mereka bisa saling berbagi informasi mengenai kebiasaan-kebiassan pada
suku mereka. Dalam memberikan fasilitas pembelajaran tetap sama ketika itu masih bisa diterima
mereka dengan baik. Dalam pembelajaran guru lebih sering menggunakan bahasa indonesia agar
mudah dipahami semua peserta didik.
3. Usia : saya mengajar dikelas 2 dengan rentang usia 7-9 tahun. Ketika masuk SD peserta didik sudah
berusia 7 tahun maka di kelas 2 sudah berusia 8 tahun sehingga pemahaman peserta didik dalam
menerima pelajaran sudah lebih mudah. Namun terdapat peserta didik yang masuk SD usia 6,5
tahun, sehingga dikelas 2 baru berusia 7,5 tahun. Peserta didik yang usianya belum sesuai dengan
standar peserta didik kelas 2 terdapat kendala dalam memahami materi pelajaran. Sehingga guru
perlu memberikan perhatian khusus dalam pembelajaran. Biasanya untuk peserta didik yang masih
mengalami kesulitan dalam pemahaman saya berikan les tambahan 15-30 menit sepulang sekolah.
4. Kultur : dengan kondisi peserta didik yang berbeda suku/etnik maka memiliki kultur/budaya yang
berbeda. Peserta didik yang bersuku sama misalnya jawa saja memiliki budaya yang berbeda. Namun
itu bukan kendala dalam memberikan fasilitas bagi mereka, perbedaan ini menjadi salah satu sumber
informasi lagi bagi mereka karena mereka saling bertukar pengalaman. Misalnya dalam pelajaran
bahasa jawa permainan tradisional, terdapat permainan yang sama yaitu engkling namun disetiap
tempat memiliki aturan yang berbeda dalam memainkan. Peran guru adalah menjadi penegah dan
mengarahkan agar peserta didik dapat mengaplikasi permainan engkling dengan meyenangkan.
5. Status sosial : keadaan ekonomi disekolah saya dari kalangan menegah kebawah dengan pekerjaan
orang tua sebagian besar adalah petani dan buruh. Dalam memberikan fasilitas pembelajaran tetap
sama, dalam pembagian kelompok belajar juga dibagi rata supaya tidak ada kesenjangan sosial
diantara mereka.
6. Minat : dalam memfasilitasi minat peserta didik memang tidak mudah, biasanya guru lebih
cenderung pada salah satu aspek yaitu akademik. Oleh karena itu untuk melihat minat peserta didik
selain pembelajaran didalam kelas peserta didik juga diminta untuk mengikuti ekstrakulikuler yang
ada disekolah seperti olah raga, menari, komputer, bahas inggris dan ekstra lainnya. Guru juga
bekerja sama dengan orang tua supaya menyalurkan minat dan bakat anak mereka diluar sekolah
seperti karate, memanah dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai