Anda di halaman 1dari 71

PEMANFAATAN LIMBAH TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.

)
UNTUK BAHAN PEMBUATAN BRIKET
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Oleh :
JESSIE INDRI NUGRAHAENI
F34103112

2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMANFAATAN LIMBAH TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)


UNTUK BAHAN PEMBUATAN BRIKET
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
JESSIE INDRI NUGRAHAENI
F34103112

Lahir tanggal 2 Januari 1986

Tanggal Lulus : 22 Januari 2008

Menyetujui,
Bogor, Januari 2008

Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng. Ir. Sri Endah Agustina, MS.
Pembimbing I Pembimbing II
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 2 Januari 1986 sebagai anak


kedua dari dua bersaudara pasangan A. Sri Nugroho dan Endang Yuliarti. Pada
tahun 2003 penulis lulus dari SMU Marsudirini Bekasi dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
dengan memilih Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri-Departemen Human Resources
Development (2005-2006), Koordinator English Community-Himalogin (2006)
serta berpartisipasi pada The 13th of Tri-University International Joint Seminar,
Jepang (2006) dan The 14th of Tri-University Internatioanl Joint Seminar,
Thailand (2007).
Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di Pusat Pelatihan dan
Kewirausahaan Sampoerna, Jawa Timur. Untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pemanfaatan Limbah Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Untuk Bahan
Pembuatan Briket Sebagai Bahan Bakar Alternatif”.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan


kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia yang diberikan-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul
”Pemanfaatan Limbah Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Untuk Bahan
Pembuatan Briket Sebagai Bahan Bakar Alternatif”. Skripsi ini disusun sebagai
salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah hingga
penyusunan skripsi.
2. Ir. Sri Endah Agustina, MS., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Dr. Nastiti Siswi Indrasti, selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan arahan dan bimbingan
4. Kedua orangtua serta seluruh keluarga atas semua doa, waktu, semangat dan
dorongan yang telah diberikan kepada penulis.
5. Teman-teman TIN 40 yang telah memberikan semangat dan persahabatannya
selama ini.
6. Semua pihak yang turut membantu penulis selama melakukan penelitian
hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan dan
penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.

Bogor, Januari 2008 Penulis


SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Pemanfaatan Limbah
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Untuk Bahan Pembuatan Briket Sebagai
Bahan Bakar Alternatif” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen
pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjuk rujukannya.

Bogor, Januari 2008


Yang Membuat Pernyataan

Nama : Jessie Indri Nugrahaeni


NRP : F34103112
JESSIE INDRI NUGRAHAENI. F34103112. Pemanfaatan Limbah Tembakau
(Nicotiana tabacum L.) Untuk Bahan Pembuatan Briket Sebagai Bahan Bakar
Alternatif. Di bawah bimbingan Anas Miftah Fauzi dan Sri Endah Agustina. 2007.

RINGKASAN

Stem (gagang tembakau) merupakan limbah padat yang dihasilkan oleh


agroindustri tembakau dengan kuantitas yang mencapai 20% per tahun dari
jumlah produksi tembakau. Melimpahnya limbah yang tidak termanfaatkan sangat
erat kaitannya dengan potensi pencemaran lingkungan sehingga perlu dicari solusi
dalam penanganan limbah tersebut.
Briket biomasa merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah guna
meningkatkan nilai tambah limbah hasil pertanian, seperti limbah tembakau
(Nicotiana tabacum L.) sebagai bentuk biomasa. Pemanfaatan limbah tembakau
kering sebagai bahan bakar padat alternatif briket guna menghasilkan energi panas
sebagai sumber energi dalam proses pengeringan tembakau basah sehingga dapat
mengurangi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang harganya semakin
meningkat dari waktu ke waktu.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian komposisi bahan briket limbah
(stem) tembakau dengan penambahan arang sekam untuk menghasilkan produk
briket dengan kualitas terbaik. Sedangkan parameter kerapatan dan keteguhan
tekan selanjutnya akan dibandingkan dengan briket berkempa manual dan
hidrolik. Produk briket dibuat dengan menggunakan perekat 10 %, kemudian
dikeringkan dalam drying oven 60 °C hingga kadar air briket mencapai ± 10 %
atau pada kondisi layak bakar. Analisa mutu briket meliputi nilai kalor, kerapatan,
keteguhan tekan, kadar karbon terikat, kadar abu, kadar zat mudah menguap, laju
pembakaran dan kadar air produk briket yang dihasilkan.
Berdasarkan pengujian mutu produk briket berbahan baku limbah stem
tembakau, dihasilkan nilai kalor (2.789-2.969 kal/gr), kerapatan (0,42-0,68
gr/cm3), keteguhan tekan (67-134 kg/cm2), kadar karbon terikat (10,08-19,40 %),
kadar abu (23,92-37,72 %), kadar zat menguap (42,90-66,00 %), laju pembakaran
(0,02-0,09 gr/det), dan nilai kadar air (7,69-9,47 %).
Parameter pengukuran kualitas bahan bakar biomasa dihitung dari nilai
kalor yang dimilikinya. Dari penelitian ini produk briket dengan proporsi 66,6 %
stem, berkempa manual memiliki nilai kalor tertinggi yaitu 2.969 kal/gr. Analisis
terhadap sifat fisik dan pembakaran briket terbaik diperoleh dengan kerapatan
(0,50 gr/cm3) dan keteguhan tekan (134 kg/cm2) kadar air (7,69 %). Sedangkan
untuk nilai kadar karbon terikat (19,40 %), kadar abu (30,41 %), dan kadar zat
menguap (50,44 %) masih belum memenuhi standar briket arang namun secara
umum, produk briket ini telah memenuhi syarat kualitas briket arang buatan
Jepang, Inggris, Amerika dan Indonesia. Kinerja pembakaran terbaik
memperlihatkan briket dengan proporsi 100 % limbah tembakau berkempa
manual mudah dibakar, sedikit asap putih, terdapat sedikit percikan api
dipermukaannya dengan nyala warna api merah serta tetap utuh dan tidak terurai
untuk keutuhan produknya.
Hasil analisis kelayakan briket berbahan stem tembakau menunjukkan
bahwa briket biomasa ini belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan bahan
bakar pengganti minyak tanah untuk proses pengeringan daun tembakau atau
hanya dapat menggantikan energi sebesar 4.869.160 kkal atau 40,58% kebutuhan
energi. Jumlah tersebut setara dengan 713,04 liter minyak tanah.
JESSIE INDRI NUGRAHAENI. F34103112. Tobacco Wastes Potency as an
Alternative Energy Source in Form of Bio-Briquette. Supervized by Anas Miftah
Fauzi dan Sri Endah Agustina. 2007.

SUMMARY

Stem of tobacco (Nicotiana tabacum L.) is solid waste from tobacco-


agroindutry. The quantity is about 20 % of the raw material. It is produced during
cutting and grading (post harvesting) process. The utilization of this kind of
wastes will reduce the environmental impact and result in value addition of the
wastes.
Densification technology can be applied to utilize the biomass waste to
produce solid fuel called bio-briquette. Biomass briquette is one of an alternative
waste utilization to increase the value added of agricultural waste where tobacco
waste (Nicotiana tabacum L.) in form of biomass is included. The bio-briquette
can be used to substitute fossil fuel (kerosene) for heating process in small scale
industries such as for tobacco curing process.
The aims of this research are to describe the potential of tobacco
(Nicotiana tabacum L.) wastes as an energy source by using densification
technology to produce bio-briquette and to identify the optimum fraction of
tobacco stem when combine with rice husk charcoal. The characteristics were
analysis based on heating value, density, pressure, fixed carbon content, ash
content, volatile matter content, combustion rate and moisture content. There are
some procedures to produce bio-briquette. The processes included drying at a
lower temperature, sortation and grinding to get smaller sizes. Then mixing with
the glue and compressed by a pressure moulded into hard blocks briquette
machine. As final process was drying to reduce the moisture content to at most
10%. Besides densification, the quality of bio-briquette as fuel depends on
composition of raw material and glue.
The results of this research showed that the bio-briquette had a heating
value of 2.789-2.969 cal/gr, density of 0,42-0,68 gr/cm3, pressure of 67-134
kg/cm2, fixed carbon content of 10,08-19,40 %, ash content of 23,92-37,72 %,
volatile content of 42,90-66,00 %, combustion rate of 0,02-0,09 gr/sec, and
moisture content of 7,69-9,47 %.
The most important parameter of biomass fuel is the heating value
(calorific capacity). The bio-briquette with 66,6 % composition of stem and
33,3 % of rice husk charcoal was the best product with the highest heating value
of 2.969 cal/gr. The following parameters, i.e. density of 0,50 gr/cm3, pressure of
134 kg/cm2, combustion rate of 0,05 gr/sec and moisture content of 7,69 %. The
fixed carbon content of 19,40 %, ash content of 30,41 % and volatile matter
content of 50,44 % were not met the standard quality of charcoal briquette.
However, these parameters meet the standard quality of charcoal briquette from
Japan, England, USA and Indonesia. The bio-briquette with 100 % composition of
stem was quite hard compact briquettes, can be handled, easy to burn and
smokeless.
The feasibility analysis showed that bio-briquette could not substitute
entirely of the fossil fuel (kerosene) for tobacco curing process. It may substitute
energy of 4.869.160 kcal or 40,58% which equivalent with 713,04 litre of
kerosene.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................. 1
B. TUJUAN ..................................................................................... 3
C. MANFAAT ................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
A. TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) ........................................ 4
B. PENGELOLAAN PASCA PANEN TEMBAKAU...................... 5
C. SISTEM PEMANASAN PENGERINGAN TEMBAKAU .......... 7
D. DENSIFIKASI ............................................................................ 9
E. BRIKET BIOMASA ................................................................... 13
1. Definisi Briket..................................................................... 13
2. Pembuatan Briket Biomassa ................................................ 13
3. Mutu Briket......................................................................... 15
F. ARANG SEKAM........................................................................ 17
III. METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 19
A. TATA LAKSANA ...................................................................... 19
1. Metoda Penelitian ............................................................... 19
2. Parameter Penelitian ........................................................... 20
B. METODA PENGAMBILAN DATA DAN PENGUKURAN ...... 21
C. BAHAN DAN ALAT.................................................................. 24
D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN..................................... 24
E. METODA PENGUKURAN UJI MUTU ..................................... 24
F. METODA ANALISIS ................................................................. 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 29
A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA ............................................ 29
B. PENELITIAN TAHAP KEDUA ................................................. 30
1. Briket Limbah Biomasa Stem Tembakau ............................. 32
2. Kelayakan Briket Berbahan Stem Tembakau Sebagai
Bahan Bakar ....................................................................... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 43
A. KESIMPULAN ........................................................................... 43
B. SARAN....................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 45
LAMPIRAN ................................................................................................. 49
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman tembakau Nicotiana tabacum L.. .................................. 4


Gambar 2. Tembakau Virginia Nicotiana tabacum L .................................... 5
Gambar 3. Bagan alir pengelolaan pasca panen tanaman tembakau dan
potensi limbahnya........................................................................ 7
Gambar 4. Limbah Stem................................................................................ 7
Gambar 5. Proses pembuatan briket biomasa ................................................ 11
Gambar 6. Alat kempa briket tuas biasa ........................................................ 11
Gambar 7. Alat kempa briket jenis ulir (screw pressing) ............................... 12
Gambar 8. Sketsa alat kempa briket hidrolik ................................................. 12
Gambar 9. Bagan alir kegiatan penelitian tahap kedua................................... 22
Gambar 10. Bagan alir prosedur pembuatan briket limbah
(stem) tembakau ......................................................................... 23
Gambar 11. Briket berkempa manual dan briket berkempa hidrolik .............. 31
Gambar 12. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap
nilai kalor ................................................................................. 32
Gambar 13. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap
kerapatan .................................................................................. 34
Gambar 14. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap
keteguhan tekan........................................................................ 35
Gambar 15. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap
berbagai parameter ................................................................... 36
Gambar 16. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap
laju pembakaran ...................................................................... 39
Gambar 17. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap
kadar air ................................................................................... 40
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Potensi limbah biomassa sebagai sumber energi. ............................. 2


Tabel 2. Komposisi kimia pati....................................................................... 14
Tabel 3. Perbandingan nilai kalor unit bahan bakar ....................................... 16
Tabel 4. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis briket biomasa ................... 17
Tabel 5. Perbandingan komposisi dan alat kempa briket ............................... 19
Tabel 6. Sifat briket arang buatan Jepang, Inggris, USA dan Indonesia. ........ 28
Tabel 7. Hasil pengujian mutu produk briket limbah tembakau ..................... 30
Tabel 8. Hasil kinerja pembakaran briket ...................................................... 30
Tabel 9. Komposisi unsur biomasa................................................................ 33
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Skema konstruksi sistem pemanas............................................. 50


Lampiran 2. Hasil analisis ragam berbagai parameter.................................... 51
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan sektor agroindustri yang semakin meningkat dapat


berpotensi meningkatkan limbah yang dihasilkan baik saat proses produksi bahan
baku maupun proses pengolahannya. Melimpahnya limbah yang tidak
termanfaatkan sangat erat kaitannya dengan potensi pencemaran lingkungan
sehingga perlu dicari solusi dalam penanganan limbah tersebut.
Briket biomasa merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah guna
meningkatkan nilai tambah limbah hasil pertanian, seperti limbah tembakau
(Nicotiana tabacum L.) sebagai bentuk biomasa. Pemanfaatan limbah tembakau
kering sebagai bahan bakar padat alternatif briket guna menghasilkan energi panas
sebagai sumber energi dalam proses pengeringan tembakau basah sehingga dapat
mengurangi penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang harganya semakin
meningkat dari waktu ke waktu.
Dengan demikian, pengembangan teknologi penanganan dan pemanfaatan
limbah akan sejalan dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan dan
kebutuhan energi di industri yang semakin meningkat akan terpenuhi dengan
penggunaan energi alternatif atau substitusi sehingga kegiatan produksi industri
dapat ditingkatkan secara efektif dan efisien serta dapat menjamin tercapainya
pengembangan pertumbuhan (growth) dan keberlanjutan usaha (sustainable
business).
Briket merupakan hasil pengempaan atau densifikasi suatu biomasa.
Biomasa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik
berupa produk maupun buangan. Abdullah (2002) menyatakan bahwa Indonesia
memiliki potensi energi biomasa yang sangat besar. Diperkirakan setiap tahun
dihasilkan 146,7 juta ton biomasa. Contoh biomasa antara lain pepohonan,
rumput, limbah pertanian, limbah hutan, limbah pangan dan sebagainya. Biomasa
yang dibuat briket pada umumnya berbentuk serpihan atau serbuk- serbuk kecil,
seperti serbuk kayu (Apryanti et al., 2006). Beberapa potensi limbah biomasa
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam rangka penyediaan energi
alternatif dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Potensi limbah biomasa sebagai sumber energi.
Jenis Biomasa Penggunaan Saat Ini Promosi Sebagai
Sumber Energi
Sekam padi Media tanam, bahan Briket arang sekam,
kemasan, bahan bakar umpan gas producer
tungku
Bagas (ampas tebu) Bahan bakar boiler (co- Briket, pupuk organik
generation system)
Bonggol jagung Bahan bakar tungku Bahan bakar padat

Sabut kelapa Furniture Umpan gas producer

Batok kelapa Arang, arang aktif, bahan Briket arang, umpan gas
bakar tungku, alat rumah producer
tangga, seni rupa
Pelepah kelapa Bahan bakar tungku Bahan bakar padat

Lumpur limbah CPO Pakan ternak Briket

Cangkang sawit Cuka kayu (produk Umpan gas producer


kimia)
Serat sawit Bahan bakar boiler Bahan bakar boiler

Serbuk gergaji Bahan bakar tungku Briket arang, umpan gas


producer, tungku
Serutan kayu Bahan bakar tungku Umpan gas producer

Limbah kayu Arang, particle board, Arang, briket arang,


kayu bakar umpan gas producer
Kotoran ternak Pupuk organik Biogas, briket

Sumber : Agustina dan A. Syafrian (2005)


B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mempelajari kelayakan pemanfaatan limbah tembakau (Nicotiana
tabacum L.) sebagai bahan bakar dalam bentuk briket biomasa.
2. Melakukan analisis potensi briket biomasa berbahan baku limbah
tembakau (Nicotiana tabacum L.) sebagai salah satu sumber energi
alternatif.

C. MANFAAT

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah terbukanya peluang


pemanfaatan limbah tembakau (Nicotiana tabacum L.) sebagai bahan bakar
alternatif untuk proses pengeringan tembakau. Penelitian ini juga memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)


Tembakau (Nicotiana tabacum L.) termasuk kedalam kelas
Dycotiledoneae, ordo Personatae, famili Solanaceae, dan genus Nicotiana.
Tembakau adalah tumbuhan herba semusim yang ditanam untuk mendapatkan
daunnya dengan genus tanaman berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika
Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan
baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk
rokok atau cerutu (www.wikipedia.org).
Menurut Sholeh dan Machfudz (1997) dalam Hastuti (2003), tanaman
tembakau merupakan tanaman tropis dan dapat tumbuh dalam rentang iklim yang
luas. Tembakau dapat tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 2.000 meter
di atas permukaan laut. Suhu optimum selama pertumbuhan 27 – 34 °C dan
memerlukan intensitas cahaya matahari yang kuat.

Gambar 1. Tanaman tembakau Nicotiana tabacum L.


Sumber : www.pnm.my

Habitus tembakau virginia (Nicotiana tabacum L.) sebelum berbunga


seperti kerucut dan apabila tanaman sudah dipangkas menjadi bentuk silindris
(Suwarso, 1997). Tinggi tanaman pada kondisi pertumbuhan normal dapat
mencapai 2 meter atau lebih dengan batang yang tegak, kuat dan berkayu. Daun
bawah lebih kuat dibanding dengan daun diatasnya dan daun pucuk bentuknya
lebih runcing. Daun tembakau virginia berwarna hijau sampai hijau muda atau
hijau kekuningan. Bunga temasuk bunga majemuk berbentuk terompet tumbuh di
ujung batang. Warna mahkota bunga bagian atas merah dan di bagian bawah
berwarna putih.

Gambar 2. Tembakau Virginia Nicotiana tabacum L.

Sumber : www.wikipedia.org

B. PENGELOLAAN PASCA PANEN TEMBAKAU


Pada tahun 2002 areal tanaman tembakau Indonesia rata-rata seluas
200.000 hektar per tahun dengan total produksi tembakau mencapai 120.000 ton
per tahun (www.deptan.go.id). Diketahui program kemitraan tembakau antara PT.
HM. Sampoerna dengan petani melibatkan 2.035 petani dengan luas lahan 4.820
hektar dan menghasilkan produksi tembakau 10.650 ton setiap tahun
(www.sampoernafoundation.org). Budidaya tanaman tembakau (Nicotiana
tabacum L.) yang didukung dengan proses penanganan panen yang baik,
penanganan daun basah baik dan proses pengeringan baik akan menghasilkan
produksi yang optimal (Hastuti, 2003).
Menurut Tirtosastro (1998), panen tembakau dilakukan dengan cara
memetik satu per satu daun yang cukup masak untuk diolah. Panen umumnya
dilakukan dengan tangan dan pada saat pemetikan tersebut perlu diperhatikan
tingkat kemasakan daun, saat dan cara pemetikan, serta melindungi dengan segera
daun yang baru dipetik. Cara pemetikan yang baik adalah tanpa menimbulkan
pelukaan pada daun.
Pengolahan daun tembakau bertujuan mengubah daun tembakau menjadi
bahan setengah jadi berupa kerosok atau rajangan. Sebagai bahan baku rokok,
daun tembakau yang sudah menjadi kerosok atau rajangan masih harus melalui
proses pengumuran (aging) sehingga menjadi bahan jadi yang siap diracik
menjadi rokok.
Pengolahan tembakau dikategorikan sebagai proses curing yaitu proses
untuk mengubah daun tembakau segar sampai mencapai keadaan tertentu
sehingga akhirnya daun tembakau dapat dimanfaatkan oleh perusahaan (Voges,
1984). Hall (1971) dalam Tirtosastro (1998) mendefinisikan curing sebagai usaha
untuk mendapatkan perubahan fisiologis tertentu pada daun tembakau dengan
mengatur suhu dan kelembaban lingkungan. Proses pengolahan tembakau
mempunyai peranan cukup besar terhadap mutu tembakau yang dihasilkan.
Berbagai senyawa kimia yang berpotensi mendukung mutu yang ada pada daun
seperti kandungan karbohidrat, karoten, santofil, dan senyawa fenol harus
dipertahankan tetap tinggi di dalam daun. Sedangkan senyawa klorofil dan pati
diusahakan serendah-rendahnya. Proses pengeringan (curing) meliputi fase
penguningan (yellowing), fase pengikatan daun (fixing color), fase pengeringan
lamina (lamina drying) dan pengeringan gagang (stem drying). Pengelolaan pasca
panen tanaman tembakau dan potensi terbentuknya limbah dapat dilihat pada
Gambar 3.
Daun hijau

Sortasi

Pemeraman

Penghilangan stem

Penggulungan
Gambar 4. Limbah stem

Perajangan

Penjemuran

Tembakau rajangan

Pembungkusan

Gambar 3. Bagan alir pengelolaan pasca panen tanaman tembakau dan


potensi limbahnya (Tirtosatro,1998)

C. SISTEM PEMANASAN PENGERINGAN TEMBAKAU


Pengolahan daun tembakau menjadi kerosok dilakukan dalam ruangan
dengan menggunakan sistem pemanasan langsung atau tidak langsung. Daun
basah dikeringkan di dalam gudang pengeringan (oven) dengan menggunakan
udara panas hasil pembakaran bahan bakar dalam kompor dan dialirkan melalui
sistem pemindah panas (flue pipe). Berdasarkan bahan bakar yang digunakan,
daun tembakau virginia dapat dikeringkan menggunakan oven yang berbahan
bakar minyak tanah ataupun sumber energi lainnya (Hastuti, 2003). Kriteria
penting bahan bakar untuk menghasilkan kerosok virginia flue cured perlu
mempertimbangkan aspek antara lain :
1) Harganya murah dan mudah didapat/tersedia cukup di pasaran.
2) Mempunyai daya bakar tinggi sehingga mudah mencapai terget suhu yang
ditetapkan.
3) Aman dipakai dan tidak berpengaruh negatif terhadap lingkungan.
4) Panas yang dihasilkan pada target suhu tertentu cukup stabil.
5) Tidak berpengaruh negatif terhadap rasa dan aroma kerosok.
Oven (Curing Barn) adalah bangunan berbentuk rumah dengan dinding
batu bata yang dilengkapi sistem pemanas udara dan ventilasi. Oven tradisional
dengan bahan bakar kayu umumnya mempunyai ukuran 6 x 6 x 7 m3 dengan
kapasitas muat 3,5-4,0 ton daun tembakau (Tirtosastro, 1998). Berbagai jenis
bahan bakar yang dapat digunakan sebagai penghasil panas pada proses
pengeringan tembakau antara lain :
1) Oven dengan bahan bakar kayu dan arang
Kayu dibakar pada tungku atau dapur api dan udara panas yang dihasilkan
kemudian dialirkan melalui pipa pindah panas (heat exchange) dan sisa
pembakaran dikeluarkan melalui cerobong. Dengan cara demikian udara
panas yang dihasilkan cukup bersih sehingga aroma dan rasa tembakau
tidak terkontaminasi oleh asap pembakaran. Sistem pemindah panas bahan
bakar arang (BBA) biasanya hanya digunakan pada oven-oven sederhana
dengan dinding gedeg yaitu bilah bambu yang dianyam. Oven yang
digunakan umumnya mempunyai ukuran kecil yaitu 4 x 4 x 5 m3, isi 1-2
ton daun tembakau. Onggokan arang dibakar di lantai oven (Lampiran 1).
Untuk pengamanan, bara api diberi sungkup atau peneutup dari seng.
Penggunaan BBA dapat menghasilkan udara yang bersih pada lingkungan.
2) Oven dengan bahan bakar minyak tanah
Bahan bakar minyak tanah digunakan pada oven dengan kompor sebagai
pembakar dan dilengkapi sistem distribusi panas ke dalam ruang oven.
Terdapat beberapa macam kompor beserta sistem pemanasnya yang biasa
digunakan.
Kompor Smith adalah kompor yang menggunakan sumbu, sudah dikenal
sejak lama sebagai sistem pemanas oven tembakau virginia. Kompor
Smith saat ini tidak dipakai lagi karena target suhu tinggi pada fase
pengeringan sulit tercapai.
Kompor Bros berbentuk spiral terbuat dari pipa logam. Penyalaan
kompor dimulai dengan pemanasan pipa spiral terlebih dahulu untuk
menghasilkan uap minyak tanah yang lewat didalamnya. Selanjutnya
kompor dinyalakan pada mulut pipa tersebut. Sistem pemanas kompor
Bros dapat menggunakan instalasi BBK atau yang lebih sederhana.
Kompor Bros banyak digunakan oleh petani sebagai pemanas tembakau
karena cukup efisien yang menggunakan pipa pindah panas berlubang.
Kompor Buckeye pada prinsipnya bekerja dimana minyak tanah yang
dituangkan pada plat panas sehingga menguap dan terbakar. Pada kompor
Buckeye penyebaran panasnya hanya melalui bagian pojok dinding
sehingga penyebaran panas tidak efisien.
Kompor Miyahara memerlukan energi listrik untuk menggerakkan kipas
yang mengalirkan udara panas. Nyala yang dihasilkan cukup baik, suhu
dapat diatur dengan mengatur besarnya aliran minyak tanah dan kecepatan
kipas. Kelemahan kompor ini adalah : 1) memerlukan energi listrik, dan 2)
arah tungku menghadap ke atas sehingga mengakibatkan panas tidak dapat
merata dan menjadikan pipa pindah panas mudah keropos.

D. DENSIFIKASI
Abdullah et al. (1998) menyatakan bahwa densifikasi atau pengempaan
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik suatu bahan agar mudah
dalam penggunaan dan pemanfaatannya selanjutnya diperoleh peningkatan
efisiensi nilai dari bahan yang digunakan. Densifikasi diterapkan pada bahan
curah atau dengan sifat fisik yang tidak beraturan. Hasil dari proses pengempaan
ini disebut dengan briket.
Limbah biomasa sebagai bahan baku dapat diubah dalam bentuk briket
sebagai hasil pengempaan. Pengempaan ini dilakukan dengan tekanan tertentu
untuk memperoleh bentuk briket dengan kepadatan yang dikehendaki. Pada
pembuatan briket, sebelum dikempa bahan baku yang akan dijadikan briket
dicampur terlebih dahulu dengan bahan perekat. Setelah pengempaan, dilakukan
pengeringan untuk mengurangi kadar air briket.
Sebelum dilakukan pengempaan, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu :
kondisi bahan, perekat, tekanan pengempaan, alat dan mesin pengempa,
karbonisasi (bila diperlukan) dan mutu briket yang dihasilkan. Perlakuan bahan
sebelum pengempaan antara lain adalah sortasi untuk memisahkan bahan baku
dari benda asing, penggilingan untuk menyeragamkan ukuran bahan dan proses
pengeringan untuk mengurangi kadar air pada bahan. Mutu briket sebagai bahan
bakar dipengaruhi oleh jenis bahan baku, jumlah perekat dan kadar air briket.
Faktor lain yang berpengaruh adalah tekanan pengempaan itu sendiri (Abdullah et
al., 1998).
Besarnya tekanan pengempaan akan berpengaruh juga terhadap densitas
dan porositas briket yang dihasilkan dan lebih lanjut akan berpengaruh terhadap
efisiensi pembakaran briket sebagai bahan bakar. Pengempaan dengan tekanan
tinggi tidak selalu menghasilkan mutu briket yang lebih baik karena dapat
menurunkan efisiensi pembakaran dan menyulitkan dalam penggunaannya.
Prosedur pembuatan briket biomasa dijelaskan dalam Gambar 5.
Biomasa Pengeringan Karbonisasi

Sortasi

Pengempaan Pencampuran Pengecilan Pemisahan abu


ukuran

Pengeringan Perekat

Briket

Gambar 5. Proses pembuatan briket biomasa (Agustina, 2006)

Alat dan mesin pengempa briket yang telah ada dan digunakan di
masyarakat yaitu alat kempa tuas biasa, alat kempa tipe ulir, alat kempa hidrolik
(hydraulic). Alat kempa tuas biasa (alat kempa manual) berupa batang yang tegar,
lurus dan bekerja dengan prinsip kempa (press) secara manual. Briket yang
dihasilkan biasanya berbentuk silinder dengan garis tengah dan ketebalan briket
yang terbatas. Alat kempa jenis ini digunakan untuk membuat briket dengan
bahan dari berbagai jenis limbah pertanian dan limbah pengolahan hasil pertanian
atau pangan.

Gambar 6. Alat kempa briket tuas biasa di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi
Pertanian, Fateta, IPB
Alat pengempa briket tipe ulir berupa silinder panjang, di dalamnya
terdapat ruang-ruang kempa (press chamber). Di dalam ruang kempa terdapat
sumbu berbentuk konus yang dapat berputar. Prinsip kerja alat ini menyerupai
prinsip kerja ekstruder. Mesin kempa briket jenis ulir (screw pressing) telah
dikembangkan di Asian Institute of Technology (AIT), Thailand dengan
menggunakan sumber tenaga motor listrik dan motor diesel.

Gambar 7. Alat kempa briket jenis ulir (screw pressing),


dikembangkan di Fateta, IPB

Menurut Mawarti (2006), pengempa hidrolik umumnya digunakan untuk


pengempaan penuh. Pengempa hidrolik ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian
pompa hidrolik (hydroulic pump) dan ruang kempa (chamber press). Pengempaan
dapat dilakukan dengan beban 30 ton untuk pembuatan 16 contoh uji briket.

Tampak atas

Gambar 8. Sketsa alat kempa briket hidrolik di Laboratorium Kimia Kayu dan
Kimia Kayu dan Energi, Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor.
E. BRIKET BIOMASA
1. Definisi Briket
Briket merupakan bahan bakar padat dengan dimensi tertentu yang
seragam, diperoleh dari hasil pengempaan bahan berbentuk curah, serbuk,
berukuran relatif kecil atau tidak beraturan sehingga sulit digunakan sebagai
bahan bakar dalam bentuk aslinya (Agustina dan A. Syafrian, 2005). Kelebihan
penggunaan briket limbah biomasa sebagai substitusi kerosene dan LPG antara
lain :
1) Biaya bahan bakar lebih murah.
2) Tungku dapat digunakan untuk berbagai jenis briket.
3) Lebih ramah lingkungan (green energy).
4) Merupakan sumber energi terbarukan (renewable energy).
5) Membantu mengatasi masalah limbah dan menekan biaya pengelolaan
limbah.
2. Pembuatan Briket Biomasa
Pembuatan briket terdiri dari beberapa tahap utama, yaitu : sortasi bahan,
pencampuran serbuk dan perekat, pengempaan serta pengeringan.
Sortasi bahan didahului dengan penghancuran bentuk serat menjadi
struktur serasah (cacahan). Alat yang digunakan untuk membuat struktur serat
menjadi bentuk cacahan antara lain hammer mill, cutting mill, ataupun slicer.
Pengecilan ukuran adalah suatu bentuk proses penghancuran dari
pemotongan bentuk padatan menjadi bentuk yang lebih kecil oleh gaya mekanik.
Terdapat empat cara yang diterapkan pada mesin-mesin pengecilan ukuran, yaitu
(1) kompresi, pengecilan ukuran dengan tekstur yang keras (2) impact atau
pukulan, digunakan untuk bahan padatan dengan tekstur kasar (3) attrition,
digunakan untuk menghasilkan produk dengan tekstur halus dan (4) cutting,
digunakan untuk menghasilkan produk dengan ukuran dan bentuk, tekstur tertentu
(Mc. Cabe et al., 1976).
Bahan baku untuk membuat briket harus cukup halus untuk dapat
membentuk briket yang baik. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar pada
waktu melakukan perekatan sehingga mengurangi keteguhan tekan dari briket
yang dihasilkan (Ramaswarmi, 1937). Perbedaan ukuran serbuk mempengaruhi
keteguhan tekan dan kerapatan briket yang dihasilkan (Boejang, 1973).
Tujuan pencampuran serbuk dengan perekat adalah untuk memberikan
lapisan tipis dari perekat pada permukaan partikel arang. Tahap ini merupakan
tahapan penting dan menentukan mutu briket yang dihasilkan. Campuran yang
dibuat tergantung pada ukuran serbuk, macam perekat, jumlah perekat, dan
tekanan pengempaan yang dilakukan (Karch dan Boutette, 1983).
Ada beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai perekat, yaitu pati,
clay, molase, resin tumbuhan, pupuk hewan, tanin, dan ter. Perekat yang
digunakan sebaiknya yang mempunyai bau yang baik bila dibakar, kemampuan
merekat yang baik, harganya murah, dan mudah diperoleh (Karch dan Boutette,
1983).
Pemakaian ter, pitch, dan molase sebagai bahan perekat menghasilkan
briket yang berkekuatan tinggi tetapi mengeluarkan banyak asap jika dibakar.
Bahan perekat pati, dekstrin, dan tepung beras akan menghasilkan briket yang
tidak berasap dan tahan lama tetapi nilai kalornya tidak setinggi arang kayu
(Hartoyo et al., 1978).
Tabel 2. Komposisi kimia pati.
Komposisi Jumlah (%)

Air 9-8

Protein 0,3-0,1

Lemak 0,1-0,4

Abu 0,1-0,8

Serat kasar 81-89

Sumber : Kirk dan Othmer (1967) dalam Suryani (1986)

Proses perekatan yang baik ditentukan dari hasil pencampuran bahan


perekat yang dipengaruhi oleh bekerjanya alat pengaduk (mixer), komposisi bahan
perekat yang tepat dan ukuran pencampurannya. Achmad (1991), menyatakan
bahwa untuk setiap 1 kg serbuk bahan cukup dicampurkan dengan perekat yang
terdiri dari 30 gram tepung tapioka (3 % dari berat serbuk bahan) dan air sebanyak
1 liter.
Pengempaan dilakukan untuk menciptakan kontak antara permukaan
bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah perekat dicampurkan dan
tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai
mengalir ke segala arah permukaan bahan. Pada saat bersamaan dengan terjadinya
aliran, perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi perekat
ke permukaan yang belum terkena perekat (Knight (1952) dalam Kirana, 1985).
Millstein dan Morkved (1960) menyatakan besar tekanan yang diberikan untuk
pembuatan arang briket umumnya sebesar 1000 kg/cm2.
Pengempaan dalam pembuatan briket dapat dilakukan dengan alat
pengepres tipe compression atau extrusion. Menurut Soeparno (1994) dalam
Wijaya (2002), arang briket umumnya dibuat dengan menggunakan straight
hidraulic compression press.
Perbedaan tekanan berpengaruh terhadap keteguhan tekan dan kerapatan
arang briket. Hartoyo et al. (1978) menyatakan bahwa pada umumnya semakin
tinggi tekanan yang diberikan maka akan cenderung memberikan hasil arang
briket dengan kerapatan dan keteguhan tekan yang semakin tinggi.
Suhu dan waktu pengeringan yang digunakan dalam pembuatan briket
tergantung dari jumlah kadar air campuran dan macam pengering. Suhu
pengeringan yang umum dilakukan adalah 60 °C selama 24 jam. Tujuan dari
pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air dalam briket agar sesuai dengan
ketentuan kadar air briket yang berlaku. Pengeringan dapat dilakukan dengan
bermacam-macam alat seperti kiln, oven atau dengan penjemuran.

3. Mutu Briket
Kriteria sederhana suatu bahan dapat menjadi bahan bakar adalah :
1) Memiliki nilai kalor tinggi yang mencukupi standar.
2) Jumlah ketersediaan bahannya yang cukup.
3) Mudah terbakar.
4) Nyaman dalam penggunaan.
Arang yang baik untuk bahan bakar adalah sebagai berikut (Wardi, 1969) :
1) Warna hitam dengan nyala kebiru-biruan.
2) Mengkilap pada pecahannya.
3) Tidak mengotori tangan.
4) Terbakar tanpa berasap, tidak memercik dan tidak berbau.
5) Dapat menyala terus tanpa dikipas.
6) Berdenting seperti logam.
Menurut Hendra dalam Pari (2002), briket dikatakan memiliki mutu yang
baik dan berkualitas apabila hasil pembakarannya memiliki ciri-ciri :
1) Tidak berwarna hitam dan apabila dibakar api yang dihasilkannya
berwarna kebiru-biruan.
2) Briket terbakar tanpa berasap, tidak memercikkan api dan tidak berbau.
3) Tidak terlalu cepat terbakar.
4) Berdenting seperti logam ketika dipukul.
Bila ditinjau dari nilai kalornya, briket arang dengan nilai kalor 6.000 –
8.000 kal/g merupakan bahan bakar yang cukup baik dibandingkan dengan bahan
bakar lainnya. Perbandingan nilai kalor dari berbagai unit bahan bakar dan briket
biomasa dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Perbandingan nilai kalor unit bahan bakar.


Jenis Bahan Nilai Kalor (kal/g)
Sekam padi 3.570
Tempurung kelapa 4.707
Kayu Bakar 3.500
Minyak Tanah 10.500 – 10.700
Solar 10.500 – 10.700
Batubara 6.865 – 8.277
Arang kayu 7.433
Briket kayu 4.700 – 4.800
Briket Arang 6.000 – 8.000
Sumber : Anonim (1992) dalam Batubara (1994)
Tabel 4. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis briket biomasa.
No Jenis briket dan biomassa Nilai kalor (kJ/kg)
1 Briket bagasse 17.638
2 Briket ampas jarak (B2TE-BPPT) 16.399
3 Briket ampas jarak (Tracon Ind) 16.624
4 Briket arang ampas jarak 19.724
5 Briket serbuk gergaji 18.709
6 Kayu bakar (jenis akasia) 17.270
7 Arang batok kelapa 18.428
8 Bonggol jagung 15.455
9 Briket arang bonggol jagung 20.174
10 Briket limbah lumpur sawit 10.896
11 Getah jarak (gum) 23.668
12 Briket alang-alang 16.247
Sumber : Agustina, 2007

Kualitas briket yang baik adalah briket yang memenuhi standar mutu agar
dapat digunakan sesuai dengan keperluannya. Kualitas briket umumnya
ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya antara lain ditentukan oleh kadar
air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, kerapatan,
ketahanan tekan, dan nilai kalor. Kadar zat mudah menguap erat hubungannya
dengan kecepatan bakar, waktu pembakaran, dan kecenderungan mengeluarkan
asap dari briket tersebut, sedangkan kadar abu dan kelembaban mempengaruhi
nilai bakar (Yulistina, 2001).

F. ARANG SEKAM
Sekam padi adalah salah satu hasil sampingan dari proses penggilingan
padi. Pengarangan sekam padi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
meningkatkan nilai kalor sekam padi tersebut dan selanjutnya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar untuk berbagai keperluan rumah tangga maupun industri.
Tujuan lain dari pengarangan sekam padi adalah untuk mempermudah
penanganan sekam padi menjadi bahan bakar, mengurangi asap pembakaran, serta
mempermudah penyimpanan (Abdullah et al., 1998). Arang sekam digunakan
sebagai bahan briket karena sifatnya yang getas sehingga proses pengempaan
dapat dilakukan dengan mudah), mudah bercampur dengan bahan perekat, kadar
lignin rendah, dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi sebesar 3.300 kkal/kg
(Nugraha dan Setiowati (2005) dalam Mawarti, 2006).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. TATA LAKSANA
1. Metoda Penelitian
Penelitian pemanfaatan limbah berupa stem (gagang) tembakau (Nicotiana
tabacum L.) sebagai bahan bakar padat briket terbagi dalam dua tahap. Pada
penelitian tahap pertama dilakukan analisis awal kelayakan teknis limbah
tembakau berupa stem, seperti analisis ketersediaan bahan baku briket (stem) serta
kualitas bahan baku tersebut sebagai bahan bakar briket. Pada penelitian tahap
kedua dilakukan pembuatan briket dan selanjutnya dilakukan analisis kelayakan
teknis serta perhitungan analisis ragam data dengan rancangan percobaan. Dalam
kelayakan teknis, dilakukan pengujian komposisi briket berbahan stem dengan
penambahan arang sekam untuk menghasilkan produk briket dengan kualitas
terbaik (nilai kalor diharapkan dapat meningkat) dan selanjutnya dilakukan
pengujian tekanan (alat kempa manual dan hidrolik) untuk membandingkan nilai
kerapatan dan keteguhan tekan briket. Perbandingan komposisi stem dengan arang
sekam dan tekanan alat kempa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan komposisi dan alat kempa briket.


Perlakuan Komposisi Kadar Alat kempa
Stem tembakau : Arang sekam perekat
P1 1 1 10 % Kempa manual
P2 1 1 10 % Kempa hidrolik
P3 2 1 10 % Kempa namual
P4 2 1 10 % Kempa hidrolik
P5 1 0 10 % Kempa manual
P6 1 0 10 % Kempa hidrolik

Keterangan :
P1 Briket kempa manual 225 gr stem tembakau ditambah 225 gr arang sekam
P2 Briket kempa hidrolik 225 gr stem tembakau ditambah 225 gr arang sekam
P3 Briket kempa manual 300 gr stem tembakau ditambah 150 gr arang sekam
P4 Briket kempa hidrolik 300 gr stem tembakau ditambah 150 gr arang sekam
P5 Briket kempa manual 450 gr stem tembakau
P6 Briket kempa hidrolik 450 gr stem tembakau
Dalam penelitian ini, segmen pengguna briket merupakan industri rumah
tangga sehingga hasil dari penggunaan jenis alat kempa briket bertuas biasa
(kempa manual) dalam penelitian ini lebih ditekankan. Jenis perekat yang
digunakan dalam pembuatan briket adalah perekat tapioka. Pemilihan jenis
perekat ini berdasarkan atas tingkat kemudahan untuk diperoleh serta harga yang
murah sehingga sesuai dengan segmen pengguna (industri rumah tangga). Dalam
penelitian ini digunakan perekat 10 % dalam komposisi bahan karena dengan
perekat 5 % (uji sebelumnya) tidak didapatkan produk briket yang baik (mudah
terurai).
Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap satu faktor dengan dua kali ulangan. Model matematikanya adalah
(Yitnosumarto, 1991) :
Yijk = µ + τi + εij
i = 1,2,3 (a, komposisi bahan)
j = 1,2 (n, ulangan)

dimana :
Yijk = hasil atau nilai pengamatan
µ = nilai tengah umum
τi = pengaruh perlakuan komposisi bahan pada level ke-i
εijk = kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan level ke-i ulangan ke-j

2. Parameter Penelitian
a. Penelitian Tahap Pertama
Sebagai parameter penelitian ditahap pertama adalah potensi ketersediaan
jumlah dan pengujian nilai kalor limbah tembakau untuk pembuatan bahan bakar
padat briket.

b. Penelitian Tahap Kedua


Parameter utama uji mutu produk briket yang diteliti pada penelitian tahap
kedua adalah : nilai kalor, kerapatan (densitas), ketahanan briket terhadap
pembebanan, laju pembakaran serta kemudahan penggunaan produk briket yang
dihasilkan, kadar abu dan kadar zat mudah menguap.
Parameter lain yang di uji dalam penelitian ini adalah penetapan kadar air.
Pengukuran kadar air dilakukan hanya untuk mendukung penyajian data dari
kinerja pembakaran dan laju pembakaran produk briket karena kadar air briket
tidak dapat digunakan sebagai parameter saat membandingkan mutu briket
berdasarkan komposisi.

B. METODA PENGAMBILAN DATA DAN PENGUKURAN


Metoda pengambilan data yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini
adalah pengambilan data sekunder dan pengambilan data primer. Pada penelitian
tahap pertama, digunakan pengambilan data sekunder berupa kajian pustaka
(publikasi) sebagai sumber informasi pendukung terkait dengan ketersediaan
jumlah limbah berupa stem tembakau sebagai bahan baku pembuat briket. Data
yang diambil berkenaan dengan pola produksi dan produktifitas tembakau. Pada
penelitian tahap kedua, digunakan pengambilan data berupa data primer, meliputi
analisis proses dengan ruang lingkup kebutuhan bahan bakar pada proses
pengeringan tembakau. Perhitungan terhadap masukan bahan bakar yang
digunakan dilakukan dengan memasukkan berbagai data sekunder. Penelitian
tahap kedua dilakukan berdasarkan alur kegiatan sesuai bagan alir pada Gambar 9.
Persiapan bahan Penimbangan, pencampuran Pengempaan
Mulai
dan alat bahan dan perekat briket

Pencatatan data primer setelah proses pengempaan selesai :


- Berat briket basah yang dihasilkan
- Penampakan permukaan briket yang dihasilkan

Proses pengeringan dan penimbangan briket kering

Pengukuran parameter uji mutu briket : kadar air, kadar abu,


kadar zat mudah menguap, kerapatan (densitas), ketahanan
briket terhadap beban, nilai kalor dan laju pembakaran briket
(amati dan catat berat serta waktu pembakaran).

Analisa data parameter uji mutu briket yang dihasilkan, serta


pengamatan dan pencatatan data saat uji kinerja pembakaran :
- Bentuk permukaan briket
- Kemudahan terbakar, nyala api
- Asap yang ditimbulkan dari proses pembakaran

Analisa ragam data dengan rancangan percobaan

Pengolahan dan pembahasan data penelitian

Selesai Kesimpulan dan saran hasil penelitian

Gambar 9. Bagan alir kegiatan penelitian tahap kedua


Prosedur pembuatan briket berbahan baku limbah gagang (stem) tembakau:

Limbah tembakau (stem) terlebih dahulu


Pembuatan perekat diawali dengan
Mulai dikeringkan dengan oven (50 °C, 4 jam).
menyiapkan 1 liter air dalam wadah
Selanjutnya stem direduksi ukurannya
kemudian masukkan 100 gram tapioka dan
dengan disc mill, lolos saring 60 mesh.
panaskan dengan terus mengaduknya
Kemudian ditimbang dengan basis berat
hingga didapatkan larutan pekat kemudian
masing-masing bahan 450 gram dan
dinginkan untuk menghasilkan perekat.
masukkan ke dalam wadah.

Campurkan bahan (stem) dan arang sekam


dengan perekat tapioka berdasar tabel
perbandingan komposisi bahan kemudian
dicetak dan dikempa dengan alat kempa
manual dan hidrolik.

Timbang briket basah sebagai data berat


basah briket (BB).

Keringkan briket basah dalam drying oven


(60 °C) hingga briket memiliki kadar air ±
10 % atau pada kondisi layak bakar.

Setelah sampel dikeringkan, sampel diambil


pada masing-masing perlakuan untuk dihitung
volume dan ditimbang beratnya, kemudian
hasil yang didapat dicatat sebagai data berat
kering briket (BK).

Selanjutnya dilakukan pengukuran uji mutu


Selesai dan uji kemudahan penggunaan (pembakaran)
produk briket dengan dua kali ulangan.

Gambar 10. Bagan alir prosedur pembuatan briket limbah stem tembakau
C. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku pembuatan briket adalah limbah agroindustri tembakau dan
arang sekam padi. Sebagai bahan perekat yang digunakan adalah pati (tapioka).
Alat yang digunakan dalam pembuatan briket antara lain adalah alat
kempa press manual, alat kempa press hidrolik, drying oven, disc mills, timbangan
digital, wadah plastik, pengaduk, tungku, pengukur waktu, kamera digital dan alat
tulis.

D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Oktober
2007 dan dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi, Departemen Teknik
Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta di Laboratorium Kimia Kayu dan Energi,
Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor.

E. METODA PENGUKURAN UJI MUTU


Metoda pengukuran uji mutu briket :
1. Penetapan Nilai Kalor
Nilai kalor suatu bahan bakar biomasa adalah jumlah energi panas yang
dapat dilepaskan pada setiap satu satuan massa bahan bakar tersebut apabila
terbakar habis dengan sempurna (dalam satuan kkal/kg). Prinsip penentuan
nilai kalor adalah mengukur energi yang ditimbulkan pada pembakaran satu
gram arang dengan mengukur perubahan suhu fluida pada volume tetap,
dimana pembakaran terjadi dalam bejana tertutup. Pengukuran nilai kalor
dilakukan dengan alat Adiabatic Bomb Calorimeter.
Besarnya nilai kalor suatu bahan sesuai dengan persamaan :
Nilai ekivalen air : Na = H s x ms
- ma
∆t
Nilai kalor bahan : Hb = ∆t (Na + ma)
x 4.186
mb

Dimana Na = nilai ekivalen air


Hs = nilai kalor sampel (kal/gr)
Hb = nilai kalor bahan (kal/gr)
ms = massa sampel (gram)
mb = massa bahan (gram)
ma = massa air pada bejana dalam (gram)
∆t = kenaikan suhu pada bejana dalam (°C)
Cp = panas jenis air (j/kg k)

2. Kerapatan (densitas)
Kerapatan suatu bahan adalah jumlah massa suatu bahan setiap satuan
volumenya. Kerapatan dipengaruhi oleh besarnya tekanan pengempaan yang
diberikan dan hal ini berpengaruh pada efisiensi pembakaran briket sebagai
bahan bakar.
Prinsip penentuan kerapatan atau berat jenis dinyatakan dalam hasil
perbandingan antara berat dan volume briket.
Berat (gram)
Kerapatan =
Volume (cm3 )

3. Keteguhan Tekan
Prinsip pengukuran keteguhan tekan adalah mengukur kekuatan tekan
briket dengan memberikan tekanan sampai briket pecah. Pengukuran
ketahanan tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing
Gebruder Amsler. Penekanan yang diberikan dilakukan secara perlahan-lahan
sampai briket tersebut pecah. Angka pada skala bila dikonversikan dalam
satuan kg/cm2 merupakan besar keteguhan pecah briket per satuan luas.
Penentuan ketahanan tekan dapat dirumuskan sebagai berikut :
P = Mb
A
dimana : P = Ketahanan beban briket (kg/cm2)
Mb = Beban yang diterima briket (kg)
A = Luas permukaan briket (cm2)

4. Penetapan Kadar Karbon Terikat


Prinsip penetapan kadar karbon terikat adalah dengan menghitung fraksi
karbon dalam briket, tidak termasuk zat menguap dan abu. Kadar karbon
terikat dapat dihitung dengan rumus :
Kadar Karbon Terikat = 100 – (Kadar abu + Kadar zat menguap)%
5. Penetapan Kadar Abu
Cawan porselin yang masih kosong ditempatkan dalam tanur listrik pada
suhu 600 °C sampai berat cawan konstan. Kemudian contoh dimasukkan ke
dalam cawan porselin tersebut. Cawan berisi contoh ditempatkan kembali
dalam tanur listrik dengan suhu 600 °C selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang.
a
Kadar abu (%) = x100%
b
a = bobot sisa contoh (gr)
b = bobot contoh kering tanur (gr)

6. Penetapan Kadar Zat Menguap


Prinsip penetapan kadar zat menguap adalah dengan menguapkan bahan
yang tidak termasuk air dengan menggunakan energi panas.
Cawan porselin yang berisi contoh yang berasal dari penentuan kadar air
dipanaskan dalam tanur listrik dengan suhu 950 °C selama 6 menit dan
didinginkan dalam eksikator selanjutnya ditimbang.
a −b
Kadar Zat Mudah Menguap (%) = x100%
a
dimana : a = Kehilangan bobot contoh (gr)
b = Berat contoh kering tanur (gr)

7. Laju Pembakaran
Prinsip yang digunakan adalah untuk mengetahui berat briket terbakar
habis per satuan waktu. Laju pembakaran ini terkait dengan kerapatan briket
serta tekanan pengempaan yang diberikan.
Laju pembakaran dinyatakan dengan persamaan berikut :
v = Mt
t
dimana : v = Laju pembakaran briket (gr/det)
Mt = Massa briket yang terbakar (gram)
t = Waktu pembakaran (detik)
8. Uji Performasi Pembakaran Briket
Uji performasi pembakaran pada masing- masing sample berdasar :
- Kemudahan pembakaran
- Asap yang ditimbulkan
- Percikan dan warna api

9. Penetapan Kadar air


Prinsip penetapan kadar air adalah dengan menguapkan bagian air bebas
yang terdapat dalam briket sampai terjadi keseimbangan antara kadar air
briket dengan udara sekitar dengan menggunakan energi panas.
Contoh sebanyak satu gram (bobot kering udara) ditempatkan di dalam
cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang telah berisi
contoh tersebut dipanaskan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam.
Bobot Bahan Baku (gram)
a −b
Kadar air (%) = x100%
a
a = bobot contoh sebelum pemanasan (gr)
b = bobot contoh setelah pemanasan (gr)

F. METODA ANALISIS
Analisis mutu (kelayakan teknis) terhadap produk briket dilakukan dengan
membandingkan data pengamatan yang diperoleh selama proses pembuatan dan
pengukuran uji mutu briket limbah tembakau dengan pustaka (data pengamatan).
Selanjutnya dilakukan analisis data penelitian dengan statistik sehingga didapat
kesimpulan berpotensi atau tidaknya produk briket biomasa berbahan baku limbah
stem tembakau (Nicotiana tabacum L.) sebagai salah satu sumber energi
alternatif. Analisis kelayakan briket berbahan stem tembakau sebagai bahan bakar
dilakukan berdasarkan potensi kandungan energi briket tersebut, jumlah
ketersediaan bahannya serta keekonomian penggunaannya bila dibandingkan
dengan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang selama ini telah banyak
digunakan oleh petani tembakau. Sifat fisik dan kimia briket arang buatan Jepang,
Inggris, USA dan Indonesia dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini
(lihat pada Tabel 6).
Tabel 6. Sifat briket arang buatan Jepang, Inggris, USA dan Indonesia.

Sifat Briket Arang Jepang Inggris Amerika SNI


Kadar air 6-8 3,6 6,2 7,57
(moisture content) %
Kadar zat menguap 15-30 16,4 19-28 16,14
(volatile matter content) %
Kadar abu 3-6 5,9 8,3 5,51
(ash content) %
Kadar karbon terikat 60-80 75,3 60 78,35
(fixed carbon content) %
Kerapatan 1,0-1,2 0,48 1 0,44
(density) gram/cm3
Keteguhan tekan g/cm2 60-65 12,7 62 -
Nilai kalor 6.000-7.000 7.289 6.230 6.814,11
(calorific value) kal/gr
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (1994) dalam Rustini (2004)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA

Pada penelitian tahap pertama diketahui dari program kemitraan di PT.


HM. Sampoerna, dengan luas lahan 4.820 hektar menghasilkan 10.650 ton
tembakau setiap tahun dengan total limbah tembakau berupa gagang (stem)
sebesar 1,05 ton di setiap petani. Kuantitas produksi limbah ini memiliki peluang
untuk dimanfaatkan selain untuk mengurangi dampak cemaran limbah stem
terhadap lingkungan.
Stem merupakan biomasa sehingga memiliki peluang untuk dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada umumnya, biomasa yang digunakan
sebagai bahan bakar adalah jenis yang memiliki nilai ekonomis rendah atau
merupakan limbah hasil samping atau ekstraksi dari produk primernya (El Bassam
dan Maegaard, 2004).
Salah satu jenis pemanfaatan limbah biomasa sebagai bahan bakar industri
adalah Biomass Briquette (Biobriket). Dengan kuantitas produksi limbah stem
yang dihasilkan setiap tahunnya sebesar 1,05 ton, memiliki peluang sebagai bahan
bakar padat alternatif briket guna menghasilkan energi panas sebagai sumber
energi dalam proses pengeringan tembakau basah.
Menurut Hastuti (2003), dalam proses pengeringan tembakau (curing)
pada pengelolaan pasca panen tembakau, bahan bakar yang dapat digunakan
untuk pengovenan daun tembakau adalah bahan bakar minyak tanah. Pengovenan
dengan bahan bakar minyak tanah banyak dilakukan oleh petani Indonesia karena
mudah didapatkan. Namun agar petani tidak terus-menerus bergantung pada
minyak tanah sebagai bahan bakar fosil, perlu diupayakan sumber energi lainnya.
Dalam penelitian ini, bahan baku briket berupa stem diperoleh pada saat
proses sortasi dimana gagang tembakau (stem) kering tidak ikut diolah menjadi
rokok. Sebagai analisis awal, stem selanjutnya dikeringkan dengan oven
bertemperatur 55 °C selama 4 jam, untuk mengurangi kandungan air pada stem.
Stem direduksi ukurannya hingga lolos 60 mesh guna mempermudah pada saat
proses pembuatan briket. Pada analisis awal, diperoleh kadar air dan nilai kalor
pada stem dengan rata-rata sebesar 7,6 % dan 3.177 kal/gr.
B. PENELITIAN TAHAP KEDUA

Hasil pengujian mutu produk briket limbah tembakau disajikan pada Tabel
7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Hasil pengujian mutu produk briket limbah tembakau.

No Sifat Briket P1 P2 P3 P4 P5 P6
1 Nilai kalor (kal/gr) 2.789 3.690 2.969 4.945 2.894 2.902
2 Kerapatan (gr/cm3) 0,42 0,43 0,50 0,46 0,68 0,50
3 Keteguhan tekan (kg/cm2) 85 53,60 134 22,50 67 49,50
4 Kadar karbon terikat (%) 19,37 20,39 19,40 19,4 10,08 9,81
5 Kadar abu (%) 37,72 36,90 30,41 31,90 23,92 21,66
6 Kadar zat menguap (%) 42,90 42,70 50,44 48,69 66,0 68,52
7 Laju Pembakaran (gr/det) 0,09 0,10 0,05 0,35 0,02 0,05
8 Kadar air (%) 7,90 9,42 7,69 11,39 9,47 15,44

Tabel 8. Hasil kinerja pembakaran briket.


Kinerja P1 P2 P3 P4 P5 P6
Pembakaran
Kemudahan Sulit Mudah Mudah Mudah Mudah Mudah
terbakar dibakar dibakar dibakar dibakar dibakar dibakar
Nyala api Berasap Asap Berasap Asap Asap Asap
putih putih, putih, putih, putih, putih,
sedikit banyak sedikit sedikit sedikit
Percikan api Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat
percikan percikan percikan percikan percikan percikan
api api api api api api
Keutuhan Utuh, Hancur Utuh, Hancur Utuh, Hancur
produk tekstur tekstur tekstur
halus halus halus
Warna api Merah Merah Merah Merah Merah Merah
Keterangan :
P1 Briket (proporsi 50 % stem tembakau, kempa manual)
P2 Briket (proporsi 50 % stem tembakau, kempa hidrolik)
P3 Briket (proporsi 66,6 % stem tembakau, kempa manual)
P4 Briket (proporsi 66,6 % stem tembakau, kempa hidrolik)
P5 Briket (proporsi 100 % stem tembakau, kempa manual)
P6 Briket (proporsi 100 % stem tembakau, kempa hidrolik)
Data hasil penelitian selanjutnya dibandingkan dengan kualitas briket
arang buatan Jepang, Inggris, Amerika dan Indonesia. Berdasarkan pengujian
mutu produk briket berbahan stem tembakau, dihasilkan nilai kalor (2.789-4.945
kal/gr), kerapatan (0,42-0,68 gr/cm3), keteguhan tekan (22,50-134 kg/cm2), kadar
karbon terikat (9,81-20,39 %), kadar abu (21,66-37,72 %), kadar zat menguap
(42,70-68,52 %), laju pembakaran (0,02-0,10 gr/det), nilai kadar air (7,69-15,44
%) dan dari kinerja pembakaran, briket P5 (proporsi 100 % stem, berkempa
manual) memiliki kinerja pembakaran terbaik dengan produk yang mudah
dibakar, sedikit asap putih, terdapat percikan api, tekstur yang halus serta utuh
dengan warna api merah. Sulit dibakarnya produk briket P1 disebabkan masih
tingginya kandungan air pada pori-pori permukaan briket. Sedangkan banyaknya
asap yang dihasilkan pada briket P3 dikarenakan penambahan bahan perekat 10 %
yang kurang merata pada briket. Mudah terurainya (hancur) briket berkempa
hidrolik disebabkan rendahnya tekanan pengempaan sehingga penampakan briket
yang tidak padat.
Dari segi penampakan briket yang dihasilkan pada penelitian ini, briket
berkempa manual memiliki tekstur yang halus dan rata, tidak berdebu. Sedangkan
briket berkempa hidrolik memiliki tekstur sedikit kasar dan tidak sepadat briket
berkempa manual.

Gambar 11. Briket berkempa manual dan briket berkempa hidrolik


1. Briket Limbah Biomasa Stem Tembakau
Briket dibuat dari limbah biomasa stem tembakau dan arang sekam dengan
perbandingan komposisi 50 %; 66,6 % dan 100 % berkempa manual dengan
penambahan perekat tapioka 10 %. Penentuan mutu produk briket didasarkan atas
parameter utama nilai kalor, kerapatan, keteguhan tekan, kadar karbon terikat,
kadar abu, kadar zat menguap, laju pembakaran dan parameter lain, yaitu
penetapan kadar air. Sedangkan parameter kerapatan dan keteguhan tekan
selanjutnya akan dibandingkan dengan produk briket berkempa hidrolik.

3000

2950
Nilai kalor (kal/gr)

2900

2850

2800

2750

2700

2650
50 66,6 100
Proporsi limbah (stem) tembakau (%)

Gambar 12. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap nilai kalor

Penetapan nilai kalor bakar briket merupakan salah satu parameter untuk
menentukan kualitas briket dalam penggunaannya. Menurut Grover et al., (2002)
nilai kalor merupakan parameter utama pengukuran kualitas bahan bakar,
bertujuan untuk mengetahui nilai panas pembakaran yang dihasilkan briket.
Semakin tinggi nilai kalor, semakin baik kualitas briket yang dihasilkan. Sudrajat
(1984) menyatakan, semakin tinggi kerapatan bahan baku maka semakin tinggi
nilai kalor bakar yang dihasilkan.
Analisis ragam (Lampiran 2a) memperlihatkan bahwa briket dengan
komposisi stem dan arang sekam pada briket menunjukkan nilai kalor briket tidak
berbeda nyata. Dari Gambar 12 terlihat nilai kalor rata-rata tertinggi sebesar 2.969
kal/gr diperoleh dari briket dengan komposisi 300 gr limbah tembakau ditambah
150 gr arang sekam (proporsi 66,6 % stem). Sedangkan nilai kalor rata-rata
terendah sebesar 2.789 kal/gr diperoleh dari briket dengan komposisi 225 gr
limbah tembakau ditambah 225 gr arang sekam berkempa manual (proporsi 50 %
stem).
Menurut Nurhayati (1974) bahwa nilai kalor dipengaruhi oleh kadar abu
briket. Semakin tinggi kadar abu briket maka akan menurunkan nilai kalor briket
yang dihasilkan. Hasil penelitian membuktikan tingginya kadar abu maka
menghasilkan nilai kalor briket yang rendah. Dengan kadar abu yang tinggi berarti
kandungan silika pada briket (dengan penambahan arang sekam) tinggi. Nilai
kalor bakar briket dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan kadar abu didalam
arang sekam penyusun briket.
Nilai kalor bakar briket yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara
2.789-2.969 kal/gr. Nilai ini masih jauh lebih rendah dibawah briket arang buatan
Jepang (6.000-7.000 kal/gr), Inggris (7.289 kal/gr), Amerika (6.230 kal/gr) dan
Indonesia (6.814,11 kal/gr). Rendahnya nilai kalor dari penelitian ini diduga
karena pengaruh dari karakteristik bahan penyusun briket itu sendiri. Pada produk
briket dengan penambahan arang sekam, kualitas arang sekamnya sangat
menentukan nilai kalor briket. Apabila proses karbonisasi atau pengarangannya
dilakukan dengan baik maka akan menghasilkan produk briket dengan nilai kalor
yang baik. Selain karakteristik bahan, penggunaan bahan perekat pati tapioka 10
% juga dapat menyebabkan penurunan nilai kalor pada briket. Hartoyo et al.
(1978) menyatakan bahwa bahan perekat pati, dekstrin, dan tepung beras akan
menghasilkan briket yang tidak berasap dan tahan lama tetapi nilai kalornya tidak
setinggi arang kayu. Nilai kalor pembakaran bersifat adisi sehingga suatu bahan
yang memiliki nilai kalor rendah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan
yang memiliki nilai kalor lebih tinggi baik dengan penambahan komposisi bahan
ataupun dengan mengganti jenis perekat.

Tabel 9. Komposisi unsur biomasa.


Unsur Simbol Persen bobot (basis kering dan basis bebas abu)
Karbon C 44 – 51
Hidrogen H 5,5 – 6,7
Oksigen O 41 – 50
Nitrogen N 0,12 – 0,60
Sulfur S 0,0 – 0,2
Sumber: BTG (1987) dalam Palz (1985)
0,8
0,7

Kerapatan (gr/cm 3)
0,6
0,5
Briket berkempa manual
0,4
Briket berkempa hidrolik
0,3

0,2
0,1
0
50 66,6 100
Proporsi limbah (stem) tembakau (%)

Gambar 13. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap kerapatan

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 2b) bahwa kerapatan briket


dengan komposisi stem dan arang sekam menunjukkan kerapatan yang berbeda
nyata terhadap produk briket yang dihasilkan. Pada Gambar 13 terlihat bahwa
kerapatan rata-rata tertinggi sebesar 0,68 gr/cm3 diperoleh dari briket dengan
komposisi 450 gr limbah tembakau berkempa manual (proporsi 100 % stem).
Sedangkan kerapatan rata-rata terendah sebesar 0,42 gr/cm3 diperoleh dari briket
dengan komposisi 225 gr limbah tembakau ditambah 225 gr arang sekam
berkempa manual (proporsi 50 % stem).
Kerapatan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kualitas dari
produk briket. Dengan nilai kerapatan yang tinggi maka dapat meningkatkan mutu
bakar briket, dalam arti briket lebih mudah dalam penanganannya. Menurut
Hartoyo (1983), tinggi rendahnya kerapatan dan keteguhan tekan briket
dipengaruhi oleh berat jenis bahan dan besarnya tekanan pengempaan.
Tingginya nilai kerapatan P5 (proporsi 100 % stem, berkempa manual)
disebabkan karena ukuran serbuk bahan yang seragam dibandingkan dengan
briket lain yang komposisi bahannya ditambah dengan arang sekam. Tekanan
pengempaan yang tinggi juga dapat mempengaruhi tingginya nilai kerapatan
karena ikatan antar partikel bahannya lebih berikatan satu sama lain. Kadar
perekat secara langsung juga mempengaruhi kerapatan. Semakin besar kadar
perekat yang digunakan maka kerapatan briket juga semakin tinggi. Pada P6
(proporsi 100 % stem, berkempa hidrolik) meski memiliki kandungan komposisi
bahan yang sama dengan P5 namun karena tekanan pengempaan yang kurang
maksimal menyebabkan nilai kerapatannya tidak tinggi seperti P5. Rendahnya
nilai kerapatan P1, P2, P3 dan P4 disebabkan karena komposisi campuran bahan
dengan arang sekam, menyebabkan ukuran partikel menjadi kurang seragam atau
homogen. Kerapatan produk briket harus tetap terjaga agar O2 dapat masuk dan
membantu dalam proses pembakaran briket.
Kerapatan yang dihasilkan berkisar antara 0,42 gr/cm3 - 0,68 gr/cm3. Nilai
ini telah memenuhi standar kualitas dengan kerapatan briket arang buatan Inggris
(0,48 gr/cm3) dan Indonesia (0,44 gr/cm3) namun lebih rendah bila dibandingkan
dengan Jepang (1,0 – 1,2 gr/cm3) dan Amerika (1 gr/cm3) sehingga nilai kerapatan
briket yang dihasilkan tidak memenuhi standar.

160
140
Keteguhan tekan (kg/cm2)

120
100
Briket berkempa manual
80
Briket berkempa hidrolik
60
40
20
0
50 66,6 100
Proporsi limbah (stem) tembakau (%)

Gambar 14. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap keteguhan tekan

Keteguhan tekan menunjukan daya tahan atau kekompakan briket terhadap


tekanan luar sehingga mengakibatkan briket itu pecah atau hancur. Semakin besar
nilai kekuatan tekan berarti daya tahan atau kekompakan briket semakin baik
sehingga briket lebih mudah dalam penanganannya (handling).
Analisis ragam (Lampiran 2c) menunjukkan bahwa perbandingan
komposisi stem dan arang sekam memberikan nilai keteguhan tekan yang tidak
berbeda nyata. Pada Gambar 14 terlihat bahwa keteguhan tekan rata-rata tertinggi
sebesar 134 kg/cm2 diperoleh dari briket dengan komposisi 350 gr limbah
tembakau berkempa manual (proporsi 100 % stem). Sedangkan keteguhan tekan
rata-rata terendah sebesar 22,50 kg/cm2 diperoleh dari briket dengan komposisi
300 gr limbah tembakau ditambah 150 gr arang sekam berkempa hidrolik
(proporsi 66,6 % stem). Apabila dibandingkan dengan nilai keteguhan tekan briket
arang buatan Jepang (60-65 kg/cm2), Inggris (12,7 kg/cm2), Amerika (62 kg/cm2)
maka nilai keteguhan tekan briket hasil penelitian ini cukup memenuhi syarat
kualitas briket.
Tingginya nilai keteguhan tekan briket disebabkan karena ukuran serbuk
bahan yang cenderung lebih seragam. Ditambah dengan pengaruh tekanan
pengempaan yang maksimal menyebabkan briket memiliki nilai keteguhan tekan
yang tinggi karena dapat membantu proses pengikatan partikel satu sama lain.
Tekanan pengempaan yang rendah mengakibatkan pengikatan partikel yang tidak
sempurna. Penggunaan perekat pati juga menyebabkan rendahnya nilai keteguhan
tekan pada briket karena perekat pati memiliki sifat tidak tahan lembab dan dapat
menyerap air dari udara sehingga mengurangi daya rekatnya. Perekat pati
menghasilkan briket arang dengan keteguhan tekan dan nilai kalor bakar yang
rendah (Sudrajat, 1984). Dengan semakin tinggi nilai keteguhan tekan produk
briket, berarti daya tahan terhadap pecah semakin baik dan selanjutnya akan
menguntungkan didalam kegiatan pengemasan maupun distribusi dan
pengangkutan briket tersebut.

70
Kadar karbon terikat, Kadar abu,

60
Kadar zat m enguap (% )

50
Kadar karbon terikat (%)
40
Kadar abu (%)
30
Kadar zat menguap (%)
20

10

0
50 66,6 100
Proporsi limbah (stem) tembakau (%)

Gambar 15. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap berbagai parameter

Karbon terikat merupakan fraksi karbon C yang terikat didalam bahan


selain fraksi air, zat menguap dan abu. Sehingga dipastikan keberadaan karbon
terikat didalam briket dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar zat menguap.
Pada Gambar 15 terlihat bahwa kadar karbon terikat rata-rata tertinggi sebesar
19,40 % diperoleh dari briket dengan proporsi 66,6 % stem. Sedangkan kadar
karbon terikat rata-rata terendah sebesar 10,08 % yang diperoleh dari briket
dengan komposisi 450 gr limbah tembakau (proporsi 100 % stem). Dengan
penambahan komposisi arang sekam dalam briket menyebabkan semakin tinggi
nilai kadar karbon terikatnya, seperti yang terlihat pada P1 dan P3.
Kadar karbon terikat yang dihasilkan berkisar antara 10,08 % - 19,40 %.
Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar karbon terikat briket arang
buatan Jepang (60-80 %), Inggris (75,30 %), Amerika (60 %) dan Indonesia
(78,35 %). Rendahnya kadar karbon terikat briket yang dihasilkan karena
penggunaan bahan baku arang yang memiliki kadar abu dan kadar zat menguap
yang terlalu tinggi.
Kadar abu merupakan bahan sisa dari proses pembakaran yang sudah tidak
memiliki nilai kalor atau tidak memiliki unsur karbon lagi. Salah satu unsur
penyusun abu adalah silika. Pengaruh kadar abu terhadap kualitas produk briket
kurang baik, terutama terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Kandungan kadar abu
yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket sehingga akan menurunkan
kualitas briket.
Analisis ragam (Lampiran 2d) menunjukkan bahwa perbedaan komposisi
stem dan arang sekam memberikan nilai kadar abu berbeda nyata dari briket yang
dihasilkan. Nilai kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar antara
23,92-37,72 %. Tingginya kadar abu yang dimiliki produk briket hasil penelitian
ini tidak memenuhi standar kualitas briket arang baik dari Jepang, Inggris,
Amerika maupun Indonesia.
Syachri (1986) dalam Suparno, et al. (2000) menyatakan bahwa jenis
bahan baku sangat berpengaruh terhadap kadar abu yang dihasilkan. Pengaruh
jenis bahan baku terhadap kadar abu didasarkan jumlah mineral yang berbeda-
beda untuk tiap jenis bahan baku. Meningkatnya nilai kadar abu seiring dengan
penambahan arang sekam dalam komposisi briket. Kadar abu yang diharapkan
bernilai serendah mungkin karena dengan kadar abu yang tinggi maka dapat
memperlambat proses pembakaran dan nilai kalor yang dihasilkan juga lebih
rendah.
Menurut Hendra dan Pari (2000) bahwa kadar zat menguap adalah zat
(volatile matter) yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-
senyawa yang masih terdapat didalam arang selain air. Berdasarkan hasil analisis
ragam (Lampiran 2e) memperlihatkan bahwa komposisi bahan stem dan arang
sekam menunjukkan nilai yang berbeda nyata terhadap kadar zat menguap produk
briket.
Kadar zat menguap rata-rata terendah untuk briket sebesar 42,90 % dari
komposisi 225 gr limbah tembakau ditambah dengan 225 gr arang sekam
(proporsi 50 % stem) dan kadar zat menguap rata-rata tertinggi briket sebesar 66,0
% dari komposisi 450 gr limbah tembakau (proporsi 100 % stem). Hasil ini bila
dibandingkan dengan kadar zat menguap hasil analisis kualitas briket arang
Jepang, Inggris, Amerika dan Indonesia seperti yang tercantum pada Tabel 6
maka nilai kadar zat menguap hasil penelitian ini belum memenuhi standar
kualitas dengan nilai masing-masing 15-30 %, 16,4 %, 19-28 %, dan 16,14 %.
Tinggi rendahnya kadar zat menguap pada briket dipengaruhi oleh
kesempurnaan proses karbonisasi dan juga dipengaruhi oleh waktu dan suhu pada
proses pengarangan. Tingginya nilai kadar zat menguap pada P5 bila
dibandingkan dengan P1 dan P3 diduga disebabkan karena pada P5 komposisi
briket tidak dicampur dengan arang sekam sehingga tidak terjadi proses
karbonisasi. Sedangkan rendahnya nilai kadar zat menguap pada P1 dan P3 bila
dibandingkan dengan briket arang buatan Jepang, Inggris, Amerika dan Indonesia
dikarenakan ketidaksempurnaan arang sekam pada saat proses pengarangannya,
baik suhu maupun waktu pengarangan sehingga sedikit zat menguap yang
terbuang sehingga saat pengujian kadar zat menguap akan diperoleh kadar zat
menguap yang tinggi dan pada akhirnya menurunkan kualitas briket yang
dihasilkan.
0,1
0,09
0,08

Laju pembakaran (gr/det)


0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02
0,01
0
50 66,6 100
Propors i lim bah (stem ) tem bakau (%)

Gambar 16. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap laju pembakaran

Pada Gambar 16 terlihat nilai laju pembakaran rata-rata tertinggi sebesar


0,09 gr/det diperoleh dari briket dengan komposisi 225 gr limbah tembakau
ditambah 150 gr arang sekam (proporsi 50 % stem). Sedangkan laju pembakaran
rata-rata terendah sebesar 0,02 gr/det diperoleh dari briket dengan proporsi 100 %
stem. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 2f) memperlihatkan bahwa
dengan perbandingan komposisi bahan stem dan arang sekam memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata pada nilai laju pembakaran dari briket yang
dihasilkan.
Laju pembakaran sangat erat kaitannya dengan nilai kerapatan. Semakin
tinggi kerapatan briket maka semakin lambat laju pembakarannya. Dengan
tingginya nilai kerapatan maka briket memiliki sedikit sekali kontak dengan udara
(O2) sehingga pembakaran menjadi lambat. Pada saat uji pembakaran, abu hasil
pembakaran tidak jatuh di sekeliling pembakaran dan hanya menempel pada
briket sehingga sedikit udara yang masuk kedalam pori-pori briket dan
pembakaran tidak dapat berjalan dengan baik.
10
9
8
7
Kadar air (% ) 6
5
4
3
2
1
0
50 66,6 100
Proporsi limbah (stem) tembakau (%)

Gambar 17. Grafik pengaruh proporsi stem tembakau terhadap kadar air

Berdasarkan hasil analisis ragam dengan nilai p < 0,05 maka komposisi
stem dan arang sekam menunjukkan kadar air yang berbeda nyata. Dari hasil
pengujian kadar air, diperoleh nilai kadar air dengan komposisi 50 %; 66,6 % dan
100 % berturut-turut adalah 7,90 %, 7,69 % dan 9,47 %. Kadar air sangat
mempengaruhi kualitas dari produk briket, diharapkan kadar air yang dimiliki
serendah mungkin karena dengan semakin tinggi kadar air akan menyebabkan
daya pembakarannya menurun. Penetapan kadar air ini bertujuan untuk
mengetahui sifat higroskopis briket, yaitu kemampuan briket untuk menyerap air
dari udara sekelilingnya pada pori-pori di permukaan produk.
Tinggi rendahnya nilai kadar air yang diperoleh juga dipengaruhi oleh
tekanan pengempaan. Produk briket berkempa manual memiliki nilai kadar air
yang cukup rendah disebabkan karena pengaruh tekanan pengempaan yang tinggi
sehingga briket yang terbentuk lebih padat, halus dan seragam, menyebabkan
pencampuran merata dapat saling mengisi pori-pori sehingga air yang terikat
didalam pori-pori lebih sedikit. Menurut Earl (1974) dalam Saktiawan (2000)
menyatakan bahwa bahan bakar padat memiliki kemampuan menyerap air yang
besar yang dipengaruhi oleh luas permukaan dan pori-pori. Kadar air pada produk
briket diharapkan serendah agar tidak sulit dalam penyalaan dan briket tidak
banyak mengeluarkan asap pada saat pembakaran.
2. Kelayakan Briket Berbahan Stem Tembakau Sebagai Bahan Bakar
Berbagai jenis pembangkit panas di gudang pengeringan (curing barn)
dipergunakan untuk menghasilkan tembakau kerosok virginia. Pembangkit panas
(kompor) ini mempergunakan berbagai macam bahan bakar. Tipe kompor Bros
(pembakar burner), berbahan bakar minyak tanah banyak digunakan secara
meluas baik bagi pengusaha besar maupun pengusaha menengah dan petani
pengolah yang memiliki areal pertanaman tembakau sendiri.
Dalam penelitian ini digunakan masukan berupa batasan yang dapat
diubah menyesuaikan skala industri yang dianalisis. Dengan jumlah 2.035 petani
dan produksi tembakau mencapai 10.650 ton per tahun maka produktivitas tiap
petani adalah 5,23 ton (5.230 kg) per tahun dengan perkiraan produksi limbah
stem 20 % (1.050 kg). Dalam pembuatan briket, kebutuhan bahan per tahun
adalah sebagai berikut :

- Stem tembakau = 1.050 kg


- Arang sekam = 520 kg
- Perekat = 160 kg
- Tapioka kering = 80 kg
Jadi, dengan asumsi loss 5 %, maka produksi briket = 1.640 kg per tahun
Batasan asumsi dipergunakan juga untuk menghitung nilai efisiensi
kompor berbahan bakar minyak tanah dan tungku berbahan bakar biomasa.
Tjuntaraga (1997) dalam Wahyuni (2006) menyatakan bahwa efisiensi mesin
merupakan rasio antara keluaran aktual (actual output) dan kapasitas efektif
(efective capacity). Kapasitas efektif adalah keluaran maksimum yang dapat
dihasilkan mesin pada kondisi nyata antara lain dipengaruhi oleh penjadwalan
produksi, perawatan mesin, faktor kualitas, dan waktu istirahat operator.
Kebutuhan bahan bakar minyak tanah untuk Kompor Bros pada industri
pengeringan tembakau diperkirakan 1.200 liter dengan panas kalor 10.000 kal/gr
untuk setiap panen tembakau dengan jumlah bahan segar daun tembakau sebesar
2.000-2.500 kg (Hastuti, 2003). Untuk mengganti jumlah panas minyak tanah
yang dibutuhkan, diperlukan 14.651 kg briket dengan energi panas 6.960.000
kkal. Diketahui dari hasil penelitian Wahyuni (2006), nilai efisiensi kompor
sebesar 58 % dan nilai efisiensi tungku sebesar 16 %.
Nilai kalor briket (P3) = 2.969 kkal/kg
Nilai kalor minyak tanah = 10.000 kkal/lt
Energi minyak tanah yang dibutuhkan = 1.200 lt x 10000 kkal/lt
= 12.000.000 kkal
Efisiensi kompor = 58 %,
Kebutuhan energi aktual = 58% x 12.000.000 kkal = 6.960.000 kkal
Efisiensi tungku = 16 %
Jumlah briket yang dibutuhkan untuk mengganti panas minyak tanah
= 6.960.000 kkal / 16 %/2.969 kkal/kg = 14.651 kg
Dengan batasan asumsi kapasitas produksi briket 1.640 kg maka dengan
jumlah briket (14.651 kg), belum mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar
sebagai pengganti minyak tanah untuk proses pengeringan daun tembakau.
Kebutuhan total energi adalah 12.000.000 kkal. Dengan efisiensi 58%, maka
energi aktual minyak tanah adalah 6.960.000 kkal. Energi tersebut dapat
digantikan dengan briket sebanyak 14.651 kg (asumsi efisiensi tungku 16% dan
nilai kalor briket 2.969 kkal/kg). Kapasitas produksi briket tiap petani adalah
1.640 kg sehingga bahan bakar briket hanya dapat menggantikan energi sebesar
4.869.160 kkal atau 40,58% kebutuhan energi. Jumlah tersebut setara dengan
713,04 liter minyak tanah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Dengan total produksi limbah tembakau berupa gagang (stem) sebesar 20
% maka kuantitas ini memiliki peluang sebagai bahan padat alternatif
briket guna menghasilkan energi panas sebagai sumber energi dalam
proses pengeringan tembakau basah meski hanya memiliki nilai kalor
sebesar 3.177 kal/gr.
2. Berdasarkan pengujian mutu produk briket berbahan baku limbah stem
tembakau, dihasilkan nilai kalor (2.789-2.969 kal/gr), kerapatan (0,42-0,68
gr/cm3), keteguhan tekan (67-134 kg/cm2), kadar karbon terikat (10,08-
19,40 %), kadar abu (23,92-37,72 %), kadar zat menguap (42,90-66,00 %),
laju pembakaran (0,02-0,09 gr/det), dan nilai kadar air (7,69-9,47 %).
3. Dari penelitian ini produk briket P3 (proporsi 66,6 % stem) memiliki nilai
kalor tertinggi yaitu 2.969 kal/gr. Analisis terhadap sifat fisik dan
pembakaran briket terbaik diperoleh dengan kerapatan (0,50 gr/cm3) dan
keteguhan tekan (134 kg/cm2), kadar air (7,69 %). Sedangkan untuk nilai
kadar karbon terikat (19,40 %), kadar abu (30,41 %) dan kadar zat
menguap (50,44 %) masih belum memenuhi standar briket arang namun
secara umum, produk briket ini telah memenuhi syarat kualitas briket
arang buatan Jepang, Inggris, Amerika dan Indonesia.
4. Kinerja pembakaran terbaik memperlihatkan briket P5 (proporsi 100 %
stem) mudah dibakar, sedikit asap putih, terdapat sedikit percikan api
dipermukaannya dengan nyala warna api merah serta tetap utuh dan tidak
terurai untuk keutuhan produknya.
5. Hasil analisis kelayakan briket berbahan stem tembakau menunjukkan
bahwa briket biomasa ini belum mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan
bahan bakar pengganti minyak tanah untuk proses pengeringan daun
tembakau atau hanya dapat menggantikan energi sebesar 4.869.160 kkal
atau 40,58% kebutuhan energi. Jumlah tersebut setara dengan 713,04 liter
minyak tanah.
B. SARAN
1. Untuk mendapatkan kualitas briket yang lebih baik, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai komposisi campuran briket dengan bahan
lain.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh desain tungku
briket terhadap lamanya waktu dan jumlah briket yang digunakan untuk
proses pengeringan (curing) tanaman tembakau.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, K., Irwanto, A.K., Siregar,N., Agustina, S.E., Tambunan, A.H., Yamin,
M.,hartulistiyoso, E.,Purwanto,Y.A., Wulandani,D., Nelwan, L.O. 1998.
Energi dan Elektrifikasi Pertanian. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi
IPB, Bogor.

Achmad, R. 1991. Briket Arang Lebih Baik dari Kayu Bakar. Neraca 10(4) : 21-
22.

Abdullah, K. 2002. Biomass Energy Potential and Utilization in Indonesia. Institut


Pertanian Bogor, Bogor.

Agustina, S.E. dan A. Syafrian. 2005. Mesin Pengempa Briket Limbah Biomasa,
Salah Satu Solusi Penyediaan Bahan Bakar Pengganti BBM untuk Rumah
Tangga dan Industri Kecil. Dalam Seminar Nasional dan Kongres Perteta,
Bandung.

Agustina, S.E. 2006. Densification Technology. Laboratorium Energi dan


Elektrifikasi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Agustina, S.E. 2007. Potensi Limbah Produksi Bio-Fuel Sebagai Bahan Bakar
Alternatif. Paper pada Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping
Industri Bio-Fuel Serta Peluang Pengembangan Industri Integratednya,
Jakarta.

Anonim. 2006. Bisnis dan Corporate Philanthropy.


www.sampoernafoundation.org. [20 Januari 2007].
Anonim. 2007. Tembakau. www.wikipedia.org. [12 Desember 2007].
Anonim. 2007. Tembakau. www.pnm.my. [20 Januari 2007].
Anonim. 2007. Perkebunan. www. deptan. go. id. [20 Januari 2007].

Apryanti, R., I. Retnowati, R. Susilowati, K.S. Hariatun, R. Try. 2006.


Pemanfaatan Ampas Kelapa Dalam Pembuatan Briket Sebagai Bahan
Bakar Alternatif. Dalam Makalah Tugas Akhir Mata Kuliah Energi dan
Listrik Pertanian. Departemen Teknik Pertanian, Fateta. IPB, Bogor.

Batubara, M. I. V. 1994. Mempelajari Pembuatan Briket Kayu dari Beberapa


Jenis Serbuk Gergajian Kayu Tanpa Perekat. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB, Bogor.

Boedjang. 1973. Pembuatan Arang Cetak Laporan Karya Utama. Departemen


Teknologi Kimia, Fakultas Teknologi Industri. ITB, Bandung.
Djatmiko, B., S. Ketaren, dan Setyahartini. 1976. Arang : Pengolahan dan
Kegunaannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fetameta. IPB,
Bogor.

El Bassam N. dan P. Maegaard. 2004. Integrated Renewable Energy or Rural


Communities. Planning guidelines, Technologies and Applications.
Elsevier, Amsterdam.

Grover, V. I., V. K. Grover dan W. Hogland. 2002. Recovering Energy from


Waste: Various Aspects. Eds. Science Publishers Inc. Enfield, USA.

Hartoyo, Y. A. dan H. Roliandi. 1978. Percobaan Pembuatan Briket Arang dari


Lima Jenis Kayu. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan No. 103,
Bogor.

Hartoyo. 1983. Pembuatan Arang dan Briket Arang Secara Sederhana dari serbuk
Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Seminar pemanfaatan limbah
pertanian atau kehutanan sebagai sumber energi. Pusat Penelitan dan
Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.

Hastuti, Y. 2003. Pengelolaan Pemanenan dan Pasca Panen Tembakau Virginia


(Nicotiana tabacum L.) di Petani Binaan PT. BAT Indonesia Tbk. Leaf
Station Lombok Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya
Pertanian, Faperta. IPB, Bogor.

Hendra, D dan G. Pari. 2000. Penyempurnaan Teknologi Pengolahan Arang.


Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Karch, G. E. dan M. Boutette. 1983. Charcoal Small Scale Production and Use.
German Approriate Technology Exchange, Federal Republic of German.

Kirana, M. 1985. Pengaruh Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat dalam


Pembuatan Arang Briket dari Tempurung Kelapa Sawit (Elaeis guenensis
Jacq). Fateta. IPB, Bogor.

Masturin, A. 2002. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang
Limbah Gergajian Kayu. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mawarti, E. 2006. Modifikasi Desain dan Uji Unjuk Kerja Mesin Pengempa
Briket Semi Mekanis Tipe Kempa Ulir (Screw Pressing). Skripsi.
Departemen Teknik Pertanian, Fateta. IPB, Bogor.

Mc. Cabe, W. L., Julian C. Smith, dan Peter Harriot. 1976. Unit Operations of
Chemical Engineering. Terjemahan. Erlangga, Jakarta.
Millstein, H. dan K. Morkved. 1960. Briquetting of Bark and sawdust.
Terjemahan. Norsk Skogindustri 11 (5); 192 – 194.

Nurhayati, T. 1974. Catatan Singkat Tentang Kualitas Arang Kayu Sehubungan


Dengan Kegunaannya, Vol 1. Kehutanan Indonesia, Jakata.

Palz, W. dan J. Coombs. 1985. Energy from Biomass. 3rd Edition. Elsevier Aplied
Science, London.

Pari, G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan


Kayu. Dalam makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana
S3. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ramaswarmi, S. 1937. Briquetting of Charcoal. The Indian Forester, Vol LXIII :


94 – 99.

Rustini. 2004. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk Gergaji Kayu Pinus (Pinus
merkusii Jungh. et de vr.,) dengan Penambahan Tempurung Kelapa.
Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fateta. IPB, Bogor.

Saktiawan, I. 2000. Identifikasi Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Sabut
Kelapa (Cocos nucifera L). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Sudrajat, R. 1984. Pengaruh Kerapatan Kayu, Tekanan Pengempaan, dan Jenis


Perekat Terhadap Sifat Briket Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan vol (1)
No. 1 hal 11-15, Bogor.

Sulistyowati, A. 2007. Budidaya Tembakau Virginia Lombok. www.kompas.com.


[20 Januari 2007].
Suparno, H.P. dan D. Iswandaru. 2000. Pengaruh Jenis Serbuk dan Kerapatan
Ogalit terhadap Rendemen Kualitas Briket Arang. Prosiding Masyarakat
Peneliti Kayu Indonesia Hal 472-486. BIGRAF Publishing.

Suryani, A. 1986. Pengaruh Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat dalam


Pembuatan Briket Arang dari Tempurung Kelapa Sawit (Elais quinensis
jacq). Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fateta. IPB, Bogor.

Suwarso. 1997. Morfologi dan Biologi Tembakau Virginia. Dalam Tembakau


Virginia. Buku I. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.

Tirtosastro, S. 1998. Panen dan Pengolahan Daun Tembakau. Dalam Tembakau


Virginia. Buku II. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.

Wahyuni, E. 2006. Pola Konsumsi Energi Pada Industri Kecil Tahu di Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Wijaya, H. 2002. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Limbah Kayu Menjadi
Briket arang pada PT. Wasta guna Lestari. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Faperta. IPB, Bogor.

Wardi. 1969. Dapur Arang Macam Ishikawa. Lembaga Penelitian Kimia Hasil
Hutan, Bogor.

Yitnosumarto, S. 1991. Percobaan Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. PT.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yulistina, N. D. 2001. Analisis Energi dan Biomasa dalam Proses Pembuatan


Briket Arang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema konstruksi sistem pemanas (Tirtosastro, 1998)

Skema Konstruksi
Sistem Pemanas
Bahan Bakar kayu

Skema
Konstruksi
Sistem Pemanas
Kompor Bros

Skema Konstruksi
Sistem Pemanas
Bahan Bakar Arang
Lampiran 2. Hasil Analisis ragam berbagai parameter

Lampiran 2a. Analisis ragam nilai kalor briket

Probability Plot of Nilai kalor


Normal
99
Mean 2884
StDev 107,6
95 N 6
KS 0,256
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
2600 2700 2800 2900 3000 3100 3200
Nilai kalor

General Linear Model: Nilai kalor versus Komposisi

Factor Type Levels Values


Komposisi fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Nilai kalor, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Komposisi 2 32680 32680 16340 1,94 0,288
Error 3 25255 25255 8418
Total 5 57935

S = 91,7515 R-Sq = 56,41% R-Sq(adj) = 27,35%


Lampiran 2. (lanjutan)

Lampiran 2b. Analisis ragam kerapatan briket

Probability Plot of Kerapatan


Normal
99
Mean 0,5417
StDev 0,1197
95 N 6
KS 0,238
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
Kerapatan

General Linear Model: Kerapatan versus Komposisi

Factor Type Levels Values


Komposisi fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Kerapatan, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Komposisi 2 0,070233 0,070233 0,035117 72,66 0,003
Error 3 0,001450 0,001450 0,000483
Total 5 0,071683

S = 0,0219848 R-Sq = 97,98% R-Sq(adj) = 96,63%


Lampiran 2. (lanjutan)

Lampiran 2c. Analisis ragam keteguhan tekan briket

Probability Plot of Keteguhan tekan


Normal
99
Mean 95,33
StDev 34,82
95 N 6
KS 0,228
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
0 50 100 150 200
Keteguhan tekan

General Linear Model: Keteguhan tekan versus Komposisi

Factor Type Levels Values


Komposisi fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Keteguhan tekan, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Komposisi 2 4809,3 4809,3 2404,7 5,76 0,094
Error 3 1252,0 1252,0 417,3
Total 5 6061,3

S = 20,4287 R-Sq = 79,34% R-Sq(adj) = 65,57%


Lampiran 2. (lanjutan)

Lampiran 2d. Analisis ragam kadar abu briket

Probability Plot of Kadar Abu


Normal
99
Mean 30,68
StDev 6,190
95 N 6
KS 0,202
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
15 20 25 30 35 40 45
Kadar Abu

General Linear Model: Kadar Abu versus Perlakuan

Factor Type Levels Values


Perlakuan fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Kadar Abu, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Perlakuan 2 190,805 190,805 95,402 372,35 0,000
Error 3 0,769 0,769 0,256
Total 5 191,574

S = 0,506178 R-Sq = 99,60% R-Sq(adj) = 99,33%


Lampiran 2. (lanjutan)

Lampiran 2e. Analisis ragam kadar zat menguap briket

Probability Plot of Kadar zat menguap


Normal
99
Mean 53,11
StDev 10,56
95 N 6
KS 0,257
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
30 40 50 60 70 80
Kadar zat menguap

General Linear Model: Kadar zat menguap versus Perlakuan

Factor Type Levels Values


Perlakuan fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Kadar zat menguap, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Perlakuan 2 554,74 554,74 277,37 308,70 0,000
Error 3 2,70 2,70 0,90
Total 5 557,43

S = 0,947892 R-Sq = 99,52% R-Sq(adj) = 99,19%


Lampiran 2. (lanjutan)

Lampiran 2f. Analisis ragam laju pembakaran briket

Probability Plot of Laju pembakaran


Normal
99
Mean 0,055
StDev 0,03834
95 N 6
KS 0,153
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
-0,05 0,00 0,05 0,10 0,15
Laju pembakaran

General Linear Model: Laju pembakaran versus Komposisi

Factor Type Levels Values


Komposisi fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Laju pembakaran, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Komposisi 2 0,0049000 0,0049000 0,0024500 3,00 0,192
Error 3 0,0024500 0,0024500 0,0008167
Total 5 0,0073500

S = 0,0285774 R-Sq = 66,67% R-Sq(adj) = 44,44%


Lampiran 2. (lanjutan)

Lampiran 2g. Analisis ragam kadar air briket

Probability Plot of Kadar air


Normal
99
Mean 8,355
StDev 0,9116
95 N 6
KS 0,236
90
P-Value >0,150
80
70
Percent

60
50
40
30
20

10

1
6 7 8 9 10 11
Kadar air

General Linear Model: Kadar air versus Komposisi

Factor Type Levels Values


Komposisi fixed 3 1; 2; 3

Analysis of Variance for Kadar air, using Adjusted SS for Tests

Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P


Komposisi 2 3,8073 3,8073 1,9037 16,44 0,024
Error 3 0,3475 0,3475 0,1158
Total 5 4,1548

S = 0,340318 R-Sq = 91,64% R-Sq(adj) = 86,06%

Anda mungkin juga menyukai