Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN

PERTUMBUHAN BALITA DAN VAKSINASI


SISTEM TUMBUH KEMBANG ANAK DAN GERIATRI

PEMBIMBING : dr. Muhammad Sofyan


KELOMPOK 1 PUSKESMAS SUDIANG RAYA
110 2015 0047 HAERUL IKHSAN HAERMIANSYAH
110 2016 0001 CHELSA PUTRI NINGSIH
110 2016 0016 HETTY MARIATI
110 2016 0034 ZULFIKAR ANAND PRATAMA
110 2016 0043 ANDI SITI NUR PRANANA UMMAH F.
110 2016 0056 ANASTASIA NUGRAHA PRATIWI
110 2016 0071 ANDI KHALISHAH HIDAYATI
110 2016 0091 RHIZKY SHASQIA PUTRI NUR
110 2016 0110 NUR FITRIANY LIHAWA
110 2016 0153 NADYA MARCHYANTHI YANIS
110 2016 0174 ATMARAYA ABDULLAH
110 2016 0156 EMA MAGFIRAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
BAB I
PERTUMBUHAN BALITA

I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Deteksi dini gangguan pertumbuhan dilakukan di semua tingkat
pelayanan. Adapun pelaksana dan alatyang digunakan adalah sebagai berikut:
Penentuan status gizi Anak
a. Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB /TB) untuk
menentukan status gizi anak usia dibawah 5 tahun, apakah normal, kurus,
sangat kurus atau gemuk.
b. Pengukuran Panjang Badan terhadap umur atau Tinggi Badan terhadap
umur (PB/U atau TB/U) untuk menentukan status gizi anak, apakah
normal, pendek atau sangat pendek
c. Pengukuran Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) untuk
menentukan status gizi anak usia 5 - 6 tahun apakah anak sangat kurus,
kurus, normal, gemuk atau obesitas. Untuk pemantauan pertumbuhan
dengan menggunakan berat badan menurut umur dilaksanakan secara
rutin di posyandu setiap bulan. Apabila ditemukan anak dengan berat
badan tidak naik dua kali berturut-turut atau anak dengan berat badan di
bawah garis merah, kader merujuk ke petugas kesehatan untuk dilakukan
konfirmasi dengan menggunakan indikator berat badan menurut panjang
badan/tinggi badan.

Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi dini tumbuh


kembang balita. Pengukuran dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan atau non
kesehatan terlatih. Untuk penilaian BB/TB hanya dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Penentuan umur anak dengan menanyakan tanggal bulan dan tahun anak lahir.
Umur dihitung dalam bulan penuh.

II.PENGAMATAN PERTUMBUHAN BALITA


a. Kegiatan Pengukuran
1. Penimbangan
- Alat yang digunakan : Timbangan Badan Bayi

- Pemasangan alat
Alat diletakkan di tempat dengan permukaan rata/meja. Pastikan
jarum berada pada angka 0
- Cara melakukan pengukuran
a. Menggunakan timbangan bayi.
b. Timbangan bayi digunakan untuk menimbang anak sampai umur
2 tahun atau selama anak masih bisa berbaring/duduk tenang.
c. Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah
bergoyang.
d. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka 0.
e. Bayi sebaiknya telanjang, tanpa topi, kaus kaki, sarung tangan.
f. Baringkan bayi dengan hati-hati di atas timbangan.
g. Lihat jarum timbangan sampai berhenti.
h. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka
timbangan.
i. Bila bayi terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum,
baca angka di tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan
kekiri.
2. Pengukuran Panjang/Tinggi Badan
- Alat yang digunakan : Length Board

- Pemasangan alat
Alat diletakkan pada permukaan rata/meja
- Cara melakukan pengukuran
Cara mengukur dengan posisi berbaring:
a) Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang.
b) Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.
c) Kepala bayi menempel pada pembatas angka
d) Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap
menempel pada pembatas angka 0 (pembatas kepala).
e) Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus,
tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki.
f) Petugas 2 membaca angka di tepi diluar pengukur.
g) Jika Anak umur 0 - 24 bulan diukur berdiri, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.

3. Pengukuran Lingkar Kepala dan Lingkar Lengan Atas


- Alat yang digunakan : Pita Ukur
- Cara pengukuran
Cara mengukur lingkaran kepala:
a) Alat pengukur dilingkaran pada kepala anak melewati dahi,
di atas alis mata, di atas kedua telinga, dan bagian belakang
kepala yang menonjol, tarik agak kencang.
b) Baca angka pda pertemuan dengan angka.
c) Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak.
d) Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala
menurut umur dan jenis kelamin anak.
e) Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu
dengan ukuran sekarang.
b. Memplotting pada KMS
- Penentuan titik
- Menghubungkan titik
c. Interpretasi Status Pertumbuhan sesuai dengan KMS

Interpretasi : Anak Sehat

d. Intervensi : -
III. KAJIAN KASUS
1. Kasus 1
Nama ayah : Adam Nursyaik
Nama ibu : Reski Ramadhani
Nama anak : Aisyah
Tanggal lahir : 19 Maret 2019
Umur : 1 bulan 3 hari
Jenis kelamin : Perempuan
BB lahir : 3,52 kg
BB sekarang : 4,4 kg
PB lahir : 50 cm
PB sekarang : 56 cm
LK : 39 cm
LLA : 13 cm

Gambar 1.1 Bayi Aisyah


Gambar 1.2 Pengukuran BB
Hasil : 4,4 kg

Interpretasi pada Grafik WHO Child Growth (BB-U) : Normal


Gambar 1.3 Pengukuran TB
Hasil : 56 cm

Interpretasi pada Grafik WHO Child Growth (PB-U) : Normal


Grafik Berat Badan/Panjang Badan
 Lahir

BB = 3520 gr
NORMAL
PB = 50 cm

 1 Bulan 3 Hari

BB = 4400 gr
NORMAL
PB = 56 cm
Gambar 1.4 Pengukuran LK
Hasil : 39 cm

Interpretasi pada Grafik WHO Child Growth (LK-U) : Normal


Gambar 1.5 Pengukuran LLA
Hasil : 13 cm

Interpretasi Status Pertumbuhan sesuai dengan Grow Chart WHO


1. Panjang badan menurut umur
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi aisyah
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar z score yang berada
diantara -2 s/d 2
2. Berat badan menurut umur
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi aisyah
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar z score yang berada
diantara -2 s/d 2
3. Lingkar kepala menurut umur
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi aisyah
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar z score yang berada
diantara -2 s/d 2
4. Berat Badan terhadap Panjang Badan
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi aisyah
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar z score yang berada
diantara -2 s/d 2
2. Kasus 2
Nama Ayah : Tn. X
Nama Ibu : Ny. Syartiah
Nama Anak : Raihan
Tanggal Lahir : 12-11-2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB Lahir : 3 kg
BB Sekarang : 8,1 kg
PB Lahir :-
PB Sekarang : 66 cm
Lingkar Kepala : 44 cm
Umur : 5 bulan 12 hari

Gambar 2.1 Bayi Raihan


Gambar 2.2 Pengukuran BB

Hasil Pengukuran : 8,1 kg


Interpretasi pada Grafik WHO Child Growth (BB-U) : Normal
Gambar 2.3 Pengukuran Panjang Bayi

Hasil Pengukuran PB : 66 cm
Interpretasi pada Grafik WHO Child Growth (PB-U) : Normal
Grafik Berat Badan/Panjang Badan
 Lahir

BB = 3000 g
NORMAL
PB = -

 5 Bulan 12 Hari

BB = 8000 g
NORMAL
PB = 66 cm
Gambar 2.4 Pengukuran LK
Hasil Pengukuran LK : 44 cm

Interpretasi pada Grafik WHO Child Growth (LK-U) : Normal


Gambar 2.4 Pengukuran LLA
Hasil Pengukuran LLA : 15 cm

Interpretasi Status Pertumbuhan sesuai dengan Grow Chart WHO


5. Panjang badan menurut umur
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi rayhan
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar z score yang berada
diantara -2 s/d 2
6. Berat badan menurut umur
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi rayhan
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar z score yang berada
diantara -2 s/d 2
7. Lingkar kepala menurut umur
Dari grafik yang telah digambarkan diatas menyatakan bahwa bayi rayhan
memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar di percentile 85.
8. Berat Badan terhadap Panjang Badan
Dari grafik yang telah digambarkan di atas menyatakan bahwa bayi
rayhan memiliki status gizi yang baik karna berada sekitar di percentile 85.
BAB II
IMUNISASI

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi,
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit
yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya
mengalami sakit ringan.
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi untuk
mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes RI, 2012).
Jenis- jenis imunisasi dasar, yaitu: BCG, yaitu imunisasi dasar yang diberikan
untuk mencegah penyakit TBC. Kemudian imunisasi dasar Hepatitis B, yang
diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B. Selanjutnya DPT, yaitu
imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan
tetanus. Kemudian imunisasi dasar Campak, yang diberikan untuk mencegah
penyakit campak dan yang terakhir imunisasi dasar Polio, yang diberikan
untuk mencegah penyakit polio.

B. Tujuan Imunisasi
1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit
yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
2. Tujuan Khusus
 Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu
cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di
seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014.
 Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun
2013.
 Eradikasi polio pada tahun 2015.
 Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
 Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practise and waste disposal
management).
C. Sasaran Imunisasi
D. Macam-Macam Imunisasi
1. Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular
tertentu. Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan,
dan imunisasi khusus.
a. Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan
secara terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas
imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Tahukah Anda mengenai jenis
vaksin imunisasi rutin yang ada di Indonesia? Berikut akan diuraikan
macam vaksin imunisasi rutin meliputi deskripsi, indikasi, cara
pemberian dan dosis, kontraindikasi, efek samping, serta penanganan
efek samping.
b. Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu
yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada
periode waktu tertentu. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi
tambahan adalah Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan
Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign campak dan
Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI).
c. Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan
untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi
tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon
jemaah haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis
penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi
khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis Meningokokus,
Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies.
2. Imunisasi Pilihan
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib,
Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus,
Japanese Ensephalitis, dan HPV.

E. Jenis-Jenis Imunisasi
a. Imunisasi BCG adalah prosedur memasukkan vaksin BCG yang
bertujuan memberi kekebalan tubuh terhadap kuman eningitisis
tuberculosis dengan cara menghambat penyebaran kuman.
b. Imunisasi hepatitis B adalah tindakan imunisasi dengan pemberian
vaksin hepatitis B ke tubuh bertujuan memberi kekebalan dari penyakit
hepatitis.
c. Imunisasi polio adalah tindakan memberi vaksin polio (dalam bentuk
oral) atau di kenal dengan nama oral polio vaccine (OPV) bertujuan
memberi kekebalan dari penyakit meningitisis. Imunisasi dapat di
berikan empat kali dengan interval 4-6 minggu.
d. Imunisasi DPT adalah merupakan tindakan imunisasi dengan memberi
vaksin DPT (difteri meningitis tetanus)/ DT (difteri tetanus) pada anak
yang bertujuan memberi kekebalan dari kuman penyakit difteri, pertusi,
dan tetanus. Pemberian vaksin pertama pada usia2 bulan dan berikutnya
dengan interval 4-6 minggu.
e. Imunisasi campak adalah tindakan imunisasi dengan memberikan
vaksin campak pada anak yang bertujuan memberi kekebalan dari
penyakit campak. Imunisasi dapat di berikan pada usia 9 bulan secara
subkutan, kemudian ulang dapat diberikan dalam waktu interval 6 bulan
atau lebih setelah suntikan pertama.

F. Cara Pemberian Imunisasi


Vaksin sebaiknya diberikan setelah informed consent diperoleh. Sebagian
besar vaksin diberikan secara suntikan intrammuskular atau subkutaneus.
Lokasi yang dianjurkan adalah bagian anterolateral pada paha bayi dan
deltoid pada anak dan dewasa. Vaksin multipel dapat diberikan secara
bersamaan pada lokasi anatomis yang terpisah (ekstremitas yang berbeda atau
lokasi terpisah lebih dari 1 inchi), cara ini tidak mengurangi respons imun.
Pemberian produk darah dan immunoglobulin dapat mengurangi respons
imun terhadap vaksin virus hidup apabila vaksin tersebut diberikan sebelum
interval antara pemberian produk darah atau immunoglobulin yang
direkomendasikan.

G. Mekanisme Imunisasi dalam Proses Pencegahan Penyakit


Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi terhadap
organisme tertentu,tanpa menyebabkan seorang sakit terlebih dahulu. Vaksin
zat yang di gunakan untuk membentuk imunitas tubuh. Terbuat dari
mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme penyebab infeksi yang
telah di matikan atau dilemahkan tidak akan membuat penderita jatuh sakit.
Vaksin dimasukkan kedalam tubuh biasanya melalui suntikan.

Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi ke dalam vaksin yang di


masukan ke dalam tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme
menyerang tubuh dengan cara membentuk antibodi kemudian akan
membunuh vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang
menyerang. Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darah
membentuk imunisasi ketika suatu saat tubuh di serang oleh mikroorganisme
yang sama dengan yang terdapat di dalam vaksin,maka antibodi akan
melindungi tubuh dan mencegah terjadinya infeksi.

Adapun jenis vaksin pada anak yaitu vaksin polio, campak, rubella,
difteria, batuk rejan, meningitis, cacar air, gondongan, dan hepatitis B.
Sedangkan, terdapat 3 jenis vaksinasi yag di berikan pada kelompok anak-
anak ataupun dewasa dengan resiko tinggi menderita infeksi yaitu: Hepatitis
A,Influenza,Pneumonia.

Gambar Jadwal Imunisasi IDAI 2017


I. PENGAMATAN IMUNISASI
KASUS 1
Tanggal Kunjungan : 23 April 2019
Identitas pasien :
Nama Ayah : Tn. Fadli
Nama Ibu : Ny. Rika
Nama Anak : Muhammad Al-Farassah
Tanggal Lahir : 05 Desember 2018
Jenis Kelamin : Laki-Laki
BB Lahir : Tidak diketahui
BB Sekarang : 8,1 kg
PB Lahir : Tidak diketahui
PB Sekarang : Tidak diketahui
Riwayat Vaksinasi : HB O, BCG, Polio 1, DPT-HB-Hib 1,
Polio 2, DPT-HB-Hib 2, Polio 3
Imunisasi Sekarang : DPT-HB-Hib 3, Polio 4
Umur : 4 Bulan 17 Hari

Gambar 3.1 Bayi Rasha


A. PERSIAPAN PASIEN
a. Pencatatan identitas dan pengukuran BB/TB di Meja Pengukuran
b. Dilakukan pemeriksaan kartu imunisasi untuk melihat riwayat imunisasi.
c. Penentuan jenis imunisasi sekarang.
d. Memberikan pemberitahuan manfaat pemberian imunisasi dan resiko jika
anak tidak di imunisasi.

Gambar 3.2 Pengukuran Berat Badan, Lingkar Kepala & Tinggi


Badan
B. PENYIMPANAN VAKSIN

Gambar 3.3 Vaksin disimpan dalam Cool Box

C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


a. Spoit 3cc
b. Pengambilan vaksin pada tempat penyimpanan vaksin
c. Pemeriksaan kelayakan vaksin

Gambar 3.4 Jenis-jenis Vaksin


d. Pada pemeriksaan kelayakan, tidak didapatkan kelainan pada bentuk fisik
dari vaksin dan vaksin belum masuk masa expired.

Gambar 3.5 Menguji kelayakan vaksin

D. PEMBERIAN VAKSIN
Sebelum melakukan penyuntikan, petugas menanyakan kepada orang tua
tentang riwayat imunisasi yang lalu dan kondisi sebelum petugas melakukan
penyuntikan seperti ada tidaknya hal-hal yang menjadi kontra-indikasi. Setelah itu
dilakukan penentuan letak titik dimana akan melakukan penyuntikan kemudian
titik tempak penyuntikan tersebut dibersihkan dengan menggunakan kapas
alcohol. Penyuntikan dilakukan secara Intramuskular pada anterolateral paha.
Setelah dilakukan penyuntikan, vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes per oral.
Gambar 3.6 Pemberian Vaksin
E. SETELAH PEMBERIAN IMUNISASI
a. Mencatat pada kartu imunisasi , riwayat imunisasi yang telah dilakukan.
b. Menentukan jadwal vaksinasi selanjutnya .

Gambar 3.7 Catatan Imunisasi Rasha


KASUS 2
Identitas Pasien
Nama Ayah : Tn. A. Rahman
Nama Ibu : Ny. Rosdiana
Nama Anak : Musdalifah
Tanggal Lahir : 28-06-2018
Jenis Kelamin : Perempuan
BB Lahir : 4,2 kg
BB Sekarang : 11,4 kg
PB Lahir :-
PB Sekarang :-
Lingkar Kepala :-
Riwayat Vaksinasi : HB-0, BCG, OPV 1, DPT-HB-Hib,IPV
Imunisasi Sekarang : OPV 2, DPT-HB-Hib 2
Umur : 9 bulan

Gambar 4.1 Bayi Musdalifah


A. PERSIAPAN PASIEN
a. Pencatatan identitas dan pengukuran BB/TB di meja pengukuran
b. Dilakukan pemeriksaan kartu imunisasi untuk melihat riwayat
imunisasi
c. Penentuan jenis imunisasi sekarang
d. Memberikan pemberitahuan manfaat pemberian imunisasi dan resiko
jika anak tidak di imunisasi.

Gambar 4.2 Pengukuran BB


B. PENYIMPANAN VAKSIN

Gambar 4.3 Vaksin disimpan dalam Cool Box


C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
a. Spoit 3cc
b. Pengambilan Vaksin pada tempat penyimpanan vaksin
c. Pemeriksaan kelayakan vaksin
d. Pada pemeriksaan kelayakan, tidak didapatkan kelainan pada bentuk
fisik dari vaksin dan vaksin belum masuk masa expired.

Gambar 4.4 Pengambilan Vaksin pada Tempat penyimpanan


Vaksin

Gambar 4.5 Vaksin Polio (OPV)


Gambar 4.6 Vaksin DPT-HB-Hib
D. PEMBERIAN VAKSIN

Sebelum melakukan penyuntikan, petugas/perawat menanyakan kepada


orang tua tentang riwayat imunisasi yang lalu dan kondisi sebelum petugas
melakukan penyuntikan seperti ada tidaknya hal-hal yang menjadi
kontraindikasi. Setelah itu dilakukan penentuan letak titik dimana akan
melakukan penyuntikan kemudian titik penyuntikan tersebut dibersihkan
dengan menggunakan kapas alkohol. Penyuntikan dilakukan secara
intramuscular pada anterolateral paha. Setelah dilakukan penyuntikan, vaksin
polio diberikan sebanyak 2 tetes per oral.

Gambar 4.7 Pemberian Vaksin pada Musdalifah


E. SETELAH PEMBERIAN IMUNISASI
a. Mencatat pada kartu imunisasi, riwayat imunisasi yang telah dilakukan
b. Menentukan jadwal vaksinisasi selanjutnya

Gambar 4.8 Catatan Imunisasi Musdalifah

Gambar 4.9 Buku KMS Musdalifah


KASUS 3
PENGAMATAN POSYANDU
Identitas pasien :
Nama Ayah : Tn. Malik
Nama Ibu : Ny. Arini
Nama Anak : Muhammad Abyan
Tanggal Lahir : Tidak Diketahui
Jenis Kelamin : Laki-laki
BB Lahir : Tidak Diketahui
BB Sekarang : 6,1 kg
PB Lahir : Tidak Diketahui
PB Sekarang : Tidak Diketahui
Riwayat Vaksinasi : BCG, OPV-1, DPT-HB-Hib 1, OPV-2, DPT-HB-Hib 2,
OPV-3, DPT-HB-Hib 3
Imunisasi Sekarang : IPV

Gambar 5.1 Bayi Abyan


A. PERSIAPAN PASIEN
a. Pencatatan identitas dan pengukuran BB/TB di Meja Pengukuran
b. Dilakukan pemeriksaan kartu imunisasi untuk melihat riwayat
imunisasi.
c. Penentuan jenis imunisasi sekarang.
d. Memberikan pemberitahuan manfaat pemberian imunisasi dan resiko
jika anak tidak di imunisasi.

Gambar 5.2 Pengukuran Berat Badan Muhammad Abyan

B. PENYIMPANAN VAKSIN
Vaksin disimpan dalam Cool Box.

Gambar 5.3 Tempat Penyimpanan Vaksin (Cool Box)


C. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
a. Spoit 3cc
b. Pengambilan vaksin pada tempat penyimpanan vaksin
c. Pemeriksaan kelayakan vaksin
d. Pada pemeriksaan kelayakan, tidak didapatkan kelainan pada bentuk
fisik dari faksin dan vaksin belum masuk masa expired.

Gambar 5.4 Persiapan Alat dan Bahan

D. PEMBERIAN VAKSIN
a. Anamnesis indikasi dan kontra-indikasi pemberian imunisasi pada
anak .
b. Tempatkan suntikan pada paha untuk vaksinasi IPV, tetapi terlebih
dahulu dibersihkan dengan kapas alkohol.
c. Untuk vaksinasi IPV untuk anak 4 bulan diberikan 0,5 ml.

Gambar 5.5 Pemberian Vaksin


E. SETELAH PEMBERIAN VAKSINASI
a. Mencatat pada kartu imunisasi, riwayat imunisasi yang telah
dilakukan.
b. Menentukan jadwal vaksinasi selanjutnya .

Gambar 5.6 Catatan Imunisasi Muhammad Abyan


II. KAJIAN KASUS
1. PERSIAPAN PASIEN

Pada persiapan pasien, dilakukan penjelasan tentang imunisasi dan


pencatatan identitas. Setalah pencatatan identitas, petugas kesehatan melihat
buku KIA riwayat imunisasi, apa yang sudah dan belum dilakukan dengan
tujuan vaksin apa yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan demi mengetahui
vaksin apa yang sebenarnya dibutuhkan anak Namun, hal yang tidak
ditemukan pada saat kegiatan berlangsung adalah pengisisan data pada Kartu
Menuju Sehat (KMS) untuk menilai pertumbuhan anak tanpa disertai
penilaian terhadap status gizi.

2. PENYIMPANAN VAKSIN

Tempat penyimpanan vaksin yang digunakan adalah Cool Box.


III. PEMBAHASAN
1. Imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG)

Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap


penyakit tuberculosis (TBC) pada anak. Bacille Calmette-Guerin (BCG)
adalah vaksin hidup yang dibuat dari myobacterium bovis yang dibiak
berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi
masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG berisi suspensi myobacterium
bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi
tuberkulosis tetapi mengurangi resiko terjadi tuberkulosis berat seperti
meningitis TB dan tuberkulosis milier. Vaksin BCG diberikan pada umur < 2
bulan, Kementerian Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada
umur 1 bulan dan sebaiknya pada anak dengan uji Mantoux (Tuberkulkin)
negatif. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan. Efek proteksi timbul 8-12
minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi bervariasi antara 0-80 %,
berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang dipakai,
lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur, keadaan
gizi dan lain-lain).
Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikkan vaksin BCG
harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi kurang dari 1 tahun
dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Pemberian imunisasi ini dilakukan
secara Intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikkan kedalam lapisan
kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan,
agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang
sangat halus (10mm, ukuran 26). Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada
orang yang reaksi uji tuberkulin > 5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan
risiko tinggi infeksi HIV, imunokompromais akibat pengobatan
kortikosteroid, obat imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem limfe, menderita gizi
buruk, menderita demam tinggi, menderita infeksi kulit yang luas, pernah
sakit tubercolusis, dan kehamilan.
Efek samping reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG yaitu
setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi
luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh
dengan sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar
regional diketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak
menimbulkan demam.

2. Vaksin DPT-HB-Hib

Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri


murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg) murni yang tidak infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin
bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophillus influenza tipe b
(Hib) tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus.
Vaksin ini digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza tipe b secara
simultan. Strategic Advisory Group of Expert on Immunization (SAGE)
merekomendasikan vaksin Hib dikombinasi dengan DPT-HB menjadi vaksin
pentavalent (DPT-HB-Hib) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi.
Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan telah dibuktikan
melalui uji klinik, bahwa kombinasi tersebut secara materi tidak akan
mengurangi keamanan dan tingkat perlindungan.

Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga) kali pada


usia 2, 3 dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada bayi yang belum
pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah pernah mendapatkan
imunisasi DPT-HB dosis pertama atau kedua, tetap dilanjutkan dengan
pemberian imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis ketiga. Untuk
mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada
anak batita sebanyak satu dosis pada usia 18 bulan.

Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang diberikan secara
terpisah. Untuk DPT, beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri
dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul. Vaksin
hepatitis B dan vaksin Hib dapat ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat
terjadi dalam 24 jam setelah vaksinasi dimana penerima vaksin dapat
merasakan nyeri pada lokasi penyuntikkan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan
dan sementara, pada umumnya akan sembuh dengan sendirinya dan tidak
memerlukan tindakan medis lebih lanjut.

Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT, kejang atau


gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya
merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin
tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus
diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara
terpisah.

Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan
ensefalopalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu
mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian vaksin
sebelumnya. Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah
bila pada pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan
gerak yang kurang (hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis
terus selama 2 jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT.
Pemberian vaksin sebaiknya ditunda pada orang yang berpenyakit infeksi
akut. Vaksin DPT, baik bentuk DtaP maupun DTwP, tidak diberikan pada
anak kurang dari usia 6 minggu. Sebab, respons terhadap pertusis dianggap
tidak optimal. Vaksin pertusis tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

3. Vaksin Polio

Sejak pengenalan vaksin poliovirus di tahun 1950 dan awal tahun 1960,
efektivitas vaksin untuk mencegah poliomyelitis teah dibuktikan secara nyata.
Kasus polio terakhir di Amerika Serikat yang disebabkan oleh virus polio liar
dilaporkan di Negara barat sejak Agustus 1991, dan hal ini membuat Amerika
mendapat sertifikasi bebas polio dari komisi internasional di tahun 1994.
Fakta ini membuat pemikiran positif bahwa polio dapat dieradikasi di dunia.

Jenis vaksin Polio, antara lain:

a. Oral Poliovirus Vaccine (OPV)

OPV sering disebut sebagai vaksin polio sabin sesuai nama penemunya,
bentuk trivalent (tOPV) untuk mencegah tga jenis virus polio. Vaksin (tOPV)
adalah vaksin hidup yang dilemahkan (Live Attenuated Virus Vaccine),
diberikan tiga dosis secara serial untuk memberikan kekebalan seumur hidup.
Vaksin polio oral lebih efektif untuk pemberantasan poliomyelitis, karena
virus yang dilemahkan akan mengadakan replikasi di trakktus
gastrointestinalis bagian bawah. Hail ini dapat menutup replikasi virus
sehingga virus lain tidak dapat menempel dan menyebabkan kelumpuhan.
Kemamppuan ini dapat menekan transmisi virus saat KLB. Namun, vaksin
OPV adalah virus yang dilemahkan, yang dapat mengalami mutasi sebelum
dapat bereplikasi dalam usus dan disekresi keluar. Hal ini menimbulkan
kerugian berupa munculnya circulating vaccine derived polio viruses
(cVDPVs) dan vaccine associated paralytic poliomyelitis (VAPP). Saat ini ,
mulai di perrtimbangkan pemberian vaksin OPV bivalent (bOPV) yang berisi
virus tipe 1 dan 3 sesuai rekomendasi WHO.

b. Inactivated Poliovirus Vaccine (IPV)

Vaksin polio inaktif (IPV) sebenarnya lebih dulu ditemukan dari OPV,
disebut vaksin polio Salk, sesuai dengan nama penemunya Jonas Salk di
tahun 1955. Vaksin IPV berisi virus inaktif, berisi 3 tipe virus polio liar.
Vaksin yang disuntikkan akan memunculkan imunitas yang dimediasi IgG
dan mencegah terjadinya viremia serta melindungi motor neuron. Vaksin IPV
mampu mencagah kelumpuhan karena menghasilkan antibody netralisasi
yang tinggi. Pada tahun 1980, komposis awal IPV yang ditemukan Salk
dikembangkan sehingga memiliki kandungan antigen yang lebih tinggi,
dikenal sebagai enhanced potency IPV (eIPV) dan digunakan sampai
sekarang. Keuntungan lain IPV adalah dapat diberikan pada kasus dengan
status immunocompromised. Namun bila dibandingkan dengan OPV, vaksin
inaktif ini kurang kuat dalam memberikan perlindungan mukosa dan kurang
kuat dalamm memberikan perlindungan mukosa dan kurang efektif untuk
menimbulkan berdimmunity. Harga IPV relative mahal, dinegara maju,
pemberiam IPV lebih direkomendasikan karena dapat mengurangi angka
kejadian VAPP dan VDPV.

Imunisasi dasar Polio diberikan 4 kali (Polio I,II,II,IV) dengan interval


tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
langsung ke mulut anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan
penates (dropper) yang baru. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk
menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat
diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibody sampai pada tingkat yang
tertinggi.
IV. KESIMPULAN
Prosedur Pelaksanaan Imunisasi yang dilakukan telah memenuhi standar
imunisasi, di,mulai pada saat persiapan hingga berlangsungnya imunisasi serta
edukasi terhadap Ibu/ keluarga mengenai KIPI dan pemberian informasi mengenai
pentingnya imunisasi bagi anak/bayi. Namun pada saat melakukan pemeriksaan
sebelum imunisasi petugas/perawat tidak melakukan pengukuran Panjang Badan,
Lingkar Kepala & Lingkar Lengan. Petugas kesehatan juga telah memberikan
informasi mengenai jadwal datang kembali pasien untuk melanjutkan imunisasi
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Pelaksanaan : Stimulasi,
Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar. Kemenkes RI.

2. Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

3. Ranuh dkk. 2011. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi


IDAI.

4. Lisnawati, L. 2011. Generasi Sehat Melalui Imunisasi.Trans Info Media:


Jakarta.

5. Miyamura T. 2012. Ten years After Polio Eradicatin from the WRPO
region: Current Status and Future Problems Vaccine.2012.30:1406-8.
6. Davis R, Wright PF. Circulating vaccine derived Poliovirus and The Polio
eradication endgame. Pan African Med J 2012;12:109.
7. Committee on Infectious Diseases. Poliovirus. Pediatrics 2011;128:805-8.
8. Irawan Hindra. Eradikasi Polio. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta Sari Pediatri 2016;18(3):248
9. Marcdante Karen J, et al. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi 6.
Saunders Elsevier. 2014

10. Soetjiningsih. 2013. Buku Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai