Anda di halaman 1dari 18

Sindroma Down dan Analisis Kelainan Kromosom

Lius Gerald

102010043

A6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak

Penyakit kromosom disebabkan oleh kelainan kromosom, baik yang terjadi pada autosom
maupun pada kromosom kelamin. Pada dasarnya kelainan kromosom dapat berupa kelainan
jumlah kromosom dan kelainan struktur kromosom. Kelainan jumlah kromosom dapat berupa
Aneuploidi (trisomi 13,18, 21, monosomi X) dan Poliploidi. Sedangkan kelainan struktur
kromosom dapat berupa inversi, delesi, translokasi dan adesi. Salah satu kelainan jumlah
kromosom yang paling sering ditemui adalah trisomi 21 sindroma down. Kelainan kromosom
tersebut dapat di deteksi pada masa kehamilan dengan konseling genetik dan analisa kromosom.
Analisis kromosom dapat berupa amnicentesis, CVS ataupun cordocentesis, sesuai dengan umur
kehamilan dan juga indikasi pemeriksaan.

Kata kunci : Analisa kromosom, kelainan kromosom, trisomi 21, sindroma down, amniocentesis.

Abstract

Chromosomal diseases caused by chromosomal abnormalities, both of which occur on


autosomes or on sex chromosomes. Basically chromosomal abnormalities could be a variation of
total chromosomes and chromosome structural abnormality. Variants can be Aneuploidy
chromosome number (trisomy 13.18, 21, monosomy X) and polyploidy. While the difference

1
might be the inversion of chromosome structure, deletion, translocation and adhesion. One of the
total chromosomal abnormality most frequently found were trisomy 21 down syndrome.
Chromosomal abnormalities can be in at the time of pregnancy detection with genetic counseling
and chromosome analysis. Chromosome analysis can be amniocentesis, CVS or cordocentesis,
according to gestational age and screening indications.

Key words : Chromosomes analysis, chromosomal abnormalities, trisomy 21, down syndrome,
amniocentesis

Analisis Kromosom dan Klasifikasinya

Secara umum, pendeteksian kelainan genetik dapat dilakukan melalui pemeriksaan kromosom
(struktur dalam inti sel yang mengandung benang linier deoxyribonucleic acid atau DNA) dan
pemeriksaan DNA (pembawa sifat genetis). Biaya pemeriksaannya sendiri bervariasi, tergantung
pada bahan kimia yang diperlukan di dalam pemeriksaan kromosom tersebut.

Pemeriksaan kromosom ini lebih bersifat acak. Artinya, ruang lingkup pemeriksaannya lebih
luas dibandingkan dengan pemeriksaan DNA. Dalam teori kedokteran, rangkaian DNA ini
membentuk gen. Dan, gen ini terlihat dalam bentuk kromosom, sehingga pemeriksaan genetis
secara menyeluruh bisa dilihat melalui pemeriksaan kromosom. Sementara DNA sendiri sifatnya
lebih halus atau lebih spesifik dibandingkan dengan kromosom.

Diagnosis kelainan kromosom diperoleh dari metafase atau prometafase kromosom yang dikultur
dari sel-sel hidup, yang masih dapat membelah diri. Jenis pemeriksaan kromosom dapat dibagi
menjadi:

1. Pemeriksaan prenatal:
-Analisa kromosom CVS dan Amniocentesis
-Analisa kromosom cordocentesis
2. Pemeriksaan Postnatal:
-Darah perifer (analisa kromosom).

2
Prosedur analisa kromosom:
- G Banding
Cara yang paling sering digunakan, pengecatan menggunakan giemsa atau wright.
Analisis dikerjakan di bawah mikroskop cahaya. Kromosom akan terlihat dalam bands
warna gelap yang disebut G Bans
- R Banding
Kromosom tampak sebagai band warna terand dan di sebut R Banding
- Q Banding
Analisis dikerjakan di bawah mikroskop flouresen. Kromosom terlihat dalam bands yang
bright dan di sebut Q Bands.
- C Banding
Digunakan untuk melihat area sekitar sentromer kromosom dan lengan panjang
kromosomY.
- Fragile Site Analysis
Menggunakan media tanpa asam folat untuk mendeteksi folate sensitive X kromosom
fraagile site
- FISH (Flourescence In Situ Hybridization)
Menggunakan probe DNA pada sel-sel metafase dan interfase. Tidak menggunakan
teknologi kultur jaringan, melainkan sitogenik molekular. Biasanya digunakan untuk
mendeteksi kromosom submikroskopik.

Indikasi pemeriksaan kromosom antara lain:


- Keguguran 2 kali berturut-turut tanpa sebab yang jelas
- Melahirkan janin lahir mati
- Usia ibu > 35 tahun
- Ada riwayat keluarga dengan cacat bawaan atau anak sebelumnya dengan cacat bawaan
- Consangunity
- Riwayat keluarga dengan retardasi mental
- Infertilitas
- Kehamilan dengan resiko kelainan herediter
3
Amniocentesis

Amniosintesis untuk diagnosis genetik biasanya dilakukan pada trimester kedua (minggu 16-20).
Pada saat itu jumlah air ketuban sudah memadai (sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel
yang viable dan non viable mencapai rasio terbesar. Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum
minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan.

Prosedur ini bersifat invasif dan digunakan untuk mendiagnosis aneuploidi pada fetus dan
gangguan genetik lainnya. Prosedur ini dulunya dapat pula digunakan pada trimester pertama
kehamilan. Namun karena resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi lebih besar daripada
amniosintesis yang dilakukan pada trimester kedua.

Indikasi utama untuk tindakan amniosintesis adalah pemeriksaan karyotype janin. Sel-sel dalam
cairan amnion berasal dari kulit janin yang mengalami deskuamasi dan dikeluarkan dari saluran
gastrointestinal, urogenital, saluran pernafasan dan amnion. Sel-sel ini dipersiapkan untuk
analisis pada tahap metafase maupun untuk pemeriksaan FISH. Namun laboratorium lebih
senang bila mendapat sampel dari darah atau villi korialis karena banyak mengandung DNA
yang diperlukan untuk kultur.

Sel – sel fetus setelah melalui suatu prosedur tertentu lalu dibiakkan 2 – 3 minggu, kemudian
diperiksa kromsomnya untuk dibuat kariotypenya. Apabila pada karyotype terlihat adanya 3
buah autosom no 21 maka secara prenatal sindrom down sudah dapat dipastikan pada bayi itu.
Resiko adanya bayi sindrom down bagi ibu – ibu yang berumur < 25 tahun kira – kira 1 dalam
1500 kelahiran, pada usia 40 tahun 1 dalam 400 kelahiran, sedangkan pada usia 45 tahun 1 dalam
45 kelahiran. Ini berarti bahwa apabila ibu – ibu yang hamil pdaa usia 45 tahun diperiksa, maka
1 dari 40 ibu dapat diduga dapat mengandung bayi trisomy 21.

Sebelum amniosintesis terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan jumlah
janin, konfirmasi usia kehamilan, memastikan viabilitas janin, deteksi anomali pada janin dan
menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat serta memperkirakan jumlah air ketuban.
4
Dilakukan tindakan antisepsis pada kulit perut ibu dan operator memakai sarung tangan steril.
Dengan tuntunan USG, tusukkan jarum ukuran 20-22 pada kantong amnion yang tidak berisi
bagian kecil janin atau tali pusat. Sebaiknya dilakukan pada daerah fundus untuk mengurangi
risiko robekan selaput ketuban, dan sedapat mungkin menghindari daerah plasenta. Bila terpaksa
harus melakukan tusukan pada daerah plasenta sebaiknya dibantu dengan color doppler untuk
mengidentifikasi pembuluh darah dan lakukan tusukan pada daerah yang paling tipis jauh dari
tepi plasenta.1

Selain abortus risiko lain pada janin dan ibu juga perlu untuk dipertimbangkan. Sudah ada
laporan mengenai terjadinya scar pada tubuh janin akibat tusukan jarum namun jarang terjadi.
Amniosintesis yang dilakukan dengan tuntunan USG dapat mengurangi risiko tersebut dan juga
risiko perlukaan yang lain. Komplikasi lain dari amniosintesis midtrimester meliputi
korioamnionitis, robekan selaput ketuban dan perdarahan pervaginam. Insidens korioamnionitis
< 1 per 1000 prosedur, robekan selaput ketuban terjadi pada 1-2% penderita, namun biasanya
sembuh sendiri dan terjadi reakumulasi cairan dan pada umumnya luaran kehamilan normal.
Insiden perdarahan pervaginam juga sekitar 1% dan berhubungan dengan ukuran jarum yang
dipakai. 1,2

Chorionic Villus Sampling (CVS)

CVS juga merupakan suatu prosedur yang invasif dan dapat dilakukan pada trimester pertama
(10-13 minggu). Sampel bisa didapatkan secara trans-servikal maupun trans abdominal,
bergantung pada rute mana yang lebih memudahkan akses ke plasent. Kontraindikasi relatif dari
prosedur ini antara lain vaginal spotting, infeksi genital aktif dan posisi uterus yang mengalami
ante/ retrofleksi yang terlalu ekstrim.

CVS merupakan suatu prosedur yang baik karena dapat dilakukan pada semester pertama
sehingga hasilnya dapat diketahui lebih cepat dibandingkan amniosintesis. Pasien dan dokter
dapat segera mengkonsultasikan bersama tindakan yang diambil berdasarkan hasil yang ada.

5
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil dari
plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic). Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat
diuji untuk sindrom Down. Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis,
tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.

CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan. Efek samping kepada ibu
adalah sama dengan amniosentesis (di atas). Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan risiko keguguran normal 3 sampai 5%.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin
sedikit tingkat keguguran.3

Fetal Blood Sampling

Disebut juga Percutaneus Umbilical Blood Sampling (PUBS) atau cordosintesis. Pemeriksaan ini
dapat digunakan untuk analisis genetik apabila hasil amniocintesis maupun CVS meragukan atau
saat hasil yang cepat diperlukan. Kariotyping dengan darah fetus dapat diselesaikan dalam 1-2
hari. Darahnya juga dapat dianalisis untuk kelainan metabolik dan hematologi. Cordosinctesis
dilakukan dengan bantuan sonografi, operator akan menggunakan jarum ukuran 22 G untuk
mengambil darah pada area vena umbilikalis yang terletak dekat dengan plasenta.

Dapat terjadi perdarahan pada vena umbilikalis, hematoma, perdarahan fetal-maternal dan
bradikadi pada fetus. Komplikasi ini umumnya dapat membaik namun pada beberapa kasus
dapat menyebabkan kematian janin. Angka kematian fetus berkaitan dengan prosedur ini dapat
mencapai 1,4%

Pada dasarnya kelainan kromosom dapat berupa kelainan jumlah kromosom dan kelainan
strukstur kromosom. Kelainan kromosom akan menyebabkan gangguan sejak dari fertilisasi
sampai periode setelah lahir. Jadi gangguan yang ditimbulkan bisa terjadi pada saat fertilisasi,
implantasi, perkembangan embrio, perkembangan fetus, gangguan pada masa bayi, gangguan
pada masa kanak-kanak, bahkan juga pada masa dewasa dan tua. Dengan demikian gangguan
tadi dapat berupa abortus sangat awal, abortus awal, lahir mati dengan kecacatan, serta lahir

6
cacat. Kecacatan dapat berupa kecacatan fisik maunpun mental. Berat ringannya kelainan tentu
saja tergantung dari berat ringannya kelainan kromosom.

Kelainan Jumlah Kromosom

Kelainan jumlah kromosom dapat berupa:

 Aneuploidi
Mutasi kromosom ini tidak melibatkan seluruh genom yang berubah,rnelainkan hanya
terjadi pada salah satu kromosom dari genom. Disebut juga dengan istilah aneusomik.
Macam-macam aneusomik antara lain sebagai berikut:
1. Trisomi
Trisomi berarti bahwa terdapat kelebihan satu kromosom. Kalau kariotip normal
terdiri atas 46 kromosom atau 23 pasang kromosom, maka kariotip penderita
trisomi terdiri atas 47 kromosom. Contoh trisomi autosom yang terkenal adalah
trisomi 13, trisomi 18, dan trisomi 21; sedangkan trisomi kromosom kelamin yang
terkenal adalah sindroma Klinefelter atau sindroma 47, XXY, wanita 47,XXX,
dan pria 47,XYY. Trisomi biasanya terjadi karena kegagalan pemisahan
kromosom yang disebut nondisjungsi. Karena terdapat kelebihan satu kromosom,
maka juga terdapat kelebihan gen-gen yang terdapat pada kromosom tersebut.
Kelebihan gen-gen atau bahan genetik ini akan menyebabkan gangguan.

2. Monosomi
Monosomi adalah hilangnya satu kromosom, sehingga jumlah kromosom bukan
46 tetapi 45. Monosomi autosom secara penuh (kehilangan satu kromosom utuh)
mungkin belum pernah ditemukan karena hasil fertilisasi yang mengalami
monosomi mungkin bersifat letal (menyebabkan kematian). Sebaliknya terdapat
monosomi kromosom kelamin yang terkenal yaitu sindroma Turner yang
mempunyai konstitusi kromosom 45,X.

 Poliploidi

7
Poliploidi terdiri dari dua jenis, yaitu triploidi dan tetraploidi. Triploidi adalah adanya
tiga perangkat (3n) kromosom, sehingga jumlah kromosomnya bukan 46, tetapi 69
kromosom dengan XXX, XYY atau XXY. Tetraploidi adalah terdapatnya 92 kromosom
dengan XXXX atau XXYY. Sering diasosiasikan dengan insidens abortus spontan karena
kelainan dari kromosom yang ditemukan pada abortus spontan, triploidi merupakan 20%
kelainan kromosom yang ada.

Kelainan Struktur Kromosom

Kelainan struktur kromosom terjadi karena patahnya kromosom pada tempat-tempat


tertentu yang disertai dengan kejadian yang lain yang menimpa patahan (segmen) kromosom
tadi, misalnya hilangnya segmen kromosom, berpindahnya segmen kromosom, atau penempelan
kembali segmen kromosom tetapi dengan letak yang berbeda dengan letak aslinya. Kelainan
struktur kromosom dapat berupa:

 Delesi
Delesi atau defisiensi adalah hilangnya segmen kromosom sebagai akibat patahnya
kromosom tadi. Delesi dapat sangat kecil sehingga luput dari deteksi saat pemeriksaan
kromosom, tetapi dapat pula cukup besar sehingga mudah diketahui. Berat ringannya
kelainan klinik juga tergantung dari besar kecilnya segmen kromosom yang hilang serta
fungsi gen-gen yang hilang tadi. Delesi dapat terminal (kehilangan segmen kromosom
bagian ujung) atau dapat interstisial (kehilangan segmen kromosom bagian tertentu).
 Inversi
Inversi adalah terbaliknya urutan gen-gen dalam kromosom pada segmen tertentu. Inversi
terjadi karena patahnya kromosom yang diikuti dengan penempelan kembali segmen
kromosoom yang patah tadi tetapi dengan letak yang terbalik. Perubahan letak gen-gen
ini dapat memberikan efek buruk, misalnya efek posisi yang menyebabkan gangguan
interaksi antar gen.
 Translokasi
Translokasi adalah berpindahnya segmen kromosom ke kromosom yang lain. Ada dua
macam traslokasi, yaitu:

8
o Translokasi sederhana: yang berupa pindahnya segmen terminal kromosom ke
ujung kromosom yang lain.
o Translokasi resiprokal: ialah saling tertukarnya segmen terminal antara dua
kromosom non homolog. Karena pertukaran ini bersifat resiprokal, maka jumlah
total kromosom tidak berubah.
o Fusi sentrum atau translokasi Robertson yang terjadi diantara dua kromosom
akrosentrik. Kedua kromosom akrosentrik tadi kehilangan lengan p-nya,
kemudian diikuti bersatunya kedua sentromer dari kedua kromosom tadi. Dengan
demikian jumlah kromosomnya menjadi 45, dimana salah satu kromosomnya
terbentuk dari dua lengan q dari kedua kromosom akrosentrik.
 Adhesi
Adhesi adalah kelebihan segmen kromosom, dengan demikian juga terjadi kelebihan gen-
gen yang dikandungnya. Keadaan demikian terjadi misalnya karena pindah silang
(crossing over) yang tidak seimbang, sehingga salah satu anggota pasangan kromatid
mendapatkan material genetic yang berlebih.

Trisomi 13: Sindroma Patau

Trisomi 13 atau sindroma Patau disebabkan oleh adanya 3 untai kromosom 13 pada tiap sel
penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Kelainan ini dapat
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, ginjal, bibir dan rongga mulut
(bibir sumbing) juga pertumbuhan jari tangan dan kaki. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi
dengan frekuensi 1 dari 8000 sampai 10.000 bayi yang lahir dan biasanya jika gejalanya sangat
berat dapat menyebabkan kematian beberapa jam atau beberapa minggu setelah kelahiran.

Trisomi 18: Sindroma Edward

Trisomi 18 merupakan bentuk trisomi kedua yang banyak ditemukan selain sindrom down.
Trisomi 18 atau sindroma Edward disebabkan oleh adanya 3 untai kromosom 18 pada tiap sel
penderita. Berlebihnya jumlah kromosom 18 ini jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 1500 bayi
yang lahir dan gejalanya adalah retardasi mental berat, gangguan pertumbuhan, ukuran kepala

9
dan pinggul yang kecil, dan kelainan pada tangan dan kaki. Secara gejala klinis pada umumnya
trisomi 21 dan 18 dapat dibedakan tetapi dengan kariotiping akan lebih mudah untuk
membedakan kedua trisomi ini.

Sindrom Down Trisomy 21

Sindroma Down Triplo 21 atau Trisomi 21, dimana pasien mempunyai kelebihan sebuah
autosom nomor 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom.

Pada Sindroma Down trisomi-21, nondisjunction dalam miosis 1 menghasilkan ovum yang
mengandung 2 buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal yang
membawa autosom nomor 21, maka terbentuklah zigot trisomi-21.

Pada sindrom down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada autosom
lain, kadang – kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering dengan autosom
nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita sindroma Down translokasi memiliki 46
kromosom.4

Pada sindrom down translokasi ini dikenal istilah :

a. Translokasi resiprokal : terjadi bila 2 kromosom bertukar sebagai materi genetik


b. Translokasi robertsonian : jenis translokasi resiprokal tapi batas patahnya
kromosom pada atau dekat centromere (bagian sentral) 2 buah kromosom jenis
akrosentris [jenis kromosom yang lengan pendeknya (p) sangat pendek dan tidak
mengandung gen].

Sindrom Down translokasi ini termasuk dalam kelainan struktur kromosom, dimana pada
keadaan ini dapat terjadi keadaan yang balans dan tidak balans. Pada pengaturan yang balans
bagian seluruh kromosom lengkap, tidak ada penambahan atau pengurangan materi genetik.
Umumnya kelainan struktur kromosom yang balans tidak menyebabkan masalah klinik, tetapi
seseorang dengan kelainan struktur kromosom balans berpotensi mempunyai keturunan dengan
kelainan struktur kromosom yang tidak balans.

10
Manifestasi Klinis Sindrom Down

Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat dengan mudah mengenalinya.
Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan berbagai gangguan fungsi organ yang dibawa
sejak lahir.

Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :

 Pada saat lahir, ototnya kendur / hipotoni.


 Bentuk tulang tengkoraknya asimetris atau ganjil
 Bagian belakang kepalanya mendatar
 Kepalanya lebih kecil daripada normal (mikrosefalus) dan bentuknya abnormal
 Hidungnya datar, lidahnya menonjol dan matanya sipit ke atas
 Pada sudut mata sebelah dalam terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar (lipatan
epikantus)
 Tangannya pendek dan lebar dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya
memiliki 1garis tangan pada telapak tangannya
 Jari kelingking hanya terdiri dari 2 buku dan melengkung ke dalam
 Kulit halus dan longgar
 Telinganya kecil dan terletak lebih rendah
 Diantara jari kaki pertama dan kedua terdapat celah yang cukup lebar
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (hampir semua penderita sindroma Down
tidak pernah mencapai tinggi badan rata-rata orang dewasa), keterlambatan motorik,
kognitif, bahasa dan kemampuan bersosialisasi
 Retardasi mental
 Congenital heart diseases (4-45%) : VSD, TOF, PDA, ASD
 Anomalies of the GI tract (10-12%) : Tracheoesophageal fistula, esophageal atresia,
pyloric stenosis, duadenal atresia, aganglionic megcolon, imperforate anus
 Congenital cataracts (3%)

11
Faktor Resiko

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko bayi akan memiliki trisomi 21 jenis sindrom Down ,
yang tipe yang paling umum, meliputi:

 Ibu berusia di atas 35 tahun memiliki kecenderungan mendapatkan anak dengan kelainan
genetik down syndrome. Resiko ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia saat
hamil.4
 Ayah yang berusia lebih dari 40 tahun bila beristrikan wanita berusia lebih dari 35 tahun
memiliki resiko 2 kali lipat dibanding biasanya. Akan tetapi bila wanita berada di bawah
usia 35 tahun, usia ayah tidak berpengaruh walaupun Down syndrome tetap dapat terjadi.
 Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi down syndrome memiliki resiko
melahirkan bayi dengan down syndrome lainnya sebesar 1/100.
 Translokasi sindrom Down adalah jenis-satunya yang kadang-kadang langsung
diwariskan. Namun sebagian besar tipe translokasi Down syndrome adalah kasus-kasus
sporadis (acak), dengan tidak diketahui penyebabnya. Translokasi menyumbang sekitar
4% dari semua kasus sindrom Down.
 Adanya riwayat keluarga yang menderita down syndrome.
 Memiliki banyak anak. Resiko ini meningkat apabila telah memiliki 5 anak sebelumnya
dan lebih. Tidak hanya untuk trisomi 21, tetapi resiko untuk trisomi 18 (Edward
syndrome) dan trisomi 13 (Patau syndrome) juga meningkat.

Di lihat dari faktor resiko maka pada anamnesis dapat di tanyakan usia ibu saat mengandung,
riwayat kemahilan Ibu,apa ini anak pertama atau anak yang keberapa. Selain itu juga riwayat
kesehatan keluarganya, apakah ada di dalam keluarga yang menderita sindrom down.

Etiologi

Penderita sindrom down mempunyai 3 kromosom 21 dalam tubuhnya yang kemudian disebut
dengan trisomi 21. tetapi pada tahun – tahun berikutnya, kelainan kromosom lain juga mulai
tampak, sehingga disimpulkan bahwa selain trisomi 21 ada penyebab lain dari timbulnya
penyakit sindrom down ini. Meskipun begitu penyebab tersering dari sindrom down ini adalah
12
trisomi 21 yaitu sekitar 92-95%, sedangkan penyebab yang lain yaitu 4,8-6,3% adalah karena
keturunan. Kebanyakan adalah translokasi Robertisonian yaitu adanya perlekatan antara
kromosom 14, 21 dan 22. Penyebab yang telah diketahui adalah kerena adanya kelainan
kromosom yang terletak pada kromosom yang ke 21, yaitu trisomi. 4,5

Epidemiologi

Sindroma Down merupakan kelainan kromosomal autosomal yang banyak terjadi pada
manusia. Diperkirakan angka kejadian yang terakhir adalah 1 - 1,2 per 1000 kelahiran hidup,
dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan berkaitan
dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak dengan
Sindroma Down dilahirkan dari ibu dengan umur diatas 35 tahun.6

Sindroma Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada
bangsa kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam, tapi perbedaannya tidak bermakna.
Insiden Sindrom Down di negara kita tinggi, yaitu satu kasus hagi setiap 660 kelahiran. Risiko
mendapat anak Sindrom Down dikaitkan dengan usia ibu ketika mengandung, terutama jika
mengandung pada umur diatas 35. Kemungkinan mendapat anak Sindrom Down ialah satu
kasus bagi setiap 350 kelahiran (jika umur ibu berusia 35 - 45 tahun) dan satu kasus bagi 25
kelahiran jika usia ibu melebihi 45 tahun.

Patofisiologi

Gen pada tambahan salinan kromosom 21 bertanggung jawab atas semua karakteristik yang
berhubungan dengan sindrom Down. Biasanya, setiap sel manusia mengandung 23 pasang
kromosom yang berbeda. Setiap kromosom membawa gen, yang dibutuhkan untuk
pengembangan yang tepat dan pemeliharaan tubuh kita. Pada konsepsi, seorang individu
mewarisi 23 kromosom dari ibu (melalui sel telur) dan 23 kromosom dari ayah (melalui sel
sperma).

Namun, terkadang seseorang mewarisi kromosom ekstra dari salah satu orangtua. Pada sindrom
Down, seorang individu paling sering mewarisi dua salinan kromosom 21 dari ibu dan satu
13
kromosom 21 dari ayah untuk total tiga kromosom 21. Karena sindrom Down disebabkan oleh
warisan dari tiga kromosom 21, gangguan ini juga disebut trisomi 21. Sekitar 95% dari individu
dengan sindrom Down mewarisi kromosom ekstra keseluruhan 21.

Sekitar 3% sampai 4% dari individu dengan sindrom Down tidak mewarisi kromosom ekstra
keseluruhan 21, namun hanya beberapa ekstra kromosom 21 gen, yang melekat pada kromosom
lain (biasanya kromosom 14). Ini disebut translokasi. Sebagian besar waktu, translokasi adalah
peristiwa acak selama konsepsi dalam beberapa kasus. Namun, orangtua adalah pembawa
seimbang translokasi. Orangtua memiliki tepat dua salinan kromosom 21, tetapi beberapa gen
yang didistribusikan ke kromosom lain. Jika bayi mewarisi kromosom dengan gen ekstra dari
kromosom 21, maka anak akan memiliki sindrom Down (dua kromosom 21 ditambah ekstra
kromosom 21 gen melekat pada kromosom lain).

Sekitar 2% sampai 4% dari orang-orang dengan sindrom Down mewarisi gen tambahan dari
kromosom 21, tetapi tidak di setiap sel tubuh. Hal ini dikenal sebagai mosaik sindrom
Down. Orang-orang ini mungkin, misalnya, telah mewarisi gen tambahan dari kromosom 21
dalam sel otot mereka, tetapi tidak dalam setiap jenis sel lain. Karena persentase sel dengan gen
tambahan dari kromosom 21 bervariasi pada orang dengan sindrom Down mosaik, mereka sering
tidak memiliki semua karakteristik fisik yang khas dan mungkin tidak sangat intelektual
gangguan seperti orang dengan penuh trisomi 21. Kadang-kadang, mosaik Down syndrome
adalah begitu ringan sehingga akan terdeteksi. Di sisi lain, mosaik sindrom Down juga bisa salah
didiagnosis sebagai trisomi 21, jika tidak ada tes genetik telah dilakukan.2,4

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi
kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami
kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus
otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun
informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai
berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.2,3
14
Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua, karena kita memandang bahwa perasaan orang
tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak menerima diagnosa itu sementara
waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang mengalami kekecewaan. Setelah orang tua
merasa bahwa dirinya siap menerima keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan
selanjutnya adalah bahwa anak dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama dengan
anak normal lainnya yaitu kasih sayang dan pengasuhan. Pada pertemuan selanjutnya
penyuluhan yang diberikan antra lain : Apa itu sindrom down, karakteristik fisik dan antisipasi
masalah tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik,
perkembangan mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan istilah
yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.

Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh, karena otot-ototnya
cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan dengan permainan-permainan layaknya
pada anak balita normal, walaupun respons dan daya tangkap tidak sama, bahkan mungkin
sangat minim karena keterbatasan intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai pedoman
bagi orang tua untuk memberi lingkungan yang memeadai bagi anak dengan syndrom down,
bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa.
Selain itu agar anak mampu mandiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi, yang
akan memberi anak kesempatan.

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung,
mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada
jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi
yang adekuat.

Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar untuk mencapai


manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap perkembangan yang berkelanjutan.
Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu anak mencapai perkembangan terpenting secara
maksimal bagi sang anak, yang berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down
syndromenya. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk

15
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways). Tanpa fisioterapi
sebagian banyak anak dengan Down Syndrome menyesuaikan gerakannya untuk
mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya, sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah
postur.

Terapi bicara di perlukan untuk anak down sindrom yang mengalami keterlambatan bicara dan
pemahaman kosakata. Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian,
kognitif/pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya.

Pencegahan dan Konseling Genetik

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis


bagi para ibu hamil terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down
syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 35 tahun harus dengan hati-hati dalam memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down
syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena Down Syndrome merupakan
kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Konseling genetik juga menjadi
alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan angka kejadian sindrom down. Dengan
Gene targeting atau Homologous recombination gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat
gen 21 yang bertanggung jawab terhadap munculnya fenotip sindrom down dapat di non
aktifkan.

Berkonsultasi ke dokter bila pernah mengalami keguguran atau melahirkan anak yang cacat
karena mungkin wanita tersebut memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan tertentu untuk mencari
penyebabnya.

Indikasi Diagnosis Prenatal

Alasan utama untuk melakukan diagnosis prenatal adalah faktor usia maternal (>35 tahun),
abnormalitas maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP) dan hasil skrining test lain yang positif.
Secara singkat indikasi untuk diagnosis prenatal adalah sebagai berikut :7

16
1. Usia maternal 35 tahun atau lebih
2. Riwayat keluarga dengan anomali kromosom
3. Orang tua dengan karier translokasi
4. Abnormalitas MSAFP atau multiple markers screen
5. Riwayat keluarga dengan neural tube defect (NTD)
6. Kelainan gen tunggal – riwayat keluarga atau karier yang didapat dari skrining populasi.
7. Malformasi kongenital yang didiagnosis dengan USG
8. Kecemasan.

Kesimpulan

Sindrom down merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan karena kesalahan jumlah dalam
kromosom khususnya kromosom 21. Penyakit ini dapat terjadi akibat berbagai faktor antara lain
faktor usia ibu, faktor kesalahan pembelahan kromosom dan faktor translokasi robertsonian.
Penyakit kelainan kromosom seperti sindrom down ini dapat dideteksi dengan berbagai skrining
semasa kehamilan dengan menggunakan teknik aminosentesis, chorrionic villus sampling, dan
cordocentesis. Penyakit ini tidak ada disembuhkan tetapi dapat diobati manifestasi klinik yang
ada seperti kelainan jantung bawaan.

Kepustakaan

1. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008.h.300-50.
2. Suryo. Genetika manusia. Yogyakakrta: Gajah Mada Press; 2003.h.259-72.
3. Kenneth J. Leveno, F. Gary Cunningham, Noeman F. Gant, James M. Alexander, Steven L.
Bloom, Brian M. Casey, et al. Skrining pada cacat Neural-tube dan sindrom Down. Williams
Manual of Obstetrics. Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. h. 91
4. Selikwitz, Mark. Mengenal Sindrom Down. Jakarta : EGC.2001.
5. Janti Sudiono. Sindrom Down (trisomi 21). Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.h. 84-91.
6. Wong L. Donna. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jilid 1 ed. 6. Jakarta : EGC; 2002.h. 713-
714.
17
7. Enkin M, Neilson J,. Screening for congenital anomalies. 2005. Di unduh dari
www.maternitywise.org/prof/.

18

Anda mungkin juga menyukai