Anda di halaman 1dari 128

DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

BAB IV
METHODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

4.1. UMUM

Sejalan dengan kebijakan mutu perusahaan PT. Estetika Panca Sanjaya secara
profesional untuk menjamin hasil dan mutu pekerjaan perlu untuk selalu
memelihara Sasaran mutu proyek agar dapat terselenggara secara konsisten.
Untuk itu Sasaran mutu proyek telah ditetapkan secara rinci, disajikan dalam
butir-butir berikut :
1. Terlaksananya sistem pengelolaan pekerjaan yang efektif dan efisien sesuai
dengan tata laksana kerja, tanggung jawab, dan wewenang dari segenap
komponen tenaga pelaksana proyek.
2. Terlaksananya kegiatan yang berjalan sesuai dengan kerangka acuan,
prosedur dan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan.
3. Proses pelaksanaan kegiatan dapat diselenggaranya sesuai dengan
perencanaan menurut metodologi yang ditetapkan dengan jelas dan
sistematis, sehingga diperoleh keluaran yang memenuhi keabsahan produk
bagi pemenuhan kebutuhan pelanggan.
4. Inspeksi dan pengujian yang dibutuhkan dalam mendukung pengendalian
proses /produk dapat dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur mutu,
waktu dan biaya yang telah ditetapkan.
5. Terlaksananya distribusi/pengendalian dokumen sesuai dengan ketentuan
yang dipersyaratkan, khususnya rekaman dokumen kegiatan.
Penyelesaian pekerjaan dapat dipelihara sesuai dengan kerangka jadwal/waktu
pelaksanaan yang diprogramkan dan sesuai dengan mutu dan waktu yang
ditargetkan, sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja.
Dalam pelaksanaan pekerjaan Detail Desain Pembangunan Embung Pesantren
Batang Asap Kab Tanjung Jabung Barat, agar diperoleh hasil produk yang
optimal, maka Konsultan akan menyiapkan rencana kerja dan methodology

PENDAHULUAN V I-1
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

pelaksanaan yang optimal sesuai yang disyaratkan oleh Kerangka Acuan Kerja
(KAK).
Pendekatan teknis digunakan untuk memperhitungkan secara teknis, bagaimana
potensi sebaran potensi Embung untuk air baku, Perencanaan Manfaat,
Perencanaan Kontruksi Bangunan utama dan pelengkapnya, perencanaan
Geologi dan mekanika tanahnya, perencanaan reduksi banjir, perencanaan
pelaksanaan kontruksi, perencanaan ekonomi dan perencanaan kondisi
lingkungan. Norma, strandar Pedoman serta kriteria yang berlaku menjadi acuan
dalam perhitungan aspek teknis.
Pendekatan partisipatif digunakan untuk mengakomodasi masukan atau saran
dari masyarakat. Masukan atau saran dari masyarakat ini diupayakan diperoleh
berbarengan dengan pelaksanaan survei topografi, pengambilan Sample
Sedimen, dan Kualitas Air. Dewasa ini masalah pendekatan dan partisipasi dari
masyarakat merupakan faktor penting untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan
Studi Penelitian dan Aau Perencanaan
Berikut ini merupakan Daftar Alir Pelaksanaan Pekerjaan : Detail Desain
Pembangunan Embung Pesantren Batang Asam Kab. Tanjung Jabung Barat, demi
terwujudnya pelaksanaan pekerjaan yang mantab :

PENDAHULUAN V I-2
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.1. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan (a)

PENDAHULUAN V I-3
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.2. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan (b)

PENDAHULUAN V I-4
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.3. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan (c)

PENDAHULUAN V I-5
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Secara umum tahapan sesuai dengan carth diatas dan tahapn tahapan sistematis
yang kami konsultan susun adalah sebagai berikut :
I. Tahap Persiapan
1. Mobilisasi personil, sebagai bagian survei awal dan koordinasi dengan
Direksi Pekerjaan dan instansi lainnya yang terkait.
2. Penyusunan Rencana Mutu Kontrak
3. Diskusi dengan Direksi Pekerjaan untuk membahas Rencana Kerja
Konsultan dalam Diskus RMK.
4. Persiapan Administrasi Kegiatan Survey Pendahuluan
5. Perencanaan Item Item Survey Pendahuluan, termasuk studi awal
topografi wilayah sungai yang memiliki potensi Embung
6. Mempersiapkan Administrasi Pengukuran Topografi Geologi dan Survey
Sosial ekonomi dan lingkungan
II. Pengumpulan data sekunder
1. Peta wilayah Adminsitrasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat
2. Peta Topografi dan Jaringan Sungai yang didapatkan dalam Peta RBI
Bakosurtanal
3. Data Kabupaten dan Kecamatan Dalam Angka yang berisi salah satunya
adalah data Statistik Jumlah Penduduk, Data Statistik Luasan Lahan
Pertanian, Data Statistik Sumber Layanan Air masyarakat
4. Data Hidrologi Curah Hujan wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
5. Data Hidrologi Debit aliran Sungai Sungai Wilayah Kabupaten Tanjung
Jabung Barat
6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Tanjung Jabung Barat
7. Peta Land Use Data Terbaru Kabupaten Tanjung Jabung Barat
8. Buku dan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
9. Buku Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai C3
Khususnya untuk Kabupaten Tanjung Jabung Barat
10. Studi Terdahulu Potensi embung Kabupaten Tanjung Jabung Barat

PENDAHULUAN V I-6
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

III. STUDI PENDAHULUAN


adalah kegiatan lapangan di awal pekerjaan mengenai identifikasi daerah
daerah yang memiliki potensi dibangunnya embung, dan wilayah daerah
yang membutuhkan air dari segi untuk lahan pertanian irigasi dan air bersih.
1. Mendapatkan Gambaran Site Rencana Embung Pesantren
2. Mendapatkan Gambaran Peluang Layanan Yang dapat Di terapkan
3. Mendapatkan Gambaran Sistem Hidrologi Embung Pesantren
4. Mendapatkan Gambaran Awal Potensi Peluang Pengembangan Kawasan
Embung
5. Mendapatkan Gambaran Kondisi Geologi Site Rencana Embung
Pesantren
6. Mendapatkan Rencana Lokasi Area Pengukuran Topografi
7. Mendapatkan Gamaran Rencana Kebutuhan Lokasi Pengambilan Sampel
kualitas air, Hidrometri
8. Mendapatkan Informasi awal Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
9. Pengambilan Foto Udara Potensi Rencana Site embung Pesantren
10. Desk Study Hasil Survey Pendahuluan

IV. KEGIATAN PENGUKURAN LAPANGAN


1. Pengukuran Topografi Site Lokasi terpilih
2. Pengukuran Hidrometri :
a). Debit Aliran Sesaat,
b} Potensi Sedimen
c). Kualitas Air.
3. Survey Investigasi Geologi Teknik dan Mekanika Tanah :
a). Pengujian Sondir
b). Permeability Test,
C) Test Pit
d) Bor Inti
4. Pengujian Laboratorium

PENDAHULUAN V I-7
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

V. KEGIATAN SISTEM PLANING DAN ANALISA RANCANGAN


I. Pengolahan hasil lapangan topografi, debit, sedimen kualitas air dan
geologi
II. Analisa hidrologi low flow
III. Analisa hidrologi high flow
IV. Analisa spasial hidrologi erosi dan sedimentasi
V. Abalisa kebutuhan Air Layanan Embung Pesantren
VI. Analisa Simulasi Keandalan Layanan Tampngan Embung
VII. Pra Desain  Analisa Hidrolika, dan Geologi

VI. ANALISA DETAIL DESAIN


I. Analisa banjir melalui pelimpah
II. Desain struktur pelimpah
III. Analisa hidrolika pelimpah dan penentuan dimensi rencana
IV. Analisa tubuh embung pesantren
V. Analisa keamanan tubuh embung pesantren
VI. Perhitungan desain struktur bangunan pelengkap
VII. Analisa desain kebutuhan instrument
VIII. Analisa desain hidromekanikal
IX. Analisa desain prasarana air baku
X. Analisa kebutuhan operasi pemeliharaan
XI. Persiapan penafsian dokumen lingkungan

VII. DETAIL DESAIN EMBUNG PESANTREN


I. Pekerjaan Perhitungan Biaya Dan Kelayakan ekonomi
II. Penggambaran

PENDAHULUAN V I-8
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.2. KEGIATAN SURVEY PENDAHULUAN

Kegiatan Survey Pendahuluan adalah kegiatan lapangan di awal pekerjaan


mengenai identifikasi daerah daerah yang memiliki potensi dibangunnya
embung, dan wilayah daerah yang membutuhkan air dari segi untuk lahan
pertanian irigasi dan air bersih.
Kegiatan ini dilakukan Bersama sama dengan Direksi Pekerjaan, Pengawas
pekerjaan, dan Dinas Daerah Setempat.
Lokasi lokasi yang sudah di identifikasi pada kegiatan persiapan dilakukan
peninjauan langsung lapangan untuk meninjau karakteristik lapangan
evaluasi terhadap Rencana Pembangunan embung.
Pada kegiatan Orientasi lapangan, konsultan akan melakukan kegiatan
kegiatan sesuai dengan Dokumen KAK diatas, dengan menambahkan item
item kekususan yaitu seperti :
1 Penentuan Cakupan dan jalur pengukuran Topografi
2 Penentuan lokasi pengambilan Sampel Kualitas Air dan sedimen serta
pengukuran Hidrometri Debit aliran Sungai rencana Site Embung
Pesantren
3 Pengambilan foto udara menggunakan fasilitas Drone untuk
mendapatkan gambaran fiual udara Site Rencana Embung Pesantren,
juga melakukan Mapping foto udara wialayah perairan tampungan
Embung Pesantren, sehingga sudah didapatkan Gambaran Awal bentuk
alternative alternatef desain Embung Pesantren.
Untuk kegiatan awal ini Fisual foto udara menggunakan Drone dapat
membantu sebagai gambaran awal profil topografi Site rencana embung
pesantren beserta gambaran awal topografi area perairan
tampungannya.

PENDAHULUAN V I-9
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.3. KEGIATAN DESK STUDY HASIL SURVEY PENDAHULUAN

Kegiatan ini adalah mentabulasi hasil kegiatan Survey Pendahuluan yang


berkenaan lokasi lokasi site Sungai Potensi Embung. Tabulasi yang dilakukan
adalah :
1. Koordinat Lokasi
2. Wilayah Administrasi
3. Jalan Akses Masuk
4. Kondisi Topografi Wilayah dan Rencana Site
5. Gambaran Umum Kondisi Geologi dan Mekanika Tanah
6. Gambaran Umum Ketersediaan Material
7. Penilaian Masyarakat
8. Wilayah Potensi Layanan
9. Potensi Tampungan

Tabel 4.1. Form Isian Pentabulasian Data Lapangan


No Wilayah Adminisrasi x y Kondisi Wilayah Foto
Kajian

1 Kab Kecamatan Desa

a Akses Jalan Masuk

b Lokasi Site

C Kondisi Topografi Wilayah dan Rencana Site

D Gambaran Umum Kondisi Geologi dan Mekanika


Tanah

E Gambaran Umum Ketersediaan Material

F Penilaian Masyarakat

d Wilayah Potensi Layanan

e Potensi Tampungan

PENDAHULUAN V I-10
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.4. DISKUSI PENDAHULUAN


Target hasil pekerjaan ini pada Diskusi Pendahuluan adalah diantaranya :
1. Diskusi Paparan Lokasi Lokasi yang di Identifikasikan sebagai lokasi Site
Potensi embung.
2. Diskusi Paparan Kondisi sosial Wilayah Daerah Layanan
3. Diskusi Paparan Analisa Perangkingan Lokasi Site Embung
4. Diskusi Paparan Jadwal Pelaksanaan dan Rencana Program
5. Evaluasi Bersama hasil yang di dapat dan Rencana Berikutnya

4.5. KEGIATAN PENGUKURAN LAPANGAN


Setelah koordinasi Teknis potensi wilayah berdasarkan perangkingan data
diperoleh, maka di lanjutkan pada kegiatan pengukuran lapangan
diantaranya adalah :
1. Pengukuran Topografi Site Lokasi terpilih  Untuk mendapatkan Data
terukur mengenai profil topografi ketinggian wilayah dan topografi
tampungan.
2. Pengukuran Hidrometri : a). Debit Aliran Sesaat, untuk mengetahui besar
debit aliran sesaat pada ruas Sungai lokasi rencana Embung b} Sedimen
Sungai, sebagai gambaran awal tingkat sedimentasi sungai lokasi Site
terpilih, sehingga didapatkan hubungan besaran debit dan sedimen yang
mengalir, untuk Analisa potensi sedimen yang masuk tampungan embung
c). Kualitas Air  Pengambilan Sampel Air dan uji laboratorium untuk
diketahui nilai parameter kualitas air.
3. Survey Investigasi Geologi Teknik dan Mekanika Tanah : a). Pengujian
Sondir Untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras serta sifat daya
dukung maupun daya lekat setiap kedalaman, b). Permeability Test, untuk
mengetahui nilai koefsien rembesan dari suatu jents tanah. C) Test Pit
digunakan untuk mengetahui kondisi pelapisan tanah dibawah tanah
permukaan.

PENDAHULUAN V I-11
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.5.1. PENGUKURAN TOPOGRAFI


Lingkup pekerjaan survey topografi meliputi :
Pemetaan Dam site Embung dan pelimpah skala 1:500
Pemetaan Situasi untuk daerah Genangan dengan skala 1 : 2.000.
Penggambaran Hasil Pengukuran
Rincian Pekerjaan meliputi sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
 Menyiapkan administrasi yang diperlukan, seperti perijinan, surat jalan dan
sebagainya.
 Penyiapan data pendukung seperti peta rupa bumi 1 : 25.000, dan tabel
deklinasi matahari.
 Melakukan inventarisasi data koordinat titik acuan terdekat atau titik acuan
yang diarahkan oleh pihak proyek.
 Menyiapkan peta kerja, termasuk perencanaan jalur pengukuran dan
rencana penempatan titik kontrol.
2. Pemasangan Monumentasi dan Patok Bantu
Ada 2 ( dua ) jenis monumentasi yang perlu dipasang yaitu :
a) Bench Mark ( BM )
Bench Mark yang terbuat dari beton menggunakan tulangan dengan
ukuran 20 cm x 20 x cm x 100 cm . BM dilengkapi dengan baud yang
diberi tanda silang pada bagian atasnya sebagai titik centering, serta
diberi penamaan pada bagian samping menggunakan tegel. BM ini
dipasang sedemikian rupa sehingga bagian yang muncul di atas tanah
lebih kurang 20 cm. Patok BM dipasang 2 buah masing- masing
dipasang pada tumpuan kiri dan kanan dan 2 buah dilokasi lain yang
dianggap penting.

PENDAHULUAN V I-12
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Titik Ketinggian dari Kuningan

20 cm
PermukaanTanah
Plat Nomenkltur

Beton Bertulang 1: 2 : 3
20 cm 70 cm

10 cm
40 cm

40 cm

Gambar 4.1 Bentuk dan ukuran Patok BM

b) Control Point ( CP )
Control Point dengan ukuran 10 cm x 60 cm terbuat dari cor semen,
dipasang dengan tujuan untuk memberikan acuan arah azimuth dari BM
terpasang. Control point ini dipasang dengan posisi saling terlihat dengan
BM terpasang.
10 cm

PENDAHULUAN V I-13
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

10 cm

20 cm

20 cm PermukaanTanah

40 cm
Adukan semen

20 cm

5 cm

Angkur besi 20 cm

Gambar 4.2 Bentuk dan ukuran Patok CP

c) Patok Bantu
Patok bantu dipasang pada setiap tempat berdiri alat poligon, situasi,
cross section dan diantara tempat berdiri alat waterpas. Patok ini dibuat
dari kayu dengan ukuran 3 cm x 5 cm x 40 cm. Patok kayu ini pada bagian
atasnya dipasang paku payung sebagai penanda centering titik tempat
berdiri alat atau titik berdiri rambu pada pengukuran waterpass. Untuk
memudahkan penentuan patok, perlu juga diberikan peng-kodean atau
penamaan masing-masing patok kayu tersebut dengan nama, huruf atau
nomer.
3. Pengukuran Poligon Utama
Pengukuran Kerangka Kontrol Horisontal atau yang lazim disebut Poligon,
dilakukan dengan spesifikasi sebagai berikut :
a) Poligon harus diukur dengan cara poligon tertutup (closed traverse) dan
melingkupi daerah yang dipetakan, jika daerah cukup luas maka
poligon utama dibagi dalam beberapa kring tertutup, maksimum sisi
poligon 1,0 km.

PENDAHULUAN V I-14
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

b) Diusahakan sisi-sisi poligon sama panjangnya, poligon cabang terikat


pada poligon utama dan titik referensi yang digunakan mendapat
persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Jalur poligon baik cabang atau
utama.
c) Setiap poligon akan dilakukan pengamatan matahari setiap 2,5 km,
dan sebagai target adalah azimuth mark bila pengamatan dilakukan di
titik bench mark.
d) Setiap BM eksisting maupun BM dan CP baru harus dilalui pengukuran
poligon.
e) Poligon harus diukur menggunakan alat Total Station atau pasangan
Theodolith Wild T-2 dengan EDM.
f) Sudut diukur minimal dalam 2 seri, yaitu bacaan Biasa dan bacaan Luar
Biasa, dengan ketelitian sudut 5”.
g) Pengukuran sudut dilakukan dengan titik nol yang berbeda semisal 0o,
45o, 90o dan seterusnya.
h) Jarak mendatar diukur minimal 3 (tiga) kali ke muka dan ke belakang.
i) Kesalahan penutup sudut harus lebih kecil dari 10 “  n, dimana n
adalah jumlah setasiun berdiri alat.
j) Pengamatan Matahari dilakukan setiap 2,5 km sepanjang jalur
pengukuran poligon dan pada pertemuan loop pengukuran.
k) Kesalahan linier yang dicapai harus lebih kecil dari 1 : 10.000
l) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan
sistematis, jika ada kesalahan cukup dicoret dan ditulis kembali
didekatnya, serta tidak diperbolehkan melakukan koreksi menggunakan
tinta koreksi.
m) Pekerjaan hitungan poligon harus diselesaikan di lapangan, agar bila
terjadi kesalahan dapat segera diketahui dan dilakukan pengukuran
kembali hingga benar.
n) Perataan hitungan poligon dilakukan dengan perataan metode
Bouwditch.

PENDAHULUAN V I-15
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4. Pengukuran Poligon Cabang


Pengukuran Poligon Cabang perlu dilakukan supaya pada saat
pengambilan detail yang posisinya jauh dari poligon utama mempunyai
ikatan yang satu system dengan poligon utama. Pengukuran poligon
cabang dilakukan sebagai berikut :
a) Poligon harus diukur dengan awalan pada titik poligon utama dan
diakhiri pada titik poligon utama pula.
b) Setiap BM eksisting maupun BM dan CP baru harus dilalui pengukuran
poligon.
c) Poligon harus diukur menggunakan alat Total Station atau pasangan
Theodolith Wild T-2 dengan EDM.
d) Sudut diukur minimal dalam 1 seri, yaitu bacaan Biasa dan bacaan
Luar Biasa, dengan ketelitian sudut 20”.
e) Jarak mendatar diukur minimal 1 ( satu ) kali ke muka dan ke belakang.
f) Kesalahan penutup sudut harus lebih kecil dari 20 “  n, dimana n
adalah jumlah setasiun berdiri alat.
g) Pengamatan Matahari dilakukan setiap 2,5 km sepanjang jalur
pengukuran poligon dan pada pertemuan loop pengukuran.
h) Kesalahan linier yang dicapai harus lebih kecil dari 1 : 5.000
i) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan
sistematis, jika ada kesalahan cukup dicoret dan ditulis kembali
didekatnya, serta tidak diperbolehkan melakukan koreksi
menggunakan tinta koreksi.
j) Pekerjaan hitungan poligon harus diselesaikan di lapangan, agar bila
terjadi kesalahan dapat segera diketahui dan dilakukan pengukuran
kembali hingga benar.
k) Perataan hitungan poligon dilakukan dengan perataan metode
Bouwditch.

PENDAHULUAN V I-16
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

5. Pengukuran Waterpass
Rute pengukuran waterpass mengikuti rute pengukuran poligon dengan
pembagian loop seperti pengukuran poligon. Pengukuran Kerangka
Kontrol Vertikal atau waterpass, harus diukur dengan spesifikasi sebagai
berikut :
a) Kerangka Kontrol Vertikal harus diukur dengan cara loop, dengan
menggunakan alat waterpass Wild Nak-2 atau yang sejenis.
b) Jarak antara tempat berdiri alat dengan rambu tidak boleh lebih besar
dari 50 meter.
c) Baud-baud tripod (statip) tidak boleh longgar, sambungan rambu
harus lurus betul serta perpindahan skala rambu pada sambungan
harus tepat, serta rambu harus menggunakan nivo rambu.
d) Sepatu rambu digunakan untuk peletakan rambu ukur pada saat
pengukuran.
e) Jangkauan bacaan rambu berkisar antara minimal 0500 sampai
dengan maksimal 2750.
f) Data yang dicatat adalah bacaan ketiga benang yaitu benang atas,
benang tengah dan benang bawah.
g) Pengukuran sipat datar dilakukan setelah BM dipasang, serta semua
BM eksisiting dan BM baru terpasang harus dilalui pengukuran
waterpass.
h) Slaag per seksi diusahakan genap dan jumlah jarak muka diusahakan
sama dengan jarak belakang.
i) Pada jalur terikat, pengukuran dilakukan pergi-pulang dan pada jalur
terbuka pengukuran dilakukan pergi-pulang dan double stand.
j) Kesalahan beda tinggi yang dicapai harus lebih kecil dari 7 mmD,
dimana D adalah jumlah panjang jalur pengukuran dalam kilometer.
k) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan
sistematis, jika ada kesalahan cukup dicoret dan ditulis kembali
didekatnya, serta tidak diperbolehkan melakukan koreksi
menggunakan tinta koreksi.

PENDAHULUAN V I-17
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

l) Pekerjaan hitungan waterpass harus diselesaikan di lapangan, agar


bila terjadi kesalahan dapat segera diketahui dan dilakukan
pengukuran kembali hingga benar.
m) Perataan hitungan waterpass dilakukan dengan perataan metode
Bouwditch.

6. Pengukuran Situasi Detail Tapak Embung


Pengukuran detail rencana tapak Embung skala 1 : 500 dilakukan dengan
spesifikasi sebagai berikut :
a) Pengukuran situasi dilakukan secara raai, dengan interval raai 20 m
pada 200 m ke hulu dan 100 meter ke hilir dari rencana as dan
seterusnya menggunakan interval 50 meter.
b) Lebar pengukuran rencana tapak Embung diukur minimal 2 meter
diatas elevasi puncak Embung.
c) Untuk detail-detail yang tidak tercakup dengan pengukuran raai,
ditambahkan pengukuran detil dengan sudut kutub.
d) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan theodolith Wild-T0.
e) Semua titik berdiri alat harus terikat pada poligon utama.
f) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan rapi.

7. Pengukuran Situasi Daerah Genangan


Pengukuran detail daerah genangan skala 1 : 2.000, dilakukan dengan
spesifikasi sebagai berikut :
a) Daerah genangan diukur overlap dengan lokasi rencana bangunan
utama.
b) Kenampakan bangunan yang ada di lapangan baik alamiah maupun
buatan manusia harus di ukur secara lengkap dan ajelas.
c) Untuk detail-detail yang tidak tercakup dengan pengukuran raai,
ditambahkan pengukuran detil dengan sudut kutub.
d) Pengukuran dilakukan dengan menggunakan theodolith Wild-T0.
e) Semua titik berdiri alat harus terikat pada poligon utama.

PENDAHULUAN V I-18
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

f) Interval kontur untuk darah yang relatif datar adalah 0,5 meter dan
untuk daerah yang terjal adalah 1 meter.
g) Semua data lapangan dan hitungan harus dicatat secara jelas dan rapi.

8.Pekerjaan Kantor ( Studio )


Pekerjaan kantor atau studio dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Pekerjaan Hitungan :
Setelah hitungan awal pekerjaan pengukuran dilapangan terutama
hitungan kerangka kontrol horizontal dan vertical diselesaikan, maka
proses selanjutnya adalah penghitungan data secara simultan.
Hitungan-hitungan yang dilakukan adalah hitungan untuk detail
situasi. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
kalkulator maupun dengan menggunakan bantuan Personal
Computer. Tahapan pekerjaan perhitungan ini meliputi :
 Pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan, sehingga
kalau ada kesalahan dapat segera diulang untuk segera dapat
diperbaiki.
 Stasiun pengamatan matahari dicantumkan dalam seketsa.
 Hitungan poligon dan sipat datar menggunakan metode perataan
bowditch.
 Pada gambar seketsa dicantumkan pula salah penutup sudut
poligon beserta jumlah titik, salah linier poligon beserta harga
toleransi, serta jumlah jarak.
 Perhitungan koordinat dilakukan dengan proyeksi UTM.

b). Pekerjaan Penggambaran :


Pekerjaan penggambaran dilakukan setelah pekerjaan hitungan
selesai dilakukan, penggambaran dilaksanakan dalam dua tahap
yaitu proses penggambaran draft pada media kertas putih. Setelah
gambar draft ini disetujui oleh pihak proyek, maka tahapan
selanjutnya adalah proses kalkiring atau pengeplotan gambar pada

PENDAHULUAN V I-19
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

media kertas kalkir dengan menggunakan plotter. Adapun spesifikasi


penggambaran ini adalah sebagai berikut :
 Kertas yang digunakan adalah kertas kalkir 80/85 gram, dengan
format sesuai dengan standar proyek.
 Garis silang grid dibuat setiap 10 cm.
 Gambar draft harus disetujui oleh Direksi sebelum dikalkir.
 Semua Titik Referensi, BM eksisting yang terdapat dilapangan dan
BM serta CP hasil pemasangan baru harus digambar dengan
legenda yang telah ditentukan dan dilengkapi dengan koordinat
dan elevasi.
 Pada setiap interval 5 ( lima ) garis kontur dibuat tebal sebagai
contour index.
 Pencantuman legenda pada gambar harus sesuai dengan yang
ada di lapangan.
 Penarikan kontur lembah, alur atau sadel bukit harus ada data
elevasinya.
 Overlap peta sebesar 5 cm.
 Gambar dan keterangan mengenai kampung, sungai, jalan,
sawah, bangunan dan detail lainnya dicantumkan secara jelas.
 Peta Ikthisar digambar dengan skala 1:10.000 pada kertas kalkir.
 Grid Peta Ikhtisar 1:10.000 per 10 cm.
 Interval kontur untuk peta ikhtisar diambil 2,5 meter untuk daerah
datar dan 5 meter untuk daerah berbukit.
 Format gambar dan etiket peta sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Direksi Pekerjaan.
 Titik poligon utama, poligon cabang dan poligon Raai digambar
dengan sistem koordinat.
 Skala penggambaran untuk situasi daerah genangan adalah
1:2.000 dengan interval 1 m.
 Skala penggambaran untuk situasi dam site adalah 1:500 dengan
interval 0,5 m untuk daerah datar dan 1,0 m untuk daerah terjal.

PENDAHULUAN V I-20
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.5.2. INVESTIGASI GEOLOGI TEKNIK DAN MEKANIKA TANAH


Kegiatan Investigasi Geologi Teknik dan Mekanika Tanah pada pelaksanaan
pekerjaan ini terdiri dari kegiatan :
1. Sondir
2. Pemboran Hand Bor
3. Bor Inti
4. Permeability Test
5. Uji Test Pit (Sumur Uji).
6. Uji Laboratorium

4.5.2.1. SONDIR
a) Kegunaan:
Untuk mengetahui kedalaman lapisan tanah keras serta sifat daya
dukung maupun daya lekat setiap kedalaman.
b) Pelaksanaan:
Alat yang biasa digunakan adalah dutch cone penetrometer dengan
bikonus yang digunakan bekerja ganda sehingga dapat menunjukan
tingkat kepadatan lapisan tanah yang dicapai sehingga ujung konus dan
geseran setempat yang diukur oleh geseran mantel konus.

Pekerjaan ini dilakukan dengan


menggunakan alat sondir
kapasitas 2,5 ton. Pembacaan
tekanan ujung tanah dilakukan
setiap interval kedalam 20 cm,
pembacaan dihentikan sampai
pembacaan mencapai 150
kg/cm². Hasil pembacaan
tekanan konus ditampilkan dalam bentuk grafik antar kedalaman
dengan tekanan ujung. Tes sondir ini dilakukan dengan menggunakan
alat sondir dengan kapasitas 2,5 ton, sepanjang daerah rencana jalur
pipa air baku sebanyak 5 titik.

PENDAHULUAN V I-21
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Peralatan yang digunakan; mesin sondir, satu set (30 buah batang) stang
sondir lengkap dengan stang dalam yang panjangnya masing-masing
1,0 meter, manometer 2 buah, kapasitas 0 – 50 kg/cm2, kapasitas 0 –
250 kg/cm2, satu buah bikonus dan satu buah paten konus, satu set
angker, perlengkapan: kunci pipa, kunci plunyer, palu, minyak
manometer, waterpass dan lain-lain, minyak hidrolik (kastrol oil, sae 10).
Prosedur pelaksanaan:
1. pasang mesin tegak lurus di tempat yang akan diselidiki yang diperkuat
dengan angker yang ditanam ke dalam tanah.
2. pasang traker, tekan stang dalam. pada penekanan pertama ujung
konus akan bergerak ke bawah sedalam 4 cm, kemudian baca
manometer yang menyatakan perlawanan ujung. pada penekanan
berikutnya konus dan mantelnya bergerak ke bawah 4 cm. nilai pada
manometer yang terbaca adalah nilai tahanan ujung dan perlawanan
lekat.
3. tekan stang luar sampai kedalaman baru, penekanan stang dilakukan
sampai kedalaman tambahan sebanyak 20 cm.
4. pekerjaan sondir dihentikan pada keadaan sebagai berikut:
 jika bacaan pada manometer tiga kali berturut-turut manunjukkan nilai
> 150 kg/cm2.
 jika alat sondir terangkat ke atas sedangakan bacaan manometer belum
menunjukkan angka yang maksimum maka alat sondir diberi pemberat.
Perhitungan:
1. hambatan lekat (hl) dihitunga dengan rumus:
hl = (jp – pk)
keterangan:
pk = perlawanan penetrasi konus
jp = jumlah perlawanan

2. jumlah hambatan lekat


jhli = hl

PENDAHULUAN V I-22
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

dimana :
i = kedalaman lapisan yang ditinjau

3. grafik yang dibuat:


 perlawanan penetrasi konus pk pada tiap kedalaman.
 jumlah hambatan lekat pada tiap kedalaman.

4.5.2.2. PEMBORAN
Pengeboran menggunakan bor tangan dengan jumlah titik 3 lubang bor
pada masing-masing lokasi dengan distribusi titik-titik pemboran tangan
didistribusikan sesuai dengan bentuk lay-out rencana jenis bangunan yaitu 3
titik pada poros saluran interkoneksi. Elevasi pemboran tangan harus diukur
terhadap referensi yang ada sehingga titik pemboran dapat diplot pada peta
topografi yang ada.
Setelah lokasi Hand Auger pada Embung ini mendapat persetujuan Direksi
Proyek, mesin bor dapat ditempatkan pada lokasi tersebut. Pekerjaan ini
mempunyai tujuan yang tidak berbeda dengan pemboran dengan mesin,
hanya prosedurnya lebih sederhana. pelaksanaan dari pekerjaan ini
mengacu pada standar buku astm d.1452-80. Hasil yang didapat adalah
lubang bor dengan kedalaman maksimum 6 ~ 10 m dengan diameter 50 –
200 mm. Pemboran tangan adalah metode yang cepat dan murah untuk
tanah yang lunak dan penyelidikan dengan menggunakan metode ini dapat
dilaksanakan pada daerah terpencil dan sulit untuk transportasi alat besar,
mengingat alat yang dipakai cukup sederhana dan dapat dibawa dengan
mudah kemana saja (portable). Penyelidikan dengan bor tangan ini berguna
sebagai perencanaan awal dan dapat digunakan untuk pencarian muka air
tanah dan untuk memasang peralatan-peralatan.
Pengambilan contoh tanah dapat dilaksanakan baik pada tanah asli
maupun terganggu (disturb – undisturb).
Kegunaan:
Untuk mendapatkan keterangan mengenai tanah, jenisnya, sifat-sifat fisis
dan keadaan tanah itu sendiri.

PENDAHULUAN V I-23
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Pelaksanaan:
Bor tangan dilaksankan dengan menggunakan berbagai macam bor (auger)
pada ujung bagian bawah dari serangkaian stang bor. bagian atasnya terdiri
dari stang berbentuk t untuk memutar stang bor. Sebelum pemboran
dilaksanakan perlu diketahui beberapa hal sebagai berikut: letak titik
pemboran, kedalaman pemboran, jenis contoh yang dikehendaki, macam
bor yang akan digunakan.

Peralatan yang dibutuhkan; bor jenis jarret diameter 10 cm dengan mata


spiral, bor jenis iwan diameter 10 cm dengan mata bor helical, kepala
pengambil contoh 6.8 cm dengan kuncinya, satu set stang bor, tabung
ukuran contoh ukuran diameter 6.8 cm dan panjang 40 cm, pemutar stang
bor, satu set pipa pelindung (casing) dengan sepatu dan dongkrak pencabut
pipa, kantong plastik, lilin atau parafin, kunci pipa dan dan obeng, pita ukur,
pensil, kertas dan form data, alas terpal untuk tempat contoh.
Prosedur pelaksanaan:
1. setelah lubang untuk pemeriksaan dibuat dan bersih, kemudian bor
dimasukkan ke dalam tanah dengan memutar stang bor hingga bor
penuh terisi tanah dan kemudian stang ditarik ke atas. tanah dalam
mata bor dibersihkan ke dalam kantong plastik.
2. pengambilan contoh tidak asli (disturb sample): untuk contoh ini dapat
diambil dari contoh tanah dengan bor. tanah yang diambil adalah
contoh dari setiap lapisan yang ditentukan dengan pemeriksaan visual.
contoh kemudian dimasukkan dalam kantung plastik dan diberi label.
3. pengambilan contoh asli (undisturb sample):, untuk cara ini diperlukan
tabung contoh dengan ukuran 6.8 cm dan panjang 40 cm
a. tabung contoh kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor dan
kemudian ditekan perlahan-lahan sampai mencapai kedalaman
40 cm
b. untuk memudahkan pemeriksaan laboratorium, minimal 60 % dari
tabung harus terisi tanah.

PENDAHULUAN V I-24
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

c. stang bor kemudian diputar dengan arah terbalik sehingga contoh


tanah terlepas dari kelilingnya dan contoh dapat diangkat ke atas.
d. setelah tabung contoh diangkat keluar, dilepas dari kepala tabung,
ujung tanah diratakan dan dibersihkan kemudian diberi
lilin/paraffin pada ujung-ujungnya sebagai isolator.
e. setelah lilin/paraffin mengering, contoh diberi label dan
ditempatkan pada tempat yang terlindung.
f. penulisan label harus jelas dan dapat dimengerti maksudnya serta
informative, informasi yang harus dicantumkan antara lain: nomor
lubang bor, kedalaman pengambilan contoh dan lain sebagainya.
g. Hasil penyelidikan selanjutnya disusun dalam suatu penyelidikan
lapangan yang biasa disebut bor log.

4.5.2.3. BOR INTI


pondasi (Subsurface) secara terperinci, sehingga dapat digunakan
secara baik oleh pendesain.
Pengambilan contoh dengan menggunakan metoda pengeboran
adalah untuk suatu cara untuk mengetahui perlapisan batuan yang
ada dibawah permukaan secara maksimal pada suatu titik.
Tahapan penyelidikan detail ini merupakan kelanjutan dari
penyelidikan tahap sebelumnya (review design). Investigasi rinci ini
mencakup :
1) Pekerjaan Pengeboran Inti.
 Melakukan pemboran inti pada titik-titik bor yang telah mendapat
persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
 Menyusun perencanaan kerja secara rinci, termasuk daftar
peralatan yang dipakai beserta personilnya.
 Perijinan penggunaan lahan lokasi titik bor, mobilisasi alat serta
persiapan kerja di lapangan.
 Melaksanakan pemboran inti, termasuk pengambilan sampel,
pemerian titik bor, pengujian-pengujian seperti uji SPT dan
kelulusan air.

PENDAHULUAN V I-25
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

 Menyiapkan peti contoh batuan atau Core Box.


 Lubang bor yang sudah selesai diberi tanda dengan patok beton.
Apabila semua pekerjaan pemboran sudah diperiksa oleh Direksi dan
telah disetujui, maka peralatan beserta personilnya bisa
didemobilisasikan.
Deskripsi Inti Bor dilakukan pada log bor yang sudah terlebih dahulu
disiapkan, deskripsi ini mencakup hal-hal sebagai berikut :
 Semua informasi yang tercakup dalam laporan harian
pemboran.
 Ketebalan untuk setiap lapisan atau batuan, ketebalan yang
didapat ini masih merupakan ketebalan semu, sedangkan untuk
mendapatkan ketebalan sesungguhnya perlu dikoreksi dengan
mengetahui kedudukan batuan di sekitar lokasi pemboran.
 Elevasi lubang bor dengan koordinatnya, didapat dari hasil
pengukuran tim topografi, dengan menggunakan alat ukur T0
atau T2, oleh karena itu perlu koordinasi dengan tim topografi .
 Simbol dari satuan tanah atau batuan disesuaikan dengan
kaidah-kaidah yang berlaku dalam pemboran geologi teknik.
 Deskripsi terhadap inti bor sesuai dengan British Standard (BS)
5930, 1981 atau ASTM D 2488-69 (1925).
 Core recovery dihitung saat pengambilan sampel dari core
barrel, sedangkan R Q D dihitung pada batuan yang memiliki
panjang lebih dari 10 cm.

a) Pekerjaan Pengeboran ini dilaksanakan dengan menggunakan


mesin bor putar (rotary drilling machine).

PENDAHULUAN V I-26
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.3 Mesin bor putar (Rotary drilling machine)

b) pengambilan contoh inti secara menerus (continuous coring)


dilakukan untuk seluruh kedalaman dengan menggunakan jenis
barrel sesuai dengan kondisi batuannya (single, double atau triple
core barrels), sehingga contoh inti batuan dapat terambil dengan
baik.
c) Kecepatan pengeboran harus dipantau dan dicatat pada log bor
dalam satuan menit per 0,3 m (1 ft). Waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan pengeboran digunakan untuk menentukan
kecepatan pengeboran.
d) Melalui lubang-lubang pengeboran dilakukan pengujian-
pengujian sebagai berikut:
uji penetrasi standar (SPT), interval kedalaman 2 meter,
dilakukan sampai dengan nilai SPT mencapai 50 pukulan/30
cm. Tabung SPT harus mempunyai ukuran standard, ujung
tabung bawah (shoe) harus dalam kondisi tajam. Palu (hammer)
mempunyai ukuran berat dan tinggi jatuh yang standar.
Jatuhnya palu harus dibuat secara otomatis (tidak boleh secara

PENDAHULUAN V I-27
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

manual). Palu dengan berat 63,5 kg (140 lb) yang dijatuhkan


secara berulang dengan tinggi 0,76 m (30 in). Pelaksanaan
pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal
150 mm (6 in) untuk masing-masing tahap. Tahap pertama
dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk
memasukkan tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk
memperoleh nilai pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan
dalam pukulan/0,3 m atau pukulan per foot).
uji kelulusan air, pada lapisan batuan lunak atau tanah
dilakukan dengan cara open end test (falling head atau constant
head, tergantung jenis tanah/batuan), tanpa tekanan air,
sedangkan untuk batuan keras menggunakan tekanan air
(packer test). Tekanan air yang digunakan disesuaikan dengan
tinggi tekananm (head) desain sampai ke posisi titik yang diuji
dan jenis batuannya. Pengujian dilakukan pada tekanan
dengan urutan: 1/3 Pmaks – 2/3 Pmaks – Pmaks – 2/3 Pmaks – 1/3
Pmaks. Hasil pengujian digambarkan dalam bentuk grafik
hubungan debit (q) versus tekanan (P) dalam format yang
standar. Uji kelulusan ini dilakukan pada setiap interval 3 meter.
Cara pengujian dapat mengacu SNI 03-2411-1991, Cara uji
lapangan tentang kelulusan air bertekanan.
Uji permeabilitas dapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode sesuai dengan kondisi
lapangan, yaitu :
a. Constant Head Test
Metode ini akan dipilih apabila ruas uji berupa tanah atau material lepas.
Pengujian akan mengikuti prosedur USBR E-18, dengan cara memasukkan
air ke dalam pipa casing dengan debit konstan. Pencatatan dilakukan
terhadap debit dan waktu pembacaan debit tersebut.
b. Falling Head Test (Variable Head Test)
Metode ini dipilih apabila ruas uji berupa tanah atau material lepas berbutir
halus. Pengujian akan mengikuti prosedur USBR E-18 dengan cara mengisi
lubang bor dengan air bersih melalui pipa casing. Pengamatan/pencatatan

PENDAHULUAN V I-28
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

dilakukan terhadap penurunan muka air di dalam pipa casing pada interval
waktu tertentu.
Sebelum pengujian, akan dilakukan pengukuran kedalaman muka air tanah
di dalam lubang bor.
c. Packer Test (Lugeon Test)
Cara ini digunakan apabila ruas uji berupa formasi batuan. Pengujian akan
mengikuti prosedur SNI 03-2411-1991. Pengujian dilakukan pada lubang
bor dengan kedalaman yang telah ditentukan. Panjang ruas uji bervariasi
antara 1 s.d. 5 meter tergantung pada kondisi batuan pada ruas uji.
Peralatan yang dipakai terdiri dari :
 Pompa air yang mampu menghasilkan debit tertentu secara konstan
pada tekanan yang dikehendaki
 Meteran air yang telah dikalibrasi
 Manometer tekanan yang telah dikalibrasi
 Single packer (air packer)
 Selang udara
 Pipa penghantar air (stang bor)
 Pompa udara atau tabung gas nitrogen bertekanan tinggi
 Stopwatch
Pengujian dilakukan dengan cara :
 Mengukur dan mencatat muka air tanah pada lubang bor
 Mengembangkan single packer pada kedalaman yang telah ditentukan
sehingga menyekat lubang bor dan terbentuklah ruas uji.
 Memompakan air kedalam ruas uji melalui stang bor
 Mencatat tekanan, pembacaan volume air dan menghitung debit air
sebagai berikut :
Tekanan Pembaca volume air Debit rata-rata
2
( kg/cm ) Liter/menit Liter/det
P1 q1 q2 q3 q4 q5 Q1
P2 q1 q2 q3 q4 q5 Q2
Pmax q1 q2 q3 q4 q5 Q3
P2 q1 q2 q3 q4 q5 Q4
P1 q1 q2 q3 q4 q5 Q5

PENDAHULUAN V I-29
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Lamanya pengujian pada tiap tekanan = 5 menit sehingga total waktu yang
diperlukan untuk 5 variasi tekanan adalah 25 menit

e) Konsultan dalam pelaksanaan pengeboran diwajibkan membuat


buku catatan harian lapangan yang antara lain mencatat:
kemajuan pengeboran, tekanan air yang digunakan, jenis barrel,
kehilangan air (water loss), kejadian penting saat pengeboran,
pengujian-pengujian di dalam lubang bor, dll.

f) Hasil pengeboran berupa inti batu/tanah ditempatkan ke dalam


kotak inti (core box) yang terbuat dari aluminium material yang
setara yang kuat disimpan selama minimal 10 tahun. Kotak
tersebut diberi label sesuai dengan : nama proyek, kedalaman,
SPT, nomor kotak, dll.

Gambar 4.4 Kotak penyimpanan contoh inti batuan dan labeling


Untuk menjaga hasil sample pengambilan material ini konsultan ber upaya
pembuatan Box Penyimpanan dengan menggunakan material yang bagus,
seperti tergambar berikut ini :

PENDAHULUAN V I-30
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

g) Penentuan lokasi dan kedalaman


mendapatkan persetujuan Direksi.
h) Untuk setiap kedalaman dan
perubahan jenis lapisan tanah harus dibuat
deskripsinya, meliputi kedalaman,
kedalaman muka air tanah, jenis tanah,
warna tanah serta sifat tanah.
i) Lubang bor yang sudah selesai harus
diisi dengan mortar dan di beri tanda
menggunakan patok beton dengan diberi
nomor bor,tanggal, koordinat dan elevasi.
j) Lokasi titik bor harus difoto dan diplot
pada peta situasi rencana bangunan dan di
buat deskripsinya (termasuk koordinat dan
elevasinya).
k) Hasil pekerjaan pengeboran ini
digambarkan dalam bentuk “Boring Log”
yang menunjukkan kedalaman, muka air tanah, jenis
tanah/batuan, warna dan sifat dari lapisan tanah, SPT, kelulusan
air, core recovery, dll.
Aspek-aspek yang harus dicatat pada log bor,adalah sbb:
Data survei topografi yang meliputi lokasi pengeboran dan
elevasipermukaan, serta lokasi tanda patok dan datum (jika
tersedia).
Data akurat dari setiap deviasi lokasi bor rencana.
Identifikasi tanah dan batuan dasar yang terdiri atas
kepadatan, konsistensi, warna, kadar air, struktur, dan sumber
geologi.
Kedalaman berbagai lapisan tanah dan batuan secara umum.
Jenis tabung contoh, kedalaman, penetrasi, dan contoh inti
terambil (core recovery).

PENDAHULUAN V I-31
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Perlawanan pengambilan contoh sesuai dengan tekanan


hidraulik atau pukulan per kedalaman penetrasi tabung contoh,
serta ukuran dan jenis hammer, dan tinggi jatuh.
Interval pengambilan contoh tanah dan contoh inti terambil
(core recovery).
Jumlah bor inti batuan, kedalaman dan panjang, inti terambil
(core recovery), dan nilai kualitas batuan (RQD).
Jenis operasi pengeboran yang digunakan untuk
mempercepat dan menstabilkan lubang bor.
Perbandingan perlawanan terhadap pengeboran.
Kehilangan air pembilas.
Pengamatan muka air tanah dengan tanda-tanda perubahan
karena permukaan gelombang atau turun naiknya air sungai.
Tanggal dan waktu pengeboran mulai, selesai, dan
pengukuran muka air tanah.
l) Penutupan lubang bor.
m) Volume pekerjaan pengeboran inti dapat dilihat pada table di
bawah.
n) Secara keseluruhan prosedur pengeboran, SPT, pengujian
permeabilitas, pengambilan contoh tanah dan cara
penggambaran bor log tersebut harus mengikuti Pd T-03.2-
2005-A.
o) Foto dokumentasi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi foto inti
adalah seperti berikut;
- Setelah pemindahan dari lubang bor, contoh inti yang telah
dkeluarkan harus segera difoto, dan diberi label untuk
identifikasi log bor, interval kedalaman dan jumlah bor inti.
- Kadang-kadang diperlukan gambar close-up dari bentuk inti
yang menarik. Untuk itu, permukaan contoh inti dibasahi
dengan semprotan dan atau digosok dengan spon sebelum

PENDAHULUAN V I-32
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

pengambilan foto agar dapat memperjelas perbedaan warna


contoh inti.
Pita ukur atau penggaris harus ditempatkan melintasi bagian atas atau
dasar ujung blok untuk memberikan skala dalam foto. Pita ukur harus
mempunyai panjang minimal 1 meter (3 ft) dan penandaan yang relatif
besar dan sangat mencolok harus diupayakan agar terlihat dalam foto.

4.5.2.4. BORROW AREA DAN QUARRY


a. Sumuran Uji (Test Pit)
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui ketebalan lapisan
tanah yang akan digunakan sebagai material timbunan dari sumber
material (borrow area). Pada saat pelaksanaan sumuran uji tersebut
juga perlu dilakukan diskripsi jenis dan warna tanah di sertai foto dari
atas dan foto dari samping juga harus dicatat elevasi ketinggian dari
lokasi tersebut. Ukuran sumuran uji tersebut 1-1,5 meter persegi
dengan maksimum kedalaman galian 3 m. Pekerjaan investigasi di
borrow area ini dibantu dengan pengeboran tangan kedalaman 10
meter untuk mengetahui penyebaran dan ketebalan lapisan tanah
yang akan digunakan sebagai material timbunan.
Pembuatan sumur uji ini dihentikan bilamana :
a) Telah dijumpai dengan lapisan keras, dan diperkirakan benar-
benar keras pada sekeliling lokasi tersebut.
b) Bila di jumpai rembesan air tanah yang cukup besar sehingga sulit
untuk di atasi.
c) Bila dinding galian mudah runtuh yang membahayakan
keselamatan pekerja gali, dinding sumur harus diberi pengaman
dengan membuat papan-papan penahan dinding galian.
d) Pada sumur uji di atas, dilakukan:
Pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed samples)
minimal seberat 30 – 40 kg untuk pengujian index properties dan
engineering properties, berdasarkan uji pemadatan di
laboratorium dengan standard proctor.

PENDAHULUAN V I-33
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Kadar air asli menggunakan tabung tanah khusus untuk kadar


air.
Pengambilan contoh tanah harus dilakukan dari bagian atas
hingga ke bawah dinding sumur sedemikian rupa, sehingga
contoh yang terambil mewakili lapisan tanah yang akan diambil
sebagai material timbunan.
b. Pengambilan Contoh Tanah.
Untuk pengujian contoh tanah di laboratorium untuk mengetahui sifat
fisik dan sifat teknik tanah, prosedur dan metode pengambilan contoh
tanah ini sangat penting dan harus mengikuti standar SNI yang
berlaku.
Pengambilan Contoh Tanah Asli/tak terganggu (Undisturbed
Samples). Agar data parameter dan sifat-sifat tanahnya masih
dapat di gunakan maka perlu di perhatikan pada saat
pengambilan, pengangkutan dan penyimpangan contoh-contoh
tanah memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Gunakan tabung contoh tanah tabung Shelby yang memenuhi
standar dan mempunyai ujung tabung yang tajam dan rasio
diameter dalam dan diameter luar yang memenuhi SNI.

PENDAHULUAN V I-34
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

b. Sebelum pengambilan contoh tanah dilakukan, dinding tabung


bagian dalam di beri pelumas (oli) agar gangguan terhadap
contoh tanah dapat di perkecil, terutama pada waktu
mengeluarkan contoh tanah ini.
c. Agar kadar asli contoh tanah tidak terlalu berubah, maka pada
kedua ujung tabung perlu diberi/ditutup dengan paraffin yang
cukup tebal dan tabung tersebut di beri symbol lokasi dan
kedalaman dari contoh tanah tersebut.
d. Pada saat pengambilan contoh tanah ini diusahakan dengan
memberikan tekanan hidrolis (jangan dipukul) sentris.
e. Pada waktu penyimpanan tabung sample supaya dihindarkan
dari sinar matahari langsung.
f. Tabung-tabung contoh tanah diangkut ke laboratorium
menggunakan peti tanah yang dilapisi busa/foam untuk
meredam getaran selama pengangkutan
g. Core box harus terbuat dari material yang tahan minimal 10
tahun, ukuran lebar 50 cm, panjang 100 cm dan tebal 10 cm.
Harus disimpan terlindung dari hujan dan sinar matahari
(ruangan khusus)
Pengambilan Contoh Tanah Terganggu (disturbed samples)
Pengambilan contoh tanah terganggu di peroleh dari pembuatan
sumur uji/Test Pit atau Trench (Paritan Uji). Pengambilan contoh
tanah di ambil sebagai berikut : bila lapisan tanah masing-masing
lapisan cukup tebal, maka harus di ambil contoh tanah dari
masing-masing lapisan dengan cara pengambilan contoh secara
vertikal.

4.5.2.5. PERMEABILITY TEST


Tes Permeabilitas yang dimaksud untuk koefesien permeabilitas dan
dilakukan pada setiap lubang Bor Tangan dengan sistem Falling head setiap
interval 2 meter atau pada setiap perubahan perlapisan.

PENDAHULUAN V I-35
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Di dalam Ilmu kebumian, Permeabilitas ( biasanya bersimbol k atau K)


merupakan kemampuan suatu material ( khususnya batuan) untuk
melewatkan fluida. Besaran ini dapat diperoleh melalui perhitungan
HukumDarcy. Di dalam Hukum Darcy, permeabilitas merupakan bagian
konstanta perbandingan yang berhubungan dengan laju aliran dan sifat fisis
fluida (viskositas) dengan gradien tekanan yang diberikan pada medium
berpori. Pada Tahun 1856, Henry Darcy merumuskan hubungan yang
sangat mendasar untuk mendasar untuk mendefinisikan aliran fluida yang
melewati batuan berpori. Pada hukum ini diasumsikan bahwa medium
berpori telah tersaturasi dan fluida yang digunakan adalah air dengan
viskositas sebesar 1 cP. Secara matematis Hukum Darcy dapat dirumuskan
sebagai berikut, yaitu :

Dimana Q (m3/det) adalah total fluida dengan Viskositas dinamik η (kg/ms


atau Pa.s) yang keluar per satuan waktu melewati medium berpori dengan
permeabilitas k (m2), luas Penampang A (m2), dan Panjang L (m), dengan
perubahan tekanan (Pb-Pa). Penjelasan untuk Hukum Darcy dapat dilihat
pada Gambar :

Gambar 4.5 Penjelasan Hukum Darcy


Jika kedua ruas pada persamaan diatas dibagi dengan luas penampang A
maka akan didapat persamaan :

PENDAHULUAN V I-36
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Dimana q (m/s) dikenal sebagai kecepatan Darcy dan adalah gradien


tekanan dalam satuan atm/cm. Kecepatan Darcy q merupakan flux volume
dan bukanlah kecepatan fluida yang sebenarnya. Jika dihubungkan dengan
kecepatan sebenarnya yaitu kecepatan rerata fluida di dalam pori maka
akan didapatkan persamaan yang merupakan Hukum Dupuit-Forcheimer (
Gueguen, 1994), yaitu :

Dimana v adalah kecepatan pori dan ø adalah porositas.


Satuan yang biasa dipakai untuk permeabilitas adalah Darcy (D) atau
millidarcy (mD) dan dalam SI satuannya adalah m2, dimana 1 darcy sama
dengan 10-12 m2.
1 Darcy = 0.986923 x 10-12 m2.
Menurut Gueguen (1994), permeabilitas 1 D merupakan permeabilitas yang
cukup besar. Batuan Vulkanik biasanya mempunyai permeabilitas tinggi
yang dapat bernilai lebih dari 1 mD. PErmeabilitas berbagai macam batuan
dilihat pada table berikut :

Tabel 4.2. Permeabilitas Batuan

PENDAHULUAN V I-37
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Hubungan Permeabilitas dengan Besaran Lain


Besaran fisis suatu batuan akan dipengaruhi oleh besaran lain yang saling
berhubungan. Permeabilitas erat kaitannya dengan porositas, tortuositas, jari
jari pori, luas penampang spesifik, dan sebagainya.
Porositas adalah ukuran volume pori pori yang tersedia pada batuan yang
dapat diisi oleh gas, air, minyak, atau campuran dari ketiganya. Porositas (ø)
didefinisikan sebagai fraksi volume batuan V yang tidak terisi oleh unsur
padatan (matriks).

Gambar 4.6 Porositas 2 D

Gambar 4.7 Porositas 3D

Jika volume matriks adalah Vs, dan Volume pori sebagai Vp = V -Vs
maka porositas didefinisikan sebagai

Dengan melakukan sedikit penyesuaian, maka untuk media 2D seperti


pada irisan penampang struktur mikro batuan dapat menggunakan
hubungan sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-38
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Dimana Apori adalah luas ruang pori dan Atotal adalah luas ruang total.
Porositas berbagai macam batuan dapat dilihat pada table dibawah ini
:
Tabel 4.3. Porositas Batuan

Sumber: Huebeck, Free University of Berlin


Selain porositas, besaran lainnya yang dapat mempengarui
permeabilitas adalah tortuositas (τ) didefinisikan sebagai perbandingan
antara Panjang suatu pori yang saling terhubung antara satu dengan
yang lainnya sehingga membentuk jalur yang dapat dialiri oleh fluida
dari satu sisi ke sisi yang bersebrangan (L’) dengan Panjang dari sampel
batuan tersebut (L).

Gambar 4.8 Penjelasan untuk tortusitas


Secara matematis, tortuositas dapat didefinisikan sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-39
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Silinder lurus memiliki nilai tortousitas 1, sedangkan untuk kebanyakan


media berpori memiliki nilai tortousitas 2 sampai 5.
Dari besaran besaran tersebut, nilai permeabilitas suatu medium berpori
dapat ditentukan menggunakan hubungan Kozeny-Carman.
Penurunannya dilakukan berdasarkan aliran fluida melalui pipa kapiler
yang memiliki luas penampang lingkaran dengan radius R (Mavko,
1998). Laju aliran dalam suatu pipa kapiler menurut hokum Hagen-
Poiseulle dinyatakan sebagai :

Di mana L adalah Panjang pipa kapiler. Kecepatan rata rata di berikan


oleh :

Karena diketahui bahwa medium pori sesungguhnya tidak lurus seperti


yang terlihat pada Gambar 3.6, maka perlu didefinisikan sebuah
volume representative ( Representative Elementary Volume, REV) yang
juga dapat mendefinisikan Panjang representatif dan kecepatan aliran.
Waktu yang dibutuhkan fluida untuk melewati jalur tortous akan sama
dengan waktu yang dibutuhkan untuk melewati REV.

Dengan mengombinasikan persamaan (1), (3), (4), (9), dan (10) maka
didapat hubungan sebagai berikut :

Pada akhirnya didapat hubungan permeabilitas dengan besaran lain


yaituporositas, tortuositas, radius pipa kapiler sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-40
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Hubungan Permeabilitas dengan luas permukaan spesifik di peroleh


dari persamaan Konzeny-Carman sebagai berikut :

METHODE PENGUKURAN PERMEABILITAS


Ada beberapa metode yang digunakan dalam menentukan
permeabilitas baik dengan methode lapangan (in-Situ) ataupun uji
laboratorium. Pada uji laboratorium ada dua methode yang biasa di
gunakan yaitu methode falling Head dan Constant Head dimana
pemakaiannya disesuaikan dengan tipe sampel yang akan digunakan.
Methode Constant Head digunakan pada batuan dengan permeabilitas
tinggi, sedangkan methode falling head digunakan pada batuan
dengan permeabilitas rendah. Pada methode Constant Head,
ketinggian permukaan air dibuat constant, sedangkan pada methode
falling head, ketinggian permukaan air dibiarkan turun.
Persamaan yang digunakan untuk metode Constant :

Persamaan yang digunakan Falling Head

K adalah Konduktivitas hidraulik dengan satuan cm/s yang sebanding


dengan permeabilitas dan hubungannya adalah sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-41
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Dimana adalah ρ massa jenis fluida, dan g adalah percepatan grafitasi


( ̴10 m/s2)

Gambar 4.9 (a) Permeameter Constant Head dan (b)permeameter Falling


Head

Pada Gambar tersebut terlihat bahwa ketinggian permukaan air (h1)


pada permeameter Constant Head akan selalu di buat tetap
sehingga tidak ada perubahan tekanan. Sedangkan pada
permeameter Falling Head, ketinggian permukaan air akan
dibiarkan menurun, sehingga terjadi perubahan tekanan, dan yang
diukur adalah beda ketinggian permukaan air awal dan akhir (∆h0
dan ∆ht).
Pengukuran dengan uji di lapangan dapat dilakukan metode Steady
State Condition dimana air dari sumur lubang bor dipompa pada

PENDAHULUAN V I-42
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

kecepatan aliran constant dalam jangka waktu yang cukup lama


dan methode Slug Test yang mengukur kecepatan naik atau
turunnya permukaan air didalam sumur setelah mengetahui volume
air yang diambil dari atau dimasukkan ke dalam sumur.

4.5.2.6. UJI TEST PI (SUMUR UJI)


Ukuran Lubang uji (Test Pit) 1.25 x 1.25 dengan kedalaman penggalian
tanah maksimum + 4 m. Pada keadaan muka air tanah dangkal, lubang uji
diganti dengan percobaan pemboran dengan menggunakan bor tangan
sampai maksimum kedalaman + 5 m. Pada tiap lubang uji diambil contoh
tanah terganggu (disturbed sample) pada setiap perubahan lapisan seberat
+ 20 kg untuk diuji sifat-sifat pemadatannya (compaction test) di
laboratorium untuk mengetahui karakteristik tanah yang akan digunakan
sebagai timbunan juga untuk mengetahui ketebalan dan jenis material
Borrow Area dan dilaksanakan sebanyak 2 titik untuk setiap lokasi.
Sumur uji adalah digunakan untuk mengetahui kondisi pelapisan tanah
dibawah tanah permukaan. Dibuat pada daerah borrow area. Dari sumur
uji, diskripsi akan dibuat tipe dan ketebalan tanah, sementara juga volume
materi tanah yang tersedia di daerah borrow area dapat dihitung.

Metode ( Tata Cara )


Sumur Uji akan dilaksanakan pada titik tertentu yang akan disetujui oleh
Pemberi Pekerjaan, yang berguna untuk mengetahui penyebaran pelapisan
tanah dan pengambilan contoh untuk pengujian tanah. Sumur uji berbentuk
kotak berukuran sekurangnya 1,25 m x 1,25 m seluruh kedalaman sumur.
Sumur uji dibuat sampai kedalaman 3.0 m atau ada petunjuk lain dari
Pemberi Pekerjaan. Material hasil galian ditempatkan di sekitar sumur uji,
untuk setiap kedalaman dari material sumur uji. Setelah penyelesaian sumur
uji, Konsultan akan membuat catatan hal yang ditemukan, mengambil foto
warna dari sumur uji dan harus diserahkan kepada Pemberi Kerja. Konsultan
akan bertanggung jawa penuh untuk keselamatan dan peralatan para
pekerja. Konsultan akan menyiapkan segala yang diperlukan untuk

PENDAHULUAN V I-43
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

perangkat keamanan pada pembuatan sumur uji. Seluruh sumur uji akan
ditimbun oleh material galian, setelah inspeksi oleh Pemberi Kerja.

Contoh Tanah Terganggu


Contoh tanah sebanyak 30 kg akan diambil dari lubang sumur uji.
Contoh tanah tersebut harus terdiri dari, sebagai berikut :
 Dalam hal lapisan relatif tebal, contoh akan diambil dari setiap lapisan
secara vertical.
 Dalam hal lapisan tipis (<0.5m), seluruh contoh diambil secara vertical.
Seluruh contoh akan diuji di laboratorium, untuk mengetahui sifat fisik dan
sifat mekanisnya.
Seluruh contoh mempunyai penamaan menunjukkan hal-hal sebagai berikut
: Nama Proyek dan Lokasi, nomor contoh, nomor lubang bor, kedalaman
dan diskripsi tanah. Kartu petunjuk ditulis secara jelas dan dimasukkan ke
dalam karung atau kotak contoh. Setiap contoh terganggu dari lubang bor
Auger harus dimasukkan ke dalam karung plastik kedap air secepatnya
setelah pengeboran. Udara yang terjebak di dalam kantong harus
dikeluarkan dan karung harus ditutup untuk mencegah penguapan atau
perubahan kadar air dari contoh.

Peralatan
Peralatan yang akan digunakan biasanya adalah :
 Peralatan untuk penggalian
 Linggis digunakan untuk lapisan tanah keras
 Pompa digunakan apabila ada rembesan air tanah.
 Papan untuk pengamanan dinding galian dari kemungkinan runtuh.
Laporan
Laporan hasil penyelidikan akan disiapkan oleh Konsultan dan disampaikan
kepada Pemberi Pekerjaan.
Laporan terdiri dari log sumur uji, yang mana format sudah disetujui oleh
Pemberi Pekerjaan, foto sumur uji, serta profil geologi sumur uji.
Log dari sumur uji mengandung hal-hal sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-44
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

 Nomor Sumur Uji dan lokasi.


 Elevasi sumur uji.
 Tanggal penggalian.
 Kedalaman setiap perlapisan tanah, diskripsi persen fraksi butiran, besar
butir maksimum, kelembaban, warna, konsistensi (material halus saja),
sementasi (material berbutir kasar saja).
 Catatan (alasan penghentian, rincian alat yang digunakan, detail
instrument dan komentar lainnya).
 Muka air pada lubang sumur uji.

4.5.2.7. UJI LABORATORIUM


Tujuan
Tujuan dari Uji Laboratorium adalah untuk mengetahui karakter dan sifat
teknis, yang diperlukan dalam mempelajari teknis kondisi pondasi lokasi
Embung dan material timbunan dari borrow area.
Jenis dan Metode
Uji laboratorium dilaksanakan sesuai dengan standart sebagai berikut :
Standart Desain Irigasi PT-3 Desember 1986 (PU), ASTM, JIS atau standart
lainnya yang disetujui oleh Pemberi Pekerjaan. Materi contoh tanah tidak
boleh dikeringkan atau dibasahi sebelum pelaksanaan uji tanah, untuk
menjaga kondisi asli. Pada kasus contoh tanah terganggu untuk keperluan
material timbunan, density serta kandungan air contoh untuk uji tri-axial,
harus berdasarkan atas hasil uji kompaksi dan kelembaban lapangan dari
masing-masing contoh. Sebelum pelaksanaan uji, density dan kelembaban
dari contoh harus diketahui oleh pemberi pekerjaan. Konsultan akan
menyiapkan contoh berdasarkan instruksi Pemberi Pekerjaan. Contoh tanah
ditempatkan pada posisi 95 % density maksimum proctor. Density kering dan
kandungan air optimum atau D95 basah sesuai dengan hasil uji kompaksi.
Konsultan akan mencatat kondisi awal dari contoh yang akan diuji, untuk
semua sifat mekanisnya. Jenis test laboratorium terdiri dari beberapa hal,
yaitu sebagai berikut :
Uji Sifat Fisik :

PENDAHULUAN V I-45
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

- Moisture Content : ASTM D2216-7 atau JIS A 1203


- Spesific Gravity : ASTM D854-58 atau JIS A 1202
- Grain Size : ASTM D422-72 atau JIS A 1204
- Atterberg Limit : ASTM D423 atau JIS A 1205 (Liquid Limit)
ASTM D424 atau JIS A 1206 (Plastic Limit)
- Density Unit : ASTM C29 -71 atau JIS A 1225
Uji Sifat Mekanis :
- Uji Kompaksi : Standart Proctor ASTM D698 atau JIS A1210, energi
kompaksi : 5,625 kg.cm/cm3 (Ec=100%), diameter dari mold : 10 cm,
setidaknya lima contoh, menggunakan contoh tanah yang baru dan
sudah disiapkan. Kandungan air untuk setiap contoh harus ditambah atau
dikurangi dari kandungan air asli (Tidak lebih dari 5%)
- Tri-axial UU ( Unconsolidated Undrained tri-axial compression test : ASTM
D-2850 ).
- Tri-axial CU (Consolidated Un-drained tri-axial compression test : ASTM
D-4767. Tekanan lateral yang akan diterapkan untuk tri-axial
compression test adalah 0.5, 1.0, 2.0 kgf/cm2, diameter contoh untuk
material konstruksi harus lebih dari 7 cm. Uji harus mengukur tekanan air
pori.
- Uji permeabilitas : ASTM D 2434-68 (79), uji permeabilitas
menggunakan metode constant head test.
- Consolidation Test : ASTM D-2345 atau JIS A 1217
- Unconfined Compression Test : ASTM D-2166 atau JIS A 1216.
Soil Properties
- Unit Density (m)
untuk memperoleh jenis nilai berat ini tanah, maka tanah yang akan
dikenakan pengujian ini adalah tanah dengan keadaan asli.
- Specify Gravityv(Gs)
Nilai berat jenis suatu tanah dapat ditentukan dengan menggunakan
suatu botol pichnometer dan perlengkapannya. Prosedur penentuan berat
jenis tanah ini dapat mengikuti cara : ASTM-D-854 atau AASHO-T-100.
- Moisture Content (n)

PENDAHULUAN V I-46
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Tanah yang akan dikenakan pengujian ini adalah tanah dengan keadaan
asli. Prosedumya dapat mengikuti: ASTM.D.2216
- Grain Size Distribution
Pada tanah yang berbutir kasar dengan diameter butir lebih besar dari
pada 75 mm (tertahan pada ayakan No. 200).
Penentuan diameter butirnya dilakukan dengan ayakan (Sieve Analisys),
sedangkan pada tanah yang berbutir halus atau tanah dengan diameter
lebih kecil dari 75 mm lotos melalui ayakan No. 200 akan ditentukan
dengan cara Hydrometer Analisys.
Hasil dari pengujian ini akan digambar dengan sumbu mendatar adalah
skala logaritma merupakan nilai diameter dalam mm dari pada butiran
dan sumbu tegak adaiah skala biasanya merupakan prosentase
kehalusan.
Pembagian butir tanahnya digunakan USSR dengan prosedur
yang sesuai dengan ASTM.D.42.
Atterberg Limit
- Liquit Limit (LL)
Batas cair/liquit limit ini adalah nilai kadar air yang dinyatakan proses dari
contoh tanah yang dikeringkan dalanm oven pada batas antara keadaan
cair, ini dapat ditentukan dengan cara penentukan nilai kadar air pada
contoh tanah yang mempunyai jumlah ketukan sebanyak 25 kali
dijatuhkan setinggi 1 cm pada kecepatan ketukan 2 kali setiap detiknya.
Prosedumya dapat mengikuti ASTM.D.423
- Plastic Limit (PL)
Batas plastic ini adalah nilai kadar air pada batas daerah plastic. Kadar air
ini ditentukan dengan menggiling-giling tanah yang melewati ayakan No.
40 pada alat kaca sehingga membentuk diameter 3,2 mm dan
memperlihatkan retak-retak, Prosedur dapat mengikuti ASTM.D.424.
- Shinkage Limit
Shrinkage limit adalah nilai maksimum kadar air pada keadaan dimana
volume dari tanah ini tidak berubah, prosedur penentuan nilai batas susut
ini dapat mengikuti ASTM.D.427.

PENDAHULUAN V I-47
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Unconfined Compression Test


Percobaan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai kekuatan geser dari
tanah yang berjenis lempung, baik pada kondisi asli maupun tergganggu.
Kecepatan pergerakan perubahan tinggi pada arah vertikal adalah 1 %
/menit. Hasilnya merupakan gambar yang memberikan hubungan antara
besar beban tegangan dengan perbandingan perubahan tinggi contoh
tanah. Prosedur percobaan mengikuti ASTM.D.2166.
Direct Shear Test
Dimaksudkan untuk menentukan nilai kekuatan geser tanah dengan
melakukan percobaan geser langsung (Diret Shear Test). Dengan merubah-
rubah tegangan axial pada beberapa contoh tanah (minimal 4 macam besar
pembebanan dengan setiap beban pada satu contoh tanah).
Maka akan diperoleh tegangan gesernya, kecepatan perubahan gerakan
contah tanah pada arah horizontal disesuaikan dengan keadaan jenis
tanahnya.
Kecepatan perubahan pergerakan ini ditentukan dari waktu yang akan
dicapai sehingga contah tanah akan longsor. Dengan ini diperoleh
garis yang memberikan hubungan antara tegangan geser dan tegangan
axial. Produsure percobaan ini meliputi cara ASTM.D.3080.
Triaxial Compression Test
Percobaan ini dimaksud untuk memperoleh nilai kekuatan geseran serta
sifat-sifat tanah akibat pembebanan. Untuk mendapatkan hasil yang cukup
baik maka setiap sample perlu dipersiapkan 3 contoh tanah dengan
pembebanan atau tekanan kecil yang berlainan dengan disesuaikan dengan
rencana bangunan yang ada.
Kecepatan perubahan tinggi contoh tanah disesuaikan dengan macam
percobaan dan sifat dari jenis tanahnya. Prosedur dari percobaan triaxial
ini agar disesuaikan dengan literatur ( The meassurement Of Soil
Properties in the Triaxial Test by Bishop & o Soil and Their Measurement by
Bowles). Dari hasil - hasil gambar yang diperoleh dengan mengikuti prosedur
101.D.565.
Consolidation Test

PENDAHULUAN V I-48
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Percobaan ini dimasudkan untuk mengetahui sifat-sifat tanah sehubungan


dengan pembebanan yang telah dilakukan. Dengan demikian maka
perkiraan besar penurunan yang terjadi pada lapisan-lapisan tanah dapat
diketahui. Besamya increment ratio 1, dengan nilai pembebana 1/4, 1/2, 1,
2, 4, 8 dan 18 kg / cm2, pada setiap 24-jam dan pengurangan pembebanan
4,1,1/4 kg / cm2, pada setiap 24 jam.
Data parameter seperti nilai compression indeks (Co) dan coesfission of
consolidation dapat diperoleh. Prosedur percobaan pemampatan ini dapat
mengikuti cara ASTM.D.2435. Engineering Properties of Soil and Their
Measurement by Bowles.
Permeability Test
Percobaan kerembesan ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai koefsien
rembesan dari suatu jents tanah sebutir kasar yang dapat dilakukan dengan
cara constant head, sedangkan pada tanah cohesive soil yang mempunyai
nilai koefisien rembesan cukup rendah dapat dilakukan dengan cara filling
head. Agar waktu yang ada pada filling head ini tidak terlalu lama,
penambahan tekanan dapat dilakukan.
Compaction Test
Salah satu contoh untuk memperoleh hasil pemadatan yang maximal telah
banyak digunakan metode proctol (1983) di laboratorium. Dengan cara ini
maka pengangan sebagai dasar-dasar pemadatan di lapangan dapat
dilakukan seperti penentuan kadar air optimum (Wopt). Perkiraan kepadatan
di lapangan, jumlah tanah bahan proctor berkisar 30 kg, tanah ini akan
dikenakan percobaan Standart/ Modified ASSHO, sehingga akan diperoleh
nilai maximum depadatan cukup baik, maka minimal 5 titik lengkung
pemadatan perlu diperoleh dengan kadar air berkisar + 3 % di daerah
optimum. Prosedur dapat dilakukan dengan menggunakan cara ASSHO
T.180 dan ASTM.D.698.
Jumlah Pengujian Laboratorium yang dipakai adalah :
Moisture Content lubang 3
Specific Gravity test 3
Grain Size Analysis test 3

PENDAHULUAN V I-49
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Atterberg limit test 3


Compaction Test test 3
Triaxial CU test 3
Permeability Test test 3
Pengujian contoh air test 2
Laporan
Laporan hasil pengujian dimasukkan dalam formulir dan disampaikan
kepada Pemberi Pekerjaan. Formulir laporan akan disiapkan oleh Konsultan.
Konsultan akan melampirkan data dan tata cara perhitungan di dalam
laporan. Laporan hasil uji laboratorium mencakup hasil analisa dan evaluasi
data. Laporan akan mengandung hal-hal sebagai berikut :
 Tipe peralatan dan metode
 Evaluasi data untuk pondasi dan material timbunan.
 Evaluasi data untuk material konstruksi dari borrow area
 Penghitungan dari uji laboratorium dengan data terakhir.

4.5.3. SURVEY HIDROMETRI


A. SURVEY HIDROMETRI DEBIT ALIRAN
Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada bagian aliran (di sungai) yang
tidak terpengaruh pasang surut. Peralatan yang dipakai guna pengukuran
tersebut adalah dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika kedalaman aliran > 1,0 m, dipakai alat CurrentMeter, dengan metode
pengukuran sebagai berikut:
 Untuk kedalaman aliran > 1,5 m, pengukuran kecepatan dilakukan
pada kedalaman 0,2 h; 0,6 h dan 0,8 h dari kedalaman aliran untuk
masing-masing lokasi (bagian tengah dan pinggir aliran)
 Untuk kedalaman aliran antara 1,0 - 1,5 m, pengukuran kecepatan
dilakukan pada kedalaman 0,5 h dari kedalaman aliran pada bagian
tengah aliran
2. Jika kedalaman aliran < atau = 1,0 m, dipakai alat metode pengukuran
kecepatan aliran dengan menggunakan pelampung. Namun demikian
mengingat hasil yang didapat merupakan kecepatan permukaan, maka

PENDAHULUAN V I-50
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

hasilnya hendaknya dikalikan terlebih dahulu dengan angka 0,8 ~ 0,9


sebagai angka kalibrasinya.
3. Pada lokasi pengukuran kecepatan aliran haruslah dilakukan pula
pengukuran penampang melintang sungai
4. Saat dilakukan pengukuran kecepatan aliran tersebut haruslah pula
dilakukan pengamatan tinggi muka air sungai pada lokasi tersebut.

B. PENGUKURAN DEBIT ALIRAN


Pengukuran debit aliran dilakukan mengunakan alat current meter dan data
ukur long dan cross section pada masing – masing titik tinjauan.
Current meter merupakan alat pengukur kecepatan yang paling banyak
digunakan karena memberikan ketelitian yang cukup tinggi. Kecepatan aliran
yang diukur adalah kecepatan aliran titik dalam suatu penampang aliran
tertentu.
Untuk meningkatkan ketelitian pengukuran arus tidak hanya dilakukan dengan
membagi beberapa pias vertikal tetapi juga dilakukan dengan membagi pias
horizontal dimana masing-masing pias pengukuran horisontal akan dibagi
menjadi beberapa pias pengukuran vertikal. Hasil pengukuran kecepatan
tersebut dikonversikan menjasi besaran aliran berupa debit dengan satuan
liter/detik atau m3/dtk mengunakan Persamaan berikut :
Q=A.V
dengan
Q = debit aliran dalam satuan liter/detik
A = luas penampang sumber mata air dalam satuan m2
V = kecepatan aliran dalam satuan m/detik

PENDAHULUAN V I-51
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Tabel 4.4. Ketentuan dan Rumus Pengukuran Debit dengan Current


Meter

Kecepatam rata-rata pada


Tipe Kedalaman Air (d) Titik Pengamatan
vertikal (V)

Satu titik 0,3 – 0,6 m 0,6 dari permukaan V=V


Dua titik 0,6 - 3 m 0,2 dan 0,8 d V = ½ (V2 + V8)
Tiga titik 3– 6 m 0,2 ; 0,6 dan 0,8 d V = ¼ (V2 + V6 + V8)
Lima titik Lebih dari 6 m S ; 0,2 ; 0,6 ; 0,8 dan B V = 1/10 (VS + 3V2 +
2V6 + 3V8 + VB)

C. PENGUJIAN KUALITAS AIR


Maksud dan tujuan pekerjaan ini adalah melakukan kegiatan pengujian
sampel air di laboratorium terkait guna mengetahui data-data fisik dan kimiawi
air. Berdasarkan parameter-parameter yang diperoleh selanjutnya
dibandingkan dengan standar kualitas air yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan.
Volume sampel air yang ditest terdiri dari 2 (dua) sampel, satu sampel
diperoleh dari daerah pelayanan dan satu sampel lagi diambil dari lokasi
sumber air.
Pekerjaan pengujian sampel air dilakukan di laboratorium kesehatan atau
instansi swasta yang menyediakan faslitas lab tes air baku. Volume sampel air
yang ditest terdiri dari 2 (dua) sampel, satu sampel diperoleh dari daerah
pelayanan dan satu sampel lagi diambil dari lokasi sumber air.
1. Pengamatan pH dan salinitas
Pengamatan ini sangat penting terutama pada daerah pasang surut.
2. Pengamatan kualitas air
Kualitas pengambilan air baku ini sangat penting yaitu untuk menentukan
kelayakan air untuk diolah menjadi air yang layak minum menurut
kesehatan.
Hasil dari sampel air yang dites selanjutnya akan dibandingkan dengan
Standar Baku Mutu kualitas air untuk air minum yang dikeluarkan oelh
Dinas Kesehatan.
Tabel 4.5. Baku Mutu Kualitas Air

PENDAHULUAN V I-52
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Parameter Satuan Baku1) Baku2)

Bau - * *

Zat padat terlarut mg/Liter 500 1000

Kekeruhan mg/Liter 5 5

Rasa - ** **

Suhu Celcius *** ***

Warna Unit Pt.CO 5 15

Besi (Fe) mg/Liter 0.1 0.15

Flourida (F) mg/Liter 1.5 2.5

Kesadahan mg/Liter - 500

Klorida mg/Liter 200 250

Mangan (Mn) mg/Liter 0.05 0.3

Natrium (Na) mg/Liter - 200

Nitrat (NO3) mg/Liter 5 10

Nitrit (NO2) mg/Liter nihil 0.1

pH 6.5 - 8.5 6.5 - 8.5

Sulfat (SO4) mg/Liter 200 400

Zat organik mg/Liter nihil 10

Karbondioksida (CO2) mg/Liter - -

CO2 agresif mg/Liter - -

Daya pengikat Khlor mg/Liter - -

Logam berat (Hg) mg/Liter 0.0005 0.001

Bikarbonat (HCO3) mg/Liter - -

Kalium (K) mg/Liter - -


+
H mg/Liter - -

*) tidak berbau
**) tidak berasa
***) temperatur air normal
1. Baku mutu air pada sumber air - Baku Mutu Air golongan A Keputusan
MENKLH No. KEP-02/MENKLH/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku
Mutu Lingkungan
2. Daftar persyaratan kualitas air minum peraturan Menteri Kesehatan
RINo.416/MENKES/PER/IX/1990 tanggal 3 September 1990

PENDAHULUAN V I-53
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

D. SURVEY SEDIMEN INFLOW


Pengambilan muatan sedimen melayang dilakukan segera setelah
pengukuran debit selesai dilakukan, dengan tahapan sebagai berikut :
a) Tahap persiapan pengambilan contoh, sebagai berikut.
1. Tentukan lokasi pengambilan.
2. Siapkan data hasil pengukuran penampang melintang.
3. Siapkan data hasil pengukuran debit.
4. Siapkan, periksa dan rakit alat pengambilan contoh.
5. Siapkan formulir pengambilan contoh.
6. Isi formulir pengambilan contoh.
7. Tentukan jumlah titik pengambilan di suatu penampang melintang
b) Tahap pengambilan contoh, sebagai berikut.
1. Hitung besar debit pada setiap sub penampang melintang dengan
rumus (1).
2. Hitung debit tengah dari setiap sub penampang melintang dengan
rumus (2).
3. Tentukan lokasi pengambilan dengan cara mencari titik pada kartu
pengukuran dengan besaran debit yang paling dekat dengan besar
debit pada butir 2).
4. Tentukan jarak lokasi titik pengambilan dari sisi sungai, sesuai dengan
butir 3).
5. Tentukan lama waktu pengambilan pada grafik (Gambar A2), sesuai
dengan diameter lubang alat (nozzle) pengambil yang digunakan.
6. Lakukan pengambilan contoh muatan sedimen melayang.
7. Masukkan contoh muatan sedimen melayang ke dalam botol yang
telah disediakan.
8. Botol tersebut diberi tanda label.
9. Siapkan contoh muatan sedimen melayang untuk dianalisis di
laboratorium.
10. Ulangi kegiatan butir 3) sampai 9) untuk lokasi titik pengambilan yang
lainnya, hingga semuanya selesai dikerjakan.

PENDAHULUAN V I-54
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Rumus-rumus yang digunakan dalam metode pengambilan sedimen


melayang ini, sebagai berikut:

Dengan:
Q adalah debit di suatu penampang melintang sungai m3/det:
qi adalah debit pada setiap sub penampang ke i, m3/det;
qqi adalah debit tengah pada setiap sub penampang melintang ke i, m3/det;
Sqi adalah debit pada seksi ke i, m3/det;
I adalah 1, 2, 3, 4, 5,................. n; i tanda adalah bagian penampang
n adalah jumlah vertikal pengambilan di suatu penampang melintang.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam lokasi pengambilan contoh adalah
sebagai berikut.
a. Pengambilan contoh muatan sedimen melayang harus dipilih pada lokasi
yang tidakterpengaruh adanya bangunan air atau arus balik.
b. Lokasi pengambilan contoh muatan sedimen melayang dipilih dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut.
 Pengukuran muatan sedimen melayang dilakukan pada lokasi
pengukuran debit.
 Dasar sungai merata.
 Penampang melintang harus tegak lurus arah aliran.
c. Penetapan titik pengambilan
Penetapan titik pengambilan, digambarkan dan dirumuskan sebagaimana
gambar dibawah ini sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-55
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.10 Sketsa Lokasi Pengambilan Contoh

4.6. ANALISA RANCANGAN


4.6.1. ANALISA HIDROLOGI LOW FLOW ANALYS
Analisa debit diperlukan untuk menentukan besarnya debit yang mengalir
pada suatu sungai. Kendala dalam analisa debit antara lain tidak ada alat
pengukur debit dilapangan sehingga perlu dilakukan pendekatan empiris,
antaralain dengan metode di bawah ini.
1. Metode NRECA
Langkah perhitungan mencakup 18 tahap, perhitungan dapat dilakukan
kolom per kolom dari kolom (1) hingga (18) seperti dibawah ini (Ibnu
Kasiro. dkk, 1994 : 4.5) :
(1) Nama Bulan Januari sampai Desember (dipakai periode 10 harian)
(2) Nilai hujan harian (Rb) dalam 1 periode
(3) Nilai evapotranspirasi (PET = Penguapan Peluh Potensial)
(4) Nilai tampungan kelengasan awal (W0), nilainya didapat dengan try
and error, dan pada percobaan pertama diambil 600 (mm) di Bulan
Januari.
(5) Rasio tampungan tanah (soil storage ratio – Wi) dihitung dengan rumus:

Wo
Wi 
NOMINAL
NOMINAL = 100 + 0.2 Ra
Ra = hujan tahunan (mm)
(6) Rasio Rb / PET = kolom (2) : kolom (3)
(7) Rasio AET / PET

PENDAHULUAN V I-56
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

AET = Penguapan Peluh Aktual yang diperoleh dari Gambar 6.7,


nilainya tergantung dari rasio Rb/PET (kolom 6) dan Wi
(kolom 5)

 AET 
(8) AET   x PET x koefisien reduksi 
 PET 
= kolom (7) x kolom (3) x koefisien reduksi
Koefisien reduksi diperoleh dari menghitung beda elevasi sungai hulu
sampai as bendung (dalam m) dibagi panjang sungai (km).

Tabel 4.6. Koefisien Nilai Reduksi dengan kemiringan


Kemiringan (m/km) Koef. reduksi
0 - 50 m/km 0,9
51 - 100 m/km 0,8
101 - 200 m/km 0,6
> 200 m/km 0,4

(9) Neraca air = Rb – AET = kolom (2) – kolom (8)


(10) Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh
sebagai berikut :
a) Jika neraca air (kolom 9) positif, maka rasio tersebut dapat diperoleh
dengan memasukkan nilai tampungan kelengasan tanah (Wi) di
kolom 5.
b) Jika neraca air negatif, rasio 0.
(11) Kelebihan kelengasan
= rasio kelebihan kelengasan x neraca air
= kolom (10) x kolom (9)
(12) Perubahan tampungan
= neraca air - kelebihan kelengasan
= kolom (9) x kolom (11)
(13) Tampungan air tanah
= P1 x kelebihan kelengasan
= P1 x kolom (11)

PENDAHULUAN V I-57
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

P1 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah


permukaan (kedalaman 0-2 m), nilainya 0,1– 0,5 tergantung
pada sifat lulus air lahan.
P1 = 0.1 bila bersifat kedap air
P1 = 0.5 bila bersifat lulus air
(14) Tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dengan nilai awal
=2
(15) Tampungan air tanah akhir
= tampungan air tanah + tampungan air tanah awal
= kolom (13) x kolom (14)
(16) Aliran air tanah
= P2 x tampungan air tanah akhir
= P2 x kolom (15)
P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam
(kedalaman 0-10 m)
P2 = 0.9 bila bersifat kedap air
P2 = 0.5 bila bersifat lulus air
(17) Larian langsung (direct run off)
= kelebihan kelengasan - tampungan air tanah
= kolom (11) - kolom (13)
(18) Aliran total
= larian langsung + aliran air tanah
= kolom (17) + kolom (16), dalam mm/periode
= kolom (18) dalam mm x 10 x luas tadah hujan (ha), m3/periode
Untuk perhitungan periode berikutnya diperlukan nilai tampungan
kelengasan (kolom 4) untuk periode berikutnya dan tampungan air tanah
(kolom 14) periode berikutnya yang dapat dihitung dengan menggunakan
rumus berikut :
a. Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan periode sebelumnya
+ perubahan tampungan = kolom (4) + kolom (12), semuanya dari
periode sebelumnya.

PENDAHULUAN V I-58
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

b. Tampungan air tanah = tampungan air tanah periode sebelumnya –


aliran air tanah = Kolom (15) – kolom (16), semuanya dari periode
sebelumnya.
Sebagai kontrol di akhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal
(periode I Januari) harus mendekati tampungan kelengasan akhir (periode
III Bulan Desember). Jika perbedaan antara keduanya cukup jauh (> 200
mm) perhitungan perlu diulang mulai awal periode I Bulan Januari lagi
dengan mengambil nilai tampungan kelengasan awal (Januari) =
tampungan kelengasan periode III Bulan Desember.

Gambar 4.11 Rasio AET/PET

PENDAHULUAN V I-59
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.12 Rasio Tampungan Kelengasan Tanah

2. Metode F.J. Mock


Perhitungan debit bulanan didekati dengan cara Metode F. J. Mock. Metode
ini menganggap bahwa hujan yang jatuh pada Daerah Aliran Sungai
(catchment area) sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian
akan langsung menjadi limpasan permukaan (direct run off) dan sebagian
lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Infiltrasi ini pertama-tama akan
menjenuhkan top-soil dulu baru kemudian menjadi perkolasi ke tampungan
air tanah yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai base flow. Dalam
hal ini harus ada keseimbangan antara hujan yang jatuh dengan
evapotranspirasi, direct run off dan infiltrasi sebagai soil moisture dan
ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang
langsung di permukaan tanah (direct run off) dan base flow.
Metode F.J. Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran
permukaan yang terjadi di sungai, yaitu neraca air di atas permukaan tanah
dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan
kondisi tanah.
Rumus untuk menghitung aliran permukaan terdiri dari :
a. Hujan netto

PENDAHULUAN V I-60
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

R net = ( R – Eta)
dimana :
Eta = Etp – E
E = Etp . Nd/30.m
Nd = 27 – 3/2. Nr
b. Neraca air di atas permukaan:
WS = Rnet – SS
dimana :
SS = SMt + SMt-1
SMt = SMt-1 + Rnet
c. Neraca air di bawah permukaan
dVt = Vt – Vt-1
dimana:
I = C1 . WS
Vt = ½ (1+k).I + k. Vt-1
d. Aliran permukaan
RO = BF + DRO
Dalam satuan debit
Q = 0,0116 . RO. A/H
dimana :
BF = I – dVt
DRO = WS – I
dimana notasi rumus di atas:
Rnet = hujan netto, mm
R = hujan, mm
Etp = evapotranspirasi potensial, mm
Eta = evapotranspirasi aktual, mm
Nd = jumlah hari kering (tidak hujan), hari
Nr = jumlah hari hujan, hari
WS = kelebihan air, mm
SS = daya serap tanah atas air, mm
SM = kelembaban tanah, mm

PENDAHULUAN V I-61
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

dV = perubahan kandungan air tanah, mm


V = kandungan air tanah, mm
I = laju infiltrasi, mm
Ci = koefisien resapan (<1)
k = koefisien resesi aliran air tanah (<1)
DRO = aliran langsung, mm
BF = aliran air tanah (mm)
RO = aliran permukaan, mm
H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari
A = luas DPS, km2
Q = debit aliran permukaan, m3/det
t = waktu tinjau (periode sekarang t dan yang lalu t-1)

3. HEC HMS 3.2.


HEC HMS 3.2 adalah program pengembangan dari program HEC HMS
sebelumnya, yang telah dikembangkan untuk tujuan memudahkan
pemakaiannya. Hidrologi Modeling Sistem (HMS) ini di desain untuk
mensimulasi proses hujan terhadap kejadian yang menimpa pada system
WS/DAS. HMS didesain untuk pengaplikasiannya untuk menyelesaikan
beberapa kasus masalah dalam bidang SDA, diantaranya adalah analisa
sumber daya air dalam skala yang besar, analisa banjir, analisa besar
limpasan permukaan lahan (runoff).
HMS 3.2 ini dalam penggunaannya dapat dilakukan secara langsung
menggunakan program ini ataupun dikerjakan bersama-sama yang di
gabung dari beberapa program hidrologi lainnya, untuk macam studi
ketersediaan air, urban drainage, perkiraan banjir, dampak
pengembangan kawasan, desain waduk dan lain-lainnya.
a. Kemampuan HEC HMS 3.2.
HEC HMS 3.2 adalah program hidrologi yang mampu untuk
mensimulasi fenomena hidrologi dimana seperti pada pembahasan
siklus hidrologi yaitu besaran hujan yang jatuh kepermukaan bumi

PENDAHULUAN V I-62
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

mengalir dan meresap kedalam tanah sehingga mengisi cekungan alam


atau sungai menjadi aliran debit di sungai. Kelebihan model HEC HMS
3.2 ini adalah mampu untuk ,mensimulasi debit disungai akibat dari
proses hidrologi yang ada dipermukaan lahan dengan periode simulasi
pemodelan harian (Low Flow analyst). Atau dengan modifikasi
pemodelan HEC HMS 3.2 ini juga dapat untuk menentukan hidrograf
banjir rancangan atau High Flow Anaiyst
b. Pembangunan Data Input Sistem DAS / Basin Model
Create Project
Penamaan file hendaknya diberikan dengan nama sesuai dengan
wilayah lokasi yang akan di modelkan, untuk tujuan memudahkan
pencarian project di waktu yang akan dating dan disimpan di folder
khusus project HMS.

Penggambaran Basin Model


Penggambaran basin model dapat berupa format CAD,dxf format atau
format GIS Esri shape ).shp.
Penggambaran dapat dilakukan pada CAD, karena program HEC HMS
mampu untuk menerjemahkan gambar berupa format CAD : dxf format.
namun file gambar akan lebih bagus jika menggunakan format GIS ).shp
file.

PENDAHULUAN V I-63
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.13 Persiapan Basin Pemodelan


Setelah gambar pemodelan Watersheed sudah di persiapkan maka
dapat dilanjutkan untuk menjalankan Model HEC HMS 3.2
Pemasukan Gambar Pemodelan
Untuk menginput gambar pemodelan dilakukan sebagai berikut :
1. Pada menu component pilih tools Basin Model Manager

2. Klik new untuk menamai pemodelan Basin yang akan di lakukan


(Misal : Nasal Padang Guci)

PENDAHULUAN V I-64
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

3. Pada folder eksplorer model akan muncul sub folder basin model.
Untuk selanjutnya frame windows desktop juga akan muncul.
4. klik kanan pada frame windows desktop, klik kanan dan pilih
background layer , untuk memanggil file gambar yang dipakai untuk
pemodelan

Editing Sistem Jaringan


Editing system jaringan yaitu memasukkan symbol-simbol dari system
jaringan DAS yang dimiliki oleh lokasi yang di modelkan.
Metodologi Pekerjaan Persiapan dan Pengumpulan Data Sekunder

Pemasukan data data atribut system Jaringan

PENDAHULUAN V I-65
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Pemasukan data data atribut system jaringan dilakukan pada frame


windows component editor, untuk pengisian dapat disesuaikan dengan
tools menu di HEC HMS yang tertampil atau seperti yang dijelaskan pada
BAB I sebelumnya.

Gambar 4.14 Data Input Atribut untuk Sub Basin Model / Karakteristik Lahan

Pemasukan Data Hujan


Pemasukan data hujan adalah melalui menu Component pilih time series
data, pada menu isian pilih Precipitation Gauge dan dilanjutkan dengan
penamaan stasiun hujan yang dipakai.

PENDAHULUAN V I-66
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Sub Basin Sumber

Kolaman/D
Reach/Sunga
LokasiPengambila
Reservoir Outlet

Penentuan Faktor Stasiun Hujan Yang berpengaruh Terhadap Sistem


Jaringan
Pemasukan data pengaruh stasiun hujan terhadap masing-masing lahan
DAS adalah melalui menu Component – Meteoreologic Data Manager.

PENDAHULUAN V I-67
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Pemilihan option precipitation dipilih metode factor berat/pengaruh


luasan. Untuk isian lainnya dapat diisi atu di kosong kan, diberikan
sesuai dengan data-data yang tersedia.

Menu option basin : merupakan menu option mempertimbangkan factor


pengaruh luasan stasiun hujan terhadap DAS, pilih yes.
Pada folder meteorologic Models akan muncul sub folder untuk masing-
masing isian sub basin dari system model yang di gambarkan, guna
melakukan isian stasiun hujan yang berpengaruh terhadap masing-
masing sub Basin pada system model.

Option gage weight : merupakan isian nilai factor luasan pengaruh untuk
stasiun hujan yang mempengarui sub basin dari system model yang
digambarkan.
Penentuan Simulasi Periode Waktu Pemodelan

PENDAHULUAN V I-68
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Input menu Componen Control Specifications Manager di gunakan untuk


isian waktu simulasi pemodelan, yang disesuaikan dengan jumlah data
hujan yang dimasukkan.

Setelah isian sudah di lengkapi maka pemodelan HEC HMS sudah siap
untuk di lakukan simulasi running perhitungan.
Demikian uraian singkat tentang prosedur operasi penggunaan model HEC
HMS 3.2, semoga dapat bermanfaat dan dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan penelitian bidang SDA, dan aplikasi aplikasi
teknis di lingkungan managemen penataan kawasan DAS.

4.6.2. ANALISA KEBUTUHAN LAYANAN


4.6.2.1. KEBUTUHAN AIR IRIGASI
Pola Tata Tanam
Pola tata tanam merupakan cara yang terpenting dalam perencanaan tata
tanam. Maksud disediakannya pola tata tanam adalah untuk mengatur
waktu, tempat, jenis, dan luas tanaman pada daerah irigasi. Tujuan pola
tata tanam adalah untuk memanfaatkan persediaan air irigasi seefisien dan
seefektif mungkin, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.

PENDAHULUAN V I-69
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Pola tata tanam yang akan dikembangkan pada studi ini adalah padi – padi
– padi, padi – padi – palawija, padi – palawija – tebu.
Koefisien Tanaman
Kebutuhan air irigasi sebagai pengganti konsumtif ditentukan oleh koefisien
tanaman dan evapotranspirasi potensial.
Tabel 4.7. Koefisien Padi
Nedeco/Prosida FAO
Bulan Ke
Varietas Biasa Vaeietas Unggul Varietas Biasa Varietas Unggul
0,5 1,2 1,2 1,1 1,1
1 1,2 1,27 1,1 1,1
1,5 1,32 1,33 1,1 1,05
2 1,4 1,3 1,1 1,05
2,5 1,35 1,3 1,1 1,05
3 1,24 0 1,05 0,95
3,5 1,12 0 0,95 0
4 0 0 0 0
Sumber: (Anonim, 1986:164)

Tabel 4.8. Koefisien Tanaman Jagung


Umur (hari) Koefisien

10 0.30
20 0.48
30 0.62
40 0.80
50 0.91
60 0.90
70 0.82
80 0.74
90 0.60
100 0.50

Sumber: Anonim, Dirjen Pengairan, Bina Program PSA.


010, 1985
Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi adalah besarnya air yang diperlukan oleh tanaman untuk
proses evaporasi dan transpirasi pada perakaran tanaman. Besarnya
evapotranspirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: suhu rerata
bulanan (t), kelembaban relatif bulanan rerata (Rh), kecerahan matahari

PENDAHULUAN V I-70
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

bulanan rerata (n/N), kecepatan angin bulanan rerata (u), dan posisi
geografis lokasi yang ditinjau.
Prosedur perhitungan evapotranspirasi potensial berdasar rumus Penman
yang sudah dimodifikasi adalah sebagai berikut:
1. Mencari data temperatur rata-rata bulanan (t, oC)
2. Berdasar nilai (t) cari besaran (ea), (W), (1-W) dan f(t) dengan Tabel 3.7.
3. Mencari data kelembaban relatif (RH, %)
4. Berdasar nilai (ea) dan (RH) cari (ed)
5. Berdasar nilai (ed) cari f(ed)
6. Cari letak lintang daerah yang ditinjau
7. Berdasar letak lintang cari nilai (Ra) dengan Tabel 3.8.
8. Cari data kecerahan matahari (n/N)
9. Berdasar nilai (Ra) dan (n/N) cari besaran (Rs)
10. Berdasar nilai (n/N) cari f(n/N)
11. Cari data kecepatan angin rata-rata bulanan (u)
12. Berdasar nilai (u) cari f(u)
13. Hitung besar Rn1
14. Cari besarnya angka koreksi (c) dengan Tabel 3.9.
15. Berdasar besaran nilai W, (1-W), Rs, Rn1, f(u), ea, dan ed yang
telah didapat hitung ETo*
16. Hitung Eto
Tabel 4.9. Hubungan Suhui (t) dengan nilai ea, W dan f(t)
Suhu (oC) Ea (mbar) W f(t)

24.0 29.85 0.74 15.40


24.2 30.21 0.74 15.45
24.4 30.57 0.74 15.50
24.6 30.94 0.74 15.55
24.8 31.31 0.74 15.60
25.0 31.69 0.75 15.65
25.2 32.06 0.75 15.70
25.4 32.45 0.75 15.75
25.6 32.83 0.75 15.80
25.8 33.22 0.75 15.85
26.0 34.62 0.76 15.90
26.2 34.02 0.76 15.94

PENDAHULUAN V I-71
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Suhu (oC) Ea (mbar) W f(t)


26.4 34.42 0.76 15.98
26.6 34.83 0.76 16.02
26.8 35.83 0.76 16.06
27.0 35.25 0.77 16.10
27.2 35.66 0.77 16.14
27.4 36.09 0.77 16.18
27.6 36.50 0.77 16.22
27.8 36.94 0.77 16.26
28.0 37.37 0.78 16.30
28.2 38.25 0.78 16.34
28.4 38.70 0.78 16.38
28.6 39.14 0.78 16.42
28.8 39.61 0.78 16.46
29.0 40.06 0.79 16.50

Sumber: (Suhardjono, 1994:54)

Tabel 4.10. Besar Nilai Angot (Ra) Untuk Daerah Indonesia Antara 50
LU Sampai 100 LS dalam mm/hr
Lintang Utara Lintang Selatan
Bulan
5 4 2 0 2 4 6 8 10

Januari 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1
Februari 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0
Maret 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3
Apirl 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14.0
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6
Juni 15.0 14.4 14.2 13.5 13.5 13.2 12.8 12.4 12.0
Juli 15.1 14.6 14.3 13.7 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8
Agustus 15.3 15.1 14.9 14.5 14.5 14.3 14.0 13.7 12.2
September 15.1 15.3 15.3 15.2 15.2 15.1 15.0 14.9 13.3
Oktober 15.7 15.1 15.3 15.5 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6
November 14.8 14.5 14.8 15.3 15.3 15.5 15.8 16.0 15.6
Desember 14.6 14.6 14.4 15.1 15.1 15.4 15.7 16.0 16.0

Sumber: (Suhardjono, 1994:55)

PENDAHULUAN V I-72
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Tabel 4.11. Besaran Angka Koreksi (c) Bulanan


Angka Koreksi (c)
Bulan Blaney-
Radiasi Penman
Criddle

Januari 0.80 0.80 1.10


Februari 0.80 0.80 1.10
Maret 0.75 0.75 1.00
April 0.75 0.75 0.90
Mei 0.70 0.70 0.90
Juni 0.70 0.70 0.90
Juli 0.75 0.75 0.90
Agustus 0.75 0.75 1.00
September 0.80 0.80 1.10
Oktober 0.80 0.80 1.10
November 0.83 0.83 1.10
Desember 0.83 0.83 1.10

Sumber: (Suhardjono, 1994:55)

Penggunaan Air Konsumtif


Penggunaan air konsumtif oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metode
prakira empiris dengan menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada
tahap pertumbuhan, seperti dinyatakan di bawah ini (Anonim, 1987:6):
ETC = KC x ETo
dimana:
KC = koefisien tanaman
ETo = evaporasi potensial (mm/hr)
Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh (antara
permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh
(daerah di bawah permukaan air tanah) (Soemarto, 1987:80).
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Pada tanah
lempung berat dengan karakteristik pengolahan yang baik, laju perkolasi
dapat mencapai 1-3 mm/hr. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju
perkolasi bisa lebih tinggi (Anonim, 1986:165).

PENDAHULUAN V I-73
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Perkolasi dibedakan berdasarkan kemiringan dan tekstur tanah.


Berdasarkan kemiringan, lahan dibedakan menjadi lahan datar dengan
perkolasi 1 mm/hari dan lahan miring > 5% dengan perkolasi 2-5
mm/hari. Berdasarkan tekstur, tanah dibedakan menjadi tanah berat
(lempung) perkolasi 1-2 mm/hari, tanah sedang (lempung berpasir)
perkolasi 2-3 mm/hari dan tanah ringan dengan perkolasi 3-6 mm/hari.
Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan
Untuk menghitung kebutuhan air selama masa penyiapan lahan,
digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra.
Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt selama
periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut
(Anonim, 1986:160):
ek
IR = Mx
( ek - 1)

M = Eo + P

K = Mx

dimana:
IR = kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan (mm/hr)
M = kebutuhan air pengganti kehilangan akibat evaporasi dan perkolasi
di sawah yang telah dijenuhkan (mm/hr)
Eo = evaporasi air terbuka (diambil 1,1 x ETo) (mm/hr)
P = perkolasi (mm/hr)
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)

Tabel 4.12. Kebutuhan Air Irigasi Untuk Penyiapan Lahan


Eo + P T 30 hari T 45 hari

(mm/hr) S250 mm S 300 mm S250 mm S 300 mm

5.0 11.1 12.7 8.4 9.5


5.5 11.4 13.0 8.8 9.8
6.0 11.7 13.3 9.1 10.1
6.5 12.0 13.6 9.4 10.4
7.0 12.3 13.9 9.8 10.8
7.5 12.7 14.2 10.1 11.1

PENDAHULUAN V I-74
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Eo + P T 30 hari T 45 hari

(mm/hr) S250 mm S 300 mm S250 mm S 300 mm


8.0 13.0 14.5 10.5 11.4
8.5 13.3 14.8 10.8 11.8
9.0 13.6 15.2 11.2 12.1
9.5 14.0 15.5 11.6 12.5
10.0 14.3 15.8 12.0 12.9
10.5 14.7 16.2 12.4 13.2
11.0 15.0 16.5 12.8 13.6

Sumber: (Anonim, 1986:161)

Penggantian Lapisan Air


Penggantian ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air yang
terputus akibat kegiatan di sawah. Adapun ketentuan di dalam melakukan
penggantian lapisan air adalah sebagai berikut (Anonim, 1986:165):
1. Setelah pemupukan diusahakan untuk menjadwalkan dan mengganti
lapisan air menurut kebutuhan.
2. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian
sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hr selama
setengah bulan) selama satu bulan dan dua bulan setelah transplantasi.
Curah Hujan Efektif
Pengertian curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh
pada suatu daerah dan dapat digunakan oleh tanaman untuk
pertumbuhannya. Curah hujan efektif merupakan sebagian saja dari
curah hujan nyata.
Berdasarkan pengertian di atas, maka perlu dibedakan antara curah
hujan efektif dengan curah hujan nyata:
1. Curah hujan nyata adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu.
2. Curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu
daerah dan dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
Nilai curah hujan efektif untuk masing-masing tanaman adalah sebagai
berikut (Anonim, 1986:10):

PENDAHULUAN V I-75
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

1. Untuk tanaman padi, curah hujan efektif ditentukan sebesar 70% dari
curah hujan 15 harian yang terlampaui 80% dari waktu dalam periode
tersebut. Dirumuskan sebagai berikut:
Re = 0,7 x R80
2. Untuk tanaman palawija, curah hujan efektif adalah 50% dari curah
hujan bulanan. Dirumuskan sebagai berikut:
Re = R50
dimana:
Re = curah hujan efektif (mm)
R80 = curah hujan rancangan dengan probabilitas 80% (mm)
R50 = curah hujan rancangan dengan probabilitas 50% (mm)
Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
Perhitungan kebutuhan air irigasi dilakukan dengan menggunakan
metode standart perencanaan irigasi. Beberpa faktor yang mempengaruhi
besarnya kebutuhan air irigasi adalah:
1. Luas daerah irigasi
2. Pola tata tanam yang direncanakan
3. Evapotranspirasi potensial
4. Koefisien tanaman
5. Teknik pengolahan lahan
6. Perkolasi
7. Curah hujan efektif
8. Efisiensi irigasi
Tahap perhitungan adalah sebagai berikut:
1. Menggambar pola tata tanam sesuai dengan jenis tanaman dan waktu
mulai tanam.
2. Menentukan koefisien tanaman sesuai dengan grafik periode umur
tanaman.
3. Rerata koefisien tanaman dihitung dengan rumus:
4. Rerata = koefisien : jumlah koefisien

PENDAHULUAN V I-76
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

5. Memasukkan harga evapotranspirasi potensial dari hasil perhitungan


evapotranspirasi potensian dengan metode Penman yang telah
dimodifikasi.
6. Menghitung penggunaan air konsumtif (PAK) dengan rumus:
7. PAK = rerata koefisien tanaman x Eto
8. Rasio luas penggunaan air konsumtif.
9. Penggunaan air konsumtif dengan rasio luas dihitung dengan rumus:
10. PAKrasio luas = PAK x Rasio Luas
11. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan.
12. Rasio luas penyiapan lahan.
13. Penyiapan lahan dengan rasio luas dihitung dengan rumus:
14. PL rasio luas = kebutuhan air untuk PL x rasio luas PL
15. Perkolasi dapat diketahui berdasarkan jenis tanah.
16. Penggantian lapisan air (WLR).
17. Rasio luas penggantian lapisan air.
18. Penggantian lapisan air dengan rasio luas dihitung dengan rumus:
19. WLR rasio luas = WLR x rasio luas WLR
20. Kebutuhan air kotor di sawah dihitung dengan rumus:
21. Keb. air kotor = PAKrasio luas + PL rasio luas + perkolasi +
WLRrasio luas
22. Curah hujan efektif.
23. Kebutuhan air bersih di sawah (NFR).

4.6.2.2. KEBUTUHAN AIR BAKU


Metode Aritmatik
Proyeksi jumlah penduduk dengan metode aritmatik dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Pn = Po (1 + r x n)
dengan:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)

PENDAHULUAN V I-77
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

n = jumlah tahun proyeksi (tahun)


Metode Geometrik
Dengan menggunakan geometrik, maka perkembangan penduduk suatu
daerah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Pn = Po x (1 + r)n
dengan:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
Metode Eksponensial
Perkiraan jumlah penduduk dengan metode eksponensial menggunakan
rumus sebagai berikut:
Pn = Po x er x n
dengan:
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r = angka pertambahan penduduk per tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
e = bilangan logaritma natural (2,7182818)
Uji Kesesuaian Proyeksi Jumlah Penduduk
Dalam menganalisa uji kesesuaian proyeksi jumlah penduduk terdapat 2
cara yaitu:
1. Standart deviasi
Standar deviasi dapat diartikan sebagai nilai atau standar yang
menunjukkan besar jarak sebaran terhadap nilai rata – rata. Jadi
semakin besar nilai standar deviasi, maka data menjadi kurang akurat.
Berikut ini rumus dari perhitungan standar deviasi:
__
 (X i  X ) 2
S
n
dengan:
S = standar deviasi

PENDAHULUAN V I-78
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Xi = jumlah penduduk tahun ke i


X = rata-rata jumlah penduduk
n = jumlah data
2. Koefisien korelasi
Pemilihan metode proyeksi pertumbuhan penduduk di atas berdasarkan
cara pengujian statistik yaitu berdasarkan nilai koefisien korelasi yang
terbesar mendekati +1. Adapun rumus yang digunakan yaitu sebagai
berikut:
n  XY   X  Y
r
(n  X 2  ( X) 2 (n  Y 2  (  Y 2 ) 2 )
dengan:
r = koefisien korelasi
X = tahun proyeksi
Y = jumlah penduduk hasil proyeksi
Perhitungan Kebutuhan Air Baku
Kebutuhan air merupakan hal yang wajar bagi setiap manusia. Pada
umumnya kebutuhan air ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari
– hari. Besar tidaknya pemakaian air dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya tingkat kehidupan, pendidikan, tingkat ekonomi, dan juga
kondisi sosial. Kebutuhan air perorang perhari disesuaikan dengan dimana
orang tersebut tinggal. Setiap kategori kota tertentu mempunyai kebutuhan
akan air yang berbeda. Semakin besar kota maka tingkat kebutuhan air
juga akan semakin besar.
Tabel 4.13. Kebutuhan Air Baku Berdasarkan Kategori Kota dan Jumlah Penduduk

Kebutuhan air
Kategori kota Keterangan Jumlah Penduduk
(lt/org/hr)

I Kota Metropolitan Diatas 1 juta 190


II Kota Besar 500.000 - 1 juta 170
III Kota Sedang 100.000 - 500.000 150
IV Kota Kecil 20.000 - 100.000 130
V Desa 10.000 - 20.000 100
VI Desa Kecil 3.000 - 10.000 60

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum RI Ditjen Cipta Karya (1994:40)

PENDAHULUAN V I-79
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.6.2.3. PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)


Konsumsi listrik Indonesia setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, prakiraan
kebutuhan listrik jangka panjang di Indonesia sangat diperlukan agar dapat
menggambarkan kondisi kelistrikan saat ini dan masa datang. Dengan
diketahuinya perkiraan kebutuhan listrik jangka panjang antara akan dapat
ditentukan jenis dan perkiraan kapasitas pembangkit listrik yang dibutuhkan
di Indonesia selama kurun waktu tersebut. Dengan adanya potensi alternatif
PLTA Embung Pesantren diharapkan menambah bisa pasokan listrik sistem
interkoneksi.
Besarnya tenaga air yang tersedia dari suatu sumber air bergantung pada
besarnya head dan debit air. Dalam hubungan dengan reservoir air maka
head adalah beda ketinggian antara muka air pada reservoir dengan muka
air keluar dari kincir air/turbin air. Total energi yang tersedia dari suatu
reservoir air adalah merupakan energi potensial air yaitu :
E  mgh
Dimana :
m = Massa air
h = Head (m)

m
g = Percepatan gravitasi  2 
s 
E
Daya merupakan energi tiap satuan waktu   , sehingga persamaan (1.1)
t 
dapat dinyatakan sebagai :
E m
 gh
t t
E
Dengan mensubsitusikan P terhadap   dan mensubsitusikan Q
t 
m
terhadap   maka :
t 
P  Qgh

PENDAHULUAN V I-80
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

dengan
P = Daya (watt) yaitu

 m3 
Q = Kapasitas aliran  
 s 

 = Densitas air  kg 
3
m 
Selain memanfaatkan air jatuh hydropower dapat diperoleh dari aliran air
datar. Dalam hal ini energi yang tersedia merupakan energi kinetik
1 2
E mv
2
dimana :

m
v = Kecepatan aliran air  
s
Daya air yang tersedia dinyatakan sebagai berikut :
1
P Qv 2
2
atau dengan menggunakan persamaan kontinuitas Q  Av maka

1
P Av 3
2
dengan A adalah luas penampang aliran air m 2  
Prinsip dari suatu pembangkit adalah suatu turbin hidrolik yang dapat
mengubah energi air menjadi energi mekanik kemudian generator listrik
tenaga air mengubah energi mekanik menjadi listrik. Operasi generator
berdasarkan prinsip temuan Faraday dimana bahwa ketika sebuah magnet
pindah melewati sebuah konduktor, menyebabkan listrik mengalir.
Dalam suatu generator besar, elektromagnet yang dibuat oleh beredar saat
ini langsung melalui loop kawat luka sekitar tumpukan baja laminasi
magnetik.. Ini disebut kutub lapangan, dan dipasang di sekeliling luar rotor.
Rotor terpasang di poros turbin, dan berputar pada kecepatan tetap. Bila
ternyata rotor, hal itu menyebabkan tiang lapangan (dengan
elektromagnet) untuk bergerak melewati konduktor dipasang pada stator.

PENDAHULUAN V I-81
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan listrik mengalir dan tegangan untuk
mengembangkan pada terminal keluaran generator.

Gambar 4.15 Tipikal PLTA dan generator Turbin Pembangkit

4.6.3. ANALISA MANFAAT DAN KEMAMPUAN LAYANAN EMBUNG PESANTREN


Analisa manfaat yang digunakan adalah analisa simulasi routing kapasitas
waduk untuk irgasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Pembangunan
waduk akan menjadi mahal harganya bila dalam melayani konsumen tidak
diperbolehkan mengalami kegagalan atau kekurangan air sama sekali.
Kriteria kegagalan untuk pelayanan air baku ditentukan berdasarkan jumlah
kejadian kegagalan dalam memenuhi kebutuhan, yaitu dengan 90%
keandalan.
Besar volume tampungan bersih waduk yang dibutuhkan dengan keandalan
tertentu, ditentukan secara simulasi berdasarkan neraca air di waduk sebagai
fungsi dari inflow (hasil hitungan ketersediaan air) dan outflow (kebutuhan air)
serta tampungan di waduk dalam interval waktu bulanan. Sebelumnya perlu
digambarkan hubungan antara elevasi, luas permukaan dan volume. Simulasi
neraca air air dilakukan berdasarkan inflow yang sudah dihitung dan berbagai
besaran outflow untuk berbagai tingkat keandalan. Untuk menentukan volume
tampungan bersih optimum, perlu dibuat beberapa alternatif lengkung
hubungan antara volume tampungan bersih, jumlah pelayanan air baku dan
tingkat keandalan.
Simulasi neraca air waduk merupakan fungsi dari inflow, outflow dan
tampungan waduk yang dapat disajikan dalam persamaan sederhana :
I – O = ds/dt

PENDAHULUAN V I-82
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Dimana
I = inflow
O = outflow
ds/dt = dS = perubahan tampungan.
Secara rinci dapat ditampilkan sebagai berikut :
Vt = Vt-1 + It + Rt – Et – Lt –Ot – Ost
Dimana :
Vt = Tampungan waduk pada periode t
Vt-1 = Tampungan waduk pada periode t-1
It = Inflow waduk pada periode t
Rt = Hujan yang jatuh diatas waduk pada periode t
Et = Kehilangan air akibat evaporasi pada periode t
Lt = Kehilangan air akibat rembesan dan bocoran
Ot = Total kebutuhan air
Ost = Outflow dari pelimpah
dt = Periode operasi dari waduk adalah setengah bulanan
Inflow adalah aliran sungai yang masuk ke waduk dan curah hujan yang jatuh
diatas permukaan waduk. Outflow terdiri dari lepasan waduk untuk air baku
dan kebutuhan konservasi sungai. Selainitu limpasan air dari pelimpah dan
penguapan dari permukaan waduk juga diperhitungkan sebagai outflow.
Perubahan tampungan waduk adalah besarnya perubahan volume waduk
yang mengacu pada lengkung kapasitas waduk.
Simulasi dimulai dengan asumsi pada saat waduk penuh dan berakhir juga
pada saat waduk dalam kondisi penuh kembali, sepanjang tahun dan
dilakukan berulang sepanjang tahun dengan data debit yang dimiliki.
Inflow untuk analisis waduk proyek digunakan metode pendekatan, dengan
data debit sepanjang 25 tahun atau yang sesuai dengan umur efektif waduk.
Faktor pembatas dari simulasi ini adalah :
a. Maksimum area yang akan diairi
b. Kapasitas waduk yang tergantung pada keadaan topografi
c. Laju sedimentasi di waduk
d. Kebutuhan air bersih dari target sasaran.

PENDAHULUAN V I-83
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

e. Material yang tersedia

4.6.4. ANALISA HIDROLOGI BANJIR


4.6.4.1. CURAH HUJAN MAKSIMUM DAERAH
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan
rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada
suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan
dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari
beberapa titik pengamatan curah hujan. Perhitungan curah hujan daerah
dari pengamatan curah hujan dibeberapa titik menggunakan metode
Thiessen. Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar
merata, maka cara perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan
daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
A1 .R1 +A2 .R2 +… +An .Rn
R =
A1 +A2 +…+ An
A1 .R1 +A2 .R2 +… +An .Rn
=
A
= W1R1 + W2R2 + … + WnRn
dimana:
R = curah hujan daerah
R1, R2, … Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah
jumlah titik-titik pengamatan
A1, A2, … An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
A1 A2 A
W1, W2 … Wn : A
, A
… An

Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aljabar
rata-rata. Akan tetapi, penentuan titik pengamatan dan pemilihan
ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian
yang lain ialah umpamanya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika
terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.

PENDAHULUAN V I-84
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.16 Cara Thiessen

Gambar 4.17 Titik pengamatan curah hujan dan curah hujan harian dalam
daerah aliran

4.6.4.2. CURAH HUJAN RANCANGAN


Distribusi Log Pearson Type III banyak digunakan dalam analisis hidrologi,
terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit
minimum) dengan nilai ekstrem. (Soewarno, 1995:141).
Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Log Pearson
Type III adalah : (CD. Soemarto, 1987:243)
 Harga rata-rata.
 Standart deviasi.

PENDAHULUAN V I-85
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

 Koefisien kemencengan.
Distribusi frekuensi komulatif akan tergambar sebagai garis lurus pada
kertas log-normal jika koefisien asimetri Cs = 0. Prosedur untuk
menentukan kurva distribusi Log Pearson Type III, adalah :
a. Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3,
………., Xn menjadi log X1, log X2, log X3, ………….., log Xn.
b. Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :

log X 
 log X
n
dimana:
n = jumlah data
c. Menghitung nilai deviasi standar dari log X, dengan rumus sebagai
berikut:

 log X  log X
2

S log X 
n  1
d. Menghitung nilai koefisien kemencengan, dengan rumus sebagai
berikut:

 log X  log X
3
n
CS 
n  1n  2S log X
3

e. Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki


dengan periode tertentu sesuai dengan nilai Cs nya.
f. Mencari anti log X untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu balik
yang dikehendaki.
Tabel 4.14. Nilai k Distribusi Log Pearson Type III
Periode Ulang (tahun)
2 5 10 5 50 100 200 1000
CS
Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
3.0 -0.360 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250
2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600
2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200
2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910
1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660
1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390
1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110

PENDAHULUAN V I-86
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Periode Ulang (tahun)


2 5 10 5 50 100 200 1000
CS
Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820
1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540
0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395
0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250
0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105
0.6 0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960
0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815
0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670
0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525
0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235
0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090
-0.1 0.017 0.836 1.270 1.761 2.000 2.252 2.482 3.950
-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810
-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540
-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400
-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275
-0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150
-0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035
-0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910
-1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800
-1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625
-1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465
-1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280
-1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130
-2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 1.995 1.000
-2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910
-2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802
-3.0 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668

4.6.4.3. UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN


Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi frekuensi
dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan
dapat menggambarkan/mewakili distribusi frekuensi tersebut diperlukan
pengujian parameter.

PENDAHULUAN V I-87
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan non
parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu. Apabila D (selisih maksimum antara peluang
pengamatan dengan peluang teoritis) lebih kecil dari Do, maka distribusi
teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat
diterima. Apabila D lebih besar dari Do, maka distribusi teoritis yang
digunakan untuk menentukan persamaan distribusi tidak dapat diterima.
Tabel 4.15. Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov-Kolmogorof
n 0,200 0,100 0,050 0,010
5 0,450 0,510 0,560 0,670
10 0,320 0,370 0,410 0,490
15 0,270 0,300 0,340 0,400
20 0,230 0,260 0,290 0,360
25 0,210 0,240 0,270 0,320
30 0,190 0,220 0,240 0,290
35 0,180 0,200 0,230 0,270
40 0,170 0,190 0,210 0,250
45 0,160 0,180 0,200 0,240
50 0,150 0,170 0,190 0,230

n > 50 1,07 1,22 1,36 1,63


n0,5 n0,5 n0,5 n0,5

Uji Chi-Square
Uji chi-square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik
sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter X2, oleh karena itu disebut dengan uji Chi-Kuadrat. Parameter
X2 dapat dihitung dengan rumus :
2
(Oi -Ei )
Xh2 = ∑G
i=1 Ei

dimana:
Xh2 = parameter chi-square terhitung
G = jumlah sub-kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i

PENDAHULUAN V I-88
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Parameter Xh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai Xh2
sama atau lebih besar dari pada nilai chi-kuadrat yang sebenarnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.16. Harga Chi-Square
Derajat Bebas (dk) 0,200 0,100 0,050 0,010 0,001
1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827
2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,827
3 4,642 6,251 7,815 11,345 16,268
4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465
5 7,289 9,236 11,070 15,086 20,517
6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457
7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322
8 11,030 12,362 15,507 20,090 26,125
9 12,242 14,987 16,919 21,666 27,877
10 14,631 15,987 18,307 23,209 29,588
11 15,812 16,275 19,675 24,725 31,264
12 16,985 18,549 21,026 26,217 32,909
13 18,151 19,812 22,362 27,688 34,528
14 16,985 21,064 23,685 29,141 36,123
15 18,151 22,307 24,996 30,578 37,697
16 20,465 23,542 26,296 32,000 39,252
17 21,615 24.769 27,869 33,409 40,790
18 22,760 25,989 28,869 34,805 42,312
19 23,900 27,204 30,144 36,191 43,820
20 25,038 28,412 31,410 37,566 45,315

Interpretasi hasilnya adalah :


1. Apabila peluang lebih besar dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis
yang digunakan dapat diterima;
2. Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis
yang digunakan tidak dapat diterima;
3. Apabila peluang berada antara 1-5% adalah tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu tambah data.
4.6.4.4. CURAH HUJAN PMF
Hujan berpeluang maksimum atau PMP didefinisikan sebagai tinggi
terbesar hujan dengan durasi tertentu yang secara meteorologi
dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran dalam suatu waktu dalam
tahun tanpa adanya kelonggaran yang dibuat untuk trend klimatologis

PENDAHULUAN V I-89
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

jangka panjang (Soemarto, 1999 : 154). Desain bangunan pelimpah pada


bendungan besar, perlu memperhitungkan factor keamanan agar waduk
mampu menampung dan mengalirkan air banjir dengan aman terhadap
bahaya Overtoping. Oleh karena itu dibutuhkan perkiraan besarnya hujan
badai terbesar yang akan menghasilkan debit aliran masuk yang besar
pula. Nilai besaran hujan badai terbesar yang mungkin terjadi ditinjau
secara matematis maupun fisik (meteorologi) harus realistis. Dengan
demikian banjir aliran masuk (inflow) akan menjadi realistis pula dan akan
menghasilkan suatu dimensi bangunan yang cukup tinggi tingkat
kehandalannya Curah hujan maksimum boleh jadi (CMB) atau Probable
Maximum Precipitation (PMP) dapat diartikan sebagai curah hujan terbesar
dengan durasi tertentu yang secara fisik dimungkinkan terjadi pada suatu
pos atau DAS. Secara umum besar CMB ini berkisar antara 2 sampai 6 kali
hujan kala ulang 100 tahun.
Curah hujan maksimum boleh jadi (Probable Maximum Precipitattion, PMP)
dihitung dengan menggunakan metode Hersfield. Sebagai berikut :

dimana:
XPMP = hujan banjir maximum boleh jadi
X = nilai rata-rata hujan / banjir
K = factor koefisien Hersfield
S = standard deviasi

PENDAHULUAN V I-90
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.18 Faktor penyesuaian Rata rata Terhadap Pengamatan Maksimum

Gambar 4.19 Faktor Penyesuaian Simpangan Baku Terhadap Pengamatan


Maksimum

PENDAHULUAN V I-91
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.20 Faktor Penyesuaian Rata rata dan Simpangan Baku Terhadap
Panjang Pengamatan Data

Gambar 4.21 Grafik hubungan antara Km dengan fungsi durasi hujan dan
hujan maksimum rata-rata tahunan (mm)

PENDAHULUAN V I-92
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.22 Grafik hubungan prosentasi hujan titik (point rainfall) berpeluang
maksimum dengan durasi hujan dan luas daerah pengaliran

Gambar 4.23 Grafik hubungan antara fixed time interval adjustment dengan
lamanya pengukuran data hujan (jam) setiap hari

PENDAHULUAN V I-93
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.6.4.5. DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN


Untuk mentransformasikan curah hujan rancangan menjadi debit banjir
rancangan diperlukan curah hujan jam-jaman. Pada umumnya data hujan
yang tersedia pada stasiun meteorologi adalah data hujan harian. Namun
demikian jika tersedia data hujan otomatis (automatic rainfall recorder),
maka pola distribusi hujan jam-jaman dapat dibuat dengan menggunakan
metode mass curve untuk tiap kejadian hujan lebat dengan mengabaikan
waktu kejadian.
Untuk studi ini akan digunakan metode PSA 007. Untuk mendapatkan curah
jam-jaman selanjutnya sesuai dengan PSA 007, distribusi hujan disusun
dalam bentuk genta, dimana hujan tertinggi ditempatkan di tengah,
tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di sebelah kanan dan
seterusnya.

Tabel 4.17. Intensitas hujan dalam % yang disarankan PSA 007


Distribusi Hujan
No Jam Ke
T5thn T10thn T25thn T50thn T100thn T1000thn CMB

1 0,50 2 2 2 2 2 2 2
2 1,00 2 2 2 2 3 3 3
3 1,50 3 3 3 3 4 4 5
4 2,00 4 5 5 6 7 7 9
5 2,50 12 12 13 13 13 13 11
6 3,00 59 57 55 53 52 49 45
7 3,50 7 7 7 7 7 8 10
8 4,00 3 4 5 6 5 7 8
9 4,50 2 2 3 3 3 3 3
10 5,00 2 2 2 2 2 2 2
11 5,50 2 2 2 2 1 1 1
12 6,00 2 2 1 1 1 1 1

4.6.4.6. HIDROGRAF SATUAN SINTETIK (HSS) GAMA-I


Hidrograf satuan sintetik ini dikembangkan oleh Sri Harto yang diturunkan
berdasarkan teori hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan oleh
Sherman. Hidrograf satuan sintetik Gama-I merupakan persamaan
empiris yang diturunkan dengan mendasarkan pada parameter-parameter

PENDAHULUAN V I-94
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

DAS terhadap bentuk dan besaran hidrograf satuan parameter-parameter


DAS tersebut yaitu faktor sumber (SF), frekuensi sumber (SN), faktor lebar
(WF), luas relatif (RUA), faktor simetris (SIM) dan jumlah pertemuan sungai.
Karakteristik hidrograf satuan sintetik Gamma-I dapat dilihat pada gambar
berikut :

Gambar 4.24 Sketsa Penetapan Nilai WF dan RUA HSS Gama-I

Gambar 4.25 Sketsa HSS Gama-I

Satuan hidrograf sintetik Gama-I dibentuk oleh tiga komponen dasar yaitu
waktu naik (TR), debit puncak (QP), waktu dasar (TB) dengan uraian sebagai
berikut :
Waktu naik TR dinyatakan dalam persamaan :
TR = 0,43 (L/100 SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775
Dimana :

PENDAHULUAN V I-95
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

TR = Waktu naik (jam)


L = Panjang sungai (km)
SF = Faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang
sungai tingkat I dengan panjang sungai semua tingkat.
SIM = Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar
(WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA).
WF = faktor lebar yaitu perbandingan antara lebar DAS yang diukur
dari titik di sungai yang berjarak 3/4 L dan lebar DAS yang
diukur dari titik yang berjarak 1/4 L dari tempat pengukuran.
Debit Puncak (QP) dinyatakan dengan rumus :
Qp = 0,1836 . A 0,5886 . TR -0,4008 . JN 0,2381
Dimana :
Qp = Debit Puncak (m3/det)
JN = Jumlah Pertemuan Sungai
TR = Waktu naik

Waktu dasar (TB) dinyatakan dengan rumus :


TB = 27,4132 . TR 0,1457 . S -0,0956 . SN 0,7344 .RUA0,2574
Dimana :
TB = waktu dasar
TR = waktu Naik
S = landai sungai rata-rata
SN = frekuensi sumber yaitu perbandingan antara jumlah segmen
sungai - sungai tingkat I dengan jumlah sungai semua tingkat.
RUA = luas relatif DAS hulu.
Koefisien Penampungan (K) dinyatakan dengan rumus :
K = 0,5617 . A 0,1798 . S -0,1446 . SF -1,0697 . D 0,0452
Dimana :
K = Koefisien penampungan
A = Luas DAS (km2)
S = Landai sungai rata-rata
SF = Faktor Sumber

PENDAHULUAN V I-96
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

D = Kerapatan drainase
Recession Curve
Qt = Qp . e -(L/K)
Dimana :
Qt = Debit pada waktu t (m3/det)
Qp = Debit puncak (m3/det)
t = Waktu dari saat terjadinya debit puncak (jam)
K = Koefisien tampungan.
Hasil akhir dari perhitungan debit banjir rancangan adalah informasi
kejadian banjir disertai probabilitas dan kala ulangnya (Return Period).

4.6.4.7. HIDROGRAF SATUAN SINTETIK (HSS) SNYDER


Snyder (1938) mengusulkan prosedur untuk mendapatkan hidrograf satuan
(hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi
merata diseluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satu satuan yang
ditetapkan) denganhidrograf satuan sintetik (HSS). Teori ini didasarkan
pada kondisi hidrologi di pegunungan Appalachian di Amerika Serikat. HSS
Snyder dinyatakan dalam beberapa persamaan dibawah ini. Empat
parameter yaitu waktu kelambatan, aliran puncak, waktu dasar, dan durasi
standar dari hujan efektif untuk hidrograf satuan dikaitkan dengan geometri
fisik dari DAS dengan hubungan berikut ini :
tp = Ct (L . Lc)0.3
Qp = Cp. A / tp
T = 3 + (tp / 8)
tD = tp / 5,5
Apabila durasi hujan efektif tr tidak sama dengan durasi standar tp, maka :
tpr = tp + 0,25 (tr – tD)
Qpr = Qp (tp / tpr )
Dengan :
tp = durasi standar dari hujan efektif (jam)
tr = durasi hujan efektif (jam)

PENDAHULUAN V I-97
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

tp = waktu dari titik berat durasi hujan efektif ke puncak hidrograf


satuan (jam)
tpr = waktu dari titik berat durasi hujan efektif ke puncak hidrograf
satuan (jam)
T = waktu dasar hidrograf satuan (hari)
Qp = debit puncak untuk durasi
Qpr = debit puncak untuk durasi
L = panjang sungai utama terhadap titik control yang ditinjau (km)
Lc = jarak antara titik control ke titik yang terdekat dengan titik
berat DAS (km) luas DAS (km2)
A = luas DAS (km2)
Ct = koefisien yang tergantung kemiringan DAS, yang bervariasi
dari 1,4 sampai 1,7
Cp = koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS, yang
bervariasi antara 0,15 sampai 0,19

4.6.4.8. HIDROGRAF SATUAN SINTETIK (HSS) ITB 1 DAN ITB 2


Untuk menganalisis hidrograf satuan sintetis pada suatu DAS dengan cara
ITB perlu diketahui beberapa komponen penting pembentuk hidrograf
satuan sintetis berikut 1) Tinggi dan Durasi Hujan Satuan. 2) Time Lag (TL),
Waktu Puncak (Tp) dan Waktu Dasar (Tb), 3) Bentuk Hidrograf Satuan dan
4) Debit Puncak Hidrograf Satuan.

PENDAHULUAN V I-98
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.26 Prinsip hidrograf satuan (Triatmojo, 2008)


Dari karakteristik fisik DAS dapat dihitung dua elemen -elemen penting yang
akan menentukan bentuk dari hidrograf satuan itu yaitu 1) Time Lag (TL), 2)
Waktu puncak (Tp) dan waktu dasar (Tb). Selain parameter fisik terdapat
pula parameter non-fisik yang digunakan untuk proses kalibrasi. Saat ini
ada banyak sekali rumus time lag yang telah dikembangkan oleh para
peneliti baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa software seperti
misalnya Program HEC-HMS (Hydrology Modeling System) membebaskan
pengguna memilih rumusan time lag yang akan digunakan. Prosedur
umum ini juga direncanakan cukup fleksibel dalam mengadopsi rumusan
time lag yang akan digunakan. Fleksibilitas seperti ini perlu diberikan

PENDAHULUAN V I-99
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

karena sudah banyak hasil penelitian tentang time lag yang masih berjalan
bahkan telah dipublikasikan.
Rumus standard untuk Time lag yang digunakan adalah penyederhanaan
dari rumus Snyder sebagai berikut:

dimana TL = time lag (jam); Ct = koefisien waktu (untuk proses kalibrasi);


L = panjang sungai (km). Koefisien Ct diperlukan dalam proses kalibrasi
harga Tp. Harga standar koefisien Ct adalah 1.0, jika Tp perhitungan lebih
kecil dari Tp pengamatan, harga diambil Ct > 1.0 agar harga Tp
membesar. Jika Tp perhitungan lebih besar dari Tp pengamatan, harga
diambil Ct < 1.0 agar harga Tp akan mengecil. Proses ini diulang agar Tp
perhitungan mendekati Tp pengamatan.
Waktu Puncak (Tp)
Waktu puncak Tp didefiniskan sebagai berikut :
Tp = TL + 0.50 Tr
Waktu Dasar (Tb)
Untuk DAS kecil (A < 2 km2), menurut SCS harga Tb dihitung dengan :
Tb = 8/3 Tp
Untuk DAS berukuran sedang dan besar harga secara teoritis Tb dapat
berharga tak berhingga (sama dengan cara Nakayasu), namun prakteknya
Tb dapat dibatasi sampai lengkung turun mendekati nol, atau dapat juga
menggunakan harga berikut
Tb = (10 s/d 20)*Tp

Bentuk dasar hidrograf satuan


Prosedur umum yang diusulkan dapat mengadopsi berbagai bentuk dasar
HSS yang akan digunakan. Beberapa bentuk HSS yang dapat digunakan
antara lain adalah SCS Triangular, SCS Cuvilinear, USGS Nationwide SUH,
Delmarvara, Fungsi Gamma dan lain-lain.
Selain itu kami telah mengembangkan dua bentuk dasar HSS yang dapat
digunakan yaitu bentuk HSS ITB-1 dan HSS ITB-2 sebagai berikut :

PENDAHULUAN V I-100
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

HSS ITB-1 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun


seluruhnya yang dinyatakan dengan satu persamaan yang sama yaitu :

HSS ITB-2 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun yang
dinyatakan dengan dua persamaan yang berbeda yaitu :
Lengkung naik (0  t  1) :
q(t) = tα
Lengkung turun (t > 1 s/d ∞)

dimana t = T/Tp dan q = Q/Qp masing-masing adalah waktu dan debit


yang telah dinormalkan sehingga t=T/ Tp berharga antara 0 dan 1, sedang
q = Q/Qp. Berharga antara 0 dan ∞ (atau antara 0 dan 10 jika harga Tb/
Tp=10).
Koefisien α, β dan Cp
Harga koefisien α dan β dapat dirubah, namun untuk lebih memudahkan,
proses kalibrasi dapat dilakukan dengan merubah harga koefisien Cp.
Harga standar koefisien Cp adalah 1.0, jika harga debit puncak
perhitungan lebih kecil dari debit puncak pengamatan, maka harga diambil
Cp > 1.0 ini akan membuat harga debit puncak membesar, sebaliknya jika
debit puncak perhitungan lebih besar dari hasil pengamatan maka harga
diambil Cp < 1.0 agar harga debit puncak mengecil.

Debit puncak hidrograf satuan


Sebelum membahas debit puncak hidrograf satuan, akan dijelaskan
kesetaraan luas HSS dengan HSS yang telah dinormalkan. Hal ini berguna
dalam menjelaskan penerapan prinsip konservasi mass dalam penurunan
debit puncak hidrograf satuan.
Kesetaraan luas HSS dengan HSS yang telah dinormalkan

PENDAHULUAN V I-101
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Untuk memudahkan penjelasan, tinjau suatu kurva hidrograf


berbentuksegitiga yang terjadi akibat hujan efektif R=1 mm pada suatu DAS
luas ADAS. Seperti ditunjukan pada Gambar 2.a, Integrasi kurva di bawah
kurva hidrograf sama dengan volume hidrograf satuan. Misalkan Tp adalah
absis dan Qp adalah ordinat titik puncak P.Jika seluruh harga pada absis
t (waktu) dinormalkan terhadap Tp dan seluruh harga ordinat Q (debit)
dinormalkan terhadap Qp, akan didapat suatu kurva hidrograf tak
berdimensi (lihat Gambar 2.b). Luas bidang di bawah kurva yang telah
dinormalkan dapat dihitung dari rumus luas segitiga sebagai berikut :

Gambar 4.27 Kesetaraan Luas HSS SCS-Segitiga dengan HSS SCS-Segitiga


Tak-Berdimensi
Volume hidrograf satuan VHSS (memiliki dimensi m3) dapat diperoleh
dengan cara yang lebih mudah yaitu mengalikan AHSS dengan Qp dan Tp,
atau VHSS = Qp Tp AHSS = (5 m3/s)*(2s)*(2) = 20 (m3) Hasil tersebut
dapat digeneralisasi untuk bentuk HSS yang lebih kompleks seperti
ditunjukan pada gambar dibawah ini :

PENDAHULUAN V I-102
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Gambar 4.28 Kesetaraan volume HSS generik dengan HSS yang telah
dinormalkan
Jika hidrograf banjir dinormalkan dengan faktor Qp dan Tp, maka volume
HSS dapat dihitung dengan rumus :
VHSS = Qp Tp AHSS
Jika Tp (jam) dikonversi dalam detik, maka:
VHS = AHSS Qp Tp 3600 (m3)
dimana AHSS adalah luas HSS tak berdimensi yang dapat dihitung secara
exact atau secara numerik. Untuk hujan efektif R=1 mm pada suatu DAS
luas ADAS (km2), maka volume hujan efektif satu satuan R=1 mm yang
jatuh merata di seluruh DAS (VDAS) dapat dinyatakan sebagai berikut
VDAS = R x ADAS = 1000 ADAS (m3).
Debit puncak hidrograf satuan sintetis
Dari definisi hidrogrpf satuan sitetis dan prinsip konservasi massa, dapat
disimpulkan bahwa volume hujan efektif satu satuan yang jatuh merata di
seluruh DAS (VDAS) harus sama volume hidrograf satuan sintetis (VHS)
dengan waktu puncak Tp, atau 1000 ADAS = AHSS Qp Tp 3600 sehingga

PENDAHULUAN V I-103
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Dimana Qp = Debit puncak hidrograf satuan (m3/s), R = Curah hujan


satuan (1 mm), Tp= Waktu puncak (jam), ADAS = Luas DAS (km2) dan
AHSS = Luas HSS tak berdimensi yang dapat dihitung secara exact atau
secara numerik. Methode ITB bentuknya jauh lebih sederhana namun
bersifat lebih umum.
Penting untuk dicatat bahwa dengan procedure perhitungan HSS dengan
cara ITB, maka jika seandainya bentuk kurva dasar hidrograf yang
digunakan adalah kurva Nakayasu atau kurva Snyder, maka debit puncak
dan bentuk HSS yang
dihasilkan dan juga hidrograf hasil superposisi untuk distribusi hujan
tertentu akan sangat mendekati hasil perhitungan yang dilakukan dengan
cara
cara Snyder yang asli.

A. ANALISA ROUTING BANJIR TERHADAP DESAIN PELIMPAH


Penelusuran banjir adalah suatu prosedur untuk memperkirakan waktu dan
besaran banjir disuatu titik di sungai, berdasarkan data yang diketahui di
sungai bagian hulu. Dalam praktek terdapat 2 macam routing yaitu
penelusuran saluran (channel routing) dan penelusuran waduk (reservoir
routing). Tujuan routing adalah:
 Menentukan hidrograf sungai di tempat tertentu berdasar hidrograf di hulu
yang diketahui.
 Sarana peringatan dini pada pengaman banjir (early warning system).
 Menentukan dimensi bangunan-bangunan hidrolik disepanjang sungai.
Berdasarkan teori terdapat 2 macam routing yaitu hydraulic routing dan
hydrologic routing. Perlu diperhatikan untuk bendungan yang spillwaynya
dilengkapi pintu, pelaksanaan routing harus memperhatikan rencana operasi
pintu.

PENDAHULUAN V I-104
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Penulusuran banjir lewat waduk, adalah untuk menghitung besar perubahan


banjir yang melewati suatu waduk, menyangkut penentuan ukuran bangunan
pelimpah dan tubuh bendungan utama.
Prinsip dasar penelusuran banjir dikembangkan dari persamaan kontinuitas
yaitu
ds
IO
dt
dimana :
I = aliran masuk (inflow), dalam m3/dt
O = aliran keluar (outflow), dalam m3/dt
S = penampungan (storage), dalam m3/dt
T = waktu, dalam detik
ds
= perubahan storage (tampungan) terhadap waktu
dt
Bentuk persamaan di atas biasanya dipakai sebagai dasar penulusuran banjir
dengan interval tertentu.
Untuk penelususran banjir lewat waduk rumus diatas dikembangkan sebagai
berikut :

 I1  I2   S1 O1   S2 O2 
 2   Δt    
   2   Δt 2 
jika :
S1 O
 1  Ψ dan
Δt 2
S2 O
 2 
Δt 2
maka persamaan tadi dapat ditulis menjadi :

 I1  I2 
 2  Ψ  
 
Rumus diatas dikembangkan oleh LG Puls dari US Army Corps of Engineers.
Kapasitas bangunan pelimpah untuk bendungan urugan biasanya
direncanakan untuk dapat menampung debit banjir dengan periode
perulangan (return period) 100 tahun (atau disingkat Q100max), dikalikan
dengan angka koefisien 1,2.

PENDAHULUAN V I-105
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Akan tetapi apabila banjir-banjir yang pernah terjadi melampaui Q100max,


maka debit banjir rencana supaya didasarkan pada debit banjir yang pernah
terjadi dikalikan dengan angka koefisien 1,2.

PENDAHULUAN V I-106
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.7. METHODOLOGI PERENCANAAN DETAIL BENDUNGAN


Analisis Hidrolika digunakan untuk dimensi pelimpah dari tinggi jagaan
bendungan (freeboard). Sedangkan dimensi struktur akhir ditentukan
berdasarkan optimasi lebar pelimpah yang dihubungkan dengan biaya .
4.7.1. AMBANG PELIMPAH
Debit yang melintasi ambang dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Q = C . L . H3/2
Leff = L - 2 (nKp + Ka) Hd
Dimana :
Q = debit ( m3/dt )
C = koefisien debit
H = total tinggi tekanan air di atas mercu bendung
L = panjang efektif (meter)
n = jumlah pilar
Kp = koefisien konstraksi pilar,
Ka = koefisien konstraksi pangkal bendung
Hd = tinggi energi (m)
Perhitungan dimensi ambang pelimpah
Xu1 = 0,282 Hd
Xu2 = 0,175 Hd
R1 = 0,5 Hd
R2 = 0,2 Hd
1 = sin-1 (Xu1/R1)
a = (R1-R2) sin 1
b = Xu - a
2 = sin-1 (b/R2)
Yu1 = R1 (1 - cos 1)
Yu2 = R1 - (R1-R2) cos 1 - R2 cos 2)
Persamaan lengkung Harrold : Y = 0,301 X1,85
Koordinat P : ( Xd, Yd )

PENDAHULUAN V I-107
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.7.2. SALURAN PENGARAH


Saluran pengarah berfungsi mengarahkan aliran ke mercu pelimpah
dengan kecepatan rendah dan kemudian arah aliran dan kecepatannya
berubah secara perlahan tanpa menimbulkan turbulensi pada kedalaman
air yang cukup.
Dari hasil perencanaan di atas persyaratan hidrolik pada saluran pelimpah
adalah :
P  H/5
V  4 m/dt
Dimana :
H = kedalaman air di atas mercu (m)
P = kedalaman air dibawah mercu (m)
V = kecepatan aliran pemasukan (m/dt)
4.7.3. SALURAN TRANSISI DAN SALURAN PELUNCUR
Saluran transisi direncanakan dengan lebar sama dengan lebar ambang
yang berubah menyempit dengan bentuk saluran yang datar. Pada akhir
saluran transisi terdapat end sill setinggi h dengan kemiringan 1:3,00.
Saluran peluncur mempunyai lebar B m dan kemiringan dasar 1 : n.
Saluran peluncur direncanakan dengan debit Q100 yang dikontrol dengan
debit Q1000. Persamaan Bernoulli untuk kemiringan dasar saluran yang
curam (steeply sloped floor) berikut:
2 2
v v
Z1 + d1 cos  +  1 = Z2 + d2 cos  +  2 + hf
2g 2g
Dimana :
hf = Kehilangan akibat gesekan
4x n2 Q2 n2 n2
(=  dx = ½ { 4/3 2
 4/3 2
}Q2(x
0 R 4 / 3 A2 R1 A1 R2 A2
Dimana :
R = radius hidrolik
A = luas penampang
n = koefisien kekasaran Manning

PENDAHULUAN V I-108
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.7.4. PEREDAM ENERGI


Peredam energi direncanakan berdasarkan debit banjir rencana kala ulang
100 tahun. dan koefisien kekasaran Manning (n) = 0,014.
Dari hasil perhitungan hidrolika didapatkan angka Froude = f dengan
tinggi air h m serta kecepatan v maka peredam energi direncanakan
dengan kolam olakan datar tipe I atau II sampai IV dengan elevasi dasar
tertentu. Penentuan tipe kolam olak oleh USBR dikelompokan berdasarkan
nilai Froud number (FR).
4.7.5. TERMINAL CHANNEL
Terminal channel di hilir peredam energi direncanakan berdasarkan rating
curve pada sungai yang untuk mendapatkan elevasi lantai terminal channel
pada bagian hulu ataupun bagian hilir.
Terminal Channel direncanakan dengan lebar (B) m, kemiringan dinding
1:0,50 dengan debit banjir outflow Q100 m3/det.
Kedalaman kritis pada terminal Channel dihitung berdasarkan
persamaan:
Q2 A3

g T

Dimana :
Q = Debit ( m3/dt )
g = Percepatan gravitasi, m/dt2 (= 9,81)
A = Luas penampang saluran (m2)
T = Lebar penampang basah bagian atas ( m )
4.7.6. ANALISA KONSTRUKSI PELIMPAH
Di dalam perhitungan analisa stabilitas konstruksi pelimpah ditinjau 3
keadaan:
a. Keadaan I : Setelah selesai konstruksi/after completion
 Kondisi Normal
 Kondisi Gempa
b. Keadaan II : kondisi muka air tinggi/HWL
 Kondisi Normal
 Kondisi Gempa

PENDAHULUAN V I-109
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

c. Keadaan III : kondisi banjir/FWL


 Kondisi Normal
 Kondisi Gempa
Analisa stabilitas konstruksi pada bangunan pelimpah terdiri dari beberapa
bagian sebagai berikut :
a. Ambang bangunan pelimpah
b. Pilar bangunan pelimpah
c. Dinding pada saluran pengarah identik dengan dinding pada saluran
peredam energi.
d. Abutment pada saluran pengarah
e. Dinding pada saluran transisi
f. Dinding pada saluran peluncur
g. Dinding pada terminal channel
Analisa terhadap stabilitas konstruksi menggunakan rumus sebagai berikut
a. Stabilitas terhadap guling

f =
 Mv > 1,5 (Kondisi normal)
 Mh
> 1,2 ( Kondisi gempa)

e =
 Mv  Mh  B / 2  < B/6 (Kondisi norma)
V
< B/3 (Kondisi gempa)
b. Stabilitas geser

Sf =
 V. f > 1.5 (Kondisi normal)
H
> 1.2 (Kondisi gempa)
Stabilitas terhadap daya dukung

Untuk e < B/6   12 =


V x(1  6 xe )
BxL B
2V
e < B/3   max =
Lx3.( B / 2  e)
c. Stabilitas terhadap floatation

PENDAHULUAN V I-110
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Sf =
V > 1.5 (Kondisi normal),
U
Dimana :
 Mv = Momen tahan (t.m)
 Mh = Momen guling (t.m)
V = Beban vertikal (ton)
H = Beban horisontal (ton)
U = Gaya RPLift (ton)
f = Koefisien geser antara beton dan pondasi
B = Lebar konstruksi
L = Panjang konstruksi

4.7.7. TIPE TUBUH BENDUNGAN


Bendungan dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis
material konstruksi bendungan, yaitu:
 Bendungan beton
 Bendungan urugan tanah dan urugan batu.
Bendungan Beton
Bendungan beton umumnya dibangun pada fondasi batuan walaupun ada
juga bendungan beton yang rendah yang dibangun pada fondasi kerikil.
Mulanya bendungan beton dibangun dengan menggunakan material yang
memiliki kuat tekan yang tinggi tetapi kuat tarik yang rendah. Oleh karena
itu bentuk bendungan beton dirancang secara khusus agar dapat
meneruskan beban kerja ke fondasi dalam bentuk beban tekan, sementara
beban tarik diperkecil atau dihilangkan dengan cara merancang bentuk
bendungan secara cermat. Faktor terpenting dalam pemilihan bendungan
beton adalah fondasi bendungan.
Jenis-jenis bendungan beton, yaitu: bendungan gravity, bendungan gravity
lengkung (curved gravity dam), busur (arch dam), penopang (buttress).
Bendungan Urugan

PENDAHULUAN V I-111
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Bendungan urugan, umumnya diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis


berdasar pada material yang digunakan, baik untuk urugan tanah maupun
urugan batu seperti pada gambar di bawah.
Bendungan urugan didesain secara spesifik sesuai dengan kondisi lokasi
dan ketersediaan material konstruksi di lokasi bendungan. Stabilitas
bendungan diperoleh dari massa timbunan yang sangat berat sehingga
mampu menahan beban yang bekerja.
Bendungan Komposit
Jenis bendungan ini merupakan kombinasi/gabungan antara bendunan
beton dengan bendungan urugan tanah. Salah satu keuntungan
bendungan jenis ini adalah bahwa bagian bendungan beton biasanya
dibuat mampu untuk mengalirkan aliran air banjir selama konstruksi dan
sebagai bangunan pelimpah setelah konstruksi selesai, disamping biaya
konstruksi yang murah dan ketersediaan material yang ada.
Bendungan ini dapat dibangun pada bagian lembah yang lebar dan dapat
mengalirkan banjir besar melalui lembah tersebut yang mungkin dapat
menjadi masalah pada pengelakan sungainya, bila memilih bendungan
urugan.
Bagian bendungan beton memerlukan fondasi yang cukup kuat dan cukup
kedap untuk tinggi 10 m dan untuk tinggi < 10 m bendungan dapat
ditempatkan pada lapisan yang lebih pervious.
4.7.8. LEBAR PUNCAK BENDUNGAN
Lebar puncak bendungan minimum ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
Lebar menurut Panduan Perencanaan Bendungan Urugan :
B= 5/3 * H1/2 (dalam meter ) , dimana H adalah ketinggian air di
waduk.
z
B=  10 (dalam feet) , dimana z adalah ketinggian air di waduk.
5

4.7.9. KEMIRINGAN LERENG URUGAN


Kemiringan lereng urugan diperhitungkan terhadap :
a) jenis material urugan yang digunakan,

PENDAHULUAN V I-112
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

b) kestabilan lereng akibat muka air kolam turun secara mendadak,


c) kestabilan lereng akibat terjadinya rembesan melalui tubuh bendungan
pada kondisi muka air normal,
d) tahan terhadap pengaruh gempa.

4.7.10. ELEVASI PUNCAK BENDUNGAN DAN TINGGI JAGAAN


Elevasi puncak bendungan ditentukan berdasarkan tinggi muka air banjir
diatas ambang pelimpah ditambah dengan tinggi jagaan.
Dari perhitungan penelusuran banjir melalui pelimpah, didapatkan elevasi
muka air banjir untuk debit rancangan (Q 1/2MF) .
Kebutuhan tinggi jagaan dihitung dari rumus dengan kondisi muka air
waduk sebagai berikut (Panduan Perencanaan Bendungan Urugan) :
a. Kondisi Muka Air Normal : H1 ≥ 3/4Hw + Hs + Hr + He + hu
b. Muka Air Banjir Q 1000 th : H2 ≥ 3/4Hw +Hs + Hr + hu
c. Muka Air Banjir Q 1/2PMF : H3 ≥ 0,75 m
Dimana :
Hw = Tinggi gelombang karena angin
Hs = Peningkatan tinggi muka air karena angin
Hr = Tinggi rayapan gelombang
He = Tinggi gelombang akibat gempa
Hu = Tinggi cadangan untuk ketidak pastian
 Pada kondisi muka air normal hu = 1,0 m
 Pada keadaan banjir :
hu > 0,50 m, bila ada beragam analisa hidrologi dan untuk pelimpah
tanpa pintu
hu > 1,00 m, bila kemungkinan terjadi kemacetan operasi pintu

4.7.11. TINGGI TUBUH BENDUNGAN


Tinggi tubuh dam ditentukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan
tampungan air dan keamanan tubuh bendungan terhadap peluapan banjir.
Jadi tinggi tubuh bendungan adalah tinggi muka air kolam pada kondisi
penuh (kapasitas tampung rencana) ditambah tinggi tampungan banjir dan

PENDAHULUAN V I-113
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

tinggi jagaan. Dalam penentuan tinggi bendungan perlu dipertimbangkan


adanya bangunan yang sudah ada dimana tidak bisa diabaikan yaitu
jembatan. Atau dengan rumus berikut:
Hd = Hk + Hb + Hf (+ Hs)
Dimana :
Hd = Tinggi tubuh bendungan rancangan (m),
Hk = Tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m),
Hb = Tinggi tampungan banjir (m),
Hf = Tinggi jagaan (m),
Hs = Cadangan akibat bendungan mengalami penurunan (m).
Hs = 0,001 (Hd)1,5 dan diambil secara praktis Hs = 0,25 m.

4.7.12. KETERSEDIAAN MATERIAL URUGAN


Bahan untuk tubuh bendungan merupakan hasil galian bahan tanah di
borrow area disekitar tempat kedudukan tubuh bendungan. Bahan material
untuk timbunan harus memperhatikan tentang kualitas dan kuantitas dari
bahan material tersebut serta kemudahan dalam pengolahan dan
pengangkutan ke lokasi penimbunan. Kuantitas material urugan yang
tersedia harus lebih dari 2-3 kali jumlah kebutuhan timbunan.

4.7.13. PELINDUNG LERENG


Konstruksi rip-rap diperlukan untuk melindungi lereng hulu tubuh dam
akibat pengaruh gelombang. Batuan untuk konstruksi rip-rap harus aman
atau didasarkan pada :
(a) Ukuran batu untuk rip-rap dan berat volume bahan batu,
(b) Ketahanan terhadap keausan akibat cuaca.
Ukuran konstuksi rip-rap dan tebal yang dibutuhkan didasarkan pada
perkiraan tinggi gelombang, tergantung pada kecepatan angin dan jarak
antara kedua sisi tebing kolam tampungan (waduk). Pada bendungan tipe
urugan, permukaan lereng harus dilindungi terhadap erosi yang
disebabkan oleh angin dan hujan. Pelindung lereng sebelah hulu untuk tipe
urugan dengan menempatkan gebalan rumput.

PENDAHULUAN V I-114
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.7.14. STABILITAS TUBUH BENDUNGAN


Stabilitas tubuh bendungan dihitung dengan Metode Irisan Bidang Luncur
Bundar. Bidang luncur bundar dibagi dalam beberapa irisan vertikal, maka
faktor keamanan diperoleh dari rumus:
acl  ( N  U  Ne) tan u
FS =
(T  Te)
Dimana :
Fs = Faktor keamanan
N = Beban komponen vertikal yang timbul dari setiap irisan
bidang luncur
T = Beban komponen trangensial yang timbul dari setiap
luncur
U = Tekanan air yang bekerja pada setiap irisan bidand luncur
Ne = Komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada
setiap irisan bidang luncur
Te = Komponen trangensial beban seismic yang bekerja pada
setiap
irisan bidang luncur
C = Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan
e = Intensitas seimic horizontal
 = Sudut geser dalam bahan

S
h W En+1
En
W
S 
N
N
l N u.

Gambar 4.29 Tubuh Bendungan

Stabilitas lereng tubuh bendungan ditinjau dari beberapa kondisi yaitu

PENDAHULUAN V I-115
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

a) Bagian Hulu
 Pada saat bendungan baru selesai dibangun (immediately after
completion) untuk kondisi normal ( Fs ( 1.5) dan kondisi gempa k =
0.03 (Fs ( 1.2)
 Pada saat air waduk penuh (reservoir full) untuk kondisi normal (Fs (
1.5) dan kondisi gempa k = 0.06 (Fs ( 1.2).
 Pada saat air waduk banjir untuk kondisi normal (Fs ( 1.3).
 Pada saat air waduk mengalami penurunan secara tiba-tiba (rapid
draw down) untuk kondisi normal k = 0 ( Fs ( 1.3) dan kondisi gempa
k = 0.06 (Fs ( 1.1).
b) Bagian Hilir
 Pada saat bendungan baru selesai dibangun (immediately after
completion) untuk kondisi normal ( Fs ( 1.5) dan kondisi gempa k =
0.03 (Fs ( 1.2)
 Pada saat air waduk penuh (reservoir full) untuk kondisi normal (Fs (
1.5) dan kondisi gempa k = 0.06 (Fs ( 1.2).
Stabilitas bendungan juga di periksa dengan menggunakan Metode Irisan
Bidang Luncur Kombinasi. Pada metode ini garis lurus tidak berbentuk
lingkaran, tetapi terdiri dari garis yang patah-patah. Metode ini
dikembangkan oleh Wedge dan Fellenius dengan masing-masing
karateristik sendiri.

PENDAHULUAN V I-116
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Tabel 4.18. Faktor Keamanan lereng bendungan untuk berbagai kondisi beban
Lereng
No Kondisi Beban FK. Min
Ditinjau
Berat sendiri, air pori D/S
1 Selesai Konstruksi 1.2
50 % beban gempa U/S
Berat sendiri, Tekanan
MA Full Supply
2 hidrostatis, air pori, tanpa D/S 1.5
Steady Seepage
gempa
Berat sendiri, Tekanan
MA Full Supply
3 hidrostatis, air pori, dengan D/S 1.2
Steady Seepage
gempa
Berat sendiri, Tekanan
MA Max Flood Seady
4 hidrostatis, air pori, tanpa D/S 1.2
Seepage
gempa
Berat sendiri, Tekanan
MA Max Flood Seady
5 hidrostatis, air pori, dengan D/S 1.1
Seepage
gempa
Berat sendiri, Tekanan
MA Surut tiba-tiba
6 hidrostatis, air pori, tanpa U/S 1.2
Rapid Draw Down
gempa

4.7.15. STABILITAS TERHADAP ALIRAN FILTRASI


Tubuh bendungan maupun pondasinya harus mampu menahan gaya-gaya
yang ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-celah
antara butiran tanah pembentuk tubuh bendungan dan pondasinya.
Keamanan konstruksi bendungan terhadap aliran filtrasi ditinjau terhadap:
 Kapasitas aliran filtrasi
 Gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling)
 Kecepatan Kritis Aliran.

PENDAHULUAN V I-117
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

4.7.16. PENURUNAN TUBUH BENDUNGAN


Penimbunan ekstra pada puncak bendungan diperlukan untuk
mengimbangi adanya penurunan pada tubuh bendungan yang disebabkan
oleh adanya proses konsolidasi.
Besarnya penurunan ini ( H) dihitung dengan rumus :
 H = mv . v . H
dimana :
H = penurunan yang terjadi pada tubuh bendungan (m)
H = tinggi bendungan (m)
mv = koefisien kompresibility (cm2/gram), sumber : data hasil
penyelidikan tanah.
v = Pertambahan Tegangan (kg/cm2), sumber : data hasil
penyelidikan
tanah.
Penimbunan ekstra pada puncak bendungan diperlukan untuk
mengimbangi adanya penurunan pada inti bendungan yang disebabkan
oleh adanya proses konsolidasi. Tinggi penimbunan ekstra dihitung dengan
rumus :
a) Panduan Perencanaan Bendungan Urugan : 2 % H
b) British Standart : 0,5% H + 0,5 m

4.7.17. KOEFISIEN KEGEMPAAN


Koefisien Gempa Rancangan
Pada bangunan-bangunan air, selalu diperhitungkan terhadap pengaruh
gempa, terutama bangunan-bangunan yang didirikan di wilayah rawan
gempa seperti di Pulau Jawa. Umumnya pengaruh gempa di perhitungkan
dengan menentukan koefisien gempa (k) yang digunakan untuk analisis
bangunan-bangunan tersebut. Analisis koefisien gempa menurut metode
Standar Rancangan Bangunan-Bangunan Irigasi (KP 06, 1986) didasarkan
hubungan sebagai berikut.
ad  n(a c.z ) m

PENDAHULUAN V I-118
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

ad
kg 
g
Dimana :
ad = Percepatan gempa rancangan (gal - cm/s2),
n, m = Koefisien berdasarkan tipe tanah fondasi,
ac = Percepatan gempa dasar,
z = Koefisien gempa berdasarkan lokasi,
g = Percepatan gravitasi (981 cm/detik2)
kg = Koefisien gaya gempa arah horisontal.
Dua tipe tanah fondasi yang digunakan untuk pertimbangan yaitu lapisan
tanah alluvial dan batuan.
Parameter Gempa Rancangan
Percepatan gempa (ad) dan koefisien gaya gempa horisontal (kg) dihitung
berdasarkan hubungan KP-06 diperoleh sebagai berikut ini.
Tabel 4.19. Percepatan Gempa dan Koefisien Gempa
Tanah Periode ulang (T) – tahun Parameter
Dasar fondasi 20 50 100 200
Alluvial 49,000 63,000 143,00 146,000
ad
0
0,049 0,064 0,146 0,149 kg
Aluvial lembek 48,000 69,000 109,00 124,000
ad
0
0,048 0,071 0,112 0,127 kg

Tabel 4.20. Koefisien Gempa Berdasarkan Tipe Tanah


Tipe tanah n M
Batu 2,76 0,71
Dilluvium 0,87 1,05
Alluvium 1,56 0,89

PENDAHULUAN V I-119
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

Aluvium lembek/lunak 0,29 1,32

Tabel 4.21. Percepatan Gempa Dasar (ac)


Kala ulang (tahun) ac (cm/s2 - gal)
20 85
50 117
100 160
200 176

4.7.18. ANALISIS STRUKTUR


Analisis struktur pada bangunan penunjang meliputi 2 bagian utama yaitu
bangunan pelimpah dan bangunan pengambilan, dan bangunan
pelengkap lainnya.
Analisis bangunan pelimpah terdiri dari : struktur ambang pelimpah,
dinding hulu, dinding hilir, saluran peluncur dan peredam energi.
Penggunaan nilai debit banjir QPMF dipertimbangkan dengan tingkat
resiko apabila bendungan runtuh.

4.7.19. ANALISA BANGUNAN PENGELAK


Pekerjaan bangunan pengelak terdiri atas 2 bagian yaitu bendung pengelak
di bagian hulu (upstream cofferdam) dan bagian hilir waduk (downstream
cofferdam), serta saluran pengelak dengan inlet dan outlet di bagian hulu
dan hilir bendung pengelak.
Parameter yang digunakan dalam penentuan desain untuk masing-masing
bangunan adalah :
1. saluran pengelak, kondisi geologi dan topografi
2. bendung pengelak, kondisi geologi, lokasi dan volume timbunan
3. pertimbangan banjir maksimum selama masa konstruksi 2 tahun
4. biaya dan waktu pelaksanaan
Dengan parameter di atas maka ditetapkan kriteria bangunan pengelak
sebagai berikut ini.

PENDAHULUAN V I-120
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

1. banjir maksimum menggunakan kala ulang 20 tahunan (Q20)


2. dimensi saluran pengelak
3. dimensi cofferdam.
Desain bangunan pengelak menggunakan bentuk konvensional (struktur
timbunan homogen) dengan material tanah dari borrow area dengan jenis
material yang sama digunakan pada bendungan utama. Pembangunan
cofferdam akan dimulai sesudah ekskavasi saluran pengelak selesai
sehingga air dapat dialirkan melalui saluran pengelak.
Debit banjir rancangan untuk saluran pengelak dengan periode ulang 20
tahun (Q20) yang dikontrol dengan debit periode ulang 25 tahun (Q25)
Tipe aliran pada saluran pengelak dibagi menjadi 2 kondisi :
a. Kondisi Aliran Bebas
Aliran bebas terjadi ketika perbandingan tinggi muka air dan tinggi
saluran kurang dari 1,2 D. Untuk menentukan kecepatan aliran dalam
saluran pengelak digunakan rumus Manning:
1 2/3 1/2
V R S
n
Q =A.V
Dimana :
Q = Debit yang mengalir pada kedalaman tertentu (m3/det)
R = Jari-jari hidrolis = A/P (m)
A = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
D = Diameter saluran (m)
S = Kemiringan saluran
n = Koefisien kekasaran Manning
Tabel 4.22. Nilai Koefisien Kekasaran Manning
Bahan Saluran maks min
Saluran beton jadi atau dicor di tempat 0,014 0,008
Saluran baja dengan sambungan dilas 0,012 0,008
Saluran batuan alami 0,035 0,020

PENDAHULUAN V I-121
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

b. Kondisi Aliran Tekan

Gambar 4. 27 Diagram Kondisi Aliran Tekan


Syarat yang harus dipenuhi untuk aliran tekan (pressure condition)
d
adalah : > 1,2
D
Dimana :
D = dimensi saluran (D= 2,50 m)
d = tinggi air di atas inlet intake
Berlaku rumus : Q = A . V
Harga V dihitung berdasarkan Rumus Bernoulli :
HA + ZA = H + ZB
dimana :
HA = Tinggi air di atas inlet (m)
ZA-ZB = Perbedaan tinggi antara inlet dan outlet
H = Total kehilangan tinggi
H = He + Htr + Hb1 + Hcon + Hf + Ho
Dimana :
He = Kehilangan tinggi akibat entrance
Htr = Kehilangan tinggi akibat trashrack
Hf = Kehilangan tinggi akibat geseran
Hcon = Kehilangan tinggi akibat kontraksi (penyempitan)
Hb = Kehilangan tinggi akibat belokan
Ho = Kehilangan tinggi akibat perubahan kecepatan pada outlet

V 2  V 2  fL1 V 2  V 2 
H = fe   + ftr   +   + fcon  +
2
  g 2
 g D 1  2g   2 g 

PENDAHULUAN V I-122
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

V 2  V 2 
fb   + fo  
 2g   2 g 

V 12  L 
H =  fe  ftr  f  fcon  fb  fo
2g  D 
V2
=  f
2g

2. g .H
V =
 f
Q = A.V

2. g .H
= A.
 f
4.7.20. ANALISA BANGUNAN PENGAMBILAN / INTAKE
Komponen terpenting dari bangunan pengambilan bendungan urugan
adalah penyadap, pengatur dan penyalur aliran.
Bangunan pengambilan direncanakan berada di atas pintu masuk/intake
saluran pembawa untuk menempatkan stoplog dan lain-lain. Bangunan
pengambilan ini dibangun sesudah diversion inlet dan saluran pembawa
selesai pembangunannya. Perlu diperhatikan bahwa tidak boleh ada
penempatan material, beton dan sebagainya di saluran pengelak untuk
menghindari sumbatan.
Pengambilan debit air dari waduk melalui saluran pipa pengambilan yang
terletak di bangunan pengambilan. Perhitungan kapasitas debit bangunan
pengambilan berdasarkan pada elevasi pipa pengambilan. Suplai air diatur
menggunakan pintu geser dengan dimensi 1,0 x 1,0 m. Selain berfungsi
sebagai pintu pengatur dapat juga berfungsi sebagai pintu darurat yang
berfungsi untuk pengosongan air waduk.
Analisis hidrolik dengan perhitungan kapasitas debit yang dapat
dikeluarkan dihitung dengan rumus :
2.g(H  hL )
Q = C.A
Dimana :
Qren = debit, m3/dt

PENDAHULUAN V I-123
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

C = koefisien debit untuk katup


= 0,80 untuk katup terbuka penuh
A = luasan potongan pintu, m2
g = percepatan grafitasi, m2/dt
H = tinggi muka air di waduk, m
hL = jumlah kehilangan tinggi, m
Nilai jumlah kehilangan tinggi dicari dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
hL = Htr + He + Hcn1 + Hf1 + Hb + Hex1 + Hf2 + Hcn2
Dimana :
hL = Total kehilangan tinggi
Htr = Kehilangan tinggi akibat saringan (trash rack)
He = Kehilangan tinggi akibat entrance
Hcn1 = Kehilangan tinggi akibat transisi (contraction)
Hf1 = Kehilangan tinggi akibat geseran di pipa
Hb = Kehilangan tinggi akibat belokan
Hex1 = Kehilangan tinggi akibat transisi (expansion)
Hf2 = Kehilangan tinggi akibat geseran di conduit
Hcn2 = Kehilangan tinggi akibat transisi (contraction)

4.8. METODOLOGI PEKERJAAN FINALISASI DETAIL DESAIN


A. PENGGAMBARAN / DRAWING
Penggambaran pra desain bangunan utama bendungan dan bangunan-
bangunan pelengkapnya disajikan termasuk penampang memanjang dan
melintang berikut detail penulangan.
Penggambaran disajikan dalam gambar ukuran A1 dan A3 dengan skala :
 Gambar situasi bendungan dengan skala 1 : 1.000
 Gambar tampang melintang dan memanjang dengan skala 1 : 100 / 1 :
200
 Peta situasi daerah konservasi mencakup daerah genangan, lokasi bendung
utama, bangunan pelengkap, gasilitas penunjang, borrow area, rencana
jalan masuk dan lain sebagainya sakala 1 : 2,000

PENDAHULUAN V I-124
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

 Peta situasi areal genangan waduk skala 1 : 500


 Peta situasi lokasi bangunan utama dan bangunan pelengkapnya.
 Gambar potongan memanjang dan melintang rencana as bangunan
pelimpah skala 1 : 100 / 1 : 200
 Gambar melintang areal genangan waduk skala 1 : 200 / 1 : 500
 Peta daerah sumber galian skala 1 : 500 / 1 : 1.000
 Peta geologi permukaan skala 1 : 500 / 1 : 5.000
 Gambar detail bangunan skala 1 : 50 / 1 : 200
B. PERHITUNGAN BOQ DAN RAB
Perhitungan BOQ dan RAB didasarkan pada biaya pembebasan tanah dan
volume pekerjaan dengan analisa harga satuan pekerjaan. Item dari BOQ dan
RAB ini mencakup materi diantaraanya sebagai berikut :
 Pekerjaan persiapan
 Tubuh Bendungan
 Bangunan pengambilan
 Bangunan olakan
 Bangunan spillway/pelimpah
 Fasilitas Keamanan Waduk/Bendungan
Hasil analisis dari perhitungan RAB disajikan dalam satu bentuk laporan yaitu
Laporan BOQ dan RAB dan juga merupakan bagian dari Laporan Penunjang.
C. ANALISA KELAYAKAN EKONOMI
Analisis Ekonomi dititik beratkan kepada nilai manfaat proyek, dengan
membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proyek.
Tiga parameter yang akan dihitung dalam analisis ekonomi adalah sebagai
berikut:
 Ratio Manfaat Biaya (BCR = Benefit Cost Ratio)
 Nilai netto sekarang (NPV = Net Present Value)
 Tingkat Pengembalian Internal (IRR atau EIRR = Economic Internal Rate of
Return)
Hasil perencanaan waduk sangat tergantung pada data-data pendukung yang
telah dikerjakan pada tahap-tahap sebelumnya, seperti hasil survei topografi
dan geologi, hidrometri, kualitas dan kelengkapan data yang telah

PENDAHULUAN V I-125
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

dikumpulkan. Beberapa aspek sebagai dasar pemikiran perencanaan waduk


dapat diuraikan sebagai berikut :
 Melakukan evaluasi makro manfaat (benefit), yaitu prasarana pengadaan
air baku .
 Memformulasikan proyek atas dasar analisa demand-supply serta
elastisitasnya. Optimalisasi fungsi serbaguna masing-masing komponen
fungsi waduk.
 Menganalisa hasil survai dan investigasi lapangan menjadi parameter
rancang bangun konstruksi waduk dan bangunan pelengkapnya.
 Merencanakan disain bangunan bendungan beserta pelengkapnya lengkap
dengan dasar perhitungan dan gambar-gambar tipikalnya.
 Menghitung volume pekerjaan (BOQ) dan estimasi biaya dari konstruksi
baik dari komponen bangunan sipil maupun mesin listrik, termasuk biaya
O/P dan perbaikan dampak negatif lingkungan.
 Mempersiapkan metode pelaksanaan, jadual implementasi proyek dan
alokasi pendanaan proyek.
 Menganalisa tingkat kelayakan proyek secara tekno-ekonomis baik dalam
bentuk analisa break-even point, benefit cost ratio maupun internal rate of
return (EIRR) nya untuk berbagai kondisi.
 Mempersiapkan saran-saran/rekomendasi untuk program kelanjutan
perencanaan menuju detailed design level lengkap dengan kebutuhan
pelayanan jasa rekayasa (engineering service).
 Menyajikan produk akhir perencanaan kelayakan dalam laporan-laporan
yang diperlukan seperti terlihat dalam sub bab berikut.
Dalam menentukan tinggi bendungan yang optimum, digunakan analisis
ekonomi, yang dikenal dengan istlah nisbah B/C (B/C ratio). Perhitungan
nisbah B/C didasarkan pada awal tahun perncanaan (Present value).
Sedangkan nilai manfaat (benefit) per-tahun bisa dirumuskan sebagai berikut
:

Bt = LPt1.H tP1.LPt 2 .H tP 2 .LPt 3 .H tP 3  Blama

dan PBt = Bt . ( P/F , tb %, t )

PENDAHULUAN V I-126
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

t
 1 
P/F =  
1  tb 
n
PBT = B
t 1
t

Dengan :
Bt = Benefit karena adanya proyek tahun ke- t ( rupiah )
LP1 = Luas areal pertanian musim-1 yang dapat diari pada tahun
ke-t (ha)
LP2 = luas areal pertanian musim-2 yang dapat diairi pada
tahun ke-t (ha)
LP3 = Luas areal pertanian musim-3 yang dapat diari pada tahun
ke-t (ha)
HP1 = Besar keuntungan karena panen pertanian musim-1 yang
diperoleh
petani dengan adanya proyek (rupiah)
HP2 = Besar keuntungan karena panen pertanian musim-2 yang
diperoleh
petani dengan adanya proyek (rupiah)
HP3 = Besar keuntungan karena panen pertanian musim -3 yang
diperoleh petani dengan adanya proyek. (rupiah)
Blama = Total besar keuntungan petani tiap tahun bila tanpa proyek
Pbt = Present value benefit, didasarkan tahun awal perencanaan
(rupiah)
P/F = Tingkat produksi mata uang dengan tingkat bunga tb %
dan T
tahun dari perhitungan
PBT = Present value benefit total dengan tingkat bunga tb %
(rupiah)
PCT = C1. (P/F, tb %,1)+C2. (P/F, tb %,2)+C3. (P/F, tb
%,2)+C4.
(P/F, tb % ,32)
PCT = Present Value cost total dengan tingkat bunga tb % (rupiah)

PENDAHULUAN V I-127
DETAIL DESAIN PEMBANGUNAN EMBUNG PESANTREN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BATANG ASAM KAB. TANJUNG JABUNG BARAT
DI R E K TOR AT J E ND E R A L S U MB E R D AYA A I R TAHUN ANGGARAN 2019
BALI WILAYAH SUNGAI SUMATERA VI
PEN GEL OLA AN SU MBE R D AYA A IR

C1 = Biaya konstruksi pada tahun pertama


C2 = Biaya konstruksi pada tahun kedua
C3 = Biaya pembangunan waduk, yang dilaksanakan tahun
kedua
C4 = Biaya overhoul dari waduk pada pertengahan umur
proyek (30 Tahun)
OMt = Biaya operasi dan pemeliharaan pada tahun ke-t ( rupiah
)
Dari data diatas dihitung B / C Ratio, dengan persamaan :
B/C = PBT
PCT
Hasil perhitungan diatas dengan berbagai ketinggian operasi Waduk
ditunjukkan pada tabel berikut. Sedangkan nilai EIRR diperoleh dengan
mencari tingkat bunga bila B/C = 1.
Parameter lain yang akan dihitung dalam analisis ekonomi ini antara lain :
 Biaya Proyek, yang mencakup biaya modal (investasi), biaya tahunan
(annual cost) dan biaya kontraktor.
 Manfaat Proyek, yang mencakup kondisi dengan dan tanpa proyek.
 Umur Ekonomis, yang mencakup umur pelayanan ekonomi dan umur
pelayanan fisik atau teknik.
 Nilai sekarang dan tingkat suku bunga
 Analisis Kepekaan (Sensitivitas)
Hasil analisis dari studi ini dan rekomendasinya selanjutnya disusun menjadi
Laporan Analisis Ekonomi. Laporan ini juga merupakan bagian dari Laporan
Penunjang.

PENDAHULUAN V I-128

Anda mungkin juga menyukai