Anda di halaman 1dari 12

Laporan Akhir

STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN


KABUPATEN CIAMIS

BAB IV

KAJIAN KEBENCANAAN
KAWASAN BATUKARAS

Bencana alam merupakan salah satu faktor yang mengancam kehidupan manusia di
seluruh dunia, karena ancaman bencana alam ini bisa datang kapan saja dan dimana
saja. Indonesia adalah salah satu negara yang berada pada kawasan dengan potensi
bencana alam yang sangat tinggi. Berikut ini akan dijelaskan mengenai kebencanaan di
Kawasan Wisata Batukaras khususnya, dan sekitarnya pada kajian umumnya. Kajian
kebencanaan ini merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan
pengembangan dan pembangunan suatu wilayah, hal ini dikarenakan kajian
kebencanaan menjadi bahan pertimbangan dalam penilaian keberlangsungan investasi
dalam proses pengembangan atau pembangunan suatu kawasan.

Dalam pembahasan faktor kebencanaan, ada beberapa hal penting yang akan diuraikan
selanjutnya, diantaranya adalah pengidentifikasian potensi ancaman bencana alam
(hazard), kerentanan wilayah (vulnerability) serta kajian resiko bencana alam (risk
assessment). Hal-hal tersebut menjadi faktor penting dalam pengkajian perencanaan
pengembangan suatu kawasan.

4.1 POTENSI ANCAMAN BENCANA ALAM (HAZARD)

Ancaman bencana alam adalah suatu kondisi/gejala alam atau aktivitas manusia yang
berpotensi menimbulkan korban jiwa, kerugian materil, kerusakan tatanan sosial dan

IV - 1
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

lingkungan. Contoh kejadian atau aktivitas yang dianggap sebagai ancaman misalnya:
Penggundulan hutan, gempa bumi, tsunami, wabah penyakit, dll. Berdasarkan waktu
kejadiannya, faktor ancaman/bahaya dapat dibedakan menjadi (MPBI, 2004) :

– Tiba-tiba/tidak terduga (gempa bumi, tsunami, dll)

– Bertahap, terduga dan teramati (wabah penyakit, aktivitas gunung merapi, dll)

– Periodik, terduga dan teramati (banjir, pasang surut, kekeringan, dll)

Indonesia dan sekitarnya merupakan daerah yang memiliki konvergensi lempeng yang
sangat rumit, dimana terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting, back-arc and
opening faults. Berdasarkan kondisi tersebut apabila ditinjau dari sudut pandang
geofisik, hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu daerah yang paling aktif di
dunia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. Tidak kurang dari 460 gempa
dengan magnitudo M > 4.0 terjadi setiap tahunnya (Ibrahim, dkk., 1989). Banyak di
antara gempa-gempa besar menimbulkan kerusakan yang sangat besar serta jumlah
kematian yang sangat tinggi. (Latief, dkk, 2000). Banyak diantara gempa dangkal yang
besar yang terjadi di bawah laut membangkitkan tsunami berkekuatan besar. Tsunami
ini juga menimbulkan kerugian serta kematian jiwa yang cukup tinggi. Selain tsunami
dibangkitkan oleh gempa, juga tsunami dapat ditimbulkan oleh erupsi gunung api
bawah laut, dan tanah longsor.

IV - 2
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

Gambar 1. Tektonik Lempeng Asia Tenggara -termasuk Indonesia dan sekitarnya- (Hall,1997)

Gambar 2. Plot gempa yang terjadi di Indonesia dari 1960-2000 (Triyoso, 2002)

Dilihat dari gambar 2 diatas, tampak bahwa Indonesia berada pada kawasan rawan
gempa, hal ini diperlihatkan dari titik-titik merah sebagai catatan kejadian gempa

IV - 3
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

dengan kedalaman yang relatif dangkal, selain itu juga kawasan Indonesia tampak
dipenuhi oleh titik hijau untuk gempa kedalaman sedang serta titik biru untuk gempa
dengan sumber gempa pada kedalaman yang relatif dalam. Apabila ditelaah kembali
dari gambar 1 dan gambar 2 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dari sudut pandang
geologi, seismisitas Indonesia menempatkan Indonesia sebagai kawasan yang rawan
ancaman bencana alam yang disebabkan oleh pergerakan dari lempeng-lempeng bumi,
hal ini dapat menyebabkan ancaman bencana alam gempa bumi, gunung merapi bahkan
Tsunami.

Untuk kawasan regional yang lebih mikro, kajian geologis dan tektonik lempeng
kawasan Jawa Barat selatan berhadapan dengan pertemuan lempeng (subduction) antara
lempeng Indo – Australia yang menunjam dibawah lempeng Eurasia. Pada proses
penunjaman lempeng seperti diperlihatkan pada gambar 3, energi yang dihasilkan dari
gesekan pergerakan kedua lempeng ini akan terakumulasi sampai batas tertentu, dan
apabila ambang batas kemampuan lempeng tersebut menyerap energi gesekan terlewati
maka energi tersebut akan dilepaskan dalam bentuk getaran, atau yang lebih dikenal
sebagai gempa bumi. Selain gempa bumi, proses penunjaman lempeng ini juga dapat
membangkitkan aktivitas vulkanik. Hal ini disebabkan karena lempeng yang menunjam
akan meleleh dan menjadi magma di dalam perut bumi, magma ini akan menekan
kepermukaan melalui celah-celah kulit bumi, dalam hal ini dikenal sebagai gunung
merapi. Proses subduksi ini pada perioda waktu tertentu akan membangkitkan aktivitas
vulkanik, sehingga pada saat tertentu akan mengaktifkan gunung merapi dalam bentuk
letusan sebagai pelepasan magma dari perut bumi yang terus menekan ke permukaan.

IV - 4
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

Gambar 3. Proses penunjaman lempeng (subduction)

Selain kajian seismo-tektonik, hal lainnya yang perlu dikaji adalah faktor geologi
kawasan. Dimana faktor geologi ini pun dapat menimbulkan ancaman bencana alam.
Untuk kawasan regional pulau Jawa kondisi geologinya dapat dilihat pada gambar 4,
dimana pada gambar tersebut diperlihatkan sesar atau secara harfiah dapat diartikan
sebagai pertemuan atau batas antara dua lempeng kulit bumi.

Gambar 4. Kondisi Geologi Pulau Jawa

IV - 5
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

Berdasarkan uraian diatas, khusus untuk kawasan Batukaras, potensi ancaman bahaya
bencana alam yang mungkin terjadi adalah ancaman gempa bumi yang disebabkan oleh
aktivitas proses penunjaman lempeng samudra (subduction) serta gempa bumi yang
disebabkan oleh adanya pergerakan sesar yang berada disekitar kawasan ini. Selain
gempa bumi, ancama bencana alam lainnya yang mungkin terjadi adalah ancaman
Tsunami yang dapat disebabkan oleh aktivitas proses subduksi seperti yang telah terjadi
pada tanggal 17 Juli 2006 yang lalu.

Seperti telah dijelaskan diatas, Kawasan Wisata Batukaras termasuk kawasan wisata
pantai dan laut yang terletak pada bagian selatan Pulau Jawa, dimana lokasi ini
berhadapadan dengan zona subduksi antara lempeng indo-australia dengan lempeng
Eurasia. Posisi ini menyebabkan Kawasan Batukaras berpotensi mendapatkan ancaman
gempa bumi yang disebabkan oleh subduksi dari kedua lempeng tersebut. Kondisi ini
juga menempatkan Kawasan Batukaras berpotensi akan ancaman Tsunami seperti yang
telah terjadi pada tanggal 17 Juli 2006, dimana Tsunami ini digenerate oleh gempa bumi
yang disebabkan oleh proses
subduksi kedua lempeng
tersebut. Untuk diketahui
bahwa tidak semua gempa
bumi akan mengenerate
Tsunami. Ada beberapa
persyaratan gempa bumi
akan diikuti oleh kejadian
Tsunami, diantaranya adalah
magnitude gempa > 6 skala
richter, kedalamam pusat
gempa (epicentre) < 40 km
dibawah permukaan laut, dan
yang paling utama adalah Gambar 5. Episenter gempa utama (sumber: BMG, USGS, dan GEOFON)

gempa yang disertai dengan


perubahan dasar laut yang menyebabkan perubahan muka air laut.

IV - 6
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

Pengalaman Tsunami pangandaran yang telah terjadi, Gempa bumi yang terjadi pada
tanggal 17 Juli 2006 pukul 15:19:24 WIB merupakan gempabumi subduksi yaitu gempa
yang terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di
selatan Jawa Barat. Menurut informasi BMG pusat gempabumi terletak pada koordinat
9, 460 LS, 107,190 BT, kedalaman 33 km di bawah dasar laut, dan magnitudo gempa
6,8 SR. Gempa ini berada pada jarak + 286 km di Selatan Bandung. Sedangkan menurut
USGS (Amerika Serikat) pusat gempa terletak pada koordinat 9,2950 LS, 107,3470 BT,
kedalaman 10 km di bawah dasar laut, dan magnitudo gempa 7,7 Mw. Gempa ini
berjarak 225 km di Timur-Laut Christmas Island, 240 km di Tenggara Tasikmalaya, +
260 km di selatan Bandung, dan 355 km di Selatan Jakarta (gambar 5). Gempabumi
utama dapat direkam oleh jaringan stasiun gempa Gunung Guntur (Garut-Jabar) dengan
lama gempa sekitar 13 menit.

Berdasarkan hasil survei dilapangan, diperoleh informasi bahwa tinggi run-up Tsunami
(tinggi air Tsunami di daratan) berkisar antara 1-2 meter, khususnya di lokasi wisata
Pantai Batukaras. Tsunami Pangandaran ini tidak terlalu menimbulkan kerusakan yang
cukup besar di kawasan wisata Batukaras khususnya, sarana – prasarana wisata seperti
Penginapan, Hotel, Warung, jalan dan lain sebaginya tidak terjadi kerusakan, hanya saja
ada beberapa bangunan yang rusak bahkan runtuh dikarenakan terjakan Tsunami,
khususnya bangunan sementara seperti warung dan shelter (gambar 6).

Gambar 6.a. Kondisi kawasan wisata Batukaras Gambar 6.b. Warung yang masih utuh setelah
setelah terjadi Tsunami terjadi Tsunami di Kawasan Wisata Batukaras

IV - 7
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

Gambar 6.c. Warung warung yang menghadap Gambar 6.d. Vegetasi dan jalan tidak mengalami
pantai relatif tidak mengalami kerusakan fisik kerusakan fisik

Untuk kawasan Batukaras secara keseluruhan, kerusakan paling besar terjadi di


sepanjang pantai dibagian utara yang menghadap laut. Kerusakan terjadi di
perkampungan di sebelah kawasan wisata Batukaras, dimana dari hasil survei terlihat
ada beberapa rumah penduduk yang hancur akibat terjangan Tsunami. Selain
perkampungan, kerusakan juga dapat terus terlihat kearah utara kawasan, dimana
kerusakan akibat Tsunami dapat dilihat dari puing TPI batukaras, dan beberapa hotel
serta cottage yang hancur karena Tsunami, berdasarkan observasi dilapangan tinggi
gelombang dikawasan ini berkisar antara 4-6 meter. Jejak Tsunami masih terlihat jelas
selain pada puing bangunan yang hancur, terlihat jelas juga pada rebahan vegetasi
disepanjang pantai ini.

4.2 KERENTANAN (VULNERABILITY) KAWASAN

Kerentanan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menentukan bilamana


ancaman/bahaya alam (Natural hazard) yang terjadi dapat menimbulkan bencana alam
(Natural Disaster). Kerentanan menunjukkan nilai dari potensi kerugian pada suatu
wilayah akibat bencana alam, baik itu nilai lingkungan, materi, korban jiwa, tatanan
sosial dan lainnya. Jenis-jenis kerentanan dapat dilihat berikut ini:

– Kerentanan sosial

– Kerentanan kelembagaan

IV - 8
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

– Kerentanan sistem

– Kerentanan Ekonomi

– Kerentanan Lingkungan

– Kerentanan akibat praktik-praktik yang tidak bersifat sustainable development.

Secara sederhana dapat disimpulakan bahwa ancaman “bahaya alam” akan menjadi
“bencana alam” apabila terjadi pada suatu wilayah yang memiliki tingkat kerentanan
yang tinggi.

Faktor ketahanan merupakan faktor positif yang apabila dioptimalkan, maka faktor-
faktor ini akan berberan dalam mengurangi efek bahaya alam yang dapat menimbulkan
bencana. Ketahanan/kemampuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan dan upaya
dari masyarakat dalam mengelola dan menguasai sumberdaya untuk mengurangi,
mencegah, meredam dan merespon serta memulihkan kembali sehubungan dengan
bencana alam. Tipe-tipe kerentanan diperlihatkan berikut ini (Laporan PRNMB, DIKTI,
2004):

– Kelengkapan dan kesiapan fasilitas kesehatan dan tenaga medis

– Kelengkapan dan kesiapan institusi Penanganan bencana

– Ketersediaan cadangan logistik yang cukup

– Kehidupan sosial ekonomi yang kondusif

– Lingkungan fisik yang tidak terlalu padat

Tingkat kerentanan (vulnerability) seperti diuraikan diatas akan sangat mempengaruhi


kemungkinan resiko bencana pada suatu kawasan. Semakin tinggi tingkat kerawanan
suatu kawasan maka resiko bencana yang ditanggung kawasan tersebut juga akan
berbanding lurus dan semakin besar.

Khusus untuk kawasan wisata pantai Batukaras, kerentanan bencana yang dimaksud
dikhususkan untuk kerentanan bencana alam gempa bumi dan Tsunami seperti telah
diuraikan pada bagian sebelumnya.

IV - 9
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

4.3 RESIKO BENCANA ALAM KAWASAN

Faktor resiko dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang dapat menyebabkan
kerugian baik itu berupa materi, korban nyawa, kerusakan lingkungan atau secara
umum adalah kemungkinan yang dapat merusak tatanan sosial, masyarakat dan
lingkungan yang disebabkan oleh interaksi antara ancaman dan kerentanan. Indonesia
sebagai suatu kawasan dimana tingkat ancaman bahaya dan kerentanan yang cukup
tinggi serta kemampuan untuk bertahannya relatif cukup rendah maka Indonesia dapat
dikatakan sebagai suatu kawasan dengan tingkat resiko bencana yang cukup tinggi.
Tingkat resiko suatu wilayah bergantung hal-hal berikut ini:

– alam/geografi/geologi (kemungkinan terjadinya fenomena)

– kerentanan masyarakat yang terpapar terhadap fenomena (kondisi dan


banyaknya)

– kerentanan fisik daerah (kondisi dan banyaknya bangunan)

– konteks strategis daerah

– kesiapan masyarakat setempat untuk tanggap darurat dan membangun kembali

4.4 PERENCANAAN KAWASAN BERBASIS BENCANA ALAM

Berdasarkan definisi terminologi yang dipublish oleh ISDR (2004), disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan mitigasi adalah tindakan atau langkah (struktural dan non-
struktural) yang diambil dalam upaya untuk membatasi atau mengurangi dampak yang
merugikan dari suatu bencana alam, degradasi lingkungan dan bencana teknologi.
Berdasarkan definisi diatas maka hal yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi
dampak dari bencana alam ini, khususnya tsunami (Kawata, Yoshiaki., Research Center
for Disaster Reduction system, Kyoto University, 2001) yaitu:

1. Memahami resiko bencana (memahami mekanisme dari tsunami)

IV - 10
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

2. Memahami kerentanan wilayah (mengenali kelemahan dari sosial atau fisis


wilayah).

3. Memahami countermeasures (early warning system, Peta rawan bencana dan


lain-lain).

Tiga hal yang disebutkan diatas merupakan pendekatan umum yang harus dilakukan
dalam upaya perencanaan untuk mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh
bencana, dengan kata lain tiga hal diatas dapat dikatakan sebagai implementasi dari
mitigasi. Selain tiga hal seperti telah disebutkan diatas, hal lain yang perlu diperhatikan
adalah memahami ketahanan wilayah sebagai pertimbangan lanjut dalam rangka
memahami kerentanan wilayah. Ketahanan wilayah ini dapat diimplementasikan dalam
bentuk kesipan masyarakat dalam menghadapi bencana atau juga dapat berbentuk
perencanaan tata ruang yang ’ramah’ bencana alam, khususnya Tsunami.

Selain pendekatan yang diperkenalkan oleh Yoshiaki Kawata (2001), pendekatan


lainnya yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari Tsunami diperkenalkan oleh
Eddie N. Berdarnd (NOAA / Pasific Marine Environmental Laboratory, USA, 2001)
yang dikenal sebagai TROIKA (Tsunami Reduction of Impact throught Three Key
Action) yaitu:

1. Hazzard assessment, Memetakan tsunami innundation dengan sumber lokal atau


sumber jauh menggunakan model matematis/numerik.

2. Mitigation, Mengelola kesiapan masyarakat dengan melakukan perencanaan


tanggap darurat, misalnya dengan menempatkan tanda-tanda peringata tsunami
serta rute penyelamatan diri dan lain-lain.

3. Warning guidence, Mengembangkan sistem peringatan dini misalnya dengan


menempatkan buoy, seismograf dan lain sebagai sensor identifikasi terjadinya
tsunami, serta pengembangan SIG untuk media informasi dari peringatan dini.

Hal selanjutnya yang harus diperhatikan dalam mitigasi bencana adalah mengenal
istilah-istilah yang berkaitan dengan mitigasi, misalnya adalah bencana, kerentanan,

IV - 11
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS PANGANDARAN
KABUPATEN CIAMIS

ketahanan, resiko bencana dan lain sebagainya yang akan diuraikan pada bagian berikut
ini.

Secara umum bencana dapat didefinisikan sebagai kejadian luar biasa yang terjadi
secara perlahan ataupun secara tiba-tiba, dimana masyarakat yang mengalaminya harus
merespon dengan tindakan yang luar biasa. Menurut definisi ISDR (2004) yang
dimaksud dengan bencana adalah “a serious disruption of the functioning of a
community or a society causing widespread human, material, economic or
environmental losses which exceed the ability of the affected community or society to
cope using its own resources” yang dapat diterjemahkan sebagai adanya gangguang
yang luar biasa terhadap suatu tatanan masyarakat yang menyebabkan kerugian kepada
masyarakat luas, baik berupa materi, maupun kerusakan lingkungan dan melebihi
kemampuan dari masyarakat tersebut untuk mengatasi bencana yang menimpanya
dengan sumberdaya yang dimiliki.

Konsep pengertian bencana dapat diformulasikan dalam hubungan suatu persamaan


Resiko Bencana (R) sebagai fungsi dari ancaman atau bahaya (A), kerentanan (K), dan
kemampuan/ketahanan (m), dimana keterkaitan masing-masing faktor tersebut
diperlihatkan pada persamaan berikut ini:

A K
R=
m

Dari persamaan diatas dapat ditarik kesimpulan umum bahwa Resiko bencana
merupakan hasil dari tindakan langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
ancaman dan kerentanan yang bergantung pada kemampuan/ketahanan dari suatu
tantangan lingkungan juga kemasyarakatannya dalam menghadapi dan menanggulani
ancaman dan kerentanan tersebut. Dengan kata lain, kebencanaan dipengaruhi oleh 4
faktor, yaitu: Resiko, ancaman/bahaya, kerentanan dan kemampuan/ketahanan (Latief,
2000). Untuk menjelaskan ke-4 faktor tersebut akan diuraikan berikut ini (Laporan
PRNMB, DIKTI, 2004).

IV - 12

Anda mungkin juga menyukai