Anda di halaman 1dari 12

Laporan Akhir

STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS


KABUPATEN CIAMIS

BAB V
KRITERIA KELAYAKAN PENGEMBANGAN
KAWASAN PARIWISATA

5.1 PARIWISATA DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk


mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan,
pemanfaatan dan pemeliharan sumber daya secara berkelanjutan. Sampai saat ini,
kriteria berkelanjutan yang memperhatikan keterkaitan ekologi, ekonomi, dan sosial
budaya masyarakat dianggap sebagai ‘resep’ pembangunan terbaik, termasuk bagi
pembangunan pariwisata.

Keunikan sumber daya alam dan budaya suatu tempat merupakan daya tarik bagi
wisatawan. Kegiatan pariwisata di satu sisi dapat memberikan manfaat ekonomi bagi
masyarakat, namun di sisi lain aktivitas tersebut seringkali menimbulkan polusi alam
dan budaya setempat. Dampak kegiatan pariwisata terhadap lingkungan antara lain
meliputi:

- tekanan daya dukung infrastruktur akibat terlalu padat (overcrowding),


- penggunaan sumber daya alam yang berlebihan,
- perubahan guna lahan,
- penurunan kualitas lingkungan, seperti polusi udara, air, dan tanah,
- polusi suara/kebisingan, dan
- perubahan karakter budaya masyarakat setempat.

Berbagai indikator diperlukan untuk merespon dampak-dampak tersebut. Tentu saja


indikator tidak hanya dimaksudkan sebagai ‘peringatan’ tetapi lebih kepada mengenali
hal-hal yang harus dilakukan untuk tindakan perbaikan sebelum kondisi makin

IV1
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

memburuk. Indikator juga dapat diidentifikasi sebagai kriteria kelayakan


pengembangan, sehingga para pengambil keputusan dapat memperoleh gambaran yang
terukur untuk menentukan langkah selanjutnya.

5.2 INDIKATOR PARIWISATA BERKELANJUTAN

Indikator adalah alat yang digunakan untuk menggambarkan secara sederhana suatu
keadaan. Keadaan tersebut tidak berdiri sendiri tetapi terkait ke dalam suatu sistem yang
lebih besar dan rumit (KMNLH-UNDP, 2000a). Pengertian lainnya yaitu sebagai suatu
cara untuk mengukur, mengindikasikan tanda, gejala, atau indeks tentang kondisi suatu
sistem.

Secara umum indikator dapat membantu menunjukkan posisi situasi, yaitu


keberadaannya, arah selanjutnya, serta seberapa jauh dari sasaran yang ingin dicapai.
Indikator bermanfaat dalam menggambarkan suatu situasi serta mengidentifikasi potensi
permasalahan lebih awal. Lebih lanjut, perangkat tersebut dapat mendukung
pengambilan keputusan serta mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan.
Walau demikian, indikator tidak dimaksudkan untuk menjadi ‘alat tunggal’ dalam
evaluasi pembangunan, termasuk dalam menentukan kelayakan pengembangan suatu
kawasan.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, indikator pariwisata berkelanjutan


memiliki tempat yang penting baik dalam konsep maupun proses pembangunan
(KMNLH-UNDP, 2000b). Indikator diperlukan untuk memonitor kemajuan
pembangunan dan berharga bagi tindakan selanjutnya. Walau demikian, indikator-
indikator tersebut tidak dengan sendirinya menghasilkan suatu kebijakan dan penerapan
yang baik.

Kriteria indikator yang baik secara umum adalah dapat diukur, relevan, mudah
digunakan dan dimengerti, dapat dipercaya, dapat dikembangkan serta sesuai untuk

IV2
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Konsep berkelanjutan memerlukan


pandangan yang holistik, sehingga diperlukan indikator multidimensi yang
menggambarkan keterkaitan antara ekologi/lingkungan, ekonomi, dan sosio-budaya
masyarakat.

Dalam upaya menentukan kelayakan pengembangan pariwisata, indikator dapat


ditemukenali setidaknya dari dua sudut pandang, yaitu lingkup daerah atau lokal, dan
lingkup kawasan, seperti disampaikan berikut ini.

5.2.1 INDIKATOR KELAYAKAN SKALA DAERAH

Kelayakan suatu pembangunan pariwisata daerah dalam skala lokal dapat ‘diukur’
dengan mengacu pada LSTI (Local Sustainable Tourism Indicators) yang disusun oleh
Department for Culture, Media, and Sport UK (2002). Indikator Pariwisata
Berkelanjutan dalam skala lokal atau daerah ini pada dasarnya merupakan seperangkat
ukuran untuk:
- Memonitor dampak pariwisata, dan
- Mengukur kemajuan dalam mencapai program dan kebijakan pariwisata yang
berkelanjutan, termasuk menentukan seberapa layak suatu program dijalankan.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam mengukur keberlanjutan pembangunan


pariwisata daerah, terkait dengan studi kelayakan pengembangannya, antara lain:
- Produk wisata
- Sediaan pariwisata
- Permintaan pariwisata
- Pariwisata daerah dalam konteks yang lebih luas

IV3
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

5.2.2 PRODUK WISATA

Karakter dan daya tarik suatu tempat merupakan alasan utama wisatawan dalam
mengunjungi suatu daerah. Kualitas lansekap atau bentang alam, flora-fauna, sejarah
dan budaya juga fasilitas rekreasi yang digunakan oleh wisatawan maupun penduduk
setempat memiliki karakter dan daya tarik tertentu dalam menarik kunjungan
wisatawan. Namun demikian, produk wisata dibentuk oleh berbagai elemen yang secara
keseluruhan berperan dalam membentuk karakter dan keunikan kawasan baik untuk
pengunjung maupun penduduk setempat.

Indikator produk wisata harus meliputi:


- Kawasan lansekap/bentang alam
- Kawasan konservasi flora-fauna
- Kawasan dan bangunan bersejarah dan monumen
- Pertunjukan budaya

Informasi tambahan yang diperlukan:


- Asosiasi/organisasi yang terkait dengan kegiatan wisata yang dominan (misalnya
kesenian, olahraga, dsb.)
- Tradisi dan norma daerah yang unik

5.2.3 SEDIAAN PARIWISATA

Sediaan dalam hal fasilitas dan infrastruktur adalah faktor penting dalam mempengaruhi
tingkat dan jenis kegiatan wisata di suatu daerah. Keragaman dalam kapasitas dan atau
kualitas sediaan ini akan mempengaruhi kegiatan berwisata di suatu daerah dengan
dampak dan manfaat yang ditimbulkannya.

Indikator kunci sediaan pariwisata harus melingkupi:


- Jumlah akomodasi wisata yang dibangun serta kapasitasnya, termasuk jasa
akomodasi yang diberikan seperti jasa catering (makan-minum)

IV4
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

- Jumlah daya tarik wisata dan jumlah wisatawan yang berkunjung setiap tahun,
termasuk daya tarik pusaka, museum, galeri, flora-fauna, desa tradisional dan
tempat-tempat lain yang berdaya tarik wisata
- Infrastruktur pariwisata dan amenitas, termasuk pusat informasi wisata, toilet
umum, dsb.
- Infrastruktur transportasi termasuk stasiun kereta api dan bus, pelabuhan udara
dan laut, sistem angkutan umum : rute dan jasa/servis
- Fasilitas konvensi dan pameran, fasilitas olahraga, serta fasilitas hiburan

Informasi tambahan yang diperlukan:


- Informasi tentang kualitas akomodasi dan daya tarik wisata
- Kelas dan kualitas fasilitas makan-minum
- Kelas dan kualitas fasilitas rekreasi dan perbelanjaan

5.2.4 PERMINTAAN PARIWISATA

Volume kegiatan pariwisata di daerah baik secara kuantitatif maupun kualitatif adalah
penentu utama dalam mengukur dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Jenis
kegiatan wisata yang beragam tentunya akan memberikan dampak yang berbeda pula.
Kajian kegiatan wisata yang sudah berlangsung merupakan prasyarat dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan program dan kebijakan pariwisata
berkelanjutan.

Indikator kunci yang diperlukan yaitu volume perjalanan, jumlah malam atau hari, dan
pengeluaran dalam hal:
- Wisatawan yang tinggal di akomodasi layanan komersial, seperti hotel,
losmen/guest house, dsb.
- Wisatawan yang tinggal di akomodasi layanan non-komersial, seperti rumah
penduduk/homestay, bumi perkemahan, dsb.
- Wisatawan yang tinggal di rumah teman dan atau saudara
- Pengunjung harian setempat atau yang tinggal di akomodasi luar daerah

IV5
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

- Konsumsi sumber daya lingkungan

Informasi tambahan yang dibutuhkan:


- Moda transportasi
- Seasonal pattern (pola musiman) kegiatan wisata suatu daerah
- Wisatawan yang terkait dengan kegiatan pendidikan
- Wisatawan yang terkait dengan kegiatan konvensi dan pameran
- Jumlah wisatawan yang mengunjungi objek wisata
- Data okupansi akomodasi komersial

5.2.5 PARIWISATA DAERAH DALAM KONTEKS YANG LEBIH LUAS

Kegiatan pariwisata tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan aktivitas ekonomi, sosial,
dan lingkungan daerah. Untuk itu, diperlukan pertimbangan dalam lingkup yang lebih
luas terkait dengan komponen lainnya dalam pembangunan.

Indikator-indikator yang dibutuhkan untuk menggambarkan karakter lokal/daerah


mencakup:
- Profil ekonomi daerah
- Profil demografi
- Komposisi industri pariwisata daerah
- Pengadaan fasilitas rekreasi untuk penduduk setempat
- Tekanan dan batasan pembangunan

IV6
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

5.3 INDIKATOR KELAYAKAN SKALA KAWASAN

Perangkat indikator pariwisata berkelanjutan untuk menentukan kelayakan dalam


lingkup kawasan bersumber dari World Tourism Organization (WTO, 1996), yang
menjelaskan tiga jenis indikator destinasi wisata, yaitu indikator inti, indikator
ekosistem atau lokasi tertentu, serta indikator terpadu.

5.3.1 INDIKATOR INTI

Indikator inti kelayakan pengembangan pariwisata skala kawasan meliputi proteksi


lokasi, tekanan, intensitas penggunaan, dampak sosial, pengendalian pembangunan,
pengelolaan limbah, proses perencanaan, ekosistem kritis, kepuasan konsumen,
kepuasan masyarakat lokal, proporsi kontribusi pariwisata pada ekonomi lokal. Ragam
indikator serta besarannya dijelaskan pada Tabel 5.1. berikut ini.

Tabel 5.1 Indikator Inti Kelayakan Pengembangan Pariwisata

Indikator Keterangan
Proteksi lokasi Kategori proteksi lokasi/area menurut indeks International Union
for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Tekanan Jumlah wisatawan yang mengunjungi lokasi/area (per tahun/peak
month)
Intensitas penggunaan Rasio antara jumlah wisatawan dan luas area
Dampak sosial Rasio jumlah wisatawan terhadap penduduk lokal
Pengendalian pembangunan Prosedur penilaian tentang pembangunan atau kebijakan
pengendalian pembangunan terhadap lokasi dan intensitas
penggunaan
Pengelolaan limbah Persentase limbah yang dikelola (indikator lainnya dapat
ditambahkan sesuai keperluan misalnya penyediaan air bersih,
sampah, dsb.)
Ekosistem kritis Jumlah spesies yang jarang/unik
Kepuasan konsumen & Tingkat kepuasan konsumen dan masyarakat lokal (berdasarkan
masyarakat lokal kuesioner)
Proporsi kontribusi pariwisata Mengukur sejauh mana ekonomi lokal tergantung pada pariwisata.

IV7
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

Indikator Keterangan
Proteksi lokasi Kategori proteksi lokasi/area menurut indeks International Union
for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).
Bila angka ketergantungan semakin besar maka makin besar pula
resiko ekonomi dan lingkungan.
Sumber: WTO, 1996

5.3.2 INDIKATOR LOKASI

Isu-isu pengembangan kepariwisataan yang dapat dimonitor menurut indikator-


indikator tertentu, dibedakan menurut lokasinya, misalnya:
- Kawasan pesisir/pantai
- Kawasan pegunungan
- Cagar alam/taman nasional
- Lingkungan perkotaan
- Kawasan bersejarah
- Lingkungan ekologi yang unik
- Masyarakat tradisional, serta
- Pulau-pulau kecil.

Terkait dengan studi ini, indikator lokasi yang dibahas akan fokus pada indikator
kawasan pesisir/pantai seperti ditampilkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Indikator Pengembangan Lokasi: Kawasan Pesisir/Pantai

Isu Indikator Ukuran


Kerusakan ekologis Jumlah penurunan  % kondisi yang mengalami
penurunan

IV8
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

Isu Indikator Ukuran

Degradasi pantai Tingkat erosi  % erosi pantai

Pengurangan cadangan ikan Pengurangan penangkapan  upaya menangkap ikan


 jumlah ikan untuk spesies
tertentu

Terlalu padat (overcrowding) Intensitas penggunaan  jumlah orang per meter

Gangguan pada fauna (misal: Penghitungan spesies  jumlah spesies


ikan paus)  perubahan dalam kelompok
spesies
 jumlah spesies kunci/khusus

Penurunan kualitas air Tingkat polusi  jumlah logam berat

Berkurangnya keamanan Tingkat kejahatan  jumlah kejahatan yang


Tingkat kecelakaan dilaporkan
Tingkat bencana alam  kecelakaan yang terkait dengan
air dalam % jumlah populasi
wisatawan
 jumlah dan jenis bencana alam
yang terjadi dalam 5 tahun
terakhir
Sumber: WTO, 1996; 2004.

5.4 KRITERIA KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN


BATU KARAS

Mempertimbangkan kajian kelayakan pengembangan pariwisata yang didasari pada


prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, indikator pariwisata berkelanjutan (secara

IV9
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

umum), indikator pengembangan pariwisata skala kawasan (khususnya kawasan


pesisir/pantai), serta analisis yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya, pengembangan
Kawasan Pariwisata Batu Karas disusun berdasarkan empat kriteria kelayakan berikut
ini:

1. Kebijakan pariwisata, tata ruang, dan pengelolaan bencana


Kriteria kelayakan yang pertama adalah kriteria yang bersifat politis, yaitu
kebijakan pemerintah yang terkait dengan pengembangan Kawasan Pariwisata
Batu Karas baik dari aspek ’sektor’ pembangunan (pariwisata, tata ruang, dan
lingkungan/pengelolaan bencana alam) maupun dari penjenjangan (nasional,
lokal-provinsi, dan lokal-kabupaten). Kelayakan dinilai dari ada/tidak adanya
dukungan politis- berupa kebijakan pemerintah- yang mendukung
pengembangan kawasan.

2. Pasar pariwisata dan penduduk sekitar


Kriteria kedua berkaitan dengan permintaan pariwisata, termasuk penduduk
sekitar Kawasan Batu Karas. Studi kelayakan ini mempertimbangkan populasi
dan karakter sosio-demografis penduduk dalam lingkup kabupaten, mengingat
data kecamatan sangat terbatas, sehingga yang didapat adalah gambaran umum
tentang penduduk sekitar yang nantinya dapat berperan dalam pengembangan
Kawasan Pariwisata Batu Karas.

Profil wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun nusantara, seperti


dianalisis pada Bab III juga menjadi pertimbangan, terkait dengan motivasi
wisatawan pada kegiatan surfing dan olahraga air yang masuk dalam kategori
”wisata minat khusus” (special interest tourism). Kelemahan studi ini (meski
dapat juga dilihat sebagai kekuatan) adalah survey pasar wisatawan dilakukan
pada kurang lebih satu bulan sesudah tsunami yang terjadi di pantai selatan Jawa
Barat.

3. Produk pariwisata

IV10
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

Pertimbangan ketiga yaitu produk pariwisata, yang diartikan sebagai ”rangkaian


dari komponen-komponen yang dikonsumsi wisatawan, baik yang dilihat,
dialami, maupun dirasakan wisatawan mulai dari saat meninggalkan rumah
sampai saat kembali ke tempat asalnya.” Definsi yang kompleks tentang produk
pariwisata memberikan keterbatasan pada observasi dan analisis studi ini.
Produk pariwisata menurut definisi tersebut bersifat personal karena melibatkan
pengalaman wisatawan -secara pribadi- yang sangat khusus dan beragam,
sedangkan dalam studi kelayakan ini, produk pariwisata dikaji melalui
komponen-komponen pembentuknya secara umum, yaitu:
a. Lokasi dan tapak kawasan pariwisata Batu Karas: meliputi delineasi
secara administratif, fisik dan non-fisik kawasan.
b. Daya tarik kawasan: meliputi alam, buatan, dan gabungan; serta kegiatan
aktif dan pasif yang dapat dilakukan.
c. Aksesibilitas dan infrastruktur: terkait dengan sarana dan prasarana
transportasi, ketersediaan air bersih, jaringan air kotor dan pengolahan
limbah. Aksesibilitas juga dilihat dalam konteks yang lebih luas, yaitu
kawasan Pangandaran, Kabupaten Ciamis.
d. Akomodasi: jenis atau kelas akomodasi, yang mendukung kegiatan
pariwisata di dalam dan sekitar kawasan.
e. Kompetitor: kompetitor yang menawarkan produk sejenis, dalam hal ini
kegiatan surfing dianalisis untuk mengetahui potensi dan persoalan
pengembangan kawasan.

4. Pengelolaan dan pembiayaan kawasan pariwisata Batu Karas

IV11
Laporan Akhir
STUDI KELAYAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA KAWASAN BATU KARAS
KABUPATEN CIAMIS

Kriteria keempat adalah pengelolaan dan pembiayaan, yang meliputi


stakeholder kawasan, model pengelolaan, serta jenis pembiayaan yang feasible
bagi pengembangan kawasan.

Secara ringkas, kriteria kelayakan pengembangan Kawasan Pariwisata Batu Karas


disajikan dalam Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3 Kriteria Kelayakan Pengembangan Kawasan Pariwisata Batu Karas

Kriteria Kelayakan Sub kriteria Keterangan


1. Kebijakan pariwisata, a. Kebijakan tingkat nasional RI Kebijakan yang
tata ruang, dan mendukung/tidak mendukung
pengelolaan bencana b. Kebijakan lokal- tingkat Provinsi pengembangan kawasan
Jawa Barat pariwisata Batu Karas
c. Kebijakan lokal- tingkat
Kabupaten Ciamis
2. Pasar pariwisata dan a. Profil sosio-ekonomik penduduk Populasi penduduk dan life
penduduk sekitar cycle yang menjadi sumber daya
b. Profil wisatawan manusia pengembangan
mancanegara/international pariwisata (aktor pariwisata)
tourist
Karakteristik demografi
c. Profil wisatawan nusantara wisatawan dan target wisatawan
3. Produk pariwisata a. Lokasi dan Tapak Produk pariwisata eksisting dan
kompetitor
b. Daya tarik
c. Aksesibilitas & Infrastruktur
d. Akomodasi
e. Kompetitor produk pariwisata
sejenis
5. Pengelolaan dan a. Stakeholder kawasan Pengelolaan dan pembiayaan
pembiayaan kawasan disusun berdasarkan skenario
b. Model pengelolaan ‘optimis’ dan ‘pesimis‘
c. Pembiayaan kawasan

IV12

Anda mungkin juga menyukai