Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi
pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, 2010).
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum sifatnya multifaktoral. Namun
penyebab terbanyak yang mempengaruhi adalah kelahiran prematur
(Tarigan, dkk 2012).
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan bayi kurang dari
2500 gram. Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan masalah yang
perlu mendapatkan perhatian karena:
a. Mungkin terdapat penyakit maternal dan fetal sebagai faktor yang diduga
sehingga masih dapat mengurangi kejadian BBLR.
b. Bayi dengan BBLR, mempunyai resiko mortalitas dan morbiditas yang
tinggi.
c. Dampak psikologi dan neurologis setelah hidup dan akan menjadi
masalah baru dalam lingkungan keluarganya.
d. Masih ada peluang memberi terapi sehingga penanganan dapat
dilakukan.
e. Diagnosis dugaan akan terjadi kelahiran dengan BBLR, cukup sulit
bahkan perlu menggunakan alat canggih.(Manuaba, 2007).
Berdasarkan pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa
berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan bayi kurang dari 2500
gram . Penyebab terjadi bayi BBLR terbayak yaitu kelahiran prematur.
2. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati & Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia
<20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang
kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
3. Tanda dan gejala
Menurut Maryunani (2009), adapun tanda dan gejala pada bayi dengan
berat badan lahir rendah adalah:
a. Berat badan <2500 gram.
b. Letak kuping menurun.
c. Pembesaran dari satu atau dua ginjal.
d. Ukuran kepala kecil.
e. Masalah dalam pemberian makan (reflek menelan dan menghisap
kurang).
f. Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan).
Lebih banyak tidur dari pada bangun, tangis lemah, pernapasan belum
teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan dan batuk
belum sempurna (Wong, 2008).
1) Fisik
a) Bayi kecil
b) Pergerakan masih kurang dan lemah
c) Kepala lebih besar dari pada badan
d) Berat badan <2500 gram
2) Kulit.
a) Kulit tipis dan transparan
b) Lanugo banyak dan rambut halus dan tipis
3) Sistem syaraf
a) Refelks moro
b) Reflek menghisap, menelan, batuk belum sempurna.
4) Sistem muskuloskeletal
a) Axifikasi tenggorakan sedikit
b) Ubun-ubun dan satura lebar
c) Tulang rawan elastis kurang
d) Otot-otot masih hipotonik
e) Tungkai abduksi, Sendi lutut dan kaki fleksi
f) Kepala menghadap satu jurusan
5) Sistem pernapasan
a) Pernapasan belum teratur sering apnea
b) Frekuensi napas bervariasi.
4. Pathway
5. Pemeriksaan penunjang
a. Jumlah sel darah putih 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/ mm3, hari pertama menurun setelah lahir.
b. Hematokrit (Ht): 43%-16% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polistemia, penurunan menunjukan anemia atau
hemoragic prenatal/perinatal).
c. Hemoglobin (Hb) 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan).
d. Bilirubin total 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan
12 mg/dl pada 3-5 hari.
e. Dexxrosie tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata 40-50 mg/dl, meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
f. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
g. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD).

6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan BBLR Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang
belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah
yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal.
Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik
maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008).
a. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai
dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen
suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan
suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada
BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu.
Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas,
merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi,
posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan
oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan
kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat
memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.
b. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya
respirasi adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan
kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi
panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem
kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam
suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi
oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (2006) suhu
optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C-37,5°C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat
dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2012):
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi
dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain
sebagai penggantinya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubator
Tabel 2.1 Suhu inkubator yang direkomendasikan menurut umur dan
berat
Berat bayi Suhu inkubator (°C) menurut umur
35°C 34°C 33°C 32°C
< 1500 gr 1-10 11 hari - 3 3-5 Minggu >5 minggu
hari minggu
1500-2000 1-10 hari 11 hari-4 >4 minggu
gr minggu
2100-2500 1-2 hari 3 hari-3 >3 minggu
gr minggu
> 2500 gr 1-2 hari >2 hari
Bila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu inkubator 1°C
setiap perbedaan suhu 7°C antara suhu ruang dan inkubator.
c. Perlindungan terhadap infeksi
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan
semua bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi
BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat
rentan dengan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mencegah infeksi antara lain :
1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus
melakukan cuci tangan terlebih dahulu.
2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan
secara teratur. Ruang perawatan bayi juga harus dijaga
kebersihannya.
3) Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh
memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh
atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker
ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.
d. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk
asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat
penting pada bayi preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih
tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm).
Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas
osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum
berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap
kehilangan cairan.
e. Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR
tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka
karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum
sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi
ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui
parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya.
Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran
dalam pemberian makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme
oral-faring dapat terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu
cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi
kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang
berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada
evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi
dari kondisi normal dapat menunjukkan stress dan keletihan.
Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap,
menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan
penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan
menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung.
Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah
mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi pernafasan.
Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat diukur sebagai berikut
(Jones, 2005).
Tabel 2.2 Kapasitas lambung berdasarkan umur.
Umur Kapasitas (ml)
Bayi baru lahir 10-20
1 minggu 30-90
2-3 minggu 75-100
1 bulan 90-150
3 bulan 150-200
1 tahun 210-360

f. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah
menghemat energi, Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin.
Bayi yang dirawat di dalam inkubator tidak membutuhkan pakaian ,
tetapi hanya membutuhkan popok atau alas. Dengan demikian kegiatan
melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan.Selain itu,
observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas,
minum, dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan
lingkungan dan cahaya yang tidak terlalu terang meningkatkan
kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat beristirahat lebih
banyak.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan
menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan,
pola tidur-istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik
dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup.
PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur
bayi akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga
mengurangi penggunaan energi oleh bayi.
g. Stimulasi Sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus.
Mainan gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang
diletakkan dalam unit perawatan dapat memberikan stimulasi visual.
Suara radio dengan volume rendah, suara kaset, atau mainan yang
bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan suara
yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara
dokter, perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan,
menggendong, atau membelai memberikan rangsang sentuhan.
Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama
PMK karena selama pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap
dengan lembut punggung bayi dan mengajak bayi berbicara atau
dengan memperdengarkan suara musik untuk memberikan stimulasi
sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.
h. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga
Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak
diharapkan dan membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi.
Orang tua biasanya memiliki kecemasan terhadap kondisi bayinya,
apalagi perawatan bayi di unit perawatan khusus mengharuskan bayi
dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua mungkin juga
merasa bersalah terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan
marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi memerlukan dukungan dari
perawat.
Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam
menghadapi krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan
pada orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan
bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui metode kanguru karena melalui
kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat ibu merasa lebih
nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain yang
dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada
orang tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang
tua bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua
selalu mendapat informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya.

B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan. Data subyektif terdiri dari:
1) Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin.
2) Orangtua meliputi: nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.
3) Riwayat kesehatan
1) Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus BBLR yaitu:
(a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
(b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran
multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
(c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
(d) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
(e) Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
(f) Kala I: perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
(g) Kala II: Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
2) Riwayat postnatal
(a) Apgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua
AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10)
asfiksia ringan.
(b) Berat badan lahir: Preterm/BBLR <2500 gram, untu aterm
2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36
cm).
(c) Adanya kelainan kongenital: Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
4) Pola nutrisi, yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap
sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai
dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan,
kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik,
hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
5) Pola eliminasi,yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB: frekuensi,
jumlah dan konsistensi. BAK: frekuensi dan jumlah.
6) Latar belakang sosial budaya, kebudayaan yang berpengaruh
terhadap BBLR kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan
tertentu terutama jenis psikotropika .Kebiasaan ibu mengkonsumsi
minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang
makanan tertentu.
7) Hubungan psikologis, sebaiknya segera setelah bayi baru lahir
dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan.
Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang
dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu
dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan perawatan
yang intensif.

b. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku.
1) Keadaan umum: Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah
dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil,
panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar
kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2) Tanda-tanda Vital: Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik
apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu
normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali
per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur.
3) Kulit: Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru,
pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
4) Kepala: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
5) Mata: Warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
conjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi
terhadap cahaya.
6) Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
7) Mulut: Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8) Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9) Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10) Thorax: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per
menit.
11) Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran
bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
12) Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda -tanda infeksi pada tali pusat.
13) Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan dan kadang perdarahan.
14) Anus: Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeses.
15) Ekstremitas: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya.
16) Refleks: Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang.

2. Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan
BBLR yaitu :
1) Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas
pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot
atau kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik.
2) Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur
(pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area
permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan
dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
4) Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
tidak efektif.
5) Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan
berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan
lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
6) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,
kelembaban kulit.
3. Intervensi keperawatan
a. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat
pernapasan, keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau
kelemahan, dan ketidakseimbangan metabolik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil:
1) Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
2) Membran mukosa merah muda
Intervensi:
1) Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekwensi jantung.
2) Isap jalan napas sesuai kebutuhan.
3) Posisikanm bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan
gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan hiperekstensi.
4) Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang akan memperberat
depresi pernapasan pada bayi
Rasional:
1) Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan
normal dari serangan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad gestasi
minggu ke-30.
2) Menghilangkan mukus yang neyumbat jalan napas.
3) Posisi ini memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea,
khususnya bila ditemukan adanya hipoksia, asidosis metabolik atau
hiperkapnea.
4) Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan
aktifitas SSP.

b. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur


(pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan,
penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan
berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan.

Kriteria hasil: Mempertahankan suhu kulit atau aksila (36,5 ℃– 37,5 ℃)


Intervensi:
1) Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya, selanjutnya
periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka
dan penyebar hangat.
2) Tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan hangat.
3) Pantau sistem pengatur suhu , penyebar hangat (pertahankan batas
atas pada 98,6°F, bergantung pada ukuran dan usia bayi).
4) Kaji haluaran dan berat jenis urine.
5) Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan
berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi.
6) Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan, diaforesis,
letargi, apnea atau aktifitas kejang.
Rasional:
1) Hipotermia membuat bayi cenderung merasa stres karena dingin,
penggunaan simpanan lemak tidak dapat diperbaruai bila ada dan
penurunan sensivitas untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
kadar O2.
2) Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stres
karena dingin.
3) Hipertermi dengan peningkatan laju metabolisme kebutuhan oksigen
dan glukosa serta kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan
terlalu tinggi.
4) Penurunan keluaran dan peningkatan berat jenis urine dihubungkan
dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stres karena rasa
dingin.
5) Ketidakadekuatan penambahan berat badan meskipun masukan kalori
adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk
mempertahankan suhu lingkungan tubuh, sehingga memerlukan
peningkatan suhu lingkungan.
6) Tanda-tanda hipertermi ini dapat berlanjut pada kerusakan otak bila
tidak teratasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil:
1) Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat.
2) Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam
kurva normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30
gram/hari.
Intervensi:
1) Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya :
mengisap, menelan, dan batuk).
2) Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys
pernapasan.
3) Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari,
kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi.
4) Pantau masuka dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan
elektrolit setiap hari.
5) Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis urine,
kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan.
6) Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur,
apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan
buruk, gugup, menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan
aktifitas kejang.
Rasional:
1) Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi.
2) Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat dimulai
6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan ada cairan
parenteral di indikasikan dan cairan peroral harus ditunda.
3) Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel
kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami
penurunan simpanan lemak/glikogen.
4) Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya
dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet.
5) Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan
kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan
diuresi pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati
ditangani untuk menghindari kelebihan cairan.
6) Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak,
kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna meningkatkan mobilitas
mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi masing-
masing episode.

d. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang


tidak efektif.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi.
Kriteri hasil:
1) Suhu 36,5oC-37,5oC.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi
3) Leukosit 6000 – 17.500 ribu/𝜇𝐿
Intervensi:
1) Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
2) Lakukan isolasi bayi lain yang menderita infeksi sesuai kebijakan
insitusi.
3) Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian tangan.
4) Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan steril.
5) Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak kontak
langsung dengan bayi.
Rasional:
1) Untuk mengetahui lebih dini adanya tanda-tanda terjadinya infeksi.
2) Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya infeksi yang
lebih luas.
3) Untuk mencegah terjadinya infeksi.
4) Untuk mencegah terjadinya infeksi.
5) Untuk mencegah terjadinya infeksi yang berlanjut pada bayi.

e. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan


berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan
lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil:
1) Bebas dari tanda dehidrasi.
2) Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi:
1) Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan
keseimbangan kumulatif setiap periodik 24 jam.
2) Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam
dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan
dengan kantong penampung urine.
3) Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel anterior.
4) Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata (TAR).
Rasional:
1) Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan
kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai 120-
140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk
tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
2) Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk
mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang
rendah pada bayi preterm ( rentang normal1,006-1,013). Kadar yang
rendah menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar
dari 1,013 menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan
dehidrasi.
3) Kehilangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan cepat
menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk, membran
mukosa kering, dan fontanel cekung.
4) Kehilangan 25% volume darah mengakibatkan syok dengan TAR < 25
mmHg menandakan hipotensi.

f. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,


kelembaban kulit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan bayi mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil:
1) Kulit tetap bersih dan utuh.
2) Tidak terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi.
Intervensi:
1) Observasi tekstur dan warna kulit.
2) Jaga kebersihan kulit bayi.
3) Ganti pakaian setiap basah.
4) Jaga kebersihan tempat tidur.
5) Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
Rasional:
1) Untuk mengetahui adanya kelainan pada kulit secara dini.
2) Meminimalkan kontak kulit bayi dengan zat-zat yang dapat merusak
kulit pada bayi.
3) Untuk meminimalisir terjadinya iritasi pada kulit bayi.
4) Untuk mencegah kerusakan kulit pada bayi.

4. Implementasi keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan,
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan(Potter & Perry, 2005).
a. Tindakan keperawatan mandiri.
Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawatan bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan
bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian
tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien.
Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah
perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam
diagnosa keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan BBLR sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang
diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran
evaluasi pada pasien BBLR sebagai berikut:
1. Pola napas kembali efektif.
2. Termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan.
3. Nutrisi pasien terpenuhi sesuai kebutuhan.
4. Pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi.
5. Kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi.
6. Pasien dapat mempertahanmkan integritas kulit
Daftar Pustaka

Jones, D. l. (2009). Panduan terlengkap tentang kesehatan, kebidanan dan


kandungan. Jakarta: Delaprasta.
Maryunani. (2009). Asuhan Pada Ibu dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta:
Trans Info Media.
Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah 0bstetri. Jakarta: EGC.
Proverawati Atikah, &Ismawati Cahyo, S. (2010). BBLR: Berat Badan Lahir Rendah.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudjiadi A.(2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: IDAI.
Potter & Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sholeh, K.(2012). Buku Ajar Neonatologi.Jakarta:IDAI.
Tarigan, dkk (2012). Pengetahuan Ibu tentang Penatalaksanaan Perawatan Bayi
BBLR di Rumah. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Pajajaran.
Wong, L. D. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai