Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. POST PARTUM
Post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan waktu kembali pada
keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru
(Mitayani, 2009). Menurut Mitayani (2009), periode post partum dibagi menjadi tiga
yaitu:
a. Immediate puerperium adalah masa 24 jam post partum.
b. Early puerperium adalah masa pada minggu pertama post partum.
c. Laten puerperium adalah masa pada minggu kedua sampai dengan minggu
keenam post partum.
Perubahan Fisik Pada Waktu Nifas
a) Sistem Vaskuler Pada ibu hamil cenderung hipervolemik, kenaikan volume
dalam darah + 40% untuk persediaan persalinan pada persalinan pervaginam
kehilangan darah 2 kali lipat.
b) Sistem reproduksi
1) Involusi Inovasi terjadi setelah plasenta lahir, uterus akan mengeraskan
karena kontraksi dan retraksi pada otot-ototnya. Setelah lahir berat rahim
100 gram, seminggu kemudian 500 gram, 3 minggu post partum 75 gram,
dan pada akhir puerperium 50 gram (normal 40-60 gram). Ivolusi uterus ini
dapat diamati yaitu dengan memeriksa tinggi fundus uteri 2 cm di bawah
pusat, caranya yaitu:
 Segera setelah persalinan tinggi fundus uteri 2 cm di bawah pusat, 12
jam kemudian 1 cm di bawah pusat dan turun kira-kira 1 cm setiap hari.
Pada hari pertama dan hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri
tidak teraba.
 Lochea Yaitu cairan secret yang berasal dari kandung uteri dan vagina
dalam masa nifas.Sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dan
pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir.
Cairan ini berasal dari melekatnya plasenta, lochea terbagi menjadi
beberapa, diantaranya:
a. Lochea rubra Pada hari ke 1-3, berwarna merah tua kehitaman
terdiri dari desidua, sisa cairan, rambut lanuga, sisa mekonium dan
sisa darah.
b. Lochea Strangulata
Hari ke 3-7 berwarna kekuningan
c. Lochea Alba Setelah 2 hari ke-14 berwarna putih Apabila
pengeluran lochea lebih dari yang disebutkan dimungkinkan karena:
 Tertinggalnya placenta/selaput janin karena ibu yang tidak
menyusui bayinya.
 Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra
lebih lama karena kontraksi uterus kurang kuat.
 Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi kurang baik sehingga
lebih lama mengeluarkan lochea dan lochea berbau.
c) Perawatan Bayi dan Ibu Nifas
1) Dalam perawatan ibu nifas
 Rahim dan jalan lahir mengalami pembukaan, jadi harus dihindari
kemungkinan peradangan.
 Bayi memerlukan perawatan dan pengamatan.
 Bayi harus dapat disusui dengan lancar.
2) Perawatan bayi dalam masa nifas
Setelah persalinan selesai maka petugas memberi nasehat, segera
memanggil petugas bila terjadi:
 Perdarahan banyak
 Pasien merasa demam
 Setelah 2 jam belum BAK
 Menjaga kebersihan luka episiotomi dan daerah pusat
 Tidak boleh bersetubuh dalam masa nifas.
 BAK dianjurkan setiap 6 jam
 Cara menyusui dengan benar
d) Perawatan Pasca Kehamilan
 Mobilisasi
Karena lelah sehabis persalinan, ibu harus istirahat, tidur terlentang
selama 8 jam persalinan, kemudian boleh miksi pada hari kedua
diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, hari ke-4 dan ke-5 sudah
diperbolehkan pulang.
 Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, bila kandung
kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
BAB harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, bila masih sulit diberikan
obat peroral/parenteral, jika masih belum bisa maka dilakukan huknah.
 Perawatan payudara
 Laktasi
 Cuti hamil dan bersalin
 Pemeriksaan pasca persalinan
- Pemeriksaan Umum : TD, N, RR, suhu dan kelelahan, KU dan selera
makan
- Payudara : ASI, Puting susu
- Dinding Perut : Perineum, kandung kemih dan rektum
- Secret yang keluar: Lochea, flour, albus
- Keadaan alat-alat kandungan ( Fisioterapi, Bayi disusui, Senam nifas
(gimnastik), KB, Imunisasi bayi).

B. FORCEP
1. DEFINISI
Cunam atau forceps adalah suatu alat obstetrik terbuat dari logam yang
digunakan untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala.
Ekstraksi cunam/forceps adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya.
Ekstraksi cunam/forceps adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin
(kepala) dengan alat cunam. Tindakan ini dilakukan karena ibu tidak dapat
mengedan efektif untuk melahirkan janin (Rustam Mochtar, 2007).

2. FUNGSI CUNAM/FORCEPS
a. Traksi, yaitu menarik anak yang tidak dapat lahir spontan, yang disebabkan
oleh karena satu dan lain hal.
b. Koreksi, yaitu merubah letak kepala dimana ubun-ubun kecil di kiri atau
dikanan depan atau sekali-kali UUK melintang kiri dan kanan atau UUK kiri
atau kanan belakang menjadi UUK depan (di bawah simfisis pubis).
c. Kompresor, untuk menambah moulage kepala (Rustam Mochtar, 2007).

3. JENIS TINDAKAN
Berdasarkan pada jauhnya turun kepala, dapat dibedakan beberapa
macam tindakan ekstraksi forceps, antara lain:
a. Forceps rendah
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong
perineum, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
b. Forceps tengah
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps
tengah adalah forceps percobaan untuk membuktikan disproporsi panggul
dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan
terdapat disproporsi kepala panggul . Forceps percobaan dapat diganti
dengan ekstraksi vaccum.
c. Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara H I atau H II, forceps
tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.

4. SYARAT-SYARAT
Syarat khusus menurut Rustam Mochtar (2007) sebagai berikut:
a. Pembukaan lengkap
b. Selaput ketuban telah pecah atau dipecahkan
c. Presentasi kepala dan ukuran kecil cakap cunam
d. Tidak ada kesempitan panggul
e. Anak hidup (termasuk dengan kondisi gawat janin)
f. Penurunan H III + H III-IV (Puskesmas H IV/dasar panggul).
g. Kontraksi baik
h. Ibu tidak gelisah kooperatif.

5. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


a. Indikasi ibu
1) Kala dua yang memanjang
2) Kondisi ibu dengan kontra indikasi untuk meneran
3) Kondisi yang membutuhkan kala dua diperpendek
4) Kelelahan ibu
5) Eklamsi yang mengancam
6) Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukaan cervix lengkap,
ketuban sudah pecah atau 2 jam mengedan janin belum lahir juga
7) Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal Ibu dengan
decompensasi kordis , ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan
anemi berat (Hb 6 gr % atau kurang), pre eklamsi berat, ibu dengan
asma broncial.
8) Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik band
sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai
H III- H IV.
9) Adanya oedema pada vagina atau vulva. Adanya oedema pada jalan
lahir artinya partus sudah berlangsung lama.
10) Adanya tanda-tanda infeksi, seperti suhu badan meninggi, lochia
berbau
b. Indikasi janin Gawat janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain :
1) Cortonen menjadi cepat takhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur
2) DJJ menjadi lambat bradhikardi 160 kali per menit dan
tidak teratur
3) adanya mekonium (pada janin letak kepala) Prolapsus funikulli,
walaupun keadaan anak masih baik.

c. Kontraindikasi – Absolut
1) Bukan presentasi belakang kepala, presentasi muka atau dahi
2) Kepala belum masuk pintu atas panggul
3) Pembukaan serviks tidak lengkap
4) Bukti klinis adanya CPD
5) preterm atau TBJ <>
6) penurunan kepala di panggul tengah
7) tidak kooperatif (Rustam Mochtar, 2007).
8) Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel
9) Jika lingkaran kontraksi patologi bandl sudah setinggi pusat atau lebih

6. KOMPLIKASI
Komplikasi atau penyulit ekstraksi forceps adalah sebagai berikut
1) Komplikasi langsung akibat aplikasi forceps dibagi menjadi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dapat berupa:
- Perdarahan
Dapat disebabkan karena atonia uteri, retensio plasenta serta
trauma jalan lahir yang meliputi ruptura uteri, ruptura cervix,
robekan forniks, kolpoforeksis, robekan vagina, hematoma luas,
robekan perineum.
- Infeksi
Terjadi karena sudah terdapat sebelumnya, aplikasi alat
menimbulkan infeksi, plasenta rest atau membran bersifat asing yang
dapat memudahkan infeksi dan menyebabkan sub involusi uteri serta
saat melakukan pemeriksaan dalam.
Komplikasi segera pada bayi
- Asfiksia
Karena terlalu lama di dasar panggul sehingga terjadi rangsangan
pernafasan menyebabkan aspirasi lendir dan air ketuban. Dan jepitan
langsung forceps yang menimbulkan perdarahan intra kranial, edema
intra kranial, kerusakan pusat vital di medula oblongata atau trauma
langsung jaringan otak. Infeksi oleh karena infeksi pada ibu menjalar
ke bayi
- Trauma
langsung forceps yaitu fraktura tulang kepala dislokasi sutura tulang
kepala; kerusakan pusat vital di medula oblongata; trauma langsung
pada mata, telinga dan hidung; trauma langsung pada persendian
tulang leher; gangguan fleksus brachialis atau paralisis Erb, kerusakan
saraf trigeminus dan fasialis serta hematoma pada daerah tertekan.

2) Komplikasi kemudian atau terlambat


- Perdarahan
yang disebabkan oleh plasenta rest, atonia uteri sekunder serta
jahitan robekan jalan lahir yang terlepas.
- Infeksi
- Penyebaran infeksi makin luas
- Trauma jalan lahir yaitu terjadinya fistula vesiko vaginal,
terjadinya fistula rekto vaginal dan terjadinya fistula utero
vaginal.

Komplikasi terlambat pada bayi dalam bentuk:


- Trauma
ekstraksi forceps dapat menyebabkan cacat karena aplikasi forceps
- Infeksi yang berkembang menjadi sepsis yang dapat menyebabkan
kematian serta encefalitis sampai meningitis.
- Gangguan susunan saraf pusat
- Trauma langsung pada saraf pusat dapat menimbulkan
gangguan intelektual.
- Gangguan pendengaran dan keseimbangan.

7. PERAWATAN POST EKSTRAKSI FORCEP


Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perawatan post partum biasa, hanya
memerlukan perhatian dan observasi yang lebih ketat, karena
kemungkinan terjadi trias komplikasi lebih besar yaitu perdarahan robekan
jalan lahir dan infeksi. Oleh karena itu perawatan setelah ekstraksi forceps
memerlukan profilaksis pemberian infus sampai tercapai keadaan stabil,
pemberian uterotonika sehingga kontraksi rahim menjadi kuat dan
pemberian anti biotik untuk menghindari infeksi.

C. PRE EKLAMSIA BERAT


1. DEFINISI
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinnuria dan atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas. (Sujiyatini,2009). Preeklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi
yang tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan
disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan
berdampak negative pada keadaan janin (BoyleM,2007). Dari beberapa
definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa preeklamsia adalah
timbulnya tanda peningkatan tekanan darah, adanya proteinuria serta edema
pada usia kehamilan 20 minggu yang berpotensi mengakibatkan disfungsi
multi organ sehingga dapat mengganggu kesehatan ibu maupun janin yang
ada didalam kandungan ibu.

2. ETIOLOGI
Penyebab timbulnya preeklamsia pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola. Faktor-faktor lain
yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya pre-eklamsia antara lain
(Maryunani & Yulianingsih, 2009):
a. Primigravida, terutama primigravida tua dan primigravida muda serta
anemia.
b. Hipertensi esensial.
c. Penyakit ginjal kronis (menahun/terus menerus).
d. DM (diabetes melitus).
e. Multipara.
f. Polihidramnion.
g. Obesitas.
h. Riwayat pre-eklamsia pada kehamilan yang lalu dalam keluarga.

Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya preeklamsia adalah


(Rukiyah, 2010):
a. Peran prostasiklin dan tromboksan. Pada preeklamsia didapatkan
kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi
prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi
pengumpulan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan
plasmin, trombin akan mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi
deposit fibrin. Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan.
b. Peran faktor imunologis Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin
sempurna pada kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung
adanya sistem imun pada penderita preeklamsia, beberapa wanita
dengan preeklamsia mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa
studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada
preeklamsia diikuti proteinuria.
c. Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklamsia antara lain :
1) Preeklamsia hanya terjadi pada manusia
2) Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia
pada ibu hamil dengan adanya riwayat preeklamsia pada anggota
keluarganya.
3) Peran renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS)
Klasifikasi
Tipe preeklamsia Tanda dan gejala
a. Preeklamsia ringan
a) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan
interval pemeriksaan 6 jam
b) Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan
interval pemeriksaan 6 jam
c) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
d) Proteiuria 0,3 g atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai
2 pada urine kateter atau urine aliran pertengahan.
b. Preeklamsia berat
a) Tekanan darah 160/110 mmHg
b) Oliguria, urine < 400 cc/24 jam
c) Proteinuria lebih dari 3 g/liter
d) Keluhan subjektif: nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri
kepala, edema paru, dan sianosis.
e) Gangguan kesadaran
f) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
g) Perdarahan pada retina.
h) Trombosit<100.000/mm

3. PATOFISIOLOGI DAN PATWAY


Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan
kerusakan vaskuler, akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme
menurunkan diameter pembuluh darah kesemua organ, fungsi-fungsi organ
seperti plasenta, ginjal, hati dan otak menurun sampai 40-60%. Gangguan
plasenta menimbulkan degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi
IUGR dan IUFD pada fetus. Aktivitas uterus dan sensitifitas terhadap oksitosin
meningkat (Maryunani & Yulianingsih, 2010).
Penurunan perfusi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
glomerulus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, garam dan air
ditahan, tekanan osmotik plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler,
menyebabkan hemokonsentrasi, peningkatan viskositas darah dan edema
jaringan berat dan peningkatan hematokrit. Pada preeklamsia berat terjadi
penurunan volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan cepat
(Maryunani & Yulianingsih, 2010).
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar
dan hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri
epigastrium atau nyeri pada kuadran atas. Ruptur hepar jarang terjadi, tetapi
merupakan komplikasi yang hebat dari preeklamsia, enzim-enzim hati seperti
SGOT dan SGPT meningkat. Vasospasme arteriola dan penurunan aliran
darah ke retina menimbulkan symtom visual skotama dan pandangan kabur.
Patologi yang sama menimbulkan edema serebral dan hemoragik serta
peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat (sakit kepala, hiperfleksia, klonus
pergelangan kaki dan kejang serta perubahan efek). Edema paru dihubungkan
dengan edema umum yang berat, kompliksai ini biasanya disebabkan oleh
dekompensasi kordis kiri (Maryunani & Yulianingsih, 2010).

4. MANIFESTASI KLINIK
Dua gejala yang sangat penting pada preeklamsia yaitu hipertensi dan
proteinuria yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Sehingga tanda dan
gejala dari preeklamsia (Mitayani, 2009):
a. Tekanan darah meningkat
b. Kenaikan berat badan (1 kg/minggu)
c. Proteinuria.
Gejala-gejala subjektif yang dirasakan pada preeklamsia adalah sebagai
berikut (Mitayani,2009):
a. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan sering terjadi pada
kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada daerah frontal
dan oksipital, serta tidak sembuh dengan pemberian analgetik biasa.
b. Nyeri epigastrium.
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklamsia berat.
Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar akibat edema
atau perdarahan.
c. Gangguan penglihatan
Keluhan gangguan penglihatan dapat disebabkan oleh spasme arterial,
iskemia, dan edema retina serta pada kasus-kasus langka disebabkan oleh
ablasio retina. Pada pereeklamsia ringan tidak ditemukan tanda-tanda
subjektif ini.

5. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada preeklamsia yaitu antara lain (Mitayani, 2009):
a. Pada ibu
a) Eklamsia.
b) Solusio plasenta.
c) Perdarahan subkapsula hepar.
d) Kelainan pembekuan darah.
e) HELLP syndrome (hemolisis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet
count).
f) Ablasio retina.
g) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
b. Pada janin
a) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus.
b) Prematur.
c) Asfiksia neonatorum.
d) Kematian dalam uterus.
e) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Test diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus preeklamsia
yaitu (Mitayani, 2009):
a. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
1) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%)
2) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43vol%)
3) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3)
b) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine
c) Pemeriksaan fungsi hati
1) Bilirubin meningkat (N=<1 mg/dl).
2) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
3) Aspartat aminotransferase (AST) >60 ul.
4) Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-
45 u/ml).
5) Serum glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=
<31 u/l).
6) Total protein serum menurun (N= 2,4-2,7 mg/dl).
d) Tes kimia darah.
Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl).

b. Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
2) Kardiografi
Diketahui denyut jantung bayi lemah

7. PENATALAKSANAAN ( MEDIS DAN KEPERAWATAN)


a. Penatalaksanaan medis.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:
a) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisinal.
1. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assaement (NST & USG).
2. Indikasi
1) Ibu
 Usia kehamilan 37 minggu atau lebih.
 Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia.
 Kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam
pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan tekanan
darah atau setelah 24 jam terapi medikamentosa tidak ada
perbaikan.
2) Janin
 Hasil fetal assesment jelek (NST& USG).
 Adanya tanda IUGR.

3. Laboratorium
Adanya “HELLP syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi
hepar, trombositopenia).
4. Pengobatan medikamentosa
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tidur baring, miring ke satu sisi (sebaiknya kiri), tanda vital
diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus
RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Antasida.
e. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
f. Pemberian obat anti kejang: diazepam 20 mg IV dilanjutkan
dengan 40 mg dalam Dekstrose 10% selang 4-6 jam atau
MgSO4 40% 5 gram IV pelan-pelan dilanjutkan 5 gram dalam
RL 500 cc untuk 6 jam.
g. Diuretik tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema
paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan
furosemid injeksi 40 mg/IV.
h. Antihipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolik e”180
mmHg, diastolik e” 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg.
Dapat diberikan catapres ½-1 ampul IM dapat diulang tiap 4
jam, atau alfametildopa 3 x 250 mg, dan nifidipine sublingual
5-10 mg.
i. Kardiotonika, indikasinya, bila ada tanda-tanda payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.
j. Lain-lain:
 Konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata.
 Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih dari
38,5 derajat celcius dapat dibantu dengan pemberian
kompres dingin atau alkohol atau xylamidon 2 cc IM.
 Antibiotik diberikan atas indikasi, diberikan ampicilin 1 gr/6
jam/IV/hari.
 Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus, dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg
sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum jalan lahir.
5. Pengobatan obstetrik
a. Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu
1) Induksi persalinan: tetesan oksitosin dengan syarat nilai
bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
2) Sectio caesarea bila:
 Fetal assesment jelek
 Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai bishop
kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan
oksitosin.
 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum
masuk fase aktif.
 Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan
terminasi dengan sectio caesarea.
b. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
1) Kala I
 Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka
dilakukan sectio caesarea.
 Fase aktif : amniotomi saja, bila 6 jam setelah
amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan sectio caesarea (bila perlu dilakukan tetesan
oksitosin).
2) Kala II
Pada persalinan per vaginam, maka kala II diselesaikan
dengan partus buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian
terapi medikamentosa. Pada kehamilan 32 minggu atau
kurang; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2
kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

b) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah


pengobatan medisinal.
1. Indikasi: bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Terapi medikamentosa: sama dengan terapi medikamentosa pada
pengelolaan aktif, hanya laoding dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup intramuskular saja dimana 4 gram pada
bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
3. Pengobatan obstetri:
 Selama perawatan konservatif: observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
 MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
 Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap terapi
medikamentosa gagal dan harus diterminasi.
 Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi
lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
c) Penderita dipulangkan bila:
 Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklampsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
 Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia
ringan: penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai
preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan,
takut bergerak.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4) Pola-pola fungsi kesehatan
a. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang pre eklamsia berat,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya

b. Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien nifas biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
e. Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
g. Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien
nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri.
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.

5) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan dengan post partum
Diagnosa yang mungkin muncul:
a. Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis post partum
b. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan trauma mekanis
post partum
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/ luka
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi penyakit
e. Resiko terjadinya cidera berhubungan dengan vasospasme dan
peningkatan tekanan darah
f. Konstipasi berhubungan dengan ketidakmampuan eleminasi
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kondisi diri menurun
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri atau ketidaknyamanan,
proses persalinan dan kelahiran melelahkan.
3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa NOC NIC


o
1 Nyeri Setelah dilakukan asuhan Pain Management
berhubungan keperawatan selama  Lakukan pengkajian nyeri
dengan 3x24 jam diharapkan secara komprehensif
trauma nyeri berkurang dengan termasuk lokasi,
mekanis post indicator: karakteristik, durasi,
partum Pain Level, frekuensi, kualitas dan faktor
Pain control, presipitasi
Comfort level  Observasi reaksi non verbal
 Mampu mengontrol dari ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab  Gunakan teknik komunikasi
nyeri, mampu terapeutik untuk mengetahui
menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk  Kaji kultur yang
mengurangi nyeri, mempengaruhi respon nyeri
mencari bantuan)  Evaluasi pengalaman nyeri
 Melaporkan bahwa masa lampau
nyeri berkurang  Evaluasi bersama pasien
dengan menggunakan dan tim kesehatan lain
manajemen nyeri tentang ketidakefektifan
 Mampu mengenali kontrol nyeri masa lampau
nyeri (skala,  Bantu pasien dan keluarga
intensitas, frekuensi untuk mencari dan
dan tanda nyeri) menemukan dukungan
 Menyatakan rasa  Kontrol lingkungan yang
nyaman setelah nyeri dapat mempengaruhi nyeri
berkurang seperti suhu ruangan,
 Tanda vital dalam pencahayaan dan
rentang normal kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan  Tentukan karakteristik dan
rasa nyaman ( keperawatan selama lokasi ketidaknyamanan.
nyeri ) 3x24 jam diharapkan  Perhatikan isyarat verbal dan
berhubungan nyeri berkurang dengan non verbal seperti meringis,
dengan indicator:
trauma Pain Level, kaku dan gerakan
mekanis post Pain control, melindungi atau terbatas.
partum Comfort level  Berikan informasi dan
 Klien tampak rileks petunjuk antisipasi mengenai
 Klien terlihat istirahat penyebab ketidaknyamanan
dan intervensi yg tepat
 Evaluasi tekanan darah (TD)
dan nadi: perhatikan
perubahan prilaku (bedakan
antara kegelisahan karena
kehilangan darah berlebihan
dan arena nyeri)
 Perhatikan nyeri tekan
uterus dan adanya/
karakteristik nyeri penyerta:
perhatikan infuse oksitosin
pasca operasi.
 Ubah posisi klien, kurangi
rangsangan yang
berbahaya, dan berikan
gosokan punggung.
 Anjurkan penggunaan teknik
pernapasan dan relaksasi
dan distraksi. Seperti
dipelajari pada kelas
melahirkan anak
 Anjurkan keberadaan dan
partisipasi pasangan bila
tepat.
 Lakukan latihan nafas dalam
dan batuk dengan
menggunakan prosedur-
prosedur pembebatan
dengan tepat, 30 menit
setelah pemberian analgesic
Kolaborasi
 Berikan analgesic setiap 3-4
jam, berlanjut dari rute IV /
intramuslular sampai ke rute
oral.
 Berikan obat pada klien yang
menyusui 48-60 menit
sebelum menyusui.
 Tinjau ulang / pantau
penggunan analgesia yang
dikontrol pasien (PCA)
sesuai indikasi.
3 Risiko infeksi Setelah dilakuakan Infection Control (Kontrol
b.d tindakan asuhan keperawatan infeksi)
invasif, selama 3x24 jam  Bersihkan lingkungan
paparan diharapkan resiko infeksi setelah dipakai pasien lain
lingkungan terkontrol dengan  Pertahankan teknik isolasi
patogen indicator:  Batasi pengunjung bila perlu
 Immune Status  Instruksikan pada
 Knowledge : Infection pengunjung untuk mencuci
control tangan saat berkunjung dan
Risk control setelah berkunjung
 Klien bebas dari tanda meninggalkan pasien
dan gejala infeksi  Gunakan sabun anti
 Mendeskripsikan mikrobia untuk cuci tangan
proses penularan
penyakit, factor yang
mempengaruhi  Cuci tangan setiap sebelum
penularan serta dan sesudah tindakan
penatalaksanaannya, keperawatan
 Menunjukkan  Gunakan baju, sarung
kemampuan untuk tangan sebagai alat
mencegah timbulnya pelindung
infeksiJumlah leukosit  Pertahankan lingkungan
dalam batas normal aseptik selama pemasangan
 Menunjukkan perilaku alat
hidup sehat  Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu
 Infection Protection (Proteksi
Terhadap Infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
4 Kurang Setelah dilakukan asuhan  Kaji kesiapan dan motivasi
pengetahuan keperawatan selama klien untuk belajar. Bantu
berhubungan 3x24 jam diharapkan klien / pasangan
dengan tidak tingkat pengetahuan dalam mengidentifikasi
mengenal meningkat dengan kebutuhan-kebutuhan
sumber indicator :  Berikan rencana
informasi  Knowledge increase penyuluhan tertulis dengan
penyakit  Mampu menjelaskan menggunakan format
patologi penyakit yang standarisasi atau
ceklis,
dokumentasi informasi
yang diberikan dan respon
klien.
 Berikan informasi yang
berhubungan dengan
perubahan
fisiologis dan psikologis
yang
normal berkenaan dengan
kelahiran
dan kebutuhan berkenaan
dengan periode
pascapartum
 Diskusikan rencana-rencana
untuk
penatalaksanaan dirumah :
membantu pekerjaan rumah,
susunan fisik
rumah,pengaturan tidur
bayi.
 Berikan informasi
yang berhubungan dengan
pemeriksaan pascapartum
lanjutan.
5 Resiko Setelah dilakukan asuhan  Tinjau ulang catat
terjadinya keperawatan selama prenatal dan intra partal
cidera 3x24 jam diharapkan terhadap faktor-faktor yang
berhubungan menurunkan faktor-faktor mempredisposisikan klien
dengan resiko dan perlindungan pada komplikasi. Catat kadar
vasospasme diri dengan indicator : HB dan kehilangan darah.
dan  klien bebas dari  Pantau TD,nadi,dan suhu.
komplikasi Catat kulit dingin, basah:
peningkatan nadi lemah dan halus :
tekanan darah perubahan prilaku :
pelambatan pengisian
kapiler : atau sianosis.
 Inspeksi balutan terhadap
pendarahan berlebihan.
Catat tanggal drainase pada
balutan beritahu dokter bila
rembesan berlanjut
 Perhatikan karakter dan
jumlah aliran lokhea dan
konsistgensi fundus.
 Pantau masukan cairan dan
haluaran urin perhatikan
penampilan warna,
konsistensi dan berat jenis
urin.
 Anjurkan latihan
kaki/pergelangan kaki dan
ambulasi dini.
6 Konstipasi Setelah dilakukan asuhan  Auskultasi terhadap
berhubungan keperawatan selama adanya bising
dengan 3x24 jam diharapkan usus pada keempat
ketidakmampu eleminasi klien lancar kuadran setiap 4 jam
an eleminasi dengan indicator : setelah kelahiran
 Bising usus kembali  Palpasi abdomen, perhatikan
normal distensi atau
 Pola komunikasi ketidaknyamanan
kembali normal  Anjurkan cairan oral yang
adekuat
bila masukan oral sudah
mulai
kembali. Anjurkan peningka
tan diet
makanan kasar dan buah-
buahan dan sayuran dan
bijinya.
 Anjurkan latihan kaki dan
pengencangan abdominal,
tingkatkan ambulasi dini
 Identifikasi aktifitas-aktifitas
dimana klien dapat
menggunakannnya dirumah
untuk merangsang kerja
usus.
 Kolaborasi Berikan analgesic
30 menit sebelum ambulasi
 Berikan pelunak feses atau
katartik ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Burnside, Jhon W & McGlynn, Thomas J. (2008). Diagnosa Fisik. Ed. 17. Jakarta: EGC

Mitayani. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda. Jilid 2. Yogyakarta: Media Action

Mochtar, Rustam, 2007. Sinopsis Obstetri. Jakarta, EGC


Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Ed.4,Cet.4.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rahmadani, Apri., Noerjasin, Herlambang. & Zamri, Aywar. (2012). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Preeklampsia-Eklampsia. Hal. 3

Setiyaningrum, Erna. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternitas (Asuhan Kebidanan


Patologi). Jakarta: In Media

Anda mungkin juga menyukai