Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Karakteristik Responden
Responden pada mini research ini sebanyak 50 orang. Semua responden
adalah pasien rawat jalan Puskesmas Sedayu II Kabupaten Bantul dan memiliki
karakteristik usia 30sampai 80 tahun .

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden

Karakteristik usia Jumlah Presentase %


30-40 tahun 2 3,92%
41-50 tahun 6 11,76%
51-60 tahun 17 33,33%
61-70 tahun 18 35,30%
71-80 tahun 8 15,69%

Responden dalam mini research ini yang usia 30 sampai 40 tahun sebanyak 2
orang atau 3,92%, usia 41 sampai 50 tahun sebanyak 6 orang atau 11,76%, usia 51
sampai 60 tahun sebanyak 17 orang atau 33,33%, usia 61sampai 70 tahun sebanyak
18 orang atau 35,30%, usia 71 sampai 80 tahun sebanyak 8 orang atau 15,69%.

Tabel 4.2 Distribusi deajat insomnia

Derajat insomnia Frekuensi Presentase %


Tidak insomnia 20 39,2 %
Insomnia ringan 24 47,1%
Insomnia sedang 6 11,8%
Insomnia berat 1 2%

Berdasarkan tabel distribusi subjek menurut derajat insomnia pada 51 pasien


rawat jalan di Puskesmas Sedayu II Kabupaten Bantul yang mengalami insomnia
ringan sebanyak 24 orang atau 47%, insomnia sedang sebanyak 6 orang atau 11.8%,
insomnia berat sebanyak 1orang atau 2 % , tidak insomnia sebanyak 20 orang atau
39.2%.

Tabel 4.3 Distribusi derajat hipertensi

Derajat hipertensi Frekuensi Presentase%


Pre Hipertensi 19 37,3%
Hipertensi grade 1 20 39,2%
Hipertensi grade 2 12 23,5%

Berdasarkan tabel distribusi subjek menurut derajat hipertensi pasien rawat


jalan di Puskesmas Sedayu II Kabupaten Bantul sebagian besar mengalami
prehipertensi sebanyak 19 orang atau 37.3 %, hipertensi grade 1 sebanyak 20 orang
atau 39.2 % , hipertensi grade 2 sebanyak 12 orang atau 23,5 % .

Tabel 4.4 Distribusi Jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase%


Laki-laki 22 43,1%
Perempuan 29 56,9 %

Berdasarkan tabel distribusi subjek menurut jenis kelamin pasien rawat jalan
di Puskesmas Sedayu II Kabupaten Bantul sebagian besar pada laki-laki sebanyak 22
orang atau 43.1 % dan perempuan sebanyak 29 orang atau 56.9%.

Koefisien korelasi Sig


Insomnia 0,30 0,011

Hasil pengambilan dan pengolahan data secara statistic menggunakan uji


korelasi somerd antara tingkat insomnia dengan derajat hipertensi didapatkan nilai
p value = 0,011 < 0,05 sehingga menolak hipotesis nihil (nol). Koefisien korelasi
menunjukkan kuat lemahnya hubungan, dari hasil uji statistik Rho (ρ) = 0,30
berarti hubungan ini lemah. Artinya ada hubungan signifikan antara derajat
insomnia dengan derajat hipertensi pasien rawat jalan di Puskesmas Sedayu II
Kabupaten Bantul dengan kekuatan korelasi lemah.

B. Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat insomnia dengan


derajat hipertensi pada Puskesmas Sedayu II Kabupaten Bantul. Hasil penelitian ini
didapatkan hubungan antara tingkat insomnia dengan hipertensi pada usia 60 sampai 70
tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh (Amanda, 2016) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara insomnia dengan tingkat
hipertensi pada lansia di Kelurahan Tlogomas Kota Malang. Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa lansia yang mengalami insomnia lebih dari separuh (56,7%) pada
penderita hipertensi dengan tingkat kekambuhan hipertensi dan komplikasi. Pada
penelitian tersebut faktor yang dialami responden berhubungan dengan faktor umur
sebanyak (93,4%) responden berumur antara 60-74 tahun Insomnia yang terjadi pada
lansia yang menderita penyakit hipertensi dapat terjadi karena pola tidur yang buruk
dapat mengubah hormon stres kortisol dan sistem saraf simpatik, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah. Lansia yang mengalami insomnia mudah cemas atau stres
sehingga bisa dapat menimbulkan kekambuhan hipertensi (Rahmadani, 2012). Faktor
yang mempengaruhi insomnia yaitu penyakit, kelelahan, stres psikologis, obat, nutrisi,
lingkungan, usia dan gaya hidup (Kozier, 2011).

Menurut Nugroho (2014), menjelaskan semakin meningkatnya umur seseorang


maka permasalahan yang dihadapi juga semakin banyak, berupa perubahan fisik seperti
penurunan fungsi sel, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler,
sistem pengaturan temperatur (suhu tubuh), sistem respirasi, sistem gastrointestinal,
sistem endokrin, sistem kulit serta sistem muskulosletal. Sehingga dapat dipahami bahwa
peningkatan usia akan menyebabkan perubahan fisik dan mental yang diikuti oleh
perubahan pola tidur seperti lansia sering mengalami terbangun pada tengah malam dan
susah untuk tidur kembali.Berdasarkan pendapat Rahmadani (2012), mengemukakan
kualitas tidur yang buruk pada lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi tidur,
berkurangnya efisiensi tidur dan terbangun lebih awal karena proses penuaan. Proses
penuaan tersebut menyebabkan penurunan fungsi neurotransmitter yang ditandai dengan
menurunnya distribusi norepinefrin. Hal ini menyebabkan perubahan siklus tidur, dimana
terjadi perubahan tidur lansia. Kualitas tidur yang buruk akan berdampak pada penurunan
anti bodi lansia dengan gejala lemas dan mudah lelah sehingga saat lansia mendapatkan
permasalahan hidup akan menyebabkan kejadian hipertensi.

Selain itu penelitian ini sejalan dengan penilitian (Azizah, 2011) yang menyatakan
bahwa hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pada lansia hipertensi di Gamping
Sleman Yogyakarta. Pada hasil penelitian tersebut didapatkan data bahwa jumlah lansia
berdasarkan usia paling banyak pada rentang usia 60-70 tahun sebanyak 18 responden
(60%) dan yang paling sedikit pada rentang usia 81-90 tahun berjumlah 2 responden.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah, yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh makhluk hidup. Menua
bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati
sedikit demi sedikit. Proses penuaan merupakan akumulasi secara progresif dari berbagai
perubahan fisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring berlalunya waktu, selain itu
proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan terserang penyakit bahkan kematian
Jantung pada lansia normal tanpa hipertensi atau penyakit klinis tetap mempunyai ukuran
yang sama atau menjadi sedikit lebih kecil daripada usia setengah baya. Secara umum,
frekuensi denyut jantung menurun, isi sekuncup menurun, dan curah jantung berkurang
sekitar 30%-40%. Perubahan juga terjadi pada katup mitral aorta, katup-katup tersebut
mengalami sklerosis dan penebalan. Endokardium menebal dan terjadi sklerosis, miokard
menjadi lebih kaku dan lebih lambat dalam pemulihan kontaktilitas dan kepekaan,
sehingga stress mendadak/lama dan takikardi kurang diperhatikan. Peningkatan frekuensi
jantung dalam berespons terhadap stres berkurang dan peningkatan frekuensi jantung
lebih lama untuk pengembalian pada kondisi dasar. Untuk mengompensasi adanya
masalah dalam frekuensi jantung, maka isi sekuncup meningkat, sehingga meningkatkan
curah jantung yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Maryam, 2008).

Dalam penelitian ini subjek yang banyak mengalami hipertensi adalah


perempuan. .Menurut Singalingging (2011) rata-rata perempuan akan mengalami
peningkatan resiko tekanan. Perempuan akan mengalami peningkatan resiko tekanan
darah tinggi (hipertensi) setelah menopouse yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan yang
belum menopouse dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein(HDL). Kadar kolesterol HDL rendah dan tinggi nya
kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) mempengaruhi terjadinya proses
aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi (Anggraini dkk, 2009)

Rahmadani. 2012. Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia.
Skripsi. Universitas Brawijaya Malang

Nugroho, W. 2014, Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: ECG.

Kozier.2011. Faktor Penghambat Tidur. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai