Anda di halaman 1dari 16

PENGANTAR ANATOMI VETERINER

BAB I
Pendahahuluan.
Sejak perkembangan cara berpikir manusia beberapa abad yang lalu, yang
diwujudkan dengan tumbuhnya filsafat, maka kemudian menumbuhkan berbagai disiplin
ilmu yang ditelaah orang sampai kini. Budaya manusia terus mengembang, karena
kegiatan dan sifat berfikir manusia senantiasa berpokok dan didorong oleh keinginan tahu
akan sesuatu, berusaha mencari cara untuk memenuhi keinginan tahu itu dan menilai atau
mencari kegunaan sesuatu yang diketahuinya itu. Dengan demikian, pengetahuan
manusia (knowledge) senantiasa akan tumbuh semampu daya pikirnya, sehingga ilmu
(science) sebagai bagian dari pengetahuan itu akan selalu bersifat dinamis dalam mencari
kebenaran. Berpikir secara ilmiah tiada lain adalah berpikir secara rasional dan
mengimbanginya dengan kenyataan empiris. Buah pikir tokoh tokoh dunia, lama maupun
baru baik dari Negara Timur maupun Barat, seperti Aristoteles (384-322 SM), Hipocrates
(460-377 SM), Abu Sina (980-1037 M) sampaipun kepada Albert Einstein dan Betrand
Russel, telah memberikan dasar dan pengaruh yang dalamterhadap perkembangan ilmu.
Mengikuti perjalanan kurun waktu, maka beberapa abad sebelum Masehi, selaras dengan
kemajuan filsafat pada waktu itu, mulai tumbuh pula ilmu hayat (biologi) yang kemudian
akan menjadi induk dari berbagai disiplin ilmu, antara lain adalah ANATOMI.
Anatomi secara harfiah berasal dari kata Yunani : “ANATEM” yang mempunyai
arti sebagai “membuka dengan jalan mengiris, atau menguraikan”. Artian ilmiah, anatomi
bermakna ilmu urai, yaitu ilmu pengetahuan bentuk dan susunan dalam dari tubuh.
Bila berbagai disiplin ilmu yang dikenal sampai saat ini dikelompokkan menjadi
ilmu-ilmu social dan ilmu-ilmu alam, maka anatomi berkedudukan didalam ilmu-ilmu
alam yang dapat dibagankan sebagai berikut:

Ilmu- Abiologi Physica


ilmu Matematika
alam Biologi Physiologi
Morphologi Anatomi Phytotomi
Zootomi Anthropotomi
Anatomi
veteriner Kinotomi
Hippotomi
-dsb)*
Embryologi
Histologi
* Pengelompokan ini didasarkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh dua kelompok besar ilmu itu.
Perkembangannya pun agak berbeda, dimana kelompok ilmu-ilmu alam mempunyai kepesatan
lebih daripada ilmu-ilmu sosial.

Dengan kemajuan teknologi dan bertambah luasnya cakupan ilmu yang dikuasai
orrang, juga mempengaruhi perkembangan anatomi. Oleh karenanya, anatomi mengalami
pula pembagian pembagian menurut berbagai alasan atau pandangan. Penemuan
mikroskop dengan segala perkembangannya, menyebabkan anatomi terbagi menjadi :
a. Macroscopic anatomy (gross anatomy), yang lazimnya sekarang cukup
disebut sebagai “Anatomi”. Pembahasan selanjutnya dalam diktat adalah
“ilmu urai yang termasuk katagori ini.
b. Microscopic anatomy (histology=ilmu jaringan), ilmu urai yang khusus
menggunakan alat optic dari jenis mikroskop sederhana sampai microskop
elektron. Dari histologi, telah pula berkembang akhir-akhir ini menjadi
cytology, histokimia dan ultra structure.

Dipandang dari perkembangan dan pertumbuhan mahluk, maka anatomi dapat


dipercabangkan, sebagai :
a. Embryologi (ilmu mudigah), ilmu pengetahuan yang mempelajari
pertumbuhan janin, mulai saat pembuahan sampai dilahirkan.
b. Ontogeni (ilmu pengetahuan yang mempelajari pertumbuhan individu)
c. Phylogeni (ilmu kejadian, ilmu asal usul, ilmu silsilah kehidupan), ilmu
pengetahuan yang mempelajari sejarah asal usul kelompok dalam dunia
mahluk, atau perubahan berbagai spesies secara evolusioner.

Ditinjau dari jenis mahluk yang menjadi obyek studi, maka anatomi terbagi
menjadi :
a. Anatomy khusus (special antomy) yaitu ilmu urai yang mempelajari hanya
terbatas pada satu jenis mahluk saja. Misalnya :
- anthropotomy = ilmu urai manusia
- kinotomy = ilmu urai anjing
- hippotomy = ilmu urai kuda.
b. Anatomi perbandingan (comparative anatomy), yaitu ilmu urai yang
mempelajari sekaligus lebih dari satu jenis mahluk, sebagai obyek studi,
dengan titik berat membanding-bandingkan susunan dan bentuk satu dengan
yang lainnya.

Untuk menunjang kebutuhan ilmu kedokteran hewan maka anatomi perbandingan ini
lebih dikemukakan, dengan dikaitkan terhadap sifat profesionalnya, sehingga mendapat
sebutan sebagai anatomi veteriner (veteriner, veterinarians = ada hubungannya dengan
hewan tarik, ada hubungannya dengan ternak, dapat pula berarti dokter hewan) yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh ternak (domesticated
animals).
Obyek studi anatomi veteriner terbatas pada jenis-jenis hewan sebagai berikut : kuda,
sapi, kerbau, domba, kambing, babi, anjing, kucing, ayam. Umumnya mempelajari
anatomi ditempuh tiga cara pendekatan, yaitu secara sistematik, kedaerahan dan
kegunaan. Dengan urutan yang demikian, akan memudahkan seseorang untuk belajar
anatomi. Berkenan dengan pendekatan-pendekatan tersebut, maka anatomi terbagi pula,
sebagai:
a. anatomi sistematik, yaitu ilmu urai yang mempelajari kumpulan alat-alat tubuh
(organ tubuh), yang mempunyai asal, bentuk, susunan dan fungsi sama. Oleh
karenanya, anatomi sistematik terperinci, sebagai :

Nama ilmu ----(logi) Ilmu


Osteo Tulang
Syndesmo (arthro) Hubungan tulang
Myo Otot
Angio Pembuluh-pembuluh darah
Neuro Saraf
Splanchno Jerohan/alat-alat dalam
Aesthesio Alat-alat indera, termasuk kulit dan derivat-
derivatnya

b. anatomi topografik, yaitu ilmu urai yang mempelajari daerah atau kawasan
tertentu dari tubuh . Dalam hal ini, lebih diutamakan perhatian kepada letak
susunan bagian-bagian atau organ tubuh, satu terhadap yang lainnya.
c. Anatomi gunalaksana, (applied anatomy), yaitu ilmu urai yang dikaitkan dengan
kebutuhan praktis, seperti untuk keperluan diagnose, bedah, tilik hewan
(exterieur) dan lain sebagainya.
Dalam kurikulum kedokteran hewan, anatomi veteriner termasuk ilmu dasar, yang mutlak
harus dikuasai terlebih dahulu sebelum menempuh mata-mata ajaran praktis dari ilmu
tersebut.. Oleh karena itu, anatomi veteriner diberikan untuk menunjang dan memberi
pengertian-pengertian yang memudahkan pemahaman dan penguasaan ilmu-ilmu
kejuruan bidang kedokteran hewan selanjutnya, sehingga sudah jelas, bahwa pengajaran
AV pd perkuliahan, selalu akan berorientasi pada maksud dan tujuan penyajian MK ini,
seperti yg tsb diatas.
Sudah menjadi kelaziman didalam anatomi dimana mana, bahwa bahasa LATIN
dipergunakan sebagai bahasa dunia untuk menyebutkan peristilahan. Di banyak negara,
disamping bahasa Latin sebagai bahasa anatomi yang utama, juga dipergunakan bahasa
ibu dari masing-masing negara. Sebagai contoh penggunaan berbagai bahasa peristilahan
anatomi disamping bahasa Latin, misalnya pada:

Peristilahan bahasa Yang termuat pada Karya


Inggris Buku The Anatomy of the domestic Sisson dan Grossman
animals
Jerman Buku Atlas of the topographical Peter Popesko
anatomy of the domestic animals
Indonesia Kamus istilah anatomi Team Universitas Airlangga
(1977/1978) yang akan
dibukukan oleh Pusat
Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Dep
P dan K.

Meskipun bahasa Latin telah berabad-abad lamanya dipergunakan sebagai bahasa


anatomi, namun pemakaian istilah yang seragam dalam bahasa itu belum pernah dibuat
aturan permainannya secara internasional. Hal itu terjadi sampai menjelang tahun 1895.
Peristilahan anatomi saat itu, walaupun menggunakan bahasa yang sama, tetapi susunan/
sebutannya dapat lain menurut ahli yang berlainan. Pernah pula pada abad-abad yang lalu
untuk menyebutkan nama nama otot dipergunakan sebutan bilangan, sebagai otot I, otot
II, otot III dan seterusnya, seperti halnya yang masih membekas sekarang dalam
penyebutan nama saraf-cranial yang kita kenal saat kini.
Namun sejak permulaan abad XX, melalui konperensi-knperensi ilmiah bertaraf
internasional, para ahli sepakat membuat dan selalu memperbaiki secara periodic,
peristilahan anatomi yang penggunaannya secara seragam. Pada saat ini, umumnya di
banyak Negara menggunakan pedoman peristilahan anatomi internasional dari “Nomina
Anatomica” di Paris 1966. Bersumber pada kesepakatan peristilahan tersebut, maka bagi
bidang AV, telah disusun pula oleh para ahli dari World Association of Veterinary-
Anatomists, sebuah NOMINA ANATOMICA VETERINARIA (NAV) pada tahun 1968
dan diperbaiki (disempurnakan) pada tahun 1972.(* khusus bagi peristilahan anatomi
unggas, dipergunakan ketetapan istilah yang disusun oleh International Committee on
Avian Anatomical Nomenclature (ICAAN-1975).
Dalam penggunaan peristilahan AV selanjutnya, kita akan berpedoman pada NAV 1972.
Sudah barang tentu perubahan istilah mungkin saja terjadi dikemudian hari, yang segala
sesuatunya tergantung dari hasil penelitian istilah anatomi.
Pada dasarnya NA dalam menetapkan istilah-istilah anatomi, menggunakan tujuh prinsip
pokok, yaitu:
1. Dalam pemberian istilah pada suatu konsep anatomi, hendaknya
memakai istilah tunggal dan menghindari peristilahan sinonim, kecuali
untuk beberapa ketentuan yang terbatas.
2. Setiap istilah hendaknya menggunakan bahasa Latin yang resmi
(dengan gramatika yang benar), namun demikian para ahli anatomi
dari setiap negara bebas menggunakan istilah menurut bahasa masing-
masing sebagai terjemahan istilah Latin resmi itu.
3. Setiap istilah hendaknya sesingkat dan sesederhana mungkin.
4. Setiap istilah hendaknya mudah diingat walaupun istilah tersebut
penuh mengandung pengertian dan nilai-nilai yang dalam.
5. Rumusan atau susunan istilah hendaknya serasi dengan daerahnya
( topografis) misalnya, arteri femoralis, vena femoralis, nervus
femoralis).
6. Kata perbedaan sifat hendaknya menggunakan pasangan lawan kata
yang serasi, misalnya : major/minor, superficialis/profundus dsbnya.
7. Seyogyanya istilah istilah khusus yang berasal dari nama diri (eponym
= proper name) hendaknya dihindarkan sejauh mungkin.
Peristilahan yang sering digunakan:
Dalam menyebut tempat atau letak pada bagian tubuh hewan dipergunakan istilah
umum maupun istilaah yang diperuntukkan pada daerah tertentu, yang mengandung
artian menunjuk arah ataupun artian harfiah. Beberapa contoh disebutkan berikut ini.
:
Berlaku Istilah Arti: menuju arah
dibagian
Tubuh dorsal* punggung, atas (dorsum=punggung):
ventral* perut, bawah (venter = perut)
cranial* kepala, depan (cranium=tengkorak)
caudal* ekor, belakang (cauda = ekor)
anal anus, belakang (anus = dubur)
Kepala oral mulut, depan (oris= mulut)
apical puncak, atas (apex=puncak)
aboral menjauhi mulut
nuchal tengkuk, ke belakang (nucha =kuduk)
Anggota gerak proximal mendekati tubuh, keatas
(extremitas)
distal menjauhi tubuh, kebawah
dorsal punggung tangan atau kaki, depan
volar sisi belakang tangan/kaki depan
ulnar sisi luar tangan/kaki depan
radial sisi dalam kaki depan
plantar sisi belakang kaki belakang
fibular sisi luar kaki belakang
tibial sisi dalam kaki belakang
Untuk orientasi lateral menjauhi bidang median tubuh, luar
bidang-bidang
pada tubuh
medial mendekati bidang median tubuh, dalam, tengah
median bidang tengah tubuh, memisah tubuh menjadi dua
bagian simetris
sagittal sejajar dengan median, tetapi diluar bidang median
transversal tegak lurus bidang median, memotong poros tubuh
horizontal tegak lurus bidang median, sejajar poros tubuh
Untuk orientasi dexter kanan
berbagai arah
sinister kiri
externus sebelah luar
internus sebelah dalam
profundus menjauhi permukaan, dalam
superficialis mendekati permukaan, luar
transversus Melintang
longitudinalis memanjang, menurut sumber memanjang
ecto luar (lapis luar)
meso tengah (lapis tengah)
endo, ento dalam (lapis dalam, didalam)
epi diatas (tutup)
peri sekeliling, sekitar
dia pemisah, penyebaran (diameter=garis tengah)
hypo dibawah
hyper diatas
basis dasar, alas, bawah
apex puncak, atas
margo tepi, (marginal=tepian)
Berbagai magnus/major/ besar
sebutan sifat majus
brevis/minor/mi kecil
nus
dorum keras
molle lunak
supra atas, lebih atas
infra bawah, lebih bawah
alba putih
nigra hitam
flava/lutea kuning
rubra merah
grisea abu-abu
chloros Hijau
cyanos biru
Sebutan facies muka, permukaan, wajah
bentukan/ facialis termasuk permukaan
bangunan fascia lembaran, balut, selaput otot
fasciculus berkas
fossa lekuk, (depressio, impressio= lekuk karena tekanan)
fovea lekuk yang bulat
foramen lubang
sulcus lekuk alur
canalis saluran, pipa
cavum rongga
caverna rongga (cavernosus=berongga-rongga)
caput kepala
condylus benjol sendi
collum leher
crista bingkai, tepian tajam, sisir
sinus lengkung, rongga kecil, serambi
spina duri
processus taju
fissura celah, robek
incisura irisan
(* (* dengan pengertian yang sama istilah istilah
tersebut umumnya dapat digunakan untuk
bagian/organ/alat tubuh lainnya

Peranan anatomi didalam Radiologi


Sejak diketemukannya sinar X oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun 1895,
yang kemudian terus berkembang dalam kegunaan praktisnya terutama dalam bidang
kedokteran (termasuk kedokteran hewan ) pengetahuan tentang anatomi makin penting
adanya. Penggunaan sinar X dalam kedokteran, menimbulkan ilmu yang disebut
radiology, yang dapat menunjang keperluan usaha diagnosa, pengobatan maupun
penelitian. Terutama dalam bidang diagnosa dan penelitian, penggunaan sinar X yang
antara lain bertujuan membuat radiograph, maka pengetahuan anatomi sangat
dibutuhkan, sehingga timbullah yang disebut ‘radiographic anatomy”. Pengetahuan ini
sangat membutuhkan pemahaman dasar tentang anatomi, terutama dalam pandangan tiga
dimensional secara topografis. Tanpa pengetahuan dasar yang mantap akan hal ini,
sulitlah seseorang dapat membaca atau mengerti suatu radiograf dari obyek yg didiagnosa
atau diteliti dengan penggunaan tehnologisinar X. Karena suatu radiograf adalah hasil
rekaman kemampuan atas daya tembus sinar X terhadap bagian-bagian tubuh yang tidak
sama (atas dasar perbedaan zat-zat yang menyusun bagian-bagian itu), sehingga
menimbulkan derajat kegelapan (gradiations of opacity) beragam yg dapat diterjemahkan
sebagai bentuk dan susunan bagian tubuh itu. Kegunaaan radiologi dan anatomi adalah
timbal balik, saling menguntungkan dan saling membantu mencapai tujuannya masing-
masing pengetahuan itu, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a.pengaruh/kegunaan radiologi terhadap anatomi.
Tidak semua bagian-bagian tubuh mudah dan dapat dipelajari susunan dan
bentuknya, baik pada waktu hidup atau matinya suatu individu, secara tradisional
(melihat, meraba, mengiris). Sebagai contoh, bila akan mempelajari system pembuluh
darah (angiologi), pengetahuan kita akan llebih sempurna bila dibantu dengan teknik
radiology. Contoh lain, pada waktu kita ingin mengetahui dengan tepat letak, bentuk dan
susunan suatu fetus dengan bagian-bagiannya didalam uterus induk yang masih hidup.
Terutama dalam bidang pengembangan penelitian dibidang anatomi masih banyak contoh
lainnya
a.pengaruh/kegunaan anatomi terhadap radiologi
Memahami anatomi, tidak cukup bila kita dapat menjelaskan secara verbal (lisan
atau tulisan), tetapi harus ditunjang dengan pemahaman akan letak dan susunan bagian-
bagian tubuh secara nyata yang sesungguhnya. Pemahaman yang terakhir inilah dituntut
dalam penggunaannya, dalam radiologi.Suatu radiograf tidak akan mempunyai arti
banyak tanpa didasari oleh pengetahuan anatomi. Dengan dasar pengertian anatomis,
maka baru dapat membantu mengembangkan daya khayal (daya gambaran) dalam
ingatan kita akan letak-letak dan susunan/bangun sesungguhnya dari organ/bagian tubuh
yang tercetak ‘bayangan’nya di dalam suatu radiograf.
Penggunaan radiologi pada umumnya adalah menggunakan anatomi tanpa “mengiris”
seperti yang dilakukan pada sediaan-sediaan di laboratorium, namun kita tetap dapat
mencaapai tujuan yaitu mengetahui dengan tepat tentang bentuk dan susunan
bagian/organ tubuh yang kita perhatikan, meski bagian/organ tersebut tersembunyi di
tempatyang sulit sekalipun.

BAB II
SISTEM PERTULANGAN DAN PERTAUTANNYA
Organ ataupun bagian-bagian tubuh suatu individu mulai tumbuh dan berkembang
sejak bertemunya sel ovum dengan sel spermatozoa pada saat kansepsio, yang melebur
menjadi satu sel mula dari individu itu yang disebut Zygota. Sel tersebut akan
berkembang biak dengan jalan membelah diri menjadi dua sel yang sama (mitosis) dan
seterusnya secara bersinambungan.. Tahap ini disebut cleavage sampai membentuk
gerombolan sel yang menyerupai buah murbei, sehingga diberi nama morula.
Karena sel-sel terus berbelah memperbanyak diri, maka morula akan bertambah
besar dan membulat seperti gelembung bola yang diberi nama blastula. Pada saat ini
gerombolan sel-sel tidak massif lagi, melainkan ditengah-tengah sel gerombolan sel tadi
telah terbentuk rongga (blastocoel). Blastula akan berkembang terus dengan mengalami
gastrulasi membentuk gastrula, yaitu bangunan bola memanjang yang bermulut. Pada
saat ini sel-sel yang berkembang biak itu dapat dikenal menjadi tiga bagian menurut
letaknya, yaitu
bagian sel-sel yang terletak
ectoderm di lapisan luar dari gastrula
endoderm di lapisan dalam yang membatasi rongga dalam gastrula
mesoderm dan berkembang diantara kedua lapisan luar dan dalam tadi

Ketiga kelompok sel-sel itu akan berkembang biak menjadi organ-organ atau
bagian-bagian tubuh tertentu. Sebagai contoh
- kulit dan saraf berasal dari sel-sel ectoderm,
- alat jerohan umumnya berasal dari sel-sel endoderm,
- tulang, otot berasal dari sel-sel mesoderm (penjelkasan yang lebih terperinci akan
dibahas dalam mata ajaran embriologi ataupun histologi). Sehingga sistem pertulangan
yang akan dibahas berikut ini, adalah hasil perkembangan dan pertumbuhan sel-sel
mesoderm. Pola bangunan tubuh suatu individu ditentukan oleh kerangka yang disusun
dari puluhan tulang. kerangka, yang disebut juga sebagai skeleton (dalam zoologi dikenal
exoskeleton dan endoskeleton. Exoskeleton berasal dari perkembangan ectoderm,
contohnya kulit (kelopak) siput, tempurung kura-kura, sisik ikan ataupun udang. bulu,
teracak, kuku pada vertebrata. Endoskeleton berasal dari perkembangan mesoderm
umumnya, yang kemudian berujud sebagai tulang. Skeleton yang dibahas dalam diktat
selanjutnya adalah dari jenis skeleton ini.), dalam melaksanakan fungsinya dilengkapi
dengan tulang rawan (cartilago) dan ligamenta (pita pengikat).
Fungsi skeleton pada tubuh suatu individu adalah sebagai:
1. penunjang tubuh, dalam memepertahankan bentuknya
2. pelindung organ/alat tubuh yang lemah sifatnya, misalnya alat viscera
(alat jerohan), otak (encephalon) dsbnya.
3. alat gerak tubuh, yang dalam hal ini bekerja sama dengan otot-otot
yang bertaut padanya.
4. tempat cadangan unsur-unsur kimia yang menyusun tubuh seperti
kalsium dan fosfor (Ca, P)
Dalam hal ruas tulang yang menyusun kerangka berbagai jenis hewan, jumlahnya tidak
sama, beberapa contoh : kuda memiliki 205 ruas tulang, sapi (191-193), ayam (<160),
manusia (206 pada usia tua, 270 pada waktu lahir,> 350 usia remaja). Coba saudara
pelajari berapa jumlah ruas tulang pada : anjing, babi, domba, kambing, kucing, monyet.
Perbedaan jumlah ruas tulang pada berbagai jenis hewan tadi, karena penyesuaian dengan
pola dasar dari jenis-jenis hewan tersebut yang diserasikan dengan perkembangan
phylogeniknya. Jumlah ruas tulang yang tidak sama itu , akibat dari jumlah ruas yang
menjadi lebih banyak atau lebih sedikit pada macam tulang yang sama dari berbagai jenis
hewan. Namun pada umumnya, berbagai jenis hewan mempunyai dasar macam tulang
yang sama. Beberapa contoh dapat dikemukakan, seperti daftar berikut:

mahluk macam dan jumlah tulang


vertebrae cervicales , vertebrae thoracales, ossa digiti
anjing 7 13 54-56
ayam 13-14 7 36
babi 7 14-15 -
kuda 7 18-19 12
manusia - - 56
sapi 7 13 24

Jumlah ruas tulang, disamping karena perbedaan jenis hewan, juga dipengaruhi oleh
faktor umur. Tidak selalu penambahan umur (misalnya dari masa fetus sampai dewasa)
akan menambah ruas tulang, tetapi dapat pula sebaliknya menjadi berkurang karena
beberapa ruas tulang tumbuh menyatu (synostosis). Namun berbagai ruas tulang yang
membangun kerangka itu dapat digolong-golongkan menurut letak dan bentuknya.
Menurut letak, pengelompokan tulang kerangka ada 3 macam yaitu:
1. Skeleton axialis, kerangka poros, yang tersusun atas tulang columna vertebralis,
costae, sternum dan ossa cranii.
2. Skeleton appendicularis, kerangka tambahan, yang tersusun atas tulang anggota
gerak (tangan dan kaki)
3. Skeleton visceralis, kerangka jerohan, yang tersusun atas tulang tulang khusus
yang tumbuh pada organ viscera. Tulang-tulang ini khas hanya dimiliki oleh
beberapa jenis hewan tertentu dan tidak banyak macamnya, misalnya: os vesali
pada anjing, os penis pada anjing dan kucing, os glandis pada kucing, os cordis
pada sapi, os hyoideus pada vertebrata.
Menurut bentuk tulang dikelompokkan menjadi 4 macam:
1. Ossa longa, tulang panjang yang berfungsi sebagai penunjang. Umumnya
berbentuk silinder memanjang dengan ujung-ujungnya memmbesar, sehingga
mempunyai bagian-bagian ujung atas yang dinamai caput dan ujung bawah
sebagai condylus, sedangkan batangnya disebut corpus. Contoh pada tulang-
tulang anggota gerak, seperti os humerus, os femur.
2. Ossa plana, bentuk pipih, berfi sbg pelindung organ dalam/jeroan , contoh ossa
cranii, os scapula
3. Ossa brevia` tulang pendek umumnya berbentuk massif dan mendekati bentuk
kubus. Berfungsi sebagai penyebar/pemerata tekanan (kejutan). Contoh os
(corpus, tarsus, sesam).
4. Ossa irregularis, bentuknya tidak beraturan, berfungsi beraneka ragam tidak
spesifik.

Letaknya kebanyakan disekitar bidang median tubuh, dan merupakan tulang


tunggal. Contoh:vertebrae cervicalis, os sphaenoidale.
Pengelompokan ini, diakui tidak sepenuhnya sempurna seperti yang dikehendaki, karena
masih ada beberapa tulang meski tidak banyak, yang sulit digolongkan kedalam salah
satu pengelompokan tadi, misalnya tulang rusuk (costae). Bentuk-bentuk tulang tersebut
disamping sebagai usaha penyesuaian dengan fungsinya, juga dikarenakan proses
pertumbuhannya.

Pertumbuhan tulang.
Tulang berasal dari perkembangan mesoderm. Mesoderm tersusun atas sel-sel
mesencchym yang belum mengalami differensiasi. Apabila ia akan membentuk tulang.
Maka terlebih dahulu sel mesenchym ditugaskan menjadi osteoblast (sel bakal
tulang).dalam perkembangan osteoblast menjadi osteocyt (sel tulang). Proses
pembentukan tulang disebut ossifikasi atau osteogenesis. Ada 2 jenis osteogenesis yang
dikenal yaitu:
1. Osteogenesis intramembranosa (o.desmalis,o. primer), suatu proses penulangan
langsung, yang sifatnya sederhaana. Secara garis besar kejadiannya, osteoblast
yang tumbuh menjadi osteocyt, akan mempengaruhi zat disekitarnya (matrix0
yang tadinya cair berubah kental dan memadat karena membentuk osteoid. Kalau
osteoid ini mengeras karena pproses pengapuran (calcification) maka akan
mengurung osteocyt. Disinilah mulanya terjadi pulau tulang pertama dan
tempat kegiatan proses ini diberi nama titik penulangan atau punctum
ossificationis (p.o). Dari titik kegiatan tersebut, proses penulangan akan meluas
kedaerah sekitarnya sampai terbangun suatu tulang tertentu. Untuk mencapai
suatu bentuk tulang , maka terdapat suatu sel yang disebut osteoclast yang
fungsinya justru merusak/ menghancurkan lapisan tulang yang telah jadi. Atas
keseimbangan kerja dari osteoblastdan osteoclast, maka bentuk yang dikehendaki
tercapai.. contoh os frontalis, os parietalis, jaringan tulang subperiostal dari
batang tulang panjang.
2. Osteogenesis intracartilaginosa (o. endochondralis, o. secundair), suatu proses
penulangan tidak langsung, yang selalu didahului dengan terbentuknya tulang
rawan (cartilago) sebelumnya yang sifat kejadiannya lebih komplek.
Jaringan mesenchym yang akan menjadi tulang dengan proses ini, terlebih dahulu
membentuk tulang tulang rawan hyalin, yang juga merupakan pola tulang yang
akan dibentuk. Dipandang dari telah tersedianya cartilago bakal tulang itu, maka
pertumbuhan menjadinya tulang melalui tahap-tahap:
a. pertumbuhan sel-sel tulang rawan, dari sel mesenchym menjadi
chondroblast yang melanjut menjadi chondrocyt.
b. perbanyakan dan pembesaran chondrocyt yang berderet deret mengikuti
poros panjang bakal tulang.
c. pengapuran matrix tulang panjang.
d. pergantian tulang rawan yang mengapur dengan lapisan tulang secara
proses penulangan langsung.
Proses diatas umumnya terjadi dan dimulai dari kedua ujung bakal tulang.Sedang
ditengah batang tulang, yang merupakan pusat penulangan pula, prosesnya dimulai secara
penulangan langsung. Sehingga, sebuah tulang yang kejadiannya mengikuti cara
penulangan kedua ini, sekurang-kurangnya memiliki tiga punctum ossificationis.
Dipandang dari letak pertumbuhan tulang, dapat disebutkan sebagai:
1. pertumbuhan interstitial, suatu pertumbuhan dari tengah tengah jaringan.
2. pertumbuhan appositional, suatu pertumbuhan dari sisi, yang biasanya berasal
dari perubahan jaringan pengikat pelapis tulang rawan atau perichondrium dan
jaringan pengikat pelapis tulang atau periosteum, menjadi tulang secara langsung.
Dari gabungan cara cara penulangan diatas, maka suatu tulang tumbuh dan berkembang
maupun mengalami regenerasi bila terjadi gangguan tulang (patah, retak). Bangun dan
bentuk bentuk tulang yang mempunyai pola yang tidak sederhana, seperti memiliki
bangunan processus, spina, tuberculum, condylus, maka tulang tulang tersebut dilengkapi
dengan adanya titik penulangan tambahan (punctum ossificationis accessories/ p.o.a).
Daftar dibawah ini, memberi gambaran banyaknya titik penulangan yang dimiliki oleh
berbagai macam tulang yang membentuk skeleton dari seekor kuda: Macam tulang dan
jumlah punctum ossificationis: os occipitale 4; os sphenoidale 3; os frontale 1; os atlas 4;
os, epistropheus 6/7; vertebrae thoracales 6/7; vertebrae lumbales 6/7; costae 3; scapula
4; humerus 5/6; radius 4; ulna 2; ossa carpalia masing-masing 1; metacarpus
III/metatarsus III 3, phalanx I 3; phalanx II 3; phalanx III 1; os coxae (os ilium 3; os
ischium 2; os pubis 1); femur 5; patella 1; tibia 4; fibula 3; os tarsal fibulare (calcaneus)
2; ossa tarsi lainnya masing-masing 1.
Dengan demikian kebanyakan tulang memiliki rata-rata antara 3-4 titik penulangan.
Titik-titik tersebut masing-masing menempati tengah-tengah tulang (batang tulang,
diaphyse) dan kedua ujung tulang (epiphyse proximalis dan distalis). Selama suatu
tulang masih mampu tumbuh (umumnya memanjang), maka adanya punctum
ossificationis tetap dipertahankan, atau sebaliknya. Pada suatu ketika pertumbuhan tulang
di daerah diaphyse telah meluas dan pertumbuhan tulang di daerah epiphyse telah penuh
dan bertemulah kedua daerah penulangan tersebut, maka sempurnalah penulangan dari
tulang itu. Hal tersebut berarti pula, bahwa tulang itu telah mencapai pertumbuhan
maksimal dan keadaan ini ditandai dengan lenyapnya daerah penulangan epiphysair suatu
tulang.
Timbul dan lenyapnya suatu p.o diberbagai-bagai tempat pada bermacam-macam
tulang dari berjenis-jenis hewan adalah tidak sama. Waktu timbulnya p.o dapat pada masa
fetus, sekitar saat kelahiran, atau pada beberapa jenis hewan beberapa p.o baru timbul
lama sesudah kelahiran. Sebaliknya, lenyapnya p.o dapat terjadi beberapa saat sebelum
kelahiran sampai beberapa tahun kemudian. Saat timbulnya kebanyakan p.o pada suatu
jenis hewan dapat mempengaruhi kebiasaan tingkah laku (behaviour) dari kelompok jenis
hewan tersebut. Daftar dibawah ini menunjukkan jumlah p.o yang masih harus timbul,
sesudah saat kelahirannya pada berbagai kelompok jenis hewan.

kelompok I p.o perlu timbul Kelompok II p.o perlu timbul


kuda 0 manusia 31
sapi 0 kelinci 32
domba 0 anjing, kucing 34
kambing 0 babi, marmut 3

Jenis hewan kelompok I umumnya pada masa neonatorum, praktis p.o nya telah timbul
semuanya. Sebaliknya pada kelompok II, pada waktu dilahirkan masih banyak p.o yang
belum timbul dan harus timbul kemudian dalam masa bayi bahkan masa kanak-kanaknya.
Itulah sebabnya, maka pada anak sapi, anak kuda, begitu mereka dilahirkan, segera dapat
berdiri tegak dan berlari-lari. Sedangkan pada anak manusia, dari saat dilahirkan sampai
beberapa kemudian, belum dapat berdiri sendiri atau berlari/berjalan. Secara osteologik
keadaan tulang skeleton anak kuda pada saat dilahirkan baru dapat disamai keadaannya
oleh keadaan tulang skeleton anak manusia pada usia tiga tahun. Sehingga anak-
anakhewan golongan kelompok I diatas, begitu dilahirkan telah dapat langsung
mengembara mengikuti induknya. Golongan hewan ini secara alamiah biasanya hidup di
padang padang luas, tanpa membutuhkan sarang. Berlawanan keadaannya dengan hewan
golongan Kelompok II tersebut, maka anak-anaknya untukwaktu tertentu masih
membutuhkan perlindungan dan bantuan induknya, sampai anak-anaknya tadi mampu
bergerak mengikuti induknya. Sementara menunggu waktu mem’besarkan’ anak, maka
diperlukan tempat berlindung bagi anak dan induk, baik berupa sarang, gua-gua ataupun
rumah. Dengan demikian hewan golongan keelompok II ini, mempunyai tingkah laku
bersarang.
Dalam alam bebas, hewan golongan kelompok I itu misalnya hewan-hewan
berkuku (ungulata), sedangkan hewan-hewan golongan kelompok II, misalnya hewan-
hewan buas seperti harimau, anjing, kucing dan juga manusia, tikus, burung.
Dengan bantuan radiografik anatomi, pada waktu akhir-akhir ini lebih diketahui
saat-saat yang tepat kapan suatu p.o itu timbul dan lenyapnya. Contoh dalam kutipan
daftar dibawah ini, keanekaragaman timbul lenyapnya p.o dari beberapa tulang dari
berbagai jenis hewan.

Hewan lama bunting tulang bagian p.o timbul lenyap


(hari) epiphyse (.. hari fetus) (…bl)
prox (e.p) setelah lahir
diaphyse (d)
anjing 63 humerus e.p - 18
e.d - 6-8
radius e.p - 6-8
e.d - 16-18
ulna e.p - 15
e.d - 15
femur e.p - 18
e.d - 18
babi 114 humerus e.p - 42
e.d - 12
radius e.p - 12
e.d - 42
ulna e.p - 42
e.d - 36
femur e.p - 36
e.d - 42
kuda 336 humerus e.p 290-310 42
d 60-70
radius e.p 315-335 15-18
d 60-70
ulna e.p 330 42
d 65-75
femur e.p 230-300 36
d 60-70
manusia 280 radius - 50-60 -
vertebrae 60-70 240-264

Nampaknya, tidak ada hubungan pengaruh antara lama kebuntingan, sesuatu jenis
hewan dengan dengan cepat/lambatnya timbul atau lenyapnya p.o dari berbagai tulang.
Lenyapnya p.o ternyata tidak sama pada berbagai tulang. Umumnya yang tercepat
mengalami kelenyapan p.o adalah tulang-tulang extremitas, disusul tulang-tulang
vertebrae dan yang terakhir adalah pelvis. Habisnya p.o, berarti tumbuhnya tulang telah
berhenti (pada saat itu, hanya tinggal lapisan tipis tulang rawan yang tertinggal diujung-
ujung epiphyse, sebagai bantalan sendi). Bila semua tulang telah tidak memiliki p.o,
berarti individu itu telah mencapai dewasa tubuh, yang berarti pula badan individu itu
tidak dapat tumbuh lebih besar atau tinggi lagi. Dewasa tubuh disamping tergantung dari
faktor jenis hewan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dibandingkan jantan, betina
umumnya lebih cepat mencapai dewasa tubuh. Demikian juga dewasa tubuh tidak sama
dengan dewasa kelamin (mulai berfungsinya alat kelamin secara aktif dan sempurna).
Umumnya dewasa kelamin tercapai lebih awal daripada dewasa tubuh, sebagai contoh
dibawah ini:
Jenis hewan dewasa kelamin (bulan) dewasa tubuh (tahun)
anjing 8 1,5-2
babi 3-4 4-7
domba/kambing 6 4-5
kuda 12 4-5
manusia 96-192 20-24
sapi 5-9 4-5

Secara praktis, pengetahuan diatas adalah sangat penting artinya dalam


peternakan.

STRUKTUR DAN KELENGKAPAN TULANG

Tulang adalah bagian hidup dari tubuh yang dilengkapi dengan pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf. Tulang mempunyai kepadatan dan kekerasan yang menonjol
diantara bagian/ alat tubuh lainnya. Fungsi tulang yang telah diuraikan sebelumnya
berpengaruh juga pada strukturnya. Sebagai benda hidup, maka pertumbuhan akan
dipengaruhi keadaan gizi, vitamin, hormone, keadaan patologis maupun faktor-faktor
fungsinya yang semua itu akan menentukan pula struktur tulang. Untuk kemudahan
pemahaman, maka dalam membahas struktur tulang ini, akan diambil contoh potongan-
potongan longitudinal maupun transversal dari suatu tulang panjang yang memiliki
sebuah diafise dan dua epifise.
Struktur tulang dapat dijelaskan dalam berbagai pandangan yaitu struktur:
1.makroskopis
2.mikroskopis
3.kimiawi dan fisikawi

1. STRUKTUR MAKROSKOPIS
Pada belahan memanjang tulang panjang, dapat dibedakan dua bagian tulang yang
mudah dilihat sebagai:
a. Substansia compacta, merupakan dinding tulang yang tebal, keras dan
sangat padat keadaannya. Bagian ini umumnya menempati bagian diafise
dari tulang tersebut. Pada tulang panjang, di daerah diafise ini berongga
(cavum medullare) sbagai tempat sumsum tulang (medulla ossium).
b. Substansia spongiosa, merupakan dinding tulang yang keras dengan
struktur berkisi-kisi. Bagian iniumumnya menempati dibagian-bagian
kedua epifise dari tulang tersebut. Pola penempatan kisi-kisi tadi
disesuaikan dengan kebutuhan mekanis untuk menanggulangi tekanan dan
tarikan terhadap tulang tersebut dalam rangka menjalankan fungsinya
sebagai alat penunjang atau penggerak tubuh dan melaksanakan prinsip
efisiensi dalam penggunaan bahan tulang. Rongga-rongga antar kisi, akan
diisi dengan sumsum, sehingga diberi nama ruang-ruang sumsum (marrow
spaces).
Dalam tulang pendek,maka substansi spongiosa ini juga menempati
keseluruhan bagian tengah dari tulang tersebut.
Pada beberapa tulang tertentu, substansia compacta diisi pula dengan rongga-rongga
semacam substansia spongiosa, dan disebut sebagai ossa pneumatica. Rongga-rongga ini
diberi nama sinus yang berisi udara, dan mempunyai hubungan tidak langsung dengan
udara bebas. Pada tulang-tulang pipih, biasanya terdiri dari dua lapis substansia compacta
yang dipisahkan oleh selapis substansia spongiosa. Kedua lapis substansia compacta itu
diberi nama masing-masing yang diluar sebagai lamina externa dan yang di dalam
sebagai lamina interna (=tubula vitrea). Sumsum tulang seperti tersebut diberi nama
diploe, yuang banyak diketemukan pada tulang-tulang tengkorak. Semua tulang-tulang
diatas,mempunyai “lapisan kulit” yang meliputi bagian luar maupun dalam tulang yang
berbaatasan dengan cavum medullare. Lapisan-lapisan pembalut tersebut, tersusun dari
jaringan pengikat padat tidak teratur, yang masing-masing diberi nama periosteum
(lapisan luar) dan endosteum (lapisan dalam). Jaringan-jaringan pembalut tadi pada
keadaan tertentu mempunyai kemampuan membentuk jaringan tulang baru. Disamping
bangunan-bangunan tulang diatas, di dalam rongga tulang terisi dengan medulla ossium
(m.o), yaitu jaringan pembuat darah.
Pada individu dewasa dikenal dua jenis m.o yaitu m.o rubra (sumsum merah)
sebagai pembuat darah, dan m.o flava (sumsum kuning) yang merup jaringan lemak.

Vascularisasi dan innervasi tulang.


Karena tulang merupakan benda hidup, maka membutuhkan distribusi makanan,
maka dilengkapi dengan jaringan pembuluh darah. Pembuluh-pembuluh ini banyak
bercabang-cabang pada periosteum dan ranting-rantingnya juga menyusup kedalam
lapisan tulang melalui canalis Volkmann. Beberapa arteria yang cukup besar, menembus
tulang sampai mencapai cavum medullare, dan diberi nama arteria nutricia. Muara dari
canalis Volkmann yang tampak pada permukaan tulang, disebut foramen nutricia.
Perjalanan sabut saraf umumnya mengikuti pembuluh darah. Dikenal adanya sabut saraf
vasomotor, yang mengatur persarafan pembuluh-pembuluh darah tersebut dan sabut
saraf sensible untuk pensarafan tulangnya sendiri.

2. STRUKTUR MIKROSKOPIS
Gambarann mikroskopis tulang, baik pada substansia compacta maupun
spongiosa, pada umumnya menunjukkan susunan yang sama. Jaringan tulang tersusun
atas unit-unit terkecil yang disebut osteon atau sistema Haversi. Setiap osteon terdiri
dari sebuah canalis Haversi yang dikelilingi lapis sampai tulang (lamella). Canalis
Haversi ini berjalan sejajar dengan poros tulang.
Lamella terdiri dari sabut-sabut collagen padat yang berjalan spiral mengelilingi
canalis Haversi dan saling menyilang perjalanannya dari lamella satu ke lamella
berikutnya, serta tertutup dengan zat tulang yang mengapur. Diantara setiap lamella yang
berbatasan, terbentuk rongga-rongga kecil yang disebut lacuna yang dilengkapi dengan
beberapa canaliculi (saluran halus). Dengan adanya canaliculi ini, setiap lacuna baik
yang terdapat dalam satu lapis maupun dengan yang terdapat dilapis lain, saling dapat
berhubungan. Setiap lacuna, ditempati satu osteocyt, yang berbentuk lonjong dan
menmpunyai banyak processi yang memasuki canaliculi. Dengan demikian setiap
osteocyt yang terkurung dalam satu lacuna, sebenarnya masih berhubungan dengan
osteocyt di lacuna lain dan pembuluh pembuluh darah masih dimungkinkan memberi
makan kepada osteocyt-osteocyt tersebut lewat banyak canaliculi tadi.
Setiap osteon yang tumbuh terdahulu, akan didesak/dihancurkan oleh osteon yang
kemudian. Dengan cara ini memungkinkan tulang untuk tumbuh dan berkembang.
Karena itu, gambaran mikroskopis pada tulang memeperlihatkan pandangan osteon satu
dengan osteon yang lain saling tumpang tindih. Sedangkan gambaran di daerah bawah
periosteum dan bawah endosteum, memperlihatkan lapisan lapisan tulang yang sejajar
dengan permukaan tulang. Lapisan ini disebut sebagai lamella circumferentia externa
dan lamella circumferentia interna. Pada daerah ini sering tampak adanya sabut-sabut
collageen yang tidak tertutup sempurna oleh zat tulang, dan diberi nama sebagai sabut
Sharpey. Sabut-sabut collageen ini berhubungan dengan sabut collageen dari periosteum,
bahkan dapat sebagai kelanjutan dari tendo yang bertaut pada tulang tersebut.
Sistem saluran di dalam tulang, tersusun atas hubungan satu dengan yang lain dari
banyak canaliculi dan dirangkai hubungan dengan canalis Haversi dan canalis Volkmann
(saluran yang berjalan tegak lurus terhadap permukaan tulang), sehingga ada
kemungkinan hubungan dari luar tulang, melalui foramen nutricia, sampai ke dalam
cavum medullare dan juga hubungan antar lacuna.

3. STRUKTUR KIMIAWI DAN FISIKAWI


Secara kimiawi, tulang tersusun atas bahan organik dan anorganik dengan
perbandingan sebagai 1: 2. Ramuan yang demikian menyebabkan suatu tulang memiliki
kelenturan terbatas, dibalik kekerasan yang menjadi kekuatan tulang. Bila mengalami
pemanasan tinggi, maka bahan bahan organik akan luruh dari tulang tersebut tanpa
mengubah bentuk tulangnya, namun menjadi amat rapuh, dan lebih ringan dari berat
semula. Bahan organic tadi yang tersusun atas ossein (zat putih telur) bila direbus akan
menghasilkan gelatin.
Sebaliknya bila suatu tulang mengalami proses decalcificati (misalnya
dimasukkan kedalam larutan asam kuat) ia akan kehilangan bahan anorganiknya, tetapi
bentuk dan besarnya tidak berubah, namun menjadi sangat lentur seperti pentungan karet.
Komposisi bahan tulang sebagai berikut:
bahan persentase (%)
gelatin 33,3
calcium phosphate 57,35
calcium carbonat 3,85
magnesium phosphate 2,05
natrium carbonat dan chlorid 3,45

Berat jenis tulang adalah 1,9. Warna tulang segar adalah putih kekuningan dan
bila direbus akan menjadi putih bersih. Tulang sangat keras dan tahan tekanan serta tahan
tarikan yang berat. Dalam menjalankan fungsinya, suatu tulang dilengkapi dengan
beberapa kelengkapan yaitu:
a. periosteum atau endosteum, suatu jaringan pengikat padat tidak teratur, yang
bertindak sebagai pembalut tulang, tetapi sekaligus mempunyai kemampuan
membuat lapisan tulang baru.
b. cartilago (tulang rawan), yang berupa lapisan tipis diujung tulang ataupun berupa
lempeng tersendiri, yang berguna untuk pegas persendian. Bentuknya dapat
sebagai: facies articularis, discus articularis, meniscus, labrum glenoidale.
Cartilago ini dapat pula sebagai pembentuk tulang baru pada keadaan tertentu,
dapat pula sebagai zat penghubung antar tulang.
c. tendo, ligamenta, suatu bentuk tali/pita yang tersusun atas jaringan pengikat
padat fibrosa teratur. Ini merupakan lanjutan jalinan sabut sabut collageen dalam
tulang, sehingga dengan adanya tali atau pita ini, memungkinkan tulang
dihubungkan dengan tulang lain, maupun dengan otot yang bertaut padanya.

PERTAUTAN ANTAR TULANG (JUNCTURAE OSSIUM)


Skeleton dalam menunjang tubuh, tersusun atas rangkaian antar tulang. Tulang-
tulang tersebut bertaut dan saling berhubungan dengan berbagai cara, yang
disesuaikan dengan keluwesan gerak maupun keserasian bentuk dan tidak
meninggalkan kebutuhan fungsional tulang tadi dalam menunjang tubuh. Penjelasan
lebih lanjut tentang juncturae ossium, diuraikan dalam syndesmologi.

Anda mungkin juga menyukai