KELAS: B
NBI: 1311800094
KATA PENGANTAR
A. HALAMAN JUDUL
B. KATA PENGANTAR
C. DAFTAR ISI ..........................................................................
D. BAB I. PENDAHULUAN ....................................................
1. LATAR BELAKANG ..............................................
2. RUMUSAN MASALAH ..........................................
E. BAB II. PEMBUKAAN .........................................................
1. PENGERTIAN ...............................................................
2. PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA ..
3. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN ..........................
4. PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN ....
F. BAB III. PENUTUP ............................................................
1. KESIMPULAN ...........................................................
2. SARAN .........................................................................
G. DAFTAR PUSTAKA .........................................................
BAB I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia menjamin bahwa
setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah politik hukum pemerintah melalui undang-
undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa suatu
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaan, dan disamping itu setiap perkawinan harus
dicatatkan. Pencatatan perkawinan menjadi unsur yang sangat penting bagi
keabsahan perkawinan yang dimaksud untuk melindungi warga negara
dalam membangun keluarga, selain itu karena perkawinan yang
dicatatkan akan memberikan kepastian dan perlindungan serta kekuatan
hukum bagi suami, istri, dan anak-anak, juga memberikan jaminan dan
perlindungan terhadap hak-hak tertentu yang timbul karena perkawinan
antara lain hak untuk pewaris, hakuntuk memperoleh akta kelahiran, hak
atas nafkah hidup, hak untuk membuat kartu keluarga dan kartu tanda
penduduk.
Sebagian besar masyarakat indonesia mayoritas merupakan penganut
agama islam yang mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap
pelaksanaan perkawinan di indonesia dimana suatu perkawinan dianggap
sudah sah apabila sudah memenuhi ketentuan agama tanpa harus
dicatatkan. Hal ini dalam praktek menimbulkan masalah dalam status
perkawinan, karena perkawinan yang tidak dicatatkan merupakan
perkawinan yang tidak diakui oleh negara dan tidak mempunyai kekuatan
hukum dan perkawinan tersebut tidak mempunyai status perkawinan yang
sah istri dan anak-anak dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tidak akan
mendapatkan perlindungan hukum sehingga dikatakan bahwa perkawinan
ini bertentangan dengan aspek kesetaraan gender dimana kedudukan
perempuan lebih rendah derjatnya daripada laki-laki.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian perkawinan menurut UU dan para tokoh?
2. Bagaimana syarat menurut UU?
3. Apakah setiap perkawinan harus dicatatkan?
BAB II. PEMBUKAAN
1. PENGERTIAN PERKAWINAN
1
Sudarsono.(1991).Hukum Kekeluargaan Nasional, jakarta;Rineka cipt. Hlm.34
2
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Kalau kita perhatikan, maka dalam definisi itu terdapat 5(lima) unsur, yaitu
Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dengan wanita jadi
dapat dikatakan bahwa ikatan perkawinan hanya mungkin terjadi antara seorang
pria dengan seorang wanita jadi perkawinan antara seorang wanita dengan wanita
bukan perkawinan namanya. Disini mengandung asas monogami, yaitu saat yang
bersamaan seorang pria hanya terikat dengan seorang wanita, demikian pula
sebaliknya seorang wanita hanya terikat dengan seorang pria pada saat yang
bersamaan.
3. Sebagai suami-istri
Ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita dapat dipandang sebagai suami-
istri bila ikatan mereka itu didasarkan pada suatu perkawinan yang sah, untuk
sahnya suatu perkawinan diatur dalam pasal 2 undang-undang perkawinan.Tujuan
perkawinan adalah membentuk keluarga(rumah tangga) yang bahagia dan
kekal.Yang dimaksud dengan keluarga adalah kesatuan yang terdiri dari ayah, ibu,
anak-anak. Membentuk keluarg3a yang bahagia erat hubungannya dengan
keturunan yang merupakan pula tujuan dari perkawinan, sedangkan pemeliharaan
dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban dari orang tua.
3
Muhammad fu’ad syakit, Perkawinan Terlarang, Jakarta;CV. CENDEKIA SENTRA MUSLIM, Hlm 56
2. PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA
Ketentuan tentang perkawinan diatur dalam KUHPer pasal 26 s/d 102 BW.
Dalam pasal 26 BW, menyebutkan bahwa undang-undang memandang
perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan keperdataannya saja.
Hal ini berimplikasi bahwa suatu perkawinan hanya sah apabila memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam kitab undang-undang(BW), sementara itu
persyaratan serta peraturan agama dikesampingkan.Hukum perkawinan adalah
peraturan-peraturan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan hukumserta
akibat-akibatnya antara 2 pihak, yaitu seorang laki-laki dan seorang wanita
dengan maksud hiduo ersama untuk waktu yang lama menurut peraturan-
peraturan yang ditetapkan dalam UU.
Perjanjian kawin adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami istri sebelum
atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat
perkawinan terhadap harta benda mereka.
4
Salim, pengantar hukum perdata tertulis (BW), Jakarta; sinar grafika, 2008
f) Atas utang-utang yang mereka buat sebelum kawin, masing-masing
akan bertanggung gugat sendiri-sendiri.
Sedangkan bentuk perjanjian kawin menurut KUHPer, harus dibuat dengan
akta notaris. Selain itu perjanjian kawin harus dilakukan sebelum perkawinan,
karena setelah pelangsungan perkawinan dengan cara apapun juga, perjanjian
kawin itu tidak dapat dirubah.
3. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpilakan dari pasal 6 s/d 11
UU no.1 tahun 1974 yaitu:
5
Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Hukum Perorangan dan, Hlm. 36
e. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain
dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.
f. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu
tunggu.
6
Martiam prodjohamidjojo, hukum perkawinan indonesia, jakarta; indonesia legal
4. PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN
7
Syahrani,riduan,seluk beluk asas-asas hukum perdata(P.T. ALUMNI Hlm. 43
8
Komariah, Hukum Perdata Hlm. 66
tercatat, selain dianggap anak tidak sah juga hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibu atau keluarga ibu (pasal 42 dan 43 undang-undang
perkawinan),sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.
c. Anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan, akibat lebih
jauhnya dari perkawinan yang tidak tercatat adalah hak isteri maupun anak-
anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut
nafkah ataupun warisan dari ayahnya.
9
Zahry hamid, pokok-pokok hukum perkawinan islam dan UU perkawinan di indonesia bina cipta,
yogyakarta. 1976
BAB III. PENUTUPAN
1. KESIMPULAN
2. SARAN
Wienarsih imam subekti dan Sri soesilowati mahdi, hukum perorangan dan
kekeluargaan perdata barat, (jakarta; gitama jaya, 2005)
Salim, pengantar hukum perdata tertulis (BW), jakarta; sinar grafika, (2008)