Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut WHO (1947). Definisi kesehatan secara luas tidak hanya meliputi
aspek medis, tetapi aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang
bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Pengertian yang komprehensifini, telah
diterima secara umum meskipun telah mendapatkan kritikan dari beberapa ahli.
Para ahli menganggap pengertian tersebut tidak realistis, bersifat
idealistik,membawa arti yang statis atau kurang memandang kesehatan sebagai
suatu proses(ewles dan simnett,1994:smet 1994).
Dalam undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992,kesehatan
didefinisikan secara lebih komplekssebagai keadaan sejahtera dari badan,jiwa dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun
ekonomi. Tidak hanya terbebas dari gangguan secara fisik, mental,sosial tetapi
kesehatan dipandang sebagai alat untuk hidup secara produktif
Kesehatan merupakan konsep yang sering digunakan , tetapi artinya sulit
untuk dijelaskan. Meskipun demikian , kebanyakan sumber ilmiah sepakat bahwa
definisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen
biomedis,personal dan sosiokultural (Smtt,1994). Bagi masyarakat umum,
kesehatan dapat hanya berarti “tidak sakit”
Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk
menyelenggarakanpembangunan kesehatan sebagai bagian penting dalam mencapai
tujuanpembangunan nasional. Pembangunan di bidang kesehatan
bertujuanmeningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat
agartercapainya peningkatan status kesehatan di masyarakat. Pembangunan
kesehatantersebut diselenggarakan dengan fokus perhatian pada penduduk yang
rentan yaituibu, bayi, anak-anak, lanjut usia dan keluarga miskin (Kementerian
Kesehatan,2010).
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan memegang peranan
yangpenting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di
Indonesia(Kementerian Kesehatan, 2004).
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka
meningkatkanpembangunan kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan
berkesinambungan agar tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai (Kementerian
Kesehatan,2004). Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan status kesehatan.
Sebaliknya apabila tidak ada hubungan upaya dengan hasil maka dorongan
untuk melakukan tindakan akan berkurang. Dapat disimpulkan bahwa pegawai
akan meningkat apabila semua usaha atau tindakan yang telah mereka lakukan
seimbang dengan hasil berupa kopensasi yang akan mereka terima.
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memegang peranan
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat
memuaskan pasien. Partisipasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
yang berkualitas bagi pasien, akan mendukung keberhasilan dalam pembangunan
kesehatan karena keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien, dan jumlah perawat
yang mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit yaitu berkisar 40–60%,
sehingga perawat dituntut untuk mampu memberikan 3 pelayanan kesehatan yang
bermutu (Nursalam, 2011).

Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan


penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Perawat sebagai pemberi layanan asuhan mempunyai peran yang
sangat vital, pada tingkat rumah sakit perawat selalu berinteraksi selama 24 jam
dengan pasien. Keberadaan perawat di rumah sakit yang begitu vital karena
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien hampir setiap jam, oleh karena itu
pelayanan keperawatan ini menjadi penentu dari bermutu atau tidaknya pelayanan
kesehatan yang ada di rumah sakit khususnya di ruang rawat inap (Depkes RI,
2002).
Mutu pelayanan keperawatan tidak hanya ditentukan oleh kecepatan dan
ketepatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan akan tetapi yang paling
penting juga adalah bagaimana perawat mampu untuk membina hubungan yang
baik dalam berkomunikasi dan memberikan pelayanan yang ramah dengan pasien
yang sering disebut dengan hubungan-terapeutik. Hubungan perawat-pasien 19
merupakan inti dalam pemberian asuhan keperawatan karena keberhasilan dalam
penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh
hubungan baik antara perawat dengan pasien. Teori tersebut hampir serupa
dengan pendapat dari Rafii (2010) yang menyatakan bahwa hubungan perawat
pasien ini adalah hubungan yang sangat dibutuhkan oleh pasien untuk
menumbuhkan rasa nyaman dalam memperoleh pelayanan, saling percaya, dan
perhatian atau empati dari petugas. Mutu pelayanan keperawatan merupakan
keadaan yang dapat menggambarkan tingkat kesempurnaan suatu tampilan dari
produk pelayanan keperawatan yang diberikan secara bio-psiko-sosial-spiritual
pada individu yang sakit maupun yang sehat yang dilakukan berdasarkan standar
asuhan keperawatan yang telah ditetapkan guna menyesuaikan dengan keingginan
pelanggan, tujuan akhirnya adalah terciptanya kepuasan pasien atau
masyarakat(Wijono, 2011).

1. Menurut pengguna layanan kesehatan atau masyarakat, mutu pelayanan


kesehatan merupakan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan atau
pengaharapan mereka dan kebutuhan yang diselenggarakan dengan cara sopan,
ramah, empati, menghargai, dan tanggap.

2. Menurut pemberi layanan kesehatan atau petugas, mutu pelayanan


kesehatan adalah memberi pelayanan kepada konsumen secara professional sesuai
dengan pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, keahlian, dan adanya peralatan
yang sudah memenuhi standar yang nantinya dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen.
3. Menurut pihak manajemen, mutu pelayanan kesehatan adalah seorang
pemimpin atau manajer yang mampu mengatur staf dan masyarakat sebagai
konsumen untuk mengikuti prosedur yang berlaku.

4. Menurut pemilik pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan


merupakan tenaga professional yang dimilki oleh perusahaan dan mampu
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada pasien atau masyarakat.

Perawatan adalah pelayanan esensisal yang diberikan oleh perawat


terhadap individu,kelurga,kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah
kesehatan . Pelayanan yang diberikan dalam upaya untuk mencapai derajat
kesehatan semaksimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimiliki dalam
menjalankan kegiatan dibidang promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan
menggunakan proses yang dilakukan oleh tenaga keperawatan bekerja sama
dengan tim kesehatan lain nya daloam rangka mencapai tingkat kesehatan yang
optimal.
Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh
pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasikan,mengarahkan
serta mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya manusia,ataupun
dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif baik kepada
pasien keluarga dan masyarakat (Suyanto,SKP,M.Kes
Pelayanan keperawatan adalah merupakan bantuaan yang diberikan
kepada individu yang sedang sakit untuk dapat memenuhi kebutuhan. Sebagai
makhluk hidup yang beradaptasi terhadap stress dengan menggunakan potensi
yang ada pada individu itu sendiri.
Peningkatan mutu sebagai salah satuupaya merupakan tujuan dasar dari
pelayanan keperawatan,yakni melindungi pasien,tenaga kesehatan san organisasi
tersebut. Adapun perubahan sosial budaya masyarakat dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Peningkatan pengetahuan sedemikian cepa, serta
diikuti oleh tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Mengharuskan sarana pelayanan kesehatan yang mengembangkan diri secara
terus menerus seiring dengn perkembangan yang ada pada masyarkat tersebut.
Persepsi mutu pelayanan kesehatan merupakan hasil dari pengalaman dan
apa yang mereka dapatkan dalam layanan kesehatan yang nantinya mempunyai
persepsi berbeda-beda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan
kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar
belakang, pendidikan, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pengalaman, dan
lingkungan (Wijono, 2011). Persepsi mutu adalah pandangan seseorang terhadap
stimulus yang diterima dari panca indera, sehingga nantinya dapat memberikan
penilaian atas pelayanan yang mereka terima, jika sudah sesuai dengan apa yang
mereka harapkan maka para konsumen akan merasa puas akan pelayanan yang
telah mereka terima dan rasakan (Walgito, 2010).

Pendidikan dalam keperawatan adalah mendidik dan membimbing praktisi


keperawatan,tenaga kesehatan, dan klien yang ada dibawah tanggung jawabnya
dengan cara : mengidentifikasi kebutuhan belajar,menysun rancangan
pembelajaran,mengimplementasikan dan mengevaluasi program pendidikan untuk
memenuhi kebutuhan yang sudah diidentifikasi,serta menggunakan semua
kesempatan dalam praktik untuk melaksanakan tanggung jawab ini. 2.
Memberikan pendidikan kesehatan langsung kepada klien. 3. Bekerjasama dan
berperan sebagai preseptor bagi para ners/perawat baru 4.bertindak sebagai
panutan dan pendidik yang ditunjuk melalui keahlian dalam memberi asuhan
keperawatab maternitas. 5. Memberikan dukungan kepada perawat pendidik
dalam mengembangkan dan mengevaluasi ilmu pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan pada berbagai pelatihan keperawatan.6. Memanfaatkan teknologi
sistem informasi mutakhir dalam mengelola pendidikan kepada ners-tenagha
kesehatan ataupun klien.
Gambaraan di atas menjelaskan bahwa problem mendasar dari puskesmas
simpang periuk adalah pelayanan pegawai terhadap pasien secara baik.tentunya
tidak lepas dari gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang baik dapat
mempengaruhi iklim kinerja pegawai yang kondusif serta disiplin kerja yang baik.
Sebaliknya bila gaya kepemimpinan yang buruk akan menimbulkan
ketidakpuasan serta displin kerja yang dilakukan oleh pegawai puskesmas
simpang periuk.

Untuk itu,faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dipandang


perlu untuk dipelajari, ditelaah dan dikaji secara mendalam agar dapat
memberikan gambaran yang lebih berperan dan urgen yang mempengaruhi kinerja
pegawai. Hal ini karena banyak terjadi di lapangan, bahwa pegawai bekerja tidak
sesuai dengan aturan yang ada, ada pegawai yang tidak mendengar sama sekali
perintah dari pimpinannya, budaya kerja yang tidak jelas membuat kinerja
pegawai menurun, apalagi adanya pola pengembangan yang tidak jelas yang
membuat pegawai lebih malas bekerja. Inilah yang membuat penelitianini penting
untuk dilaksanakan, bila tidak akan jadi penurunan dibidang pelayanan kesehatan
di indonesia. Alasannya karena gaya kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap
kinerja pegawai puskesmas simpang periuk belum terlaksana degan baik.

B. Identifikasi masalah
Tenanga kerja dipuskesmas memegang peranan penting dalam pemberian
pelayanan kesehatan masyarakat, baik pelayanan didalam gedung maupun diluar
gedung. Untuk dapat melaksanakan pelayanan keperawatan dibutuhkan tenaga
kerja yang profesional. Profesionalisme yang rendah dapat mempengaruhi
kopetensi rendahnya kinerja pegawai disamping itu karakteristik (umur masa
kerja) teman sekerja dapat berpengaruh terhadap kinerja. Adapun kekurangan
kekurangan terdata dipuskesmas simpang periuk:
1. Kurangnya rasa kekeluargaan pemimpin dengan pegawai
2. Kebijakan pimpinan sering berubah ubah dan kurang tegas
3. Perilaku pemimpin yang sering otoriter
4. Perilaku pemimpin mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungan luar
5. Pemimpin kurang memotivasi dan membimbing bawahan
6. Tidak disiplin waktu dalam bekerja
7. Peraturan yang ditetapkan pemimpin menjadikan pegawai termotivasi dalam
menyelesaikan tugas
8. Pegawai datang terlambat dan pulang lebih awal
9. Pegawai tidak mengikuti apel pagi setiap jam kerja
10. Tidak ada sanksi yang tegas terhadap yang kurang disiplin
11. Tidak ada penghargaan terhadap yang berprestasi
12. Pegawai tidak berpakaian seragam sesuai dengan aturan yang di tetapkan
13. Penempatan pegawai tidak sesuai dengan latar pendidikan
14. Tidak ada pelatihan khusus untuk meningkatkan pegawai
15. Pegawai tidak melakukan tindakan sesuai SOP

C. Batasan Masalah

Dari masalah ini semua membutuhkan perhatian khusus dalam penelitian


ini namun karena masalahnya cukup luas, maka penelitian ini dibatasi saja sebatas
variabel penelitian yaitu: pengaruh gaya kepemimpinan dan disiplin terhadap
kinerja pegawai puskesmas simpang periuk lubuk linggau tahun 2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka didapatalah


rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh gaya kepemimpinan puskesmas terhadap kinerja pegawai


2. Adakah pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai
3. Adakah pengaruh secara simultan antara gaya kepemimpinan, disiplin kerja
terhadap kinerja pegawai.

E. Tujuan dan kegunaan penelitian


1. Tujuan penelitian
SecaraUmum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor faktor
yang mempengaruhi kinerja pegawai puskesmas simpang periuk.
SecaraKhusus penelitian ini bertujuan untuk menguji:
a) Pengaruh gaya kepemimpinan puskesmas simpang periuk terhadap
kinerja pegawai
b) Pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai
c) Pengaruh secara simultan antara gaya kepemimpinan, disiplin kerja
terhadap kinerja pegawai.

2. Kegunaan penelitian
a) Kegunaan secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat khazanah ilmupengetahuan
penulis sehingga mendapatkan pengalaman yang berharga dalam
peningkatan keterampilan penulisan tugas akhir.
b) Kegunaan secara prakmatis
hasil penelitian ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah secara
teoritis terhadap masalah yang terjadi di masyarakat terutama
menyangkut kinerja pegawai, gaya kepemimpinan puskesmas, disiplin
kerja terhadap kinerja pegawai puskesmas simpang periuk lubuk
linggau 2015.

F. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai agustus sampai november


2015, dari penyiapan instrumen, penyebaran angket uji coba, pelaksanaan
penelitian, pengolahan data dan pelaporan hasil penelitian, time schedule .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teoritis tentang Kinerja Pegawai
Kinerja adalah singkatan dari energi kerja, dalam bahasa Inggris adalah
performance. Pengertian kinerja merupakan hasil atau keluaran yang dihasilkan
oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi
dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi A, 2013).

Menurut Illyas, 2001 (dalam Kurniadi A, 2013), kinerja pegawai sangat


dipengaruhi oleh seberapa banyak mereka memberi masukan pada institusi. 22
Penampakan hasil kerja tidak terbatas pada pekerja yang duduk dalam posisi
fungsional ataupun struktural, tetapi juga pada semua pekerja di dalam institusi
tersebut.

Kinerja atau performance adalah sebagai hasil pekerjaan atau prestasi kerja. Pada
kenyataannya kinerja tidak hanya sebagai hasil dari suatu pekerjaan, namun juga
didalamnya terdapat uraian dari pelaksanaan pekerjaan. Kinerja adalah hasil karya
yang berhubungan erat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen,
serta berpengaruh kepada aspek keuangan. Kinerja tidak hanya menyangkut
bagaimana cara melakukan pekerjaan tetapi juga menyangkut apa yang
dikerjakannya (Nursalam, 2007).

Kinerja dapat juga berarti hasil suatu proses pelaksanaan kerja yang telah
direncanakan, menyangkut waktu, tempat, pelaksana atau karyawan dari suatu
institusi (Mangkunegara, 2007).Kinerja keperawatan adalah prestasi kerja yang
ditunjukkan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan
keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer
(organisasi, klien, perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu. Tanda – tanda
kinerja perawat yang baik adalah tingkat kepuasan klien dan perawat tinggi, zero
complain dari pelanggan (Kurniadi A, 2013).
1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja.

Kinerja pegawai merupakan hasil yang bersinergi dari sejumlah faktor.


Ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu faktor individu,
organisasi dan psikologis, menurut Ilyas, 2001 (dalam Kurniadi A, 2013).

1. Faktor Individu

Faktor individu adalah faktor internal dalam diri pekerja, termasuk dalam
faktor ini adalah faktor yang dibawa sejak lahir dan faktor yang didapat saat
tumbuh kembang. Faktor-faktor bawaan seperti sifat pribadi, bakat, juga kondisi
jasmani dan faktor kejiwaan. Sementara itu, beberapa faktor yang didapat, seperti
pengetahuan, etos kerja, ketrampilan dan pengalaman kerja. Faktor internal
pegawai inilah yang nantinya besar pengaruhnya terhadap penentukan kinerja
pegawai. Dimana dalam penelitian ini, faktor individu yang diteliti adalah
kompetensi perawat dalam variabel kompetensi.

b. Faktor Psikologis Faktor psikologis meliputi sikap, kepribadian, belajar


motivasi dan persepsi pegawai terhadap pekerjaannya. Faktor ini merupakan
peristiwa, situasi atau keadaan di lingkungan luar institusi yang berpengaruh
kepada kinerja pegawai. Salah satu faktor tersebut adalah motivasi kerja, yang
dalam penelitian ini peneliti jadikan variabel pengaruh kedua.

c. Faktor Organisasi Dukungan organisasi sangat diperlukan oleh pegawai


dalam melaksanakan tugasnya, hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja
pegawai. Seperti halnya juga sistem penghargaan dan suasana kerja institusi yang
buruk, maka dapat diasumsikan bahwa kinerja pegawai pun menjadi tidak baik.
Selain faktor tersebut, faktor organisasi lainnya yang berhubungan dengan kinerja
adalah strategi, dukungan sumber daya, dan sistem manajemen serta kompensasi.
Dalam penelitian ini faktor organisasi peneliti teliti dalam variabel beban kerja.

Faktor-faktor dalam dan luar organisasi ini bersinergi dalam


mempengaruhi suasana dan perilaku pegawai dalam bekerja, kemudian
memengaruhi kinerja pegawai, yang kemudian situasi ini sangat menentukan
kinerja pegawai.

Teori kinerja menyatakan bahwa perilaku dan kinerja individu dipengaruhi


oleh variabel individu, organisasi, serta psikologis. Variabel-variabel tersebut
sangat berpengaruh terhadap kelompok pegawai, yang pada akhirnya berpengaruh
pula terhadap kinerja pegawai. Tindakan yang berhubungan dengan kinerja
pegawai berhubungan dengan kerja yang dilakukan untuk mencapai sasaran
sesuai tugas kerja (Kurniadi A, 2013).

Variabel individu meliputi ketrampilan dan kemampuan kerja, letak


demografis latar belakang keluarga, sosial ekonomi dan pengalaman. Variabel
organisasi tidak berpengaruh langsung pada kinerja dan perilaku pegawai.
Variabel ini meliputi sub variabel struktur organisasi, sumber daya, imbalan,
kepemimpinan, dan rancangan kerja yang akan dilakukan.

Variabel psikologis mencakup sub variabel sikap, persepsi, belajar,


motivasi dan kepribadian. Variabel ini sulit untuk di ukur karena menyeluruh
menyangkut berbagai aspek, untuk menentukan dan menuju kesepahaman terkait
definisi variabel tersebut, maka harus memahami alasan seorang pegawai masuk
dalam oganisasi dengan memperhitungkan ketrampilan, latar belakang, usia, etnis
dan budaya yang berbeda-beda.

Ketiga variabel ini akan berpengaruh terhadap perilaku pegawai yang tentu
juga akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaannya, untuk mencapai sasaran kerja yang diamanatkan (Kurniadi A,
2013).

1.2 Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan kegiatan mengevaluasi hasil kerja pegawai dalam


menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai sasaran kerja dengan menggunakan suatu
alat atau pedoman penilaian. Pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh
kinerja para perawat itu sendiri. Oleh sebab itu, evaluasi terhadap kinerja perawat
perlu dan harus dilaksanakan melalui suatu sistem yang terstandar sehingga hasil
dari evaluasi dapat lebih objektif (Wijaya G, 2012).

Penilaian kinerja perawat adalah cara mengevaluasi kualitas dan kuantitas


pekerjaan perawat dibandingkan pedoman standar kerja (SAK/SOP) yang
ditetapkan dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi A, 2013).

Standar penilaian kinerja yaitu standar minimal hasil kerja yang harus
dicapai oleh pegawai, baik itu secara perseorangan maupun kelompok yang
disesuaikan dengan indikator sasaran kerjanya. Artinya bila hasil kerja pegawai di
bawah standar hasil pekerjaan minimal, maka hasil kinerjanya tidak baik, tidak
dapat diterima, dan buruk. Bila hasil kerja pegawai ada pada ketentuan standar
atau diatasnya, maka dapat disimpulkan bahwa hasil kerjanya sedang, hasil baik
atau hasil kerja sangat baik. Standar kerja mencakup standar minimal untuk
pelaksanaan semua indikator kerja

Metode Penilaian Kinerja Metode penilaian kinerja yang dapat dijadikan


standar dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan penilaian kinerja perlu
diterapkan. Metode penilaian tersebut pada umumnya dikelompokkan menjadi 3
macam (Nursalam, 2007).

a. Result-based performance evaluation Tipe penilaian ini adalah dalam


menjabarkan pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan atau mengukur hasil akhir
(end result). Sasarannya adalah pegawai mampu meningkatkan produktivitasnya
dengan berkelanjutan untuk mencapai tujuan organisasi. Tipe penilaian ini dikenal
dengan istilah management by objective (MBO), dengan sasaran motivasi
karyawan yang terlibat dalam proses mencapai tujuan.

b. Behavior-based performance evaluation Penilaian kinerja berdasarkan


teknik ini adalah dengan mengukur sarana pencapaian sasaran (goals) dan bukan
hasil akhir (end result). Dalam prakteknya, penilaian ini kebanyakan tidak
mungkin dilakukan secara obyektif, karena ada beberapa aspek yang bersifat
kualitatif.
c. Judgment-based performance evaluation Tipe penilaian kinerja ini
menilai kinerja pegawai berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik yaitu:
kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan, kerja sama, inisiatif dan integritas
pribadi

Menurut Nursalam (2008) bila ditinjau dari sudut manajemen,supervisi


bisa meningkatkan :1) Efektifitas kerja,peningkatan efektifitas kerja ini
berhubungan erat dengan makin meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan
bawahan,serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis
antara atasan dan bawahan.2) Efisiensi kerja, peningkatan efisiensi kerja ini erat
hubungannya dengan makin berkuranya kesalahan yang dilakukan oleh bawahan
dapat dicegah.

Secara logika akan membenarkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap


kinerja.Orang yang motivasi kerjanya rendah sudah barang tentu kinerjanya juga
rendah.Namun perlu diingat bahwa berbicara tentang motivasi akan banyak
varians yang terlibat di dalamnya yang secara garis besar mencakup karakteristik
individu (tingkat kebutuhan, sikap dan juga minat karyawan),karakteristik
pekerjaan (sifat dan tugas karyawan yang meliputi jumlah tanggung jawab,
macam tugas dan tingkat kepuasan yang seseorang peroleh dari pekerjaan itu
sendiri) dan karakteristik situasi kerja yang meliputi: 1) Lingkungan kerja terdekat
meliputi sikap dan tindakan rekan sekerja dan supervisor maupun pimpinan serta
iklim yang mereka ciptakan. Supervisor maupun pimpinan sangat mempengaruhi
motivasi dan kinerja karyawan dengan melalui suri tauladan dan instruksi,
imbalan dan pujian serta sanksi, peningkatan gaji dan promosi sampai dengan
kritik, penurunan pangkat dan pemecatan. 2) Tindakan organisasi yang meliputi
system imbalan dan kultur organisasi. Seluruh kebijaksanaan menyangkut metode
yang digunakan untuk memberikan balas jasa kepada karyawan dan kulturnya,
semua terjelma dalam tindakan organisasi yang mempengaruhi dan memotivasi
para karyawan (M.As’ad,2004).
2.Tinjauan Teoritis Kepemimpinan Puskesmas

Kepemimpinan di Puskesmas Kepemimpinan dalam suatu organisasi lebih


ditujukan pada kemampuan mempengaruhi, mengarahkan dan membimbing
pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut mengandung arti bahwa
suatu organisasi harus memiliki seorang pemimpin yang mampu mempengaruhi,
mengarahkan dan membimbing 11 pegawai dalam organisasi (Darwito, 2008).

Terdapat dua jenis pemimpin dalam organisasi yaitu pemimpin formal dan
pemimpin informal. Pemimpin formal merupakan seseorang yang diangkat secara
resmi oleh suatu organisasi tertentu untuk memangku jabatan sebagai pimpinan
sedangkan pemimpin informal adalah seseorang yang memiliki kualitas sebagai
seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku pegawainya (Kartono, 2006).

Pemimpin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemimpin formal


yaitu kepala puskesmas. Kepala puskesmas merupakan seorang tenaga kesehatan
dengan kriteria yaitu tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki
kompetensi manajemen puskesmas, masa kerja di puskesmas minimal dua tahun
dan telah mengikuti pelatihan manajemen puskesmas (Kementerian Kesehatan,
2014).

Kepala puskesmas memiliki peranan yang penting dalam hal mengatur dan
mengelola seluruh kegiatan di puskesmas termasuk pegawainya. Oleh sebab itu
kepala puskesmas memerlukan kompetensi di bidang manajemen puskesmas
dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan di puskesmas.
Peranan kepala puskesmas dalam hal perencanaan berkaitan dengan kemampuan
dalam mengidentifikasi permasalahan dan menyusun kegiatan yang akan
dikerjakan dalam satu tahun kerja.

Peranan kepala puskesmas dalam hal pelaksanaan berkaitan dengan


pengorganisasian tugas kepada pegawainya termasuk pelaksanaan rapat
koordinasi baik yang bersifat internal maupun eksternal dengan kecamatan dan
dinas terkait. Peranan kepala puskesmas dalam hal pengawasan berkaitan dengan
pengawasan kegiatan sehari hari termasuk 12 pemeriksaan capaian program yang
telah dicapai yang dilaporkan oleh pegawai kepada kepala puskesmas dalam
bentuk laporan.

Menurut George and Jones kepemimpinan didefinisikan sebagai “The


Exercise of influence by one member of a group or organizations overother
members to help the group or organization achieve it’s goals”. Kepemimpinan
terkait dengan pemberian pengaruh yang dilakukan oleh seseorang atau salah satu
anggota kelompok atau organisasi atas anggota lain untuk membantu kelompok
atau organisasi mencapai tujuannya.
Menurut Gibson (2001), kepemimpinan transformasional adalah sebuah
kemampuan untuk memberi inspirasi dan motivasi para pengikut untuk mencapai
hasil-hasil yang lebih besar daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk
imbalan internal. Disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
merupakan suatu cara atau pendekatan yang digunakan oleh seorang pemimpin
atau atasan dalam memberikan arahan, motivasi, inspirasi serta dalam
mempengaruhi perilaku pengikut atau bawahannya.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seorang kepala puskesmas
dalam memimpin pegawai di puskesmas adalah perilakunya. Perilaku seorang
pemimpin dapat diterima dengan baik oleh pegawainya sejauh mereka pandang
sebagai sumber kepuasan segera atau sebagai sarana bagi kepuasan masa datang.
Perilaku kepala puskesmas akan bersifat motivasional apabila mampu
menciptakan kepuasan kerja pegawai sehingga meningkatkan kinerja pegawai
secara efektif dengan memberikan dukungan, pelatihan, bimbingan dan ganjaran
yang diperlukan (Robbins, 2007).

Penilaian kepemimpinan kepala puskesmas dapat dilihat pada perilakunya


yang berkaitan dengan keteladanan, motivator, informasi dan komunikasi dan
pengambilan keputusan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Keteladanan Keteladanan adalah salah satu bentuk perilaku seorang


pemimpin. Keteladanan diperlukan oleh pemimpin agar pegawainya patuh dan
mentaati peraturan yang telah ditetapkan bersama (Adman, 2004).Seorang
pemimpin dalam organisasi harus mampu memberikan teladan yang baik, sikap
dan perilaku terpuji yang menjadi panutan bagi pegawainya. Pimpinan yang baik
harus mampu menumbuhkan perasaan ikut serta dan bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya sehingga meningkatkan semangat kerja pegawai (Wijaya, 2007).

2. Motivator Salah satu bentuk perilaku seorang pemimpin yang lain


adalah perilaku untuk memotivasi pegawai. Memotivasi pegawai baik secara
langsung atau tidak langsung akan membangkitkan potensi yang dimiliki sehingga
pegawai tersebut memiliki usaha dalam mencapai tujuan pribadi dan organisasi
secara efektif dan efisien (Adman, 2004).

3. Informasi dan komunikasi Perilaku kepemimpinan dalam hal ini


dilakukan dengan melakukan monitoring, penyebarluasan informasi dan
kemampuan menyampaikan informasi. Seorang pemimpin harus terus memantau
lingkungan organisasinya termasuk pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai. Hal
ini bertujuan agar pemimpin mampu mengumpulkan informasi penting yang
berkaitan dengan pekerjaan pegawai. Informasi yang diperoleh pemimpin harus
dimanfaatkan secara bersama dan didistribusikan pada pegawainya. Kemampuan
menyampaikan informasi tersebut berkaitan dengan kemampuan komunikasi
pemimpin kepada pegawainya (Hasanah et al., 2012).Kemampuan berkomunikasi
merupakan wujud dari perilaku kepemimpinan yang akan terlihat pada
penyampaian informasi yang jelas dan mudah dipahami oleh pegawainya
(Adman, 2004).

4. Pengambilan keputusan Kemampuan untuk mengambil keputusan yang


berkualitas juga merupakan salah satu bentuk perilaku pemimpin. Pengambilan
keputusan merupakan penciptaan kejadian yang menyangkut suatu peristiwa
dengan menentukan sebuah pilihan atau arah tindakan tertentu (Drumond, 1991).
Visi dan misi organisasi dalam hubungannya dengan kepemimpinan dipandang
sebagai inovasi dalam proses menjalankan tugas kepemimpinan. Visi dan misi
organisasi sangat penting peranannya dalam proses pengambilan keputusan bagi
pemimpin termasuk juga dalam menentukan kebijakan dan penentuan strategi
organisasi. Visi merupakan salah satu atribut kunci kepemimpinan dan juga
menjadi pedoman bagi setiap anggota organisasi dalam beraktivitas (Adman,
2004).

Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja bisa dicerna dari definisi


kepemimpinan itu sendiri. Menurut Yulk dalam Sunyoto (2011) Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa
yang harus mereka kerjakan dan bagaimana mengerjakan tugas tersebut secara
efektif,serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kelompok untuk
mencapai tujuan bersama.Kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa
kepemimpinan berkaitan dengan proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
mempengaruhi orang lain, membimbing, membuat struktur, memfasilitasi
aktivitas dan hubungan di dalam suatu kelompok maupun organisasi.

Menurut Greenberg & Baron dalam Sunyoto (2011) kepemimpinan adalah


proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi individu atau anggota kelompok
untuk mencapai tujuan.Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya
untuk mencapai suatu tujuan dan untuk mencapai tujuan tersebut,pemimpin
memngunakan berbagai cara agar bawahan bersedia melakukan sesuatu secara
sukarela.

Menurut Luthan (2006) dari berbagai survey mengindikasikan bahwa


sebagian karyawan percaya bahwa pemimpinlah yang mengarahkan budaya dan
menciptakan situasi yang dapat membuat karyawan bahagia dan berhasil,bukan
perusahaan.Keberhasilan seseorang dapat dinilai dari kinerjanya karena menurut
Mangkunegara (2005) kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawabnya.

Menurut Luthan (2007) kepemimpinan merupakan suatu Black Box atau


konsep yang tak bisa dijelaskan,tapi mempunyai pengaruh besar terhadap kinerja
karyawan.Sehingga banyak pendekatan dalam mempelajari teori kepemimpinan,
ada pendekatan ciri/sifat, pendekatan perilaku, pendekatan kekuasaanpengaruh,
pendekatan situasional dan pendekatan integratif. Agar kepemimpinan benar-
benar punya pengruh terhadap kinerja,mungkin harus dikerucutkan pada satu
pendekatan saja.

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan seorang pemimpin dalam


mempengaruhi pegawainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Robbins,
2006).Kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan oleh seorang
pemimpin (Siagian, 2002).

Selain itu kepemimpinan diartikan juga sebagai proses mempengaruhi


orang lain agar dapat memahami pelaksanaan tugas yang baik dan proses untuk
memfasilitasi pegawainya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan (Yukl,
2005).Penjelasan di atas lebih menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan
proses yang lebih ditekankan pada hubungan antara pemimpin dan orang yang
dipimpin.

Peranan Kepemimpinan Peranan kepemimpinan ada tiga bentuk yakni


peranan yang bersifat interpersonal, informasional dan peran dalam pengambilan
keputusan. Adapun hal tersebut dijelaskan sebagai berikut (Siagian 2002).

1. Peranan yang bersifat interpersonal berarti pemimpin dalam organisasi


merupakan simbol akan keberadaan organisasi. Pemimpin memiliki tanggung
jawab untuk memberikan motivasi dan arahan kepada pegawainya dan seorang
pemimpin memiliki peran sebagai penghubung

2. Peranan yang bersifat informasional menunjukkan bahwa pemimpin


dalam organisasi meiliki peran dalam memberi, menerima dan menganalisa
informasi

3. Peran pemimpin dalam pengambilan keputusan berarti bahwa pemimpin


mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi
dalam mengembangkan inovasi, mengambil peluang dan bernegosiasi serta
menjalankan usaha secara konsisten.

Tipe Kepemimpinan Hubungan pemimpin dengan pegawainya dapat


diukur melalui kinerja pemimpin dalam mengarahkan dan membimbing
pegawainya untuk melaksanakan tugas. Pemimpin juga dituntut untuk mampu
memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat dan efektif. Terdapat
empat tipe kepemimpinan dalam organisasi yaitu sebagai(Mitfah, 2007).:

1. Kepemimpinan instruksi Perilaku pemimpin dengan pengarahan tinggi


tetapi rendah dukungan yang dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin
memberikan batasan terhadap peranan pegawainya dan memberitahu tentang
mekanisme pelaksanaan tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan dilakukan oleh pemimpin. Pelaksanaan pekerjaan diawasi secara ketat
oleh pemimpin.

2. Kepemimpinan konsultasi Perilaku pemimpin dengan pengarahan yang


tinggi dan dukungan yang tinggi juga. Peran pemimpin lebih banyak dalam hal
memberikan 10 pengarahan dan pengambilan keputusan tetapi diikuti dengan
adanya komunikasi dua arah dan perilaku mendengarkan perasaan pengikut
tentang keputusan yang dibuat serta ide dan saran pegawai

3. Kepemimpinan partisipasi Perilaku pemimpin dengan tingkat dukungan


yang tinggi tetapi rendah pada pengarahan. Proses pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan dilakukan secara bergantian, adanya komunikasi dua arah
dan pemimpin juga mendengar secara aktif. Tanggung jawab pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan sebagian besar ada pada pegawai. Menekankan pada
pentingnya menjalin hubungan yang baik dengan seluruh jajaran organisasi yang
melibatkan bawahannya yaitu meminta sugesti sugesti dari para bawahannya dan
menggunakan sugesti sugesti tersebut pada saat membuat keputusan

4. Kepemimpinan delegasi Perilaku pemimpin yang dicirikan dengan


rendahnya dukungan dan juga pengarahan oleh pemimpin. Pemimpin
mendiskusikan masalah bersama sama dengan pegawainya yang kemudian
keputusan yang dibuat akan didelegasikan secara keseluruhan kepada pegawainya.

Yulhantoro 2002, dalam penelitiannya bahwa waktu standar berpenagaruh


posotif terhadap disiplin kerja. Dalam kaitannya dengan beban kerja, jumlah
pegawai dan waktu standar seyogianya dapat disesuaikan dengan latar belakang
pendidikan. Hal yang perlu diperhatikan adalah dipedomaninya waktu standar dan
normal pada setiap pekerjaan

Konsep Reward dan Punishment dalam Organisasi


Reward merupakan ganjaran, upah dan hadiah (Shadily et al., 2004).
Rewardjuga merupakan sembarang peransang, situasi atau pernyataan lisan yang
bisamenghasilkan kepuasan atau menambah kemungkinan suatu perbuatan
(Chapilin,2004). Jadi reward merupakan ganjaran atau imbalan yang dapat
beruparansangan untuk menghasilkan kepuasan dan memperkuat suatu perbuatan
denganmemberikan suatu hal diantaranya promosi jabatan, pengembangan karir
dan kompensasi sehingga pegawai dapat bekerja lebih baik (Jayanti, 2014).
Reward memiliki banyak bentuk namun yang paling sederhana adalah pujian yang
diberikan oleh seeorang atas hasil kerja yang dicapai. Reward umumnya
digunakan untuk mengatur jam kerja pegawai dalam organisasi yang berarti
reward akan membuat seorang pegawai bekerja tanpa adanya kendali dari
pemimpin melainkan dapat berjalan sesuai dengan pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab pegawai tersebut. Hal ini didukung oleh Gouillart dan Kelly
bahwa reward yang diberikan merupakan konsekuesi atas hasil kerja yang dicapai
dan dapat mengubah perilaku pegawai secara fundamental. Punishment
merupakan hukuman yang diberikan karena adanya pelanggaran terhadap
peraturan yang berlaku. Punishment merupakan penderitaan yang diberikan atau
ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang sesudah terjadinya suatu pelanggaran,
kejahatan atau kesalahan. Reward merupakan suatu hal yang positif sedangkan
punishment merupakan suatu hal yang negatif namun apabila punishment
diberikan secara tepat dan bijaksana maka akan menjadi alat peransang pegawai
dalam meningkatkan produktivitasnya. Secara umumpunishment terdiri atas dua
macam yaitu sebagai berikut (Indrakusuma, 2000).
1. Punishment preventif
Punishment preventif adalah punishment yang diberikan dengan maksuduntuk
mencegah terjadinya pelanggaran. Selain itu punishment preventifjuga merupakan
hukum yang bersifat pencegahan yang bertujuan menjagaagar hal-hal yang dapat
menghambat proses kerja dapat dihindari.Punishment preventif dapat berupa tata
tertib, perintah, laranagan, paksaandan disiplin.
2. Punishment represif
Punishment represif merupakan punishment yang dilakukan karean adanya
pelanggaran. Jadi punishment ini dilakukan setelah terjadinya pelanggaran atau
kesalahan. Hal-hal yang termasuk punishment represif adalahpemberitahuan,
teguran, peringatan dan hukuman.

2. Tinjauan Teoritis Tentang Disiplin Kerja

Gambaran umum memperlihatkan bahwa disiplin merupakan tonggak


penopang bagi keberhasilan tujuan organisasi, baik organisasi sektor publik
(Pemerintahan) maupun sektor swasta. Untuk itu, setiap organisasi harus
menerapkan kebijakan disiplin pada pegawai dalam organisasi-organisasi tersebut.
Bagi pegawai, disiplin merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
menyelesaikan tugas dan kewajibannya.

Disisi lain, organisasi juga akan memperoleh manfaat dari penerapan


kebijakan disiplin. Tanpa adanya disiplin dan ancaman tindakan disiplin,
efektifitas organisasi akan menjadi sangat terbatas. Hal ini dikemukakan oleh
Mondy dan Noe (1996 : 36) sebagai berikut : The organization benefits from
developing and implementing effective disciplinary policies. Without healthy
state of discipline, organization's effectiveness may be severely limited.
Selanjutnya, mereka mengatakan bahwa tindakan disiplin yang efektif akan
mendorong individu untuk meningkatkan kinerja yang menguntungkan individu
tersebut dan tentunya juga organisasi
Menurut Suparda Poerbaka (1998 : 56), dalam bukunya “Ensiklopedi
Pendidikan”, disiplin adalah suatu keadaan yang menunjukkan suasana tertib dan
teratur yang dihasilkan oleh orang-orang yang berada dibawah naungan sebuah
organisasi karena peraturan yang berlaku dihormati dan dipatuhi. Seiring dengan
yang dikemukakan oleh Poerbaka, Soegeng Prijodarminto (1999 : 43) dalam
bukunya “Disiplin Kiat Menuju Sukses”, mengartikan disiplin sebagai suatu
kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian prilaku yang
menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau
ketertiban. Secara lebih jelas, Mangkunegara (2004 : 129) menjelaskan disiplin
kerja sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman
organisasi. Lain halnya dengan Sastrohadiwiryo (2003 : 291) yang menyebutkan
disiplin kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat
terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis serta sannggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima
sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan
kepadanya. Keith Davis (1995 : 549) menjelaskan disiplin sebagai kegiatan
manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Sedangkan, dari
jenisnya terdapat dua tipe mengenai disiplin:

1. Disiplin Preventif Adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong


para pegawai agar mengikuti berbagai standarisasi dan aturan, sehingga
penyelewenganpenyelewengan dapat dicegah. .
2. Disiplin Korektif Adalah kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk mengindari
pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, menggambarkan bahwa para pegawai


perlu terus dilakukan pembinaan terhadap kedisiplinannya. Pembinaan disiplin
merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, guna
menumbuhkan dan mengembangkan ketertiban agar pegawai mematuhi semua
peraturan, sistem dan prosedur yang berlaku (Herman dkk., 2004 : 44). Sasaran
pembinaan disiplin adalah seluruh orang yang ada dalam organisasi agar mereka
mematuhi semua rambu-rambu peraturan, sistem dan prosedur yang sudah
ditentukan (Saydam, 1997 : 2004). Lebih jauh, tujuan utama dari pembinaan
disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi yang sesuai, baik hari ini
maupun hari esok (Sastrohadiwiryo, 2003 : 296)

Pembinaan disiplin dalam organisasi dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai
berikut:

1. Penciptaan peraturan-peraturan dan tata tertib-tata tertib yang harus


dilaksanakan
2. Menciptakan dan memberikan sanksi bagi pelanggar disiplin
3. Melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihak kedisiplinan yang terus
menerus.

Untuk mewujudkan tujuan dari kegiatan pembinaan disiplin, maka harus


diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Saydam (1997 : 204) menjelaskan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan disiplin, yaitu:

1. Besar kecilnya kompensasi


2. Ada tidaknya keteladanan dari pimpinan
3. Ada tidaknya aturan yang dapat dijadikan pegangan
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
6. Ada tidaknya perhatian (manajemen) terhadap para pegawai;
7. Diciptakannya kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya
disiplin.

Achmad slamet (2007:214) menjelaskan bahwa disiplin berasal dari akar


“disciple” yang berarti belajar. Robbins dalam achmad slamet (2007:216) adalah
suatu sikap dan perilaku yang dilakukan secara sukarela dengan penuh kesadaran
dan kesediaan mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
organisasii atau atasan,baik tertulis maupun tidak tertulis.

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai disiplin kerja diantaranya
semito (1992;184)” disiplin adalah sikap,tingkahlaku dan perbuatan ynag sesuai
dengan perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis”. Hal ini senada dengan
pendapat machmud “1987:162). Bahwa “ disiplin kerja adalah sikap mental untuk
memenuhi atau menaati suatu kaidah baik tertulis maupun tidak tertulis yang
didasarkan atas kebenaran manfaat”.

Anorga (1992:96), “disiplin kerja adalah suatu sikap perbuatan untuk selalu
menaati tata tertib”. Ravianto “1990:134) mengungkapkan bahwa.”disiplin adalah
menaati atau taat pada ketentuan,peraturan,aturan main,kewajiban yangberkaitan
dengan pekerjaan yg ditekuninya”.

Pendapat lain dikkemukakan oleh Siagian (1997:289) bahwa “disiplin


adalah tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi
berbaga ketentuan:. Handoko (1993:208) bahwa “disiplin kerja adalah kegiatan
manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional”. Mangkunegara
(2000:129). Ada dua tipe kedisiplinan dalam kegiatan manajemen yang preventif
dan disiplin korektif.disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakan
pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja yang telah digariskna dalam
organisasi.

Pelaksanaan kerja pegawai bagi para aparatur pemerintah berarti


mematuhi semua peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh
instansi yang bersangkutan. Bagi para pegawai yang taat dan patuh pada
peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh kantor berarti pegawainya telah
melaksanakan disiplin kerja berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan. Semua
pegawai kantor yang baik tentunya harus mentaati peraturan-peraturan dan
melaksanakan tata tertib yang berlaku dan yang sudah ditentukan dengan baik.
Tata tertib yang sudah ditetapkan oleh suatu instansi pemerintahan pada
dasarnya bukan hanya untuk pelengkap sebuah kantor, tetapi sebagai bagian dari
kehidupan pegawai kantor. Setiap pegawai yang telah terikat akan disiplin dan
tata tertib di dalam melakukan pekerjaannya agar mencapai tujuan yang sudah
direncanakan oleh pemerintah. Menurut Martono dalam Kusnadi (2007:16),
pelaksanaan disiplin kerja pegawai yaitu:
1. Mentaati semua peraturan disiplin kerja pegawai
2. Melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dengan baik
3. Menyadari akan tugas dan tanggung jawab masing-masing
4. Mentaati ketentuan jam kerja pegawai yang sudah ditetapkan
5. Dapat menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik
6. Meningkatkan ketelitian dan kerajinan kerja pegawai
Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009), menyatakan bahwa faktorfaktor yang
mempengaruhi disiplin pegawai adalah sebagai berikut:
a. Besar/kecilnya pemberian kompensasi.
Besar atau kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. para
pegawai akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila para pegawai merasa
bahwa kerja keras yang dilakukannya akan mendapatkan balas jasa yang setimpal
dengan jerih payah yang telah diberikan pada organisasi/perusahaan.
b. Ada/tidaknya keteladanan pemimpin dalam perusahaan.
Keteladanan pemimpin sangat penting sekali, karena dalam suatu
organisasi/perusahaan, semua pegawai/karyawan akan memperhatikan bagaimana
pemimpin mampu menegakkan disiplin dalam dirinya dan bagaimana pemimpin
dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat
merugikan aturan disiplin yang telah ditetapkan. Bagaimanapun juga, pemimpin
atau atasan merupakan contoh yang akan ditiru oleh bawahannya dalam bersikap.
Oleh sebab itu, bila seorang pemimpin atau atasan menginginkan tegaknya
peraturan disiplin dalam perusahaan, maka pemimpin adalah orang pertama yang
mempraktekkan agar dapat diikuti oleh karyawan lainnya.
c. Ada/tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.
Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam organisasi/perusahaan, bila
tidak ada peraturan yang tertulis yang pasti untuk dijadikan pegangan bersama.
Disiplin tidak mungkin dapat ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya
berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan
situasi.
Dengan adanya aturan tertulis yang jelas, para karyawan akan mendapatkan
kepastian mengenai pedoman apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan. Sehingga akan menghindarkan diri dari perilaku yang tidak sesuai
dengan peraturan tersebut.
d. Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan.
Bila ada seorang pegawai yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian
dari pemimpin untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran
yang dibuatnya. Melalui tindakan terhadap perilaku indisipliner, sesuai dengan
sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam
hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Pada situasi demikian, maka
semua pegawai akan menghindari sikap yang melanggar aturan yang akhirnya
akan menimbulkan kerugian pada organisasi/perusahaan. Demikian pula
sebaliknya, apabila pemimpin tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah
jelas pelanggaran yang dibuat oleh karyawan, akan berdampak kepada suasana
kerja dalam organisasi/perusahaan. Dimana pegawai akan meragukan pentingnya
berdisiplin di tempat kerja.
e. Ada atau tidak adanya pengawasan pimpinan.
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan organisasi/perusahaan, perlu adanya
pengawasan, yang akan mengarahkan pegawai untuk dapat melaksanakan
pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan standar organisasi/perusahaan. Dengan
menyadari bahwa sifat dasar manusia adalah selalu ingin bebas, tanpa terikat oleh
peraturan, maka pengawasan diperlukan demi tegaknya disiplin dalam suatu
organisasi/perusahaan.
f. Ada atau tidak adanya perhatian kepada para karyawan.
Pegawai adalah manusia yang memiliki perbedaan karakter antara satu
dengan yang lain. Sebagai manusia, karyawan tidak hanya membutuhkan
penghargaan dengan pemberian kompensasi yang tinggi, tetapi juga
membutuhkan perhatian yang besar dari pemimpin. Keluhan dan kesulitan mereka
ingin didengar dan dicarikan jalan keluarnya, dan lain sebagainya. Pemimpin yang
berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat
menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena pemimpin bukan hanya dekat secara
fisik, tetapi juga dekat secara batin. Pemimpin yang demikian akan selalu
dihormati dan dihargai oleh pegawai, sehingga akan berpengaruh besar terhadap
prestasi dan semangat kerja pegawai.

Sistem Kompensasi Edwin B. Flippo (dalam Heidjrahman Ranupandojo dan


Suad Husnan, 1983 : 129) menjelaskan bahwa kompensasi adalah harga untuk
jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan, Hadi
Poerwono memberi pengertian kompensasi sebagai jumlah keseluruhan yang
ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja
meliputi masa atau syarat-syarat tertentu (Poerwono dalam Heidjrahman
Ranupandojo dan Suad Husnan, 1983 : 129). Sementara itu, Soekemi dkk. (1988 :
7.21) menjelaskan kompensasi sebagai imbalan jasa yang diterima seseorang
didalam hubungan kerja yang berupa uang atau barang, melalui perjanjian kerja,
imbalan mana diperuntukkan memenuhi kebutuhan bagi dirinya dan keluarganya.
Dengan demikian, pengertian kompensasi bisa dirujuk dari pendapat T. Hani
Handoko (1993 : 155), yaitu segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai
balas jasa untuk kerja mereka.

Salah satu tujuan manajemen sumber daya manusia, yaitu memastikan


organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta
dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan yang dapat memenuhi
kebutuhan pekerjanya. Dalam usaha mendukung pencapaian tenaga kerja yang
memiliki motivasi dan berkinerja tinggi, yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.

Sistem kompensasi juga berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting


dalam membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak
organisasi mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa
“kompensasi tidak lebih sekadar cost yang harus diminimisasi”. Tanpa disadari
beberapa organisasi yang mengabaikan potensi penting dan berpersepsi keliru
telah menempatkan sistem tersebut justru sebagai sarana meningkatkan perilaku
yang tidak produktif atau counter productive. Akibatnya muncul sejumlah
persoalan personal misalnya low employee motivation, poor job performance,
high turn over, irresponsible behaviour dan bahkan employee dishonestry yang
diyakini berakar dari sistem kompensasi yang tidak proporsional.

Disiplin kerja adalah Salah satu aspek kekuatan Sumber Daya Manusia
(SDM) dapat tercermin pada sikap dan perilaku disiplin, sebab disiplin
mempunyai dampak yang kuat terhadap suatu organisasi untuk mencapai
keberhasilan dalam mengejar tujuan yang direncanakan. Segala macam
kebijaksanaan tidak mempunyai arti jika tidak didukung oleh para pelaksananya.
Menurut Rivai (2004: 444), disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para
manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk
mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku. Keith Davis dalam Mangkunegara (2009:129)
mengemukakan bahwa ”Dicipline is management action to enforce organization
standards”. Berdasarkan pendapat Keiht Davis, disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedomanpedoman
organisasi.

Siagian ( 2006: 304 ) memberikan pengertian bahwa: Disiplin merupakan


tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi
tuntutan berbagai ketentuan. Dengan perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah
suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan,
sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela
berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta
meningkatkan prestasi kerjanya.

Sutrisno (2011: 86) mengemukakan bahwa disiplin menunjukkan suatu


kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan
ketetapan perusahaan. Dengan demikian bila peraturan atau ketetapan yang ada
dalam perusahaan itu diabaikan, atau sering dilanggar, maka karyawan
mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada
ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik.
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Sulistiani ( 2003: 236) disiplin
adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar
peraturan atau prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai
dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja
dalam sebuah organisasi. Kedua pendapat tersebut memberikan penegasan bahwa
disiplin merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan karakteristik
kepribadian seorang pegawai seperti tanggung jawab, percaya diri, ketekunan
dalam bekerja dan kontrol diri serta dapat mempertahankan dan mengembangkan
perilaku yang tepat dalam bekerja. Sedangkan menurut Moenir (2000:97)
Mengemukakan bahwa “disiplin kerja dalam pelaksanaannya harus senantiasa
dipantau dan diawasi di samping hal itu seharusnya sudah menjadi perilaku yang
baik setiap karyawan dalam suatu organisasi”.

Istilah prestasi kerja dan kinerja memilki pengertian yang sama, prestasi
kerja berasal dari dua kata yaitu prestasi dan kerja. Dimana istilah prestasi berasal
dari bahasa Belanda yang disebut dengan Pretatic, yang berarti apa yang telah
diciptakan. Menurut Mangkunegara (2009: 67) Istilah kinerja berasal dari kata Job
Performance atau Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang). Jadi, pada dasarnya prestasi adalah hasil yang telah
dicapai dari suatu usaha yang dilakukan.

Mangkunegara (2009: 67), bahwa pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah


hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuainya dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Dharma (1998: 1), bahwa
prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan
atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang.

Kedisiplinan adalah sifat seorang pegawai yang secara sadar, memnuhi


aturan atau peraturan organisasi tertentu yang pada akhirnya sangat
mempengaruhi kinerja pegawai. Kedisiplinan sepatutnya dipandang sebagai
bentuk latihan bagi pegawai dalam melaksanakan aturan-aturannya. Semakin
disiplin, maka semakin tinggi kinerja pegawai dan organisasi dapat berjalan
dengan baik.

4. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Untuk mengungkapkan bahwa secara teoritis ada pengaruh gaya


kepemimpinan,dan disiplin terhadap kinerja pegawai puskesmas maka dibutuhkan
beberapa hasil penelitian terdahulu yang releva. Penelitian yang dilakukan oleh
suryati,dkk 2013 menyatakan bahwa :”hubungan disiplin waktu dan kinerja
pelayanan kesehatan di puskesmas tataba kecamatan muko. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini adalah Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin waktu
petugas kesehatan yang masih kategori kurang baik dalam pelayanan kesehatan
lebih banyak daripada petugas kesehatan yang kategori baik. Berdasrkan tabel
silang yang didapatkan, disipliin waktu baik dengan kategori kinerja pelayanan
kesehatan baik ada 10 orang (83,3%). Sedangkan disiplin waktu kurang baik
dengan kategori kinerja kurang baik ada 12 orang (60%). Dilihat dari hasil
penelitian, walaupun dispilin waktu petugas kesehatan sudah kategori baik namun
kinerja masih kategori kurang baik, sementara petugas kesehatan yang kategori
kurang baik, namun kinerjanya baik. Faktor lainnya seperti umur, jenis kelamin,
dan pekerjaan dapat pula mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan.

Beberapa penelitian mengenai hubungan kepemimpinan dengan kepuasan


kerja pegawai puskesmas juga pernah dilakukan di Malang. Penelitian yang
dilakukan oleh Wibisono pada Tahun 2011 di Puskesmas Turen Malang
menunjukkan faktor perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik
pengambilan keputusan secara bersama sama berhubungan terhadap kepuasan
kerja pegawai (R2=0,342 dan nilai p=0,794). Selain itu secara parsial, faktor
faktor tersebut meliputi perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik
pengambilan keputusan berhubungan dengan kepuasan kerja pegawai (perilaku
pimpinan p=0,075; motivasi p=0,076; arus komunikasi p=0,069; pengambilan
keputusan p=0,084). Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono pada tahun 2010
di Puskesmas Kecamatan Sumbermanjing Wetan Malang menunjukkan
adahubungan antara karakteristik organisasi (perilaku pimpinan dan
lingkungankerja) dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas (p=0,012).
Penelitian ini jugamenjelaskan bahwa karakteristik organisasi adalah variabel
yang memilikipengaruh paling besar terhadap kepuasan pegawai (r2=0,133225
atau r2=13,3%).

B. Kerangka Pemikiran
Beberapa teori yang menjelaskan efektivitas kinerja pegawai, yaitu fakor
menunjukkan faktor perilaku pimpinan, motivasi, arus komunikasi dan praktik
pengambilan keputusan secara bersama sama berhubungan terhadap kepuasan
kerja pegawai. Intinya adalah kinerja akan bergantung pada perpaduan yang tepat
antara individu dengan pekerjaannya. Untuk mencapai produktivitas harus
menjamin dipilhnya orang yang tepat, dengan pekerjaan yang tepat disertaiu
kondisi yang memungkinkan mereka bekerja dengan optimal.

Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam penilaian kinerja


karyawan, tentu hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan
dinilai. Terdapat tiga variabel penting yang harus dipertimbangkan dalam
pengukuran kinerjanya yaitu pelaku (input), perilaku (proses) dan hasil kerja
(output) (Mahmudi,2005).

1) Kinerja berbasis pelaku

Lebih menekankan pada pegawai pelaksana kinerja, Penilaian kineja


difokuskan pada pelaku dengan atribut-atribut, karakteristik dan kualitas personal
yang dipandang sebagai faktor utama kinerja. 2) Kinerja berbasis perilaku Tidak
semata-mata berfokus pada faktor pegawai, namun berkonsentrasi pada perilaku
yang dilakukan seseorang dalam melakukan kerja. 3) Kinerja berbasis hasil kerja
Kinerja berbasis hasil kerja difokuskan pada pengukuran hasil. Selain
memfokuskan pada hasil juga harus tetap memperhatikan faktor perilaku dan
kualitas personal.
Penilaian kinerja menurut Gorda (2006) adalah. 1) Penilaian kinerja
menyediakan berbagai informasi untuk keperluan pengambilan keputusan tentang
promosi, mutasi, demosi, pelatihan dan penetapan kebijaksanaan kompensasi 2)
Penilaian kinerja merupakan media antara pimpinan dan bawahan untuk bersama-
sama mengevaluasi bawahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Dengan
mengetahui kelemahan dan kelebihan, hambatan dan dorongan atau berbagai
faktor sukses bagi kinerja seseorang atau institusi, maka terbukalah jalan menuju
profesionalisme yaitu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama
itu. Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam berorganisasi (Robbins,
2006) adalah sebagai berikut.

1) Penilaian dipergunakan untuk pengambilan keputusan personalia yang


penting seperti dalam hal promosi, transfer atau pemberhentian

2) Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan


yang dibutuhkan

3) Penilaian kinerja dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk program


seleksi dan pengembangan

4) Penilaian kinerja untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada


terhadap karyawan tentang bagaimana organisasi/perusahaan memandang kinerja
mereka.

Ada dua tipe kegiatan kedisiplinan, organisasi dapat menerapkan kedua


tipe tersebut tergantung pada keadaan bagaimana karyawan tersebut dalam
melaksanakan tugasnya. Tipe kegiatan pendisiplinan tersebut diantaranya.

1) Pendisiplinan preventif adalah tindakan yang mendorong karyawan


untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memnuhi standar yang
ditetapkan, artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap tindakan
dan perilaku yang diinginkan dari setiap organisasi diusahakan pencegahan jangan
sampai para karyawan berperilaku negatif. Keberhasilan penerepan pendisiplinan
preventif terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi, akan tetapi agar
disiplin pribadi tersebut semakin kokoh paling sedikit tiga hal yang perlu
diperhatikan manajemen yaitu.

(1) Para anggota organisasi perlu didorong agar memiliki rasa memiliki
organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang
merupakan miliknya, berarti perlu ditumbuhkan dan ditanamkan perasaan kuat
bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan sekedar mencari nafkah dan
mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang bersangkutan.

(2) Para karyawan menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan dari dalam


kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota
organiasasi.

(3) Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan


yang wajib ditaati dan distandar yang harus dipenuhi. Penjelasan yang dimaksud
seyogyanya isertai dengan informasi lengkap mengenai latar belakang mengenai
berbagai ketentuan yang bersifat normative tersebut.

2) Pendisiplinan korektif terjadi jika ada karyawan yang nyata-nyata telah


melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang bersifat normative
tersebut. Dalam menegakkan kedisiplinan diperlukan peraturan dan hukuman,
dengan tujuan untuk memberikan bimbingan bagi karyawan dalam menciptakan
tata tertib yang baik didalam organisasi/perusahaan. Dengan tata tertib yang baik,
semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektifitas kerja karyawan akan
meningkat. Organisasi akan sulit mencapai tujuannya jika karyawan tidak
mematuhi peraturan yang berlaku.

Sedangkan Gorda (2006), mengatakan beberapa faktor penyebab


tumbuhnya disiplin kerja diantaranya adalah; 1) kesadaran karyawan, 2)
komunikasi yang sehat dan 3) kepemimpinan. Untuk membangun disiplin yang
lebih efektif, dua dimensi penting harus diperhatikan yaitu organisasi dan
perilaku. Dimensi-dimensi ini sangat penting bagi program disiplin dan terdiri
dari kebijakan-kebijakan yang sering digunakan oleh pimpinan dalam membentuk
program disiplin.

Gorda (2006) terlihat aga tiga wujud kompensasi, yaitu : 1) kompensasi


yang berbentuk uang seperti upah dan gaji, bonus, uang lembur, tunjangan pangan
yang dibayar dengan uang, dan sebagainya, 2) kompensasi yang berwujud barang
seperti tunjangan pangan yang dibayar dengan beras, tunjangan lauk-pauk yang
dibayar dengan lauk-pauk dan sebagainya, 3) kompensasi berwujud kenikmatan
seperti penghargaan (pengakuan pencapaian hasil kerja), promosi, perumahan
dengan sewa murah, transportasi dengan sewa murah, pelayanan kesehatan gratis,
dan sebagainya, Dari pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa kompensasi
bukan hanya berbentuk uang tapi juga dalam bentuk tunjangan dan penghargaan
seperti yang dikemukakan oleh Gorda dapat dipakai acuan dalam penelitian ini.

Pengertian gaya kepemimpinan menurut Darwito (2008) merupakan


norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Menurut Gibson (2001)
kepemimpinan transformasional adalah sebuah kemampuan untuk memberi
inspirasi dan motivasi para pengikut untuk mencapai hasil-hasil yang lebih besar
daripada yang direncanakan secara orisinil dan untuk imbalan internal.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa, gaya kepemimpinan
transformasional adalah suatu cara atau pendekatan yang digunakan oleh seorang
pemimpin atau atasan dalam memberikan arahan, motivasi,inspirasi serta dalam
mempengaruhi perilaku pengikut atau bawahannya. Gaya kepemimpinan seorang
pimpinan atau atasan dalam sebuah organisasi sendiri memiliki pengaruh pada
tingkat disiplin pegawai. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Munandar (2011)
ditemukan hasil bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh
signifikan terhadap disiplin kerja pegawai.
Tipe Kepemimpinan
Hubungan pemimpin dengan pegawainya dapat diukur melalui kinerjapemimpin
dalam mengarahkan dan membimbing pegawainya untukmelaksanakan tugas.
Pemimpin juga dituntut untuk mampu memecahkan masalahdan mengambil
keputusan yang tepat dan efektif. Terdapat empat tipekepemimpinan dalam
organisasi yaitu sebagai (Mitfah, 2007).
1. Kepemimpinan instruksi
Perilaku pemimpin dengan pengarahan tinggi tetapi rendah dukungan
yangdicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan
batasanterhadap peranan pegawainya dan memberitahu tentang
mekanismepelaksanaan tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan
pengambilankeputusan dilakukan oleh pemimpin. Pelaksanaan pekerjaan
diawasisecara ketat oleh pemimpin.
2. Kepemimpinan konsultasi
Perilaku pemimpin dengan pengarahan yang tinggi dan dukungan yangtinggi juga.
Peran pemimpin lebih banyak dalam hal memberikan pengarahan dan
pengambilan keputusan tetapi diikuti dengan adanyakomunikasi dua arah dan
perilaku mendengarkan perasaan pengikuttentang keputusan yang dibuat serta ide
dan saran pegawai
3. Kepemimpinan partisipasi
Perilaku pemimpin dengan tingkat dukungan yang tinggi tetapi rendahpada
pengarahan. Proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusandilakukan
secara bergantian, adanya komunikasi dua arah dan pemimpinjuga mendengar
secara aktif. Tanggung jawab pemecahan masalah danpengambilan keputusan
sebagian besar ada pada pegawai. Menekankanpada pentingnya menjalin
hubungan yang baik dengan seluruh jajaranorganisasi yang melibatkan
bawahannya yaitu meminta sugesti sugesti daripara bawahannya dan
menggunakan sugesti sugesti tersebut pada saatmembuat keputusan
4. Kepemimpinan delegasi
Perilaku pemimpin yang dicirikan dengan rendahnya dukungan dan
jugapengarahan oleh pemimpin. Pemimpin mendiskusikan masalah bersamasama
dengan pegawainya yang kemudian keputusan yang dibuat akandidelegasikan
secara keseluruhan kepada pegawainya.Mitfah, T., 2007. Perilaku Organisasi:
Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali Pers.

Motivasi awalnya merupakan bahasa latin yaitu “movere”


yangmengandung arti mendorong. Jadi motivasi dapat didefinisikan sebagai
kumpulanberbagai faktor yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik yang mendorong
individuuntuk melakukan suatu kegiatan tertentu (Winardi, 2011). Motivasi
jugamerupakan daya pendorong yang membuat seseorang lebih bersemangat
untukbekerja agar dapat bekerja sama, bekerja secara efektif dan terintegrasi
yangbertujuan untuk mendapatkan kepuasan (Hasibuan, 2004). Selain itu ada
jugayang menjelaskan bahwa motivasi terbentuk oleh sikap suatu pegawai
dilingkungan kerja organisasinya. Hal ini mengandung arti bahwa motivasi
adalahkondisi yang mendorong pegawai untuk mencapai tujuan
organisasi(Mangkunegara, 2005).
Pemberian motivasi kepada pegawai memiliki beberapa tujuan
yaitumendorong pegawai untuk bekerja lebih bersemangat, meningkatkan
kepuasankerja pegawai, meningkatkan kedisplinan pegawai, menciptakan kondisi
danhubungan kerja yang baik serta meningkatkan rasa tanggung jawab
terhadaptugas-tugas yang dikerjakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pemberianmotivasi penting dilakukan karena pemimpin memerlukan kerja sama
yang baikdengan pegawainya dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi untuk
mencapaitujuan organisasi (Hasibuan, 2001). Selain itu pemberian motivasi
diperlukanuntuk mendorong dan mengarahkan kemampuan pegawai secara lebih
baikdengan tetap memperhatikan batas-batas kemampuan manusia (Apramana,
2001).
Menurut Mirriam S. Arif (2005) disiplin adalah ketaatan, kesungguhan,
kekuatan, dan keterampilan sikap dan tingkah laku serta hormat pada segala
ketentuan perjanjian, atau berdasarkan tawar-menawar, tertulis peraturan dan
ketentuan hukum atau kebiasaan. Disiplin tidak hanya diartikan taat kepada
peraturan-peraturan dan ketentuan yang lazim dilaksanakan. Akan tetapi disiplin
dapat mendorong manusia melaksanakan kegiatan-kegiatan secara sadar diyakini
manfaatnya. Disiplin akan membuat seseorang dapat membedakan hal-hal apa
saja yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan dan
yang tidak seharusnya dilakukan (karena merupakan hal-hal yang dilarang).
Penggunaan hukuman digunakan apabila atasan atau pimpinan dihadapkan pada
permasalahan perilaku bawahan yang tidak sesuai dengan peraturan dan prestasi
kerja yang di bawah standar perusahaan atau organisasi.

Disiplin merupakan tindakan manajemen yang mendorong pegawai


menaati semua aturan dan norma-norma sosial yang berlaku. Dengan disiplin
kerja yang baik pada diri pegawai, maka akan semakin tinggi prestasi kerja yang
dicapainya. Sedangkan menurut J.Ravianto dalam buku produktivitas dan manusia
indonesia mengartikan disiplin kerja adalah ketaatan melaksanakan aturan yang
diwajibkan atau yang diharapkan oleh organisasi agar setiap tenaga kerja dapat
melaksanakan pekerjaan secara tertib dan lancar. Disiplin kerja yang diterapkan
dalam
Disiplin kerja bagi pegawai yang bekerja sebagai aparatur pemerintah
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan, karena dilihat dari kedudukannya
pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara yang mempunyai tugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan

Gaya kepemimpinan

Kinerja pegawai

Disiplin kerja
Gambar
Kerangka pemikiran
Pengaruh gaya kepemimpinan dan disiplin terhadap kinerja pegawai

Hipotesis
Ada 3 (tiga) hipotesis yang harus di uji dalam penelitian ini yaitu
1. adakah pengaruh signifikan gaya kepemimpinan puskesmas terhadap kinerja
pegawai
2. adakah pengaruh signifikan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai
3. adakah pengaruh signifikan secara simultan antara gaya kepemimpinan, disiplin
kerja terhadap kinerja pegawai
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Objek dan Lokasi Penelitian


Dalam melakuka penelitian diperlukan data dari sumber-sumber tertentu yang
sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan penelitian. Seperti yang dikemukakan
Nana Sudjana dan ibrahim (2001:84) bahwa, “populasi merupakan seluruh
sumber data yang memungkinkan memberikan informasi yang berguna bagi
masalah penelitian “. Populasi dapat berupa orang,nilai,barang atau benda-benda
lainnya yang dapat dijadikan objek dalam penelitian . Adapun yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah pegawai puskesmas simpang periuk yaitu
PNS = 60 Orang
Penelitian ini dilakukan terhadap populasi yang disebut sampel. Nana
Sudjana dan Ibrahim (2001:84) mengemukakan bahwa “sampel adalah sebagian
populasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sama sehingga betul-betul
terwakili populasinya”.
Dari populasi penelitan pegawai maka sampel yang diambil adalah sampel
total, karena jumlah pegawai puskesmas simpang periuk berjumlah 60 orang.
Berkenaan dengan sampel, Suharsimi Arikunto (1996:120) mengemukakan
sebagai berikut :
Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100,lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya
jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25%. Atau
lebih.
Bersadarkan pendapat diatas ,maka penulis menetapkan sampel pegawai
dalam penelitian ini berjumlah 60 orang.
Lokasi penelitian ini dilakukan di puskesmas simpang periuk lubuklinggau.
B. Populasi dan Sampel

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu
penelitian yang dilaksanakan dengan memilih sejumlah sampel dari total populasi,
kemudian dari sampel terpilih ditetapkan sejumlah respondenuntuk mendapatkan
informasi yang valid, maka kepada responden yang terpilih dilakukan wawancara
dengan mengunakan kuisioner.

1. Populasi

Menurut Sugiono populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas


objek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentuyang ditetap
oleh peneliti untuk untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.populasi
finite adalah populasi yang jumlah anggota secara pasti dapat diketahui,
sedangkan populasi infinite adalah suatu populasi yang jumlah anggota
populasinya tidak dapat diketahui secara pasti.

Menurut sutrisni hadi populasi adalah sejumlah individu dalam kelompok


besar, yang mempunyai karakteristik umum yang sama yang menjadi fokus dalam
suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Populasi juga merupakan
keseluruhan individu, subjek, objek gejala ataupun kejadian kejadian yang
dimaksutkan untuk diselidiki.

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai puskesmas simpang periuk lubuk
linggau yang berjumlah 30 orang.

2. Sampling
Disebabkan populasi dalam penelitian ini berjumlah kecil (n<50) maka
tidak perlu dilakukan pemilihan sampel, dan semua populasi dijadikan
sampel atau population sampling.
C. Definisi dan Operasionalisasi Variabel serta Sifat Data

1. Kinerja perawat
a. Definisi konseptual
Kinerja kesehatan merupakan perpaduan antara kemampuan
seorang perawat dan usahanya yang kemudian menghasilkan apa
yang dikerjakan dalam bidang dinas kesehatan.
b. Defenisi operasional
Indikator kinerja terdiri dari dua faktor yaitu : faktor internal dan
eksternal. Faktor dapat diartikan sebagai segala bentuk usaha yang
berasal dari dalam diri sendiri yang dapat memberikan dorongan
untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang meliputi
kemampuan, pengetahuan dan disiplin dalam bekerja. Faktor
eksternal adalah segala sesuatu yang berasal dari luar usaha
perawat.
2. Gaya kepemimpinan puskesmas
a. Defenisi konsep variabel
Gaya kepemimpinan kepala puskesmas adalah keahlian kepala
puskesmas dalam merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan mengawasi dan mengevaluasi
seluruh kegiatan di puskesmas simpang periuk.
b. Defenisi operasional variabel
Seorang kepala puskesmas harus mampu merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan mengawasi
dan mengevaluasi.
3. Disiplin kerja
a. Defenisi konseptual
Disiplin kerja merupakan dapat mengatur dan mengendalikan diri
yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja.
b. Definisi operasional
Disiplin kerja memiliki indikator:
a) Tujuan dan kemampuan yakni pekerjaan yang dibebankan
harus sesuai dengan kemampuan pegawai.
b) Mampu menentukan kedisiplinan.
c) Mengurangi frustasi pegawai.
d) Meningkatkan tanggung jawab.
e) Sifat data
Pertanyaan atau pernyataan yang diajukan adalah bersifat kualitatif dan
untuk keperluan analisa maka data yag terkumpul diubah menjadi data
yang bersifat kuantitatif. Dengan demikian data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bersifat kualitatif yang dikuantifisir yang jawaban
pertanyaan bersifat ordinal dengan 5 skala setiap jawaban diberikan
skor sesuai urutan sebagai berikut:

Tabel skala penilaian instrumen penelitian


NO ALTERNATIF JAWABAN SKOR
1 Sangat setuju 5
2 Setuju 4
3 Kurang setuju 3
4 Tidak setuju 2
5 Sangat tidak setuju 1

D. Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan teknik
observasi yang didukung oleh kuesioner yang dilengkapi dengan studi
dokumenter. Penggunaan teknik obsevasi dilakukan untuk melihat pengaruh gaya
kepemimpinan,disiplin kerja terhadap kinerja pegawai puskesmas simpang periuk.
Oleh karena itu dikembangkan suatu alat penelitian yang dapat
mengungkapkan pengaruh gaya kepemimpinan, disiplin kerja terhadap kinerja
pegawai simpang periuk. Alat pengumpulan data yang akan dikembangkan berupa
pedoman observasi serta kuesioner. Guna melengkapi data diatas,dilakukan pula
studi dokmentasi untuk melengkapi data yang dimaksud.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka yang menjadi instrumen penelitian
termasuk didalamnya adalah penelitian sendiri yang dibantu oleh pegawai
puskesmas. Mengacu pada teknik pengumpulan data tersebut.

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas
Pengujian validitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengukur apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian benar benar
mampu mewakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep. Validitas
alat ukur menetukan sejauh mana alat ukur penelitian, atau dengan kata lain
bahwa validitas merupakan suatu yag menunjukan tingkat suatu alat ukur.
Suatu alat ukur skala pengukuran dikatakan valid jika skala pengukuran
mengukur apa yang dimaksut untuk ukur atau alat ukur yang salah atau tidak tepat
akan mempunyai validitas yang rendah, begitu pun sebaliknya. Pengujian
validitas alat ukur dalam penelitian ini mengunakan pendekatan kolerasi product
moment pearsoncorrelation seperti meliputi tiga tahapan yaitu:
a) Penentuan Nilai Kolerasi
Untuk menguji alat ukur berupa angket, terlebih dahulu dicari angka
kolerasi bagian bagian dari alat ukur secara keseluruhan, yaitu dengan cara
mengkolerasikan setiap butir alat ukur dengan skor yang merupakan
jumlah tiap skor butir dengan mengunakan rumus kolerasi, rumus yang
digunakan: untuk menguji validitas akan digunakan uji kolerasi product
moment pearson dengan bantuan program SPSS. Apabila nilai r hitung
instrumen lebih besar r tabel maka dinyatakan valid secara manual rumus
uji tersebut adalah :
Keterangan :
RXY= kolerasi antara x dan y
X= skor nilai x
Y= skor nilai total y
N= jumlah sampel

Pedoman untuk memberikan interprestasi kolerasi


Interval koofisien Tingkat hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,300 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-0,000 Sangat kuat

Menentukan uji signifikansi (penetuan nilai t hitung) untuk menetukan


nilai signikasi relasi product moment secara statistik angka kolerasi yang
diperoleh diuji menurut uji f atau dibandingkan dengan uji tabel.
Penarikan kaidah keputusan nilai hitung yang dihasilkan kemudian
dibandingkan dengan nilai tabel untuk kesalahan 5% (a=0,05) dan derajat
kebebasan (dk).

2. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas digunakan untuk mengukur bahwa instrumen penelitian
bebas dari kesalahan persepsi sehingga menghasilkan hasil hasil yang konsisten
dan dapat digunakan pada kondisi yang berbeda beda untuk menguji reabilitasi
akan digunakan cronbach alpha dengan program SPSS instrumen dinyatakan valid
apabila nilai alpha lebih besar dari 0,333

F. Teknik Analisa Data

Data penelitia ini terdapat dua jenis data yakni data primer dan data
skunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan secara empirik.
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur. Data primer
meliputi data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data kualitatif adalah responden
atau instrumen penelitian pada lokasi penelitian.
Hasil penelitian melalui instrumen dilakukan pengujian mulai dari uji
asumsi klasik meliputi uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji
heteroskedastisitas dan uji auto korelasi.

1. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas data
Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan dalam penelitian ini bersifat normal atau tidak. Apabila data
yang dipakai normal maka dopakai uji stastistika parametik sebaliknya
kalau data tidak normal maka alat uji yang dipakai statistika non
parametik. Pengujian normalitas data akan digunakan alat uji smirnov
kolmogorof dengan menggunakan program SPSS. Data mempunyai
distribusi normal apabila nilai signifikasinya diatas 0.056 Rumus yang
akan digunakan secara manual adalah :
D=Maksimum (Sn1(x)-Sn2(x))
Dimana : D = nilai kritis
Sn = standar deviasi fungsi distribusi empiris
Sn = standar deviasi fungsi distribusi komulatif

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui korelasi


antarvariabel-varibel indipenden yang digunakan dalam penelitian.
Untuk menguji multikolinearitas akan digunakan variance
inflationfactor (VIF) dan tolerance. Sebuah model regrasi akan bebas
dari multikolinearitas apabila nilai VIF lebih kecil dari 10. Secara
manual perhitungan VIF dapat dilakukan dengan rumas sebagai
berikut :

VIF = 1 ;J = 1,2 .....K


(1-R2J)
Dimana :
VIF = angka VIF
J = Jumlah Sampel 1,2....... K
R2J =Koofisien determinasi variabel bebas k-j dengan variabel lain

2. Analisa Regresi Berganda


Analisa yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah analisa regresi
linear berganda dengan rumus sebagai berikut:
Y= β0 + β1 X1 + β x 2 + e
Keterangan
Y = Kinerja
β0 = Konstanta
X1 = Gaya kepemimpinan puskesmas
X2 = Disiplin kerja
β1,β2,= Koefisien variabel independen X1...X2
E = Error

3. UjiHipotesis
a) Uji F
Uji ini dilakukan dengan proses SPSS. Uji ini digunakan untuk
menguji keberartian koefisien regresi secara bersama sama atau
serentak. Adapun langkah langkah pengujiannya adalah:
1) Menentukan komposisi hipotesis
Ho : β1=β2 =
Tidak ada pengaruh yang disignifikan antara gaya kepemimpinan dan
disiplin kerja terhadap kinerja pegawai puskesmas simpang periuk
secara bersama-sama.
Ha : β1≠β2≠
Ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan disiplin
kerja terhadap kinerja pegawai puskesmas simpang periuk secara
bersama sama.
1) Menentukan level of signifikan α= 5%
2) Mencari F Hitung
Rumus: F= R2/(K - 1)
(1-R2)/(n - k)
Dimana :
R2= Koefisien determinasi
n = Jumlah pengamatan
k = Treatment (variabel independen)
Hasil F hitung dibandingkan dengan F tabel, jika F hitung <F label
maka H alternatif tidak diterima berarti secara bersama sama.

G. Waktu dan Lokasi Penelitian


1. WaktuPenelitian
Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai agustus sampai november
2015, dari penyiapan instrumen, penyebaran angket uji coba, pelaksanaan
penelitian, pengolahan data dan pelaporan hasil penelitian, time schedule
penelitian sebagai berikut :
Tabel
Jadwal Proses Penelitian Thesis

Kegiatan Tahun Sep Okt Nov Des


No
2012 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Tahap Pertama: Penyusunan Usulan Penelitian
Menyusun Proposal
Penelitian
Konsultasi proposal
Tesis
Seminar Usulan
Penelitian
Perbaikan Usulan
Penelitian
2. Tahap Kedua: Penulisan Tesis
Analisis dan
Pengolahan Data
Penulisan Laporan
Penelitian
3. Tahap Ketiga: Pelaporan Akhir
Konsultasi Akhir
Perbaikan Laporan
Pengujian Tesis

2. LokasiPenelitian
Lokasi dilakukan di Puskesmas Simpang Periuk Lubuklinggau

Anda mungkin juga menyukai