Anda di halaman 1dari 5

ABSTRACT

The study entitled "legal protection for consumers on the sale of cosmetics through
online media". Aims first to know and understand and analyze about how the legal protection
for consumer of cosmetic users who do not have permission from BPOM. Secondly to know
and understand and analyze how effort BPOM in overcoming cosmetic sales that do not have
permission from BPOM.

The research method used in this thesis is using normative research method which is
library research, that is research on legislation and literature related to the matter discussed.

Based on the results of research can be concluded first: the protection of consumers
regarded materially and formally is very important, given the advance of science and
technology at this time. Productivity of producers of goods or services it produces in
fulfilling its business. Thereby efforts to provide adequate protection to the interests of
consumers is an important thing. When viewed from the court decision, the witness against
the crime in the Health Act No. 36 Year 2009 (on health) menyataka imprisonment of 15
years and fine 1.5 M. Second: the obstacle faced by BPOM surabaya in the level of
investigation is the existence of internal and external constraints. Lack of consumer
awareness to report the existence of business actors selling cosmetics without permission
from BPOM.

Keywords: legal protection, unauthorized cosmetics, BPOM.


ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “ perlindungan hukum bagi konsumen atas penjualan kosmetik
melalui media online ” bertujuan pertama untuk mengetahui dan memahami serta
menganalisis tentang bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen pengguna kosmetik
yang tidak memiliki izin dari BPOM. Kedua untuk mengetahui dan memahami serta
menganalisis bagaimana upaya BPOM dalam mengatasi penjualan kosmetik yang tidak
memilki izin dari BPOM.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan metode
penelitian normatif yang merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap
perundang – undangan dan literatur yang berkaitan dengan materi yang dibahas.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pertama: perlindungan terhadap


konsumen dipandang secara materil maupun formil sangatlah penting, mengingat semakin
majunya ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini. Produktivitas produsen atas barang
atau jasa yang dihasilkannya dalam memenuhi usahanya. dengan demikian upaya untuk
melakukan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu
hal yang penting.apabila di tinjau dari putusan pengadilan, saksi terhadap tindak pidana
dalam Undang – Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 ( tentang kesehatan ) menyataka
pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda 1,5 M. Kedua : kendala yang di hadapi
BPOM surabaya dalam dalam tingkat penyidikan adalah adanya kendala internal dan
eksternal. Kurangnya kesadaran konsumen untuk melaporkan adanya pelaku usaha yang
menjual kosmetik tanpa izin dari BPOM.

Kata kunci : perlindungan hukum, kosmetik tanpa izin, BPOM .


PENDAHULUAN

Perlindungan konsumen dipandang semakin dirasa sangat penting mengingat semakin


majunya teknologi dan ilmu pengetahuan yang diyakini sebagai penggerak produsen atas
barang dan jasa yang dihasilkannya. Dalam rangka mencapai sasaran usaha, maka
konsumenlah yang pada akhirnya akan merasakan dampaknya. Oleh karena itu, upaya
perlindungan terhadap konsumen merupakan sesuatu hal yang sangat penting.
Namun dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tidak tahu
atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak
sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen.
Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya
disebut UUPK). Namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hak-haknya
sebagai konsumen. Dan masih banyak pelaku usaha yang tidak mengindahkan peraturan
tersebut.
Ketatnya persaingan dapat mengubah perilaku pelaku usaha kearah persaingan yang
tidak sehat, karena masing-masing pelaku usaha tentunya memiliki kepentingan sendiri-
sendiri dan keinginan tersebut berbenturan dengan keinginan pelaku usaha yang lain.
Persaingan usaha yang tidak sehat inilah yang akhirnya membuat masyarakat khawatir atau
bahkan terbebani karena ulah pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Dari semua barang yang dihasilkan oleh pelaku usaha, kosmetik merupakan salah satu
hal yang paling diminati oleh wanita, bahkan saat ini juga pria yang menggunakan produk
skin care. Kecenderungan pemakaian kosmetik pada dasarnya dikarenakan keinginan untuk
menjadi lebih cantik. Kebanyakan kosmetik akan menawarkan kegunaan untuk menutupi
kekurangan pada diri seseorang. Misalnya saja sebuah alas bedak yang dapat menutupi bintik
hitam pada kulit yang biasa disebut sebagai flek hitam. Banyaknya minat konsumen untuk
membeli merek terkenal justru dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Salah
satunya adalah dengan maraknya kosmetik di pasaran.
Kosmetik ini dibuat semirip mungkin dengan merek-merek kosmetik terkenal, misalnya
saja palsu dari merek MAC, Revlon, Naked Palette by Urban Decay sering ditemui di
pasaran. Menurut Ketua Umum Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan, Widyaretna
Bueanastuti, “biasanya oknum yang memalsukan ini menjual produk palsu dengan harga
yang murah karena alasan promosi atau cuci gudang. Ada pula yang menjual tanpa kode
nomor registrasi karena alasan impor, terutama jika produk tersebut dari Cina. Namun, tidak
berarti tidak ada oknum yang memang memasang harga yang sama untuk menghindari
kecurigaan. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 8 Ayat 1 Huruf (E) UUPK yang
menyatakan bahwa:
” Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut “.
Untuk menghindari kecurigaan, pasti kosmetik akan mencantumkan label dan
komposisi yang tertulis pada kosmetik aslinya, sehingga mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, hal-hal yang tertera pada label berbeda dengan kosmetik palsu
tersebut.
Pemasaran kosmetik baik melalui iklan dikoran-koran, radio, dan
televisi,facebook,intagram, seolah-olah produk kosmetik tersebut nomor satu dan
aman untuk dipergunakan, hal itu dilakukan semata-mata agar masyarakat tertarik untuk
membelinya. Hal ini jelas amat berbahaya karena kosmetik tersebut mengandung bahan
kimia berbahaya dan tidak teruji secara klinis.
Kini banyak pengusaha baik dalam bentuk badan hukum maupun individu melakukan
transaksi jual beli dengan pembeli melalui layanan website atau bentuk blog dengan berbagai
macam barang. Salah satunya yang sedang ramai diperjual belikan adalah produk kecantikan
bagi konsumen kaum perempuan. Jenis dari produk kecantikan bentuknya yaitu kosmetik
krim wajah. Produk kosmetik ini juga mempunyai merek yang berbeda-beda dan berasal dari
produsen asing seperti negara Korea (Utara atau Selatan), Amerika Serikat, atau negara-
negara di bagian Asia seperti Cina dan Thailand. Penjualan berbagai produk kosmetik ini
pun semakin laris karena semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan konsumennya
serta efeknya yang dikabarkan manjur melalui testimoni-testimoni dari konsumen yang telah
menggunakan produk kecantikan tersebut.
Salah satu produk kosmetik yang dijual di pasaran melalui toko on-line atau melalui situs
internet yaitu produk kecantikan.Berbagai cara dilakukan oleh pelaku usaha untuk
memasarkan produk mereka, salah satunya dengan mencantumkan bahwa produk tersebut
buatan luar negeri yang diimpor langsung ke Indonesia. Tidak adanya nomor registrasi dari
BPOM membuat harga produk lebih murah. Beberapa perbedaan produk kecantikan ilegal
dengan produk kecantikan resmi yaitu tidak adanya nomor registrasi BPOM, tidak adanya
label terjemahan bahan baku kosmetik dalam Bahasa Indonesia, tidak adanya tanggal
kadaluara produk, dan untuk beberapa kosmetik tidak disegel.
Para pelaku usaha yang dimaksudkan dalam UUPK ialah setiap orang perseorangan atau
badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badanHukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Tidak hanya dibatasi pabrikan saja namun juga bagi
distributor dan jaringannya, serta termasuk para importir. Pelaku usaha yang menjadi bahasan
dalam penelitian ini adalah pelaku usaha yang mengimpor dan menjadi agen distributor, yaitu
yang menjual produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan dan dijual melalui internet.
Ketidak berdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat
merugikan kepentingan masyarakat. Pada umumnya para pelaku usaha berlindung di balik
Standard Contract atau Perjanjian Baku yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak
(antara pelaku usaha dan konsumen), ataupun melalui berbagai informasi yang diberikan oleh
pelaku usaha kepada konsumen. Masyarakat awam tentunya akan tertipu dengan adanya
kosmetik tanpa izin yang beredar di pasaran saat ini.

Anda mungkin juga menyukai