PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Satu kreditur yang mempunyai kedudukan istemewa adalah kreditur pemegang
hipotik. Hipotik diatur dalam KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal
1232. Dengan berlakunya Undang-undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok
agrarian (UUPA) yang dimulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 buku II KUH
Perdata telah dicabut sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik.
Hipotik itu sendiri artinya adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak
bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan )
benda itu. Dari paparan latar belakang masalah di atas tentang hipotik, penulis tertarik untuk
menggali lebih dalam lagi mengenai hipotik ini dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hipotik?
2. Apa saja objek dalam hipotik?
3. Bagaimana sifat-sifat hipotik?
4. Bagaimana cara mengadakan hipotik?
5. Apa saja asas-asas yang terkandung dalam hipiotik?
6. Apa saja isi akte dari hipotik dan janji dalam hipotik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipotik
Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang
mempunyai arti “Pembebanan”.[1] Sedangkan Menurut Pasal 1162 B.W, hipotik adalah suatu
hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan
suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu.[2] Dalam buku Pokok-Pokok Hukum
Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto menjelaskan, bahwa hipotik
adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan
yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.[3]
B. Objek Hipotik
Adapun benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan yaitu:[4]
1. Tanah beserta bangunan
Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan atas semua
tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan berikut seperti:
Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang, bangunan hotel, bangunan losmen dan
lain sebagainya.
2. Kapal laut yang berukuran 20 m3 isi kotor ke atas.
Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi kotor ke atas
dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang.
Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa:
“Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik isi kotor dapat
didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-peraturan yang akan diberikan
dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa:
“Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kappa-kapal yang sedang dibuat dan
bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat diadakan hipotik.”[5]
C. Sifat-Sifat Hipotik
Adapun sifat-sifat hipotik yaitu:
1. Hipotik merupakan perjanjian yang accessoir, artinya bahwa perjanjian hipotik itu
merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam
mengganti (kredit), sehingga perjanjian hipotik itu tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya
perjanjian pokok tersebut.
2. Hipotik ini tidak dapat dibagi-bagi, artinya bahwa hipotik itu akan selalu melekat sebagai
jaminan sampai hutang yang bersangkutan seluruhnya dilunasi oleh debitur.
3. Hipotik bersifat zaaksgevolg (droit de suitei), artinya bahwa hak hipotik akan selalu melekat
pada benda yang dijaminkan dimanapun atau pada siapapun benda tersebut berada.
4. Hipotik mempunyai sifat lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya.[6]
Simpulan:
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan
untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan ) benda itu. Sedangkan
objek Hipotik adalah tanah, bangunan dan kapal laut yang berukuran 20 m 3 isi kotor ke atas.
Sifat-sifat hipotik itu sendiri ada empat yaitu accessoir, tidak dapat dibagi-
bagi, zaaksgevolg dan lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya
Adapun asas-asas hipotik meliputi asas publiciteit, asas specialiteit, dan asas tak
dapat dibagi-bagi (Ondeelbaarheid). Isi dari akte hipotik yaitu bersifat wajib dan fakultatif.
Di dalam hipotik ada perjanjian yang harus dipenuhi yaitu janji untuk menjual atas kekuasaan
sendiri, janji tentang sewa, janji untuk tidak dibersihkan, dan janji tentang Asuransi.
DAFTAR PUSTAKA
John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Cet. I, Jakarta: Sinar
Grafika, 1994.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 25, Jakarta: Intermasa, 1995.
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Edisi I, Yogyakarta:
Liberty, 1984.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hak Jaminan Atas Tanah, Yogyakarta: Liberty,
1981.