Oleh :
Rena Roy
1418011178
Pembimbing:
dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga tinjauan pustaka yang berjudul
“Aspek Bioetika Penggunaan Stem Cell Pada Bayi Tabung” ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
pada Blok Hemato-Immunology Tahun 2019 serta agar dapat menambah
kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan
serta bimbingan dari dr. Merry Indah Sari, M.Med.Ed selama menjalani Blok
Hemato-Immunology Tahun 2019 ini.
Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tulisan ini
dapat disempurnakan di masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.
Rena Roy
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sosial, hukum, kesehatan dan agama. Serta muncul berbagai pendapat mengenai
dampak positif dan negatif dari bayi tabung tersebut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. STEM CELL
1. Defenisi
Sel Punca atau stem cell adalah adalah sel yang belum terspesialisasi yang
mempunyai kemampuan atau potensi untuk berkembang menjadi berbagai
jenis sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Stem sel
merupakan sel yang belum berdiferensiasi yang berasal dari organisme
multiseluler yang mampu berkembang menjadi sel-sel setipe, yang selanjutnya
akan berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel lainnya. Stem sel juga disebut
sel punca, sel induk, dan sel batang.1
Stem sel berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh
yang telah rusak demi kelangsungan hidup organisme. Stem sel selain mampu
berdiferensiasi menjadi berbagai sel matang, juga mampu meregenerasi dirinya
sendiri. Kemampuan tersebut memungkinkan stem sel menjadi sistem
perbaikan tubuh dengan cara menyediakan sel-sel baru selama organisme
bersangkutan hidup, atau dengan prinsip sel-sel yang rusak akibat penyakit
dapat diganti dengan sel-sel yang baru.2
3
3. Aplikasi dan Penggunaan Kultur Sel Punca
Stem cells dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset maupun
pengobatan. Adapun penggunaan kultur stem cells adalah sebagai berikut.4
1. Terapi gen
Stem cells khususnya hematopoetic stem cells digunakan sebagai
pembawa transgen kedalam tubuh pasien dan selanjutnya dilacak apakah
jejaknya apakah stem cells ini berhasil mengekspresikan gen tertentu
dalam tubuh pasien. Adanya sifat self renewing pada stem cell
menyebabkan pemberian stem cells yang mengandung transgen tidak
perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu hematopoetic stem cells juga
dapat berdifferensiasi menjadi bermacam-macam sel sehingga transgen
tersebut dapat menetap diberbagai macam sel.
2. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada
organisma termasuk perkembangan organisma dan perkembangan kanker
3. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru
terutama untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan
4. Terapi sel (cell based therapy)
Stem cell dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan Petri. Sifat
ini dapat digunakan untuk melakukan manipulasi pada stem cells yang
akan ditransplantasikan ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-
penyakit tertentu tanpa mengganggu organ tubuh.
4
diharapkan embrio akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita
dan wanita tersebut akan mengalami kehamilan dan perkembangan selama
kehamilan seperti biasa. Teknik ini biasa dikenal dengan Fertilisasi in Vitro
(FIV).
5
alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang
disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian
sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa
biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami–istri tersebut
dapat memilih wanita yang masih muda, sehat, dan punya kebiasaan hidup
yang sehat dan baik. Praktik seperti ini biasanya belum ada ketentuan
hukumnya, sehingga apabila muncul kasus bahwa wanita yang disewa
rahimnya tersebut ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang
pembayaran, maka kasus ini akan sulit dipecahkan.
c. Sel telur atau sperma dari seorang donor.
Proses ini dilakukan apabila salah satu dari suami atau istri steril atau
mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak
mengandung benih untuk pembuahan yang dapat menghasilkan zigot.
Sehingga, benih yang mandul tersebut harus dicarikan penggantinya
melalui seorang donor agar dapat terbentuk zigot.
d. Menggunakan bank sperma.
Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank–bank
sperma. Pasangan yang mandul ataupun menginginkan keturunan dengan
sifat tertentu bisa mencari benih yang subur dari bank–bank sperma
tersebut yang kemudian di lakukan pembuahan dengan ovum dari sang
istri. Bahkan orang bisa menjual–belikan benih–benih itu dengan harga
yang sangat mahal misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel
di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Wanita yang
menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak
kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari
pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak
diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya.
Namun tidak semua proses tabung bayi ini akan berhasil, tingkat keberhasilan
dari bayi tabung ini belum tinggi.8 Ada kriteria tertentu untuk bisa melakukan
bayi tabung ini, yaitu mereka adalah pasangan suami istri sah, sudah menikah
12 bulan atau lebih, usia istri harus di bawah 42 tahun, dan mengikuti
6
pemeriksaan fertilitas.9 Sudah mendapatkan konseling khusus mengenai
program fertilisasi in vitro, prosedur, biaya, kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan serta komplikasinya, siap biaya serta siap hamil, melahirkan, dan
memelihara bayinya. Jika melihat faktor kesuburan, untuk wanita idealnya
berumur antara 30-35 tahun. Artinya, pada umur-umur tersebut persentase
keberhasilan program bayi tabung lebih tinggi jika dibandingkan usia wanita
yang lebih tua (36-40 tahun). Ada beberapa faktor yang sering menyebabkan
kegagalan bayi tabung yaitu:10
1 Sel telur yang tumbuh tidak ada atau tidak mencukupi.
2 Tidak terjadi pembuahan.
3 Embrio tidak menempel dinding rahim.
4 Keguguran.
C. BIOETIK
1. Definisi
Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan
oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro
maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu
sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain
membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ,
teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah
kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat,
hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi,
dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.11
2. Prinsip-Prinsip Bioetika
Prinsip-prinsip bioetika pada dasarnya merupakan penerapan prinsip-prinsip
etika dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Etika kedokteran terapan,
terbagi atas 2 kategori besar: (1) Principlism: mementingkan prinsip etik dalam
bertindak. Termasuk dalam konteks ini adalah etika normatif, empat basic
moral principle, konsep libertarianism (mengutamakan otonomi) serta
7
beneficience in trust (berbuat baik dalam suasana kepercayaan). Dasar utama
dalam principlism adalah bahwa memilih salah satu prinsip etik ketika akan
mengambil keputusan, (2) Alternative principlism, termasuk dalam etika ini
adalah etika komunitarian, etika naratif dan etika kasih sayang.11,12
2. Beneficience
Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya
menuntut manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang
otonom dan tidak menyakiti mereka, tetapi juga dituntut agar manusia
tersebut dapat menilai kebaikan orang lain selanjutnya. Tindakan tersebut
diatur dalam dasar- dasar beneficence. Bagaimanapun seperti yang telah
disebutkan, dasar-dasar dari beneficence menuntut lebih banyak agent
8
dibanding dengan dasar-dasar non- maleficence. Beuchamp dan Childress
menulis: “dalam bentuk yang umum, dasar-dasar beneficence mempunyai
tujuan untuk membantu orang lain melebihi kepentingan dan minat
mereka”. Dasar dari beneficence mengandung dua elemen, yaitu
keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya, dan tuntutan untuk
melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan berapa banyak
kekerasan yang terlibat.
4. Justice (Keadilan)
Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles mengemukakan
bahwa justice lebih daripada kesamaan, karena seseorang dapat merasa
tidak diperlakukan secara semestinya walaupun telah diperlakukan sama
satu dengan yang lain.
9
1. Setiap orang memiliki hak sama sejauh yang dapat dicakup
keseluruhan sistem kesamaan kemerdekaan fundamental yang setara
bagi kemerdekaan semua warga yang lain.
2. Ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata
sedemikian sehigga keduanya
Dalam melakukan bayi tabung, hendaknya melalui sperma atau ovum dari
pasangan nikah yang sah. Karena hal tersebut tidak melanggar etika, dan
secara biologis anak yang nanti lahir dari hasil bayi tabung merupakan
10
anak kandung, yang secara psikologis memiliki hubungan kasih sayang
timbal balik yang sempurna antara anak dan orang tuanya.
2. Aspek Sosial
Jika dari sudut pandang sosial, bayi tabung akan berdampak pada sang
anak kelak. Posisi anak akan menjadi tidak jelas di mata masyarakat. Jika
anak yang dihasilkan dari sperma donor atau bank sperma maka status
anak menjadi tidak jelas karena bukan berasal dari sperma ayah
kandungnya. Selain itu akan ada pandangan negatif dari masyarakat
terhadap si wanita, karena akan dianggap mempunyai anak tanpa suami
atau punya anak diluar nikah. Si anak pun akan dipandang menjadi
seseorang yang berbeda dan dikecilkan oleh masyarakat.
3. Aspek Hukum
Dari sudut pandang hukum, sudah ada undang-undang yang mengatur
mengenai hal ini yang tidak bisa di ganggu gugat karena telah melalui
rundingan dan kesepakatan dari berbagai pihak. Adapun hukum-hukum
yang mengatur mengenai bayi tabung adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan program bayi tabung di Indonesia
1. Pelaksanaan bayi tabung tersebut diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan.
Dalam kedua peraturan tersebut pelaksanaan bayi tabung yang
diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu
menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut
yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim istri yang sah.
Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai
anak sah dari pasangan suami isteri tersebut.
2. Penetapan seorang anak sebagai anak sah adalah berdasar pada
pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Untuk membuktikan secara hukum bahwa seorang
11
anak adalah anak sah dari pasangan suami istri, maka dibutuhkan
akta kelahiran dari anak tersebut yang berisi data nama orang tua.
b. Pandangan hukum medis
UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa
upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanam dalam rahim istri dari mana ovum itu
berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
c. Undang-Undang bayi tabung
Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam pasal 16 UU No.
23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu uami istri mendapat keturunan.
Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah,
dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum itu
berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
c. Ada sarana kesehatan tertentu.
4. Aspek Medis
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan
yang menyinggung masalah ini. Dalam Undang-Undang No. 23 /1992
12
tenang Kesehatan, pada pasal 16 disebutkan bahwa hasil pembuahan
sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami atau istri yang
bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel telur itu
berasal. Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya
pendonoran embrio. Jika mengacu pada UU No.23/1992 tentang
Kesehatan, upaya pendonoran jelas tidak mungkin.
5. Aspek Agama
Dilihat dari sudut pandang agama, sekelompok tokoh agama pun menolak
adanya inseminasi buatan, karena menurut mereka hal itu adalah sebuah
kegiatan yang sangat bertentangan dengan Tuhan. Inseminasi buatan di
anggap menciptakan manusia, sedangkan pencipta manusia hanyalah
Tuhan, bukan manusia.
13
BAB III
KESIMPULAN
Inseminasi buatan (bayi tabung) adalah bayi yang pembuahannya terjadi di luar
tubuh wanita (in vitro), dengan cara mempertemukan sel gemet betina (ovum)
dengan sel jantan (spermatozoon) dalam sebuah bejana (petri disk) yang didalam
bejana telah disediakan medium yang sama suhu dan kelembabannya dengan
didalam rahim. Aspek bioetika dari penggunaan stem cell pada bayi tabung dilihat
dari sudut pandang pandang etik (moral), sosial, hukum, medis dan agama adalah
diperbolehkan jika sperma dan ovum berasal dari suami-istri yang sah dan
kemudian embrionya tempatkan di rahim istri.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
10. Easley CAT , Phillips BT, McGuire MM, Barringer JM, Valli H, Hermann
BP, Simerly CR, Rajkovic A, Miki T, Orwig KEet al. . Direct differentiation
of human pluripotent stem cells into haploid spermatogenic cells. Cell Rep
2012;2:440–446.
11. Šegota I. The beginnings of bioethical education at the School of Medicine
in Rijeka. JAHR. 2012;5:17–22.
12. Shin P. Defensible Limits in Critical Care: An Ethical Analysis of a Recent
Multisociety Policy Statement. Am J Bioeth. 2016;16(1):58-60.
16