Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

ASPEK BIOETIK PENGGUNAAN STEM CELL YANG BERASAL DARI


SURPLUS ZIGOT PEMBUATAN BAYI TABUNG

Oleh :
Rena Roy
1418011178

Pembimbing:
dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga tinjauan pustaka yang berjudul
“Aspek Bioetika Penggunaan Stem Cell Pada Bayi Tabung” ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
pada Blok Hemato-Immunology Tahun 2019 serta agar dapat menambah
kemampuan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan
serta bimbingan dari dr. Merry Indah Sari, M.Med.Ed selama menjalani Blok
Hemato-Immunology Tahun 2019 ini.

Penulis menyadari tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tulisan ini
dapat disempurnakan di masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.

Bandar Lampung, Mei 2019

Rena Roy

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Stem Cell............................................................................................. 2
B. Stem Cell Pada Inseminasi Buatan...................................................... 4
C. Bioetik.................................................................................................. 7
D. Aspek Bioetik Pada Bayi Tabung........................................................ 10

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Tidak semua pasangan dapat melakukan proses reproduksi secara normal.


Sebagian kecil diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan
mereka untuk memiliki keturunan. Pada wanita kendala ini dapat berupa hipofungsi
ovarium, gangguan pada saluran reproduksi, dan rendahnya kadar progesterone.
Sedangkan pada pria berupa abnormalitas spermatozoa dan rendahnya kadar
hormon testosteron. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
berkembang sangat pesat. Salah satu bidang IPTEK yang berkembang pesat
dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi adalah ilmu
reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta
prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu
teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah menggunakan
metode terapi stem cell dengan inseminasi buatan atau yang biasa dikenal dengan
bayi tabung.
Stem cell pada dasarnya adalah blok pembangun (building block) pada
tubuh manusia. Stem cell di dalam embrio pada akhirnya akan berkembang menjadi
sel, organ dan jaringan di dalam tubuh janin. Stem cell mempunyai kemampuan
yang luar biasa untuk berkembang menjadi banyak jenis sel berbeda di dalam tubuh
selama masa awal pertumbuhan. Selain itu juga, di banyak jaringan mereka
bertindak layaknya sistem perbaikan internal (Internal Repair System). Inseminasi
buatan dengan menggunakan stem cell yang berasal dari zigot, memasukkan cairan
semen (plasma semen) yang mengandung sel-sel spermatozoa ke dalam ovum yang
dilakukan di luar tubuh manusia (in vitro). Sehingga banyak pasangan suami istri
yang mengambil jalan inseminasi buatan yaitu bayi tabung untuk memperoleh
keturunan. Namun, dewasa ini tidak hanya pasangan yang kesulitan memperoleh
keturunan saja yang menggunakan bayi tabung, banyak juga kalangan lain yang
menggunakan bayi tabung untuk mendapatkan keturunan sesuai keinginan dengan
menggunakan sperma dari orang lain yang bukan pasangannya. Hal ini
menimbulkan munculnya issue mengenai bayi tabung, baik dari sudut pandang etik,

1
sosial, hukum, kesehatan dan agama. Serta muncul berbagai pendapat mengenai
dampak positif dan negatif dari bayi tabung tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. STEM CELL
1. Defenisi
Sel Punca atau stem cell adalah adalah sel yang belum terspesialisasi yang
mempunyai kemampuan atau potensi untuk berkembang menjadi berbagai
jenis sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Stem sel
merupakan sel yang belum berdiferensiasi yang berasal dari organisme
multiseluler yang mampu berkembang menjadi sel-sel setipe, yang selanjutnya
akan berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel lainnya. Stem sel juga disebut
sel punca, sel induk, dan sel batang.1

Stem sel berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh
yang telah rusak demi kelangsungan hidup organisme. Stem sel selain mampu
berdiferensiasi menjadi berbagai sel matang, juga mampu meregenerasi dirinya
sendiri. Kemampuan tersebut memungkinkan stem sel menjadi sistem
perbaikan tubuh dengan cara menyediakan sel-sel baru selama organisme
bersangkutan hidup, atau dengan prinsip sel-sel yang rusak akibat penyakit
dapat diganti dengan sel-sel yang baru.2

2. Teknik Memperoleh Stem Cell


Stem cell dapat diperoleh melalui teknik transplantasi. Transplantasi stem cell
dapat berupa transplantasi autologus, transplantasi alogenik, dan transplantasi
singenik.1,3
a. Transplantasi autologus, yaitu transplantasi menggunakan sel induk pasien
sendiri, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi dosis tinggi.
b. Transplantasi alogenik, yaitu transplantasi menggunakan sel induk dari
donor yang cocok, baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan
keluarga.
c. Transplantasi singenik, yaitu transplantasi menggunakan sel induk dari
saudara kembar identik.

3
3. Aplikasi dan Penggunaan Kultur Sel Punca
Stem cells dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset maupun
pengobatan. Adapun penggunaan kultur stem cells adalah sebagai berikut.4
1. Terapi gen
Stem cells khususnya hematopoetic stem cells digunakan sebagai
pembawa transgen kedalam tubuh pasien dan selanjutnya dilacak apakah
jejaknya apakah stem cells ini berhasil mengekspresikan gen tertentu
dalam tubuh pasien. Adanya sifat self renewing pada stem cell
menyebabkan pemberian stem cells yang mengandung transgen tidak
perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu hematopoetic stem cells juga
dapat berdifferensiasi menjadi bermacam-macam sel sehingga transgen
tersebut dapat menetap diberbagai macam sel.
2. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada
organisma termasuk perkembangan organisma dan perkembangan kanker
3. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru
terutama untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan
4. Terapi sel (cell based therapy)
Stem cell dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan Petri. Sifat
ini dapat digunakan untuk melakukan manipulasi pada stem cells yang
akan ditransplantasikan ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-
penyakit tertentu tanpa mengganggu organ tubuh.

B. STEM CELL PADA INSEMINASI BUATAN (BAYI TABUNG)


1. Defenisi
Bayi tabung adalah individu atau bayi yang pembuahannya terjadi di luar tubuh
wanita, dengan cara mempertemukan sel gemet betina (ovum) dengan sel
jantan (spermatozoon) dalam sebuah bejana (petri disk) yang didalam bejana
telah disediakan medium yang sama suhu dan kelembabannya dengan didalam
rahim sehingga zigote (hasil pembuahan) yang terjadi dari dua sel tadi menjadi
morulla (moerbei) dan kemudian menjadi blastuta (pelembungan). Pada
stadium blastuta calon bayi dimasukkan (diinflantasikan) dalam selaput lendir
wanita yang siap untuk dibuahi dalam masa subur (sekresi). Selanjutnya

4
diharapkan embrio akan tumbuh sebagaimana layaknya di dalam rahim wanita
dan wanita tersebut akan mengalami kehamilan dan perkembangan selama
kehamilan seperti biasa. Teknik ini biasa dikenal dengan Fertilisasi in Vitro
(FIV).

Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan


suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan
tuba falopi istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian
mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada
pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak
dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.5

2. Macam-Macam Proses Bayi Tabung


Proses bayi tabung mula-mula dengan melakukan pengambilan sel telur dari
wanita yang baru saja mengalami ovulasi dengan menggunakan suatu alat
khusus. Kemudian sel telur yang diambil tadi dibuahi dengan sperma yang
sudah dipersiapkan dalam tabung yang suasananya dibuat persis seperti di
dalam rahim. Hasil pembuahan dipelihara beberapa saat dalam tabung tersebut
sampai pada suatu saat tertentu, lalu “ditanam” kembali ke dalam rahim wanita
tersebut.6

Macam-macam proses bayi tabung biasanya dilakukan dengan hal berikut:7


a. Pembuahan dipisahkan dari hubungan suami-istri.
Teknik bayi tabung memisahkan hubungan suami–istri dari pembuahan
bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa
hubungan suami-istri. Selanjutnya, teknik ini diatur dengan ilmu
kedokteran. Dengan pemisahan antara hubungan suami-istri ini, maka bisa
muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu
kedokteran, misalnya di bidang pro-kreasi manusia.
b. Menyewa rahim wanita lain untuk mengandung anak.
Ada kemungkinan bahwa benih dari suami–istri tidak bisa dipindahkan ke
dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan–

5
alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang
disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian
sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa
biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami–istri tersebut
dapat memilih wanita yang masih muda, sehat, dan punya kebiasaan hidup
yang sehat dan baik. Praktik seperti ini biasanya belum ada ketentuan
hukumnya, sehingga apabila muncul kasus bahwa wanita yang disewa
rahimnya tersebut ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang
pembayaran, maka kasus ini akan sulit dipecahkan.
c. Sel telur atau sperma dari seorang donor.
Proses ini dilakukan apabila salah satu dari suami atau istri steril atau
mandul; dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak
mengandung benih untuk pembuahan yang dapat menghasilkan zigot.
Sehingga, benih yang mandul tersebut harus dicarikan penggantinya
melalui seorang donor agar dapat terbentuk zigot.
d. Menggunakan bank sperma.
Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank–bank
sperma. Pasangan yang mandul ataupun menginginkan keturunan dengan
sifat tertentu bisa mencari benih yang subur dari bank–bank sperma
tersebut yang kemudian di lakukan pembuahan dengan ovum dari sang
istri. Bahkan orang bisa menjual–belikan benih–benih itu dengan harga
yang sangat mahal misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel
di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Wanita yang
menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak
kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari
pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak
diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya.

Namun tidak semua proses tabung bayi ini akan berhasil, tingkat keberhasilan
dari bayi tabung ini belum tinggi.8 Ada kriteria tertentu untuk bisa melakukan
bayi tabung ini, yaitu mereka adalah pasangan suami istri sah, sudah menikah
12 bulan atau lebih, usia istri harus di bawah 42 tahun, dan mengikuti

6
pemeriksaan fertilitas.9 Sudah mendapatkan konseling khusus mengenai
program fertilisasi in vitro, prosedur, biaya, kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan serta komplikasinya, siap biaya serta siap hamil, melahirkan, dan
memelihara bayinya. Jika melihat faktor kesuburan, untuk wanita idealnya
berumur antara 30-35 tahun. Artinya, pada umur-umur tersebut persentase
keberhasilan program bayi tabung lebih tinggi jika dibandingkan usia wanita
yang lebih tua (36-40 tahun). Ada beberapa faktor yang sering menyebabkan
kegagalan bayi tabung yaitu:10
1 Sel telur yang tumbuh tidak ada atau tidak mencukupi.
2 Tidak terjadi pembuahan.
3 Embrio tidak menempel dinding rahim.
4 Keguguran.

C. BIOETIK
1. Definisi
Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan
oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro
maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu
sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain
membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ,
teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah
kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat,
hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi,
dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap
penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.11

2. Prinsip-Prinsip Bioetika
Prinsip-prinsip bioetika pada dasarnya merupakan penerapan prinsip-prinsip
etika dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Etika kedokteran terapan,
terbagi atas 2 kategori besar: (1) Principlism: mementingkan prinsip etik dalam
bertindak. Termasuk dalam konteks ini adalah etika normatif, empat basic
moral principle, konsep libertarianism (mengutamakan otonomi) serta

7
beneficience in trust (berbuat baik dalam suasana kepercayaan). Dasar utama
dalam principlism adalah bahwa memilih salah satu prinsip etik ketika akan
mengambil keputusan, (2) Alternative principlism, termasuk dalam etika ini
adalah etika komunitarian, etika naratif dan etika kasih sayang.11,12

Beauchamp dan Childress (2001) menguraikan mengenai empat kaidah dasar


(basic moral principle) dan beberapa rules di bawahnya. Keempat kaidah dasar
tersebut adalah:
1. Respect for Autonomy (menghormati autonomi pasien)
Otonomi secara literatur adalah aturan yang mengatur diri sendiri secara
tenang dan tidak tergesa-gesa. Dasar-dasar respect for autonomy terkait
erat dengan dasar mengenai rasa hormat terhadap martabat manusia
dengan segala karakteristik yang dimilikinya karena ia adalah seorang
manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk meminta. Otonomi adalah
aturan personal yang bebas dari campur tangan pihak lain. Beuchamp dan
Childress merumuskan hal ini sebagai kata “tindakan otonomi tidak hanya
ditujukan untuk mengontrol pembatasan oleh orang lain”.

Respect for autonomy merupakan sesuatu yang hanya diwajibkan bila ia


tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah bioetika yang utama
lainnya, contohnya: jika sebuah tindakan otonomi akan membahayakan
manusia lain, maka prinsip respect for autonomy akan bertentangan
dengan prinsip non-maleficence, maka harus diputuskan prinsip yang
ditetapkan.

2. Beneficience
Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya
menuntut manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang
otonom dan tidak menyakiti mereka, tetapi juga dituntut agar manusia
tersebut dapat menilai kebaikan orang lain selanjutnya. Tindakan tersebut
diatur dalam dasar- dasar beneficence. Bagaimanapun seperti yang telah
disebutkan, dasar-dasar dari beneficence menuntut lebih banyak agent

8
dibanding dengan dasar-dasar non- maleficence. Beuchamp dan Childress
menulis: “dalam bentuk yang umum, dasar-dasar beneficence mempunyai
tujuan untuk membantu orang lain melebihi kepentingan dan minat
mereka”. Dasar dari beneficence mengandung dua elemen, yaitu
keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya, dan tuntutan untuk
melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan berapa banyak
kekerasan yang terlibat.

3. Non-Malificience (tidak merugikan orang lain)


Tujuan prinsip ini adalah untuk melindungi seseorang yang tidak mampu
(cacat) atau orang yang non-otonomi. Seperti yang telah dijelaskan, orang
ini juga dilindungi oleh prinsip berbuat baik (beneficence). Jawaban etik
yang benar adalah dengan melihat kebaikan lebih lanjut dari diri
seseorang, tidak diperbolehkan untuk menyakiti orang lain. Prinsip ini
mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain lebih
kuat dibandingkan keharusan untuk berbuat baik.

4. Justice (Keadilan)
Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles mengemukakan
bahwa justice lebih daripada kesamaan, karena seseorang dapat merasa
tidak diperlakukan secara semestinya walaupun telah diperlakukan sama
satu dengan yang lain.

Teori filosofi mengenai keadilan biasanya menyangkut keutuhan hidup


seseorang atau berlaku sepanjang umur, tidak berlaku sementara saja.
Beuchamp dan Childress menyatakan bahwa teori ini sangat erat kaitannya
dengan sikap adil seseorang pada orang lain, seperti memutuskan siapa
yang membutuhkan pertolongan kesehatan terlebih dahulu dilihat dari
derajat keparahan penyakitnya. Rawls merumuskan konsepsi khusus teori
keadilan dalam bentuk dua prinsip keadilan yaitu:

9
1. Setiap orang memiliki hak sama sejauh yang dapat dicakup
keseluruhan sistem kesamaan kemerdekaan fundamental yang setara
bagi kemerdekaan semua warga yang lain.
2. Ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata
sedemikian sehigga keduanya

D. ASPEK BIOETIKA PENGGUNAAN STEM CELL PADA BAYI


TABUNG
Adapun aspek bioetika dari kasus penggunaan stem cell yang berasal dari zigot
pada bayi tabung, yaitu:
1. Aspek Etik (Moral)
Jika dilihat dari sudut pandang etika, kasus penggunaan stem cell pada
inseminasi buatan (bayi tabung) ini sangat terlihat ketidaksesuainnya
dengan budaya ketimuran, khususnya Indonesia sendiri. Sebagian
agamawan menolak fertilisasi invitro pada manusia, sebab mereka
berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk intervensi terhadap “karya
Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut
campur dalam hal penciptaan yang tentunya menjadi hak prioregatif
Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir
melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan antara suami-istri yang sah
menurut agama.

Komisi Etik dari berbagai Negara memberi pandangan dan pegangan


terhadap hak reproduksi dan etika dalam rana reproduksi manusia dengan
memperhatikan beberapa asas yaitu:
1. Niat untuk berbuat baik.
2. Bukan untuk kejahatan.
3. Menghargai kebebasan individu untuk mengatasi takdir.
4. Tidak bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku.

Dalam melakukan bayi tabung, hendaknya melalui sperma atau ovum dari
pasangan nikah yang sah. Karena hal tersebut tidak melanggar etika, dan
secara biologis anak yang nanti lahir dari hasil bayi tabung merupakan

10
anak kandung, yang secara psikologis memiliki hubungan kasih sayang
timbal balik yang sempurna antara anak dan orang tuanya.

2. Aspek Sosial
Jika dari sudut pandang sosial, bayi tabung akan berdampak pada sang
anak kelak. Posisi anak akan menjadi tidak jelas di mata masyarakat. Jika
anak yang dihasilkan dari sperma donor atau bank sperma maka status
anak menjadi tidak jelas karena bukan berasal dari sperma ayah
kandungnya. Selain itu akan ada pandangan negatif dari masyarakat
terhadap si wanita, karena akan dianggap mempunyai anak tanpa suami
atau punya anak diluar nikah. Si anak pun akan dipandang menjadi
seseorang yang berbeda dan dikecilkan oleh masyarakat.

3. Aspek Hukum
Dari sudut pandang hukum, sudah ada undang-undang yang mengatur
mengenai hal ini yang tidak bisa di ganggu gugat karena telah melalui
rundingan dan kesepakatan dari berbagai pihak. Adapun hukum-hukum
yang mengatur mengenai bayi tabung adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan program bayi tabung di Indonesia
1. Pelaksanaan bayi tabung tersebut diatur dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan dalam Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan.
Dalam kedua peraturan tersebut pelaksanaan bayi tabung yang
diperbolehkan hanya kepada pasangan suami isteri yang sah, lalu
menggunakan sel sperma dan sel telur dari pasangan tersebut
yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim istri yang sah.
Hal ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai
anak sah dari pasangan suami isteri tersebut.
2. Penetapan seorang anak sebagai anak sah adalah berdasar pada
pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan. Untuk membuktikan secara hukum bahwa seorang

11
anak adalah anak sah dari pasangan suami istri, maka dibutuhkan
akta kelahiran dari anak tersebut yang berisi data nama orang tua.
b. Pandangan hukum medis
UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa
upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanam dalam rahim istri dari mana ovum itu
berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
c. Undang-Undang bayi tabung
Salah satu aturan tentang bayi tabung terdapat dalam pasal 16 UU No.
23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu uami istri mendapat keturunan.
Ayat 2
Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 hanya dapat dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah,
dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum itu
berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
c. Ada sarana kesehatan tertentu.

4. Aspek Medis
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan
yang menyinggung masalah ini. Dalam Undang-Undang No. 23 /1992

12
tenang Kesehatan, pada pasal 16 disebutkan bahwa hasil pembuahan
sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami atau istri yang
bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel telur itu
berasal. Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya
pendonoran embrio. Jika mengacu pada UU No.23/1992 tentang
Kesehatan, upaya pendonoran jelas tidak mungkin.

5. Aspek Agama
Dilihat dari sudut pandang agama, sekelompok tokoh agama pun menolak
adanya inseminasi buatan, karena menurut mereka hal itu adalah sebuah
kegiatan yang sangat bertentangan dengan Tuhan. Inseminasi buatan di
anggap menciptakan manusia, sedangkan pencipta manusia hanyalah
Tuhan, bukan manusia.

Di Indonesia, teknologi bayi tabung masih jarang dilakukan, karena


sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim. Terdapat pendapat
bahwa islam hanya memperbolehkan bayi tabung pada pasangan yang
tidak dapat memperoleh keturunan karena faktor tertentu, dengan
ketentuan sperma atau ovum berasal dari suami-istri yang sah dan
kemudian ditanamkan kembali di rahim istri. Sedangkan jika sperma
berasal dari pendonor ataupun sperma berasal dari suami tetapi
ditanamkan di rahim orang lain itu haram hukumnya dalam islam.

13
BAB III
KESIMPULAN

Inseminasi buatan (bayi tabung) adalah bayi yang pembuahannya terjadi di luar
tubuh wanita (in vitro), dengan cara mempertemukan sel gemet betina (ovum)
dengan sel jantan (spermatozoon) dalam sebuah bejana (petri disk) yang didalam
bejana telah disediakan medium yang sama suhu dan kelembabannya dengan
didalam rahim. Aspek bioetika dari penggunaan stem cell pada bayi tabung dilihat
dari sudut pandang pandang etik (moral), sosial, hukum, medis dan agama adalah
diperbolehkan jika sperma dan ovum berasal dari suami-istri yang sah dan
kemudian embrionya tempatkan di rahim istri.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Rattananinsruang P, Dechsukhum C, Leeanansaksiri W. Establishment of


Insulin-Producing Cells From Human Embryonic Stem Cells Underhypoxic
Condition for Cell Based Therapy. Front Cell Dev Biol 2018;6:49.
2. Saki N, Jalalifar MA, Soleimani M, et al. Adverse effect of high glucose
concentration on stem cell therapy. Int J Hematol Oncol Stem Cell Res
2013;7:34-40.
3. Thomson M., Liu S. J., Zou L.-N., Smith Z., Meissner A., Ramanathan S.
Pluripotency factors in embryonic stem cells regulate differentiation into
germ layers. Cell. 2011;145(6):875–889.
4. Leferink A. M., Chng Y. C., van Blitterswijk C. A., Moroni L. Distribution
and viability of fetal and adult human bone marrow stromal cells in a biaxial
rotating vessel bioreactor after seeding on polymeric 3D additive
manufactured scaffolds. Frontiers in Bioengineering and Biotechnology.
2015;3, article 169 doi: 10.3389/fbioe.2015.00169.
5. Hogan M. S., Parfitt D.-E., Zepeda-Mendoza C. J., Shen M. M., Spector D.
L. Transient pairing of homologous Oct4 alleles accompanies the onset of
embryonic stem cell differentiation. Cell Stem Cell. 2015;16(3):275–288.
6. Zhou S., Flamier A., Abdouh M., et al. Differentiation of human embryonic
stem cells into cone photoreceptors through simultaneous inhibition of
BMP, TGFβ and Wnt signaling. Development. 2015;142(19):3294–3306.
7. Bhartiya D , Hinduja I, Patel H, Bhilawadikar R. Making gametes from
pluripotent stem cells—a promising role for very small embryonic-like stem
cells. Reprod Biol Endocrinol 2014;12:114.
8. Bock C , Kiskinis E, Verstappen G, Gu H, Boulting G, Smith ZD, Ziller M,
Croft GF, Amoroso MW, Oakley DHet al. . Reference Maps of human ES
and iPS cell variation enable high-throughput characterization of pluripotent
cell lines. Cell 2011;144:439–452.
9. Cai H , Xia X, Wang L, Liu Y, He Z, Guo Q, Xu C. In vitro and in vivo
differentiation of induced pluripotent stem cells into male germ cells.
Biochem Biophys Res Commun 2013;433:286–291.

15
10. Easley CAT , Phillips BT, McGuire MM, Barringer JM, Valli H, Hermann
BP, Simerly CR, Rajkovic A, Miki T, Orwig KEet al. . Direct differentiation
of human pluripotent stem cells into haploid spermatogenic cells. Cell Rep
2012;2:440–446.
11. Šegota I. The beginnings of bioethical education at the School of Medicine
in Rijeka. JAHR. 2012;5:17–22.
12. Shin P. Defensible Limits in Critical Care: An Ethical Analysis of a Recent
Multisociety Policy Statement. Am J Bioeth. 2016;16(1):58-60.

16

Anda mungkin juga menyukai