Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

Pembimbing:
dr. Tendry Septa, Sp.KJ(K)

Disusun Oleh:
Achmad Agus Purwanto (1718012125)
Debby Cinthya D. Valentina (1718012040)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR

Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Obsessive Compulsive Disorder” tepat pada waktunya. Adapun tujuan
pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Tendry Septa Sp.KJ (K) yang telah
meluangkan waktunya untuk kami dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Pesawaran, April 2019

Penulis
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Ny. UN, jenis kelamin perempuan, usia 46 tahun, suku Sulawesi,
pendidikan terakhir Strata 1 (S1), beragama Islam, sudah menikah,
pekerjaan ibu rumah tangga, alamat Tanjung Senang Bandar Lampung.
Dilakukan pemeriksaan pada hari Senin tanggal 1 April 2019 pukul 10.00 di
Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Daerah Provinsi Lampung.

B. ANAMNESIS PSIKIATRI
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan di Poliklinik RS Jiwa Provinsi
Lampung pada hari Senin tanggal 1 April 2019 pukul 10.00.

I. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhan Utama
Sering merasa kotor pada tangan dan sering mencuci tangan.
b. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang diantar oleh suaminya dengan keluhan sering
merasa kotor pada tangan dan sering mencuci tangan. Keluhan
tersebut mengganggu pasien, terutama ketika memasak, pasien
menghabiskan terlalu banyak waktunya untuk mencuci tangan
Pasien mengatakan keluhan mulai ada ketika mertua dan kakak
ipar pasien meninggal dunia, yaitu kira-kira dua tahun yang lalu.
Tidak hanya mencuci tangan, pasien juga mengatakan pasien
sering mengulang-ulang aktivitasnya, yaitu menyapu lantai,
mandi, dan mengecek kompor. Hal-hal tersebut dilakukan
berulang setelah ada pikiran yang yang mendorongnya untuk
membersihkan dan akan timbul rasa cemas jika tidak di lakukan.
pasien juga merasa dirinya harus bersih dan lingkungan sekitar
harus rapi. Pasien takut kotor sampai-sampai tidak mau keluar
rumah. Pasien menyadari bahwa pikiran untuk membersihkan

1
tangan tersebut berasal dari dirinya sendiri dan bukan dari
bisikan atau perintah dari orang lain.

Sebelumnya pasien pernah berobat ke RS Immanuel namun


berhenti setelah kunjungan kedua dan putus obat karena pasien
beralih berobat ke pengobatan alternatif. Lalu, pasien menjalani
terapi di RS Jiwa Provinsi Lampung dan selalu rutin minum
obat. Keluhan berangsur berkurang hingga sekarang pasien
hanya beberapa kali mencuci tangan setelah berobat. Keluhan
pasien sering mengulang-ulang aktivitasnya menyapu lantai,
mandi, mengecek kompor sudah banyak berkurang. Menurut
pasien, pasien kini dapat bersosialisasi seperti biasa dan tidak
dirasakan adanya masalah.

c. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang (-), riwayat asma (-), riwayat hipertensi
(-), riwayat trauma (+) 3 bulan yang lalu.
2) Riwayat Gangguan Jiwa Sebelumnya
Tidak ada riwayat penyakit psikiatri sebelumnya.
3) Riwayat Penggunaan Zat Addiktif
Pasien menyangkal pernah menggunakan zat psikoaktif,
merokok, dan minuman beralkohol selama hidupnya.

II. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


a. Periode Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak terakhir dari sembilan bersaudara.
Pasien lahir cukup bulan dengan persalinan normal yang
ditolong bidan.
b. Periode Bayi dan Balita
Pasien diasuh langsung oleh ibu pasien. Pasien diberi ASI oleh
ibu kandung pasien, selain itu juga pasien mendapatkan

2
makanan tambahan pendamping ASI. Selama balita pasien tidak
mengalami baik gangguan tumbuh kembang maupun mengalami
gejala-gejala seperti demam tinggi dan kejang.
c. Periode Masa Kanak-Kanak
Menurut pasien, masa kanak-kanak pasien tidak berbeda dengan
masa kanak-kanak lainnya. Selama masa pendidikan di usia ini,
pasien mampu mengikuti dengan baik dan tidak pernah tinggal
kelas serta cukup mempunyai banyak teman. Pasien mengatakan
sebelum masuk SMP, keluarga dan pasien sering tinggal
berpindah-pindah karena mengikuti pekerjaan orang tua.
d. Periode Masa Remaja Awal-Akhir (12-18 Tahun)
Menurut pasien, hubungan dengan teman-teman dan
keluarganya sangat baik. Pasien memiliki teman di lingkungan
rumah dan lingkungan sekolah. Pasien juga aktif mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
e. Periode Masa Dewasa (18-sekarang)
Menurut pasien, pasien cukup aktif mengikuti kegiatan
lingkungan sekitar rumah dan bertetangga dengan baik.

III. RIWAYAT PENDIDIKAN


Pasien menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi karena
keinginan sendiri dan orangtua. Pasien tidak mengalami masalah
dalam menjalani proses kuliah. Pasien memiliki prestasi yang cukup
baik selama perkuliahan dan pasien aktif mengikuti kegiatan
organisasi di kampus. Pasien memiliki hubungan yang baik dengan
teman-teman semasa kuliah.

IV. RIWAYAT PERKAWINAN


Pasien menikah dengan Tn. S dan telah dikaruniai tiga orang anak.

3
V. RIWAYAT KEAGAMAAN
Pasien memeluk agama Islam. Pendidikan agamanya didapat dari
keluarga dan sekolah. Pasien selalu menunaikan ibadah shalat dan
rajin mengaji.

VI. RIWAYAT KEHIDUPAN KELUARGA


Pasien merupakan anak terakhir dari sembilan bersaudara. Saat ini
pasien tinggal di rumah sendiri dengan tiga orang anaknya serta
suaminya. Menurut pasien, tidak ada anggota keluarga yang memiliki
gangguan jiwa.
PEDIGREE CHART

Ny. UN

VII. SITUASI KEHIDUPAN SEKARANG


Pasien tinggal bersama suami dan anaknya. Kegiatan sehari-hari
pasien berupa merawat anak, memasak, membereskan dan mengurus
rumah. Suami pasien pergi bekerja di luar kota dan pulang setiap dua

4
pekan sekali. Dalam kehidupan ekonomi di dalam keluarganya
memiliki tingkat ekonomi cukup.

C. STATUS MENTAL (dilakukan pada hari Senin tanggal 1 April 2019)


I. DESKRIPSI UMUM
a. Kesadaran: compos mentis
b. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif
c. Penampilan: pasien mengenakan kaos lengan panjang, celana
panjang dan memakai kerudung. Perawakan ideal, kulit kuning
langsat, terlihat rapi, self hygiene baik.
d. Perilaku dan aktivitas psikomotor: Selama wawancara pasien
tenan. Kontak mata pasien dengan pemeriksa baik dan tidak ada
gerakan tambahan yang mengganggu selama wawancara.

II. ALAM PERASAAN


a. Mood: eutimia
b. Afek: luas
c. Keserasian: serasi

III. BICARA
Pembicaraan spontan, lancar, artikulasi baik, intonasi sedang, volume
cukup, amplitudo normal, kualitas cukup, kuantitas cukup.

IV. PERSEPSI
a. Halusinasi : tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada
d. Derealisasi : Tidak ada

V. PIKIRAN
a. Produktivitas: cukup
b. Arus pikir: lancar

5
c. Proses pikir: koheren, tidak ada hendaya berbahasa
d. Isi pikir: waham (-), preokupasi (-), fobia (-), obsesi (+) adanya
obsesi terlihat dari pernyataan pasien bahwa pasien mempunyai
gagasan bahwa tangannya kotor perlu untuk mencuci tangan
yang akan dirasakan cemas jika tidak dilakukan

VI. KOGNISI
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan: normal
b. Daya konsentrasi: Baik.
c. Orientasi (waktu, tempat, dan orang): Baik
d. Daya ingat: Jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek,
dan jangka segera baik.
e. Abstraksi: Baik

VII. DAYA NILAI


a. Norma sosial : Tidak terganggu
b. Uji daya nilai : Tidak terganggu

VIII. TILIKAN
Tilikan 5. Pasien menyadari tentang situasi penyakit dirinya namum
perlu dibantu untuk mencapai perbaikan.

IX. TARAF DAPAT DIPERCAYA


Kesan dapat dipercaya

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
I. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanda-tanda vital pasien diperoleh TD 110/70mmHg,
nadi 80x/menit, respiratory rate 16 x/menit. Pada pemeriksaan fisik
mata, hidung, telinga, paru, jantung, dan abdomen tidak ditemukan
adanya kelainan.

6
II. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan.

E. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Pasien Ny. UN, 46 tahun, tamat S1, Islam, suku Sulawesi, beralamat di
Tanjung Karang, Bandar Lampung, menikah, telah dilakukan
autoanamnesis dan alloanamnesis serta dilakukan pemeriksaan pada hari
Senin tanggal 1 April 2019.

Pasien berpenampilan sesuai dengan usianya, cara berpakaian rapi dan


perawatan diri terkesan baik. Pasien mengeluhkan seringnya cuci tagan
karena tangannya dirasakan kotor. Keluhan dirasakan mulai dua tahun yang
lalu. Pasien mengatakan keluhan mulai ada ketika mertua dan kakak ipar
pasien meninggal dunia. Keluhan berangsur berkurang hingga sekarang
pasien hanya beberapa kali mencuci tangan setelah berobat. Keluhan pasien
yang lain, diantaranya sering mengulang-ulang aktivitas menyapu lantai,
mandi, mengecek kompor sudah banyak berkurang. Cuci tangan tersebut
dilakukan setelah ada pikiran yang yang mendorongnya untuk
membersihkan tanganya dan akan timbul rasa cemas jika tidak di lakukan.
Pasien menyadari bahwa pikiran untuk membersihkan tangan tersebut
berasal dari dirinya sendiri dan bukan dari bisikan atau perintah dari orang
lain.

Saat wawancara kontak mata pasien baik. Pembicaraan spontan, lancar,


intonasi sedang, volume cukup, kualitas cukup, kuantitas cukup. Sikap
pasien kooperatif. Pasien menjalani pendidikan sampai S1. Pada pasien
ditemukan daya konsentrasi baik, memori segera, jangka pendek, menengah
dan panjang baik. Orientasi tempat, waktu dan orang baik. Pada isi pikir
ditemukan adanya obsesif yang terlihat dari perkataan pasien bahwa pasien
mempunyai gagasan bahwa tangannya kotor dan perlu untuk mencuci
tangan, hal tersebut akan dirasakan cemas jika tidak dilakukan.

7
F. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya aktivitas mental yang berulang dan
intrusive serta usaha untuk meredakan kecemasan dari gagasan tersebut.
Gagasan obsesif serta aktivitas kompulsif tersebut dirasakan sejak 2 tahun
terakhir sehingga menimbulkan suatu distress dalam kehidupan sehari-hari
pasien.

Berdasarkan autoanamnesis, didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna


yaitu gangguan isi pikir berupa gagasan obsesif. Gagasan obsesif tersebut
terliht dari perkataan pasien bahwa pasien berfikir berulang-ulang tentang
tangannya yang kotor perlu untuk mencuci tangan yang akan dirasakan
cemas jika tidak dilakukan.

Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang tidak ditemukan trauma kepala, epilepsi, kejang
demam, stroke ataupun kelainan organik lainnya yang dapat menimbulkan
disfungsi otak sebelum gangguan jiwa. Hal tersebut dapat menjadi dasar
untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0). Dari
anamnesis diketahui bahwa pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan
zat psikoaktif lainnya berdasarkan hal tersebut, pasien bukan termasuk
penderita gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkohol atau zat
psikoaktif lainnya (F1).

Pada pasien ini ditemukan bahwa pikiran atau gagasan disadari sebagai
pikiran atau impuls diri sendiri dan gagasan tersebut di lakukan oleh pasien.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan melainkan hanya sekedar perasaan
lega. Gagasan merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan dan
mengganggu aktivitas sehari –hari pasien. Berdasarkan gejala-gejala
tersebut dapat disimpulkan bahwa Aksis I pada pasien ini menderita
gangguan Obsesif Kompulsif (F 42.2)

8
Aksis II pada pasien ini belum ada diagnosis.

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien tidak ditemukan riwayat


penyakit fisik. Oleh karena itu Aksis III belum ada diagnosis.

Pasien merasa sedih karena kakak ipar dan mertua meninggal. Sehingga
Aksis IV pada pasien ini adalah masalah keluarga.

Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya


menggunakan skala GAF (Global Assessment of Functioning). Pada saat
dilakukan wawancara, skor current GAF 90-81 (gejala minimal, berfungsi
baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa) dan GAF
HLPY 90-81.

EVALUASI MULTIAKSIAL
1. Aksis I : Gangguan Obsesif Kompulsif Campuran Tindakan dan Pikiran
Obsesional (F 42.2)
2. Aksis II : Belum ada diagnosis
3. Aksis III : Belum ada diagnosis
4. Aksis IV : Masalah keluarga
5. Aksis V : GAF 90-81 (saat ini)
GAF 90-81 (HLPY)

G. DAFTAR MASALAH
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya gangguan, hanya saja
pasien merasa terganggu dengan pikirannya dan tindakanya mencuci tangan
berulang - ulang. Pada pemeriksaan status internus dan status neurologikus
tidak ditemukan kelainan.

9
H. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad functionam : dubia
3. Quo ad sanationam : dubia

I. RENCANA TERAPI
1. Psikofarmaka: Fluoxetin 2x20 mg
2. Psikoterapi: Psikoedukasi

J. DISKUSI
Laporan kasus ini membahas tentang gejala-gejala yang termasuk F.42
Gangguan Obsesif Kompulsif. Gangguan obsesif kompulsif (Obsessive
Compulsive Disorder) adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh
pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai tindakan kompulsif.
Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak
diinginkan, pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun
mengganggu alam sadar mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang
dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun secara mental, yang
dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi.
Prevalensi gangguan obsesi kompulsi yaitu sebesar 2-2,4%.

Diagnosis gangguan kobsesif kompulsif didasarkan pada gambaran


klinisnya. Salah satu kriteria diagnostik gangguan obsesif kompulsif yang
dapat dipakai yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fifth Edition sebagai berikut.
A. Adanya gejala obsesi, kompulsi, atau keduanya
Obsesi diartikan sebagai poin (1) dan (2):
(1). Pikiran, impuls, atau bayangan yang pernah dialami yang
berulang dan menetap yang intrusive dan tidak serasi dan yang
menyebabkan ansietas dan distress.

10
(2) Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran,
impuls, atau bayangan atau menetralisir dengan pikiran lain atau
tindakan.
Kompulsif diartikan sebagai poin (1) dan (2):
(1) Perilaku yang berulang (misalnya: cuci tangan, mengecek) atau
aktivitas mental (berdoa, menghitung, mengulang kata tanpa
suara) yang individu merasa terdorong melakukan dalam
respons dari obsesinya atau sesuatu aturan yang dilakukan
secara kaku.
(2) Perilaku atau aktivitas mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan distress atau mencegah kejadian atau situasi;
walaupuun perilaku atau aktivitas mental tidak berhubungan
dengan cara yang realistik untuk mencegah atau menetralisir.
B. Obsesi atau kompulsi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan
waktu (berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu
rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau
kegiatan sosial biasanya atau hubungan dengan orang lain.
C. Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat ptertentu
atau kondisi medis tertentu.
D. Gangguan yang terjadi tidak dapat dijelaskan oleh gejala-gejala
gangguan mental lainnyal.

Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif


atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari
selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan
sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-
gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri
b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil
dilawan,meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan
hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega

11
dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada


gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila
dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap
depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka
prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain
menghilang.

Gangguan obsesif kompulsif dibagi menjadi bagian-bagian lain menurut


dominasi gejala yang timbul yaitu sebagai berikut.
1. Predominan Pikiran Obsesional atau Pengulangan (F42.0)
Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan mental (mental images)
atau dorongan untuk berbuat yang sifatnya mengganggu (ego alien).
Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi umumnya hampir
selalu menyebabkan distress.

2. Predominan Tindakan Kompulsif [Obsessional Ritual] (F42.1)


Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan
(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk menyakinkan
bahwa suatu situasi yang dianggapnya berpotensi bahaya tidak
dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Perilaku ini
dilandasi perasan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau
yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual yang dilakukan
merupakan ikhtiar simbolik atau sia-sia untuk menghindari bahaya
tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut bisa menyita banyak
waktu sampai beberapa jam setiap hari dan kadang-kadang disertai
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.

12
3. Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesif (F42.2)
Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif memperlihatkan unsur dari
baik pikiran yang obsesional maupun tindakan (perbuatan) yang
kompulsif. Diagnosis digunakan bilamana keduanya sama-sama
menonjol.

4. Gangguan Obsesif-Kompulsif Lainnya (F42.8)

5. Gangguan Obsesif-Kompulsif YTT (F42.9)

Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang stressful, seperti


kehamilan, masalah seksual, dan kematian anggota keluarga. Seringkali
pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan
penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang. Beberapa pasien
mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi, namun sebagian menetap
atau terus menerus ada.

Pada kasus di atas, Ny UN, perempuan usia 46 tahun, datang untuk kontrol
penyakitnya setelah menjalani pengobatan selama dua bulan. Pasien
memiliki riwayat sering merasa kotor dengan keadaan sekitar hingga pasien
sering mencuci tangan berulang-ulang setelah menyentuh benda-benda di
sekitarnya. Selain itu, pasien juga sering mengulang-ngulang melakukan
aktivitas seperti mandi, mengunci pintu, mengecek kompor dan kegiatan
lainnya setelah sebelumnya timbul pikiran untuk melakukan sesuatu yang
sudah dilakukan. Bila tidak dilakukan maka pasien mengaku akan merasa
cemas. Keluhan seperti ini dirasakan pasien sejak 2 tahun terakhir, tepatnya
setelah mertua dan kakak ipar pasien meninggal dunia. Menurut keluarga
pasien, pasien juga merasa dirinya harus bersih dan lingkungan sekitar harus
rapi. Pasien takut kotor sampai-sampai tidak mau keluar rumah. Sehingga
dapat disimpulkan pasien mengalami gangguan obsesif kompulsif, yaitu tipe
campuran pikiran dan tindakan obsesif (F42.2).

13
Tatalaksana gangguan obsesif kompulsif dapat diberikan psikofarmaka dan
psikoterapi. Obat-obatan yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut.
1. Clomipramine.
Clopramine adalah suatu obat trisiklik. Clomipramine biasanya
dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat
ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga
hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek
samping yang membatasi dosis. Dosis tersebut harus dititrasi setelah
2-3 minggu untuk menghindari efek samping berupa sedasi, hipotensi,
disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut
kering.

2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI)


Penggunaan Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif dengan
dosis sampai 80 mg setiap hari menunjukkan mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi,
kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping
gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada
obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan
sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif
kompulsif.

3. Obat lainnya
Obat lain
yang dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah valproase, lithium, carbamazepin, atau inhibitor monoamin
oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine.

Banyak pasien gangguan obsesif kompulsif yang resisten terhadap usaha


pengobatan yang diberikan baik dengan obat maupun terapi perilaku.
Eksplorasi psikodinamik terhadap resistensi pasien terhadap pengobatan

14
sering memperbaiki kepatuhan pengobatan. Jenis psikoterapi yang diberikan
dapat berupa:
1. Terapi Perilaku
Terapi perilaku sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan
obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat
inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan
obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon.
Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan
pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.

2. Cognitive Behavioural Therapy

Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan Obsesif-


Kompulsif mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku. Teknik
yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-
kompulsif adalah exposure with response prevention. Pasien
dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus
melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka
cegah untuk tidak melakukan ritual itu.

3. Psikoterapi Suportif
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan
gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga
untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem
pendukung bagi beberapa pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

APA. Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM V. Edisi ke-5.
USA: American Psychiatric Association; 2013.

Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, editor. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry
behavioral sciences/clinical psychiatry. Edisi ke-11. Philadelphia: Wolters
Kluwer; 2015.

Elvira SD, Hadisukanto G, editor. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.

Kemenkes RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

Puspitosari W. Terapi kognitif dan perilaku pada gangguan obsesif kompulsif.


Mutiara Medika. 2009; 9(2):72-9.

16

Anda mungkin juga menyukai