Anda di halaman 1dari 10

I.

PENGERTIAN KOMITE AUDIT


1.1 Komite Audit

Pada struktur corporate governance di Indonesia terdapat beberapa komite di bawah Dewan
Komisaris yang memiliki tugas dan fungsi sebagai pembantu utama Dewan Komisaris dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Secara umum terdapat tiga komite dewan
komisaris yaitu:

1. Komite Audit (Audit Committee)


2. Komite Remunerasi (The Remuneration Committee)
3. Komite Nominasi (The Nominating Committee)

Peranan komite audit terutama sebagai perantara antara akuntan publik ( independent externaI-
auditor) dengan dewan komisaris dapat digambarkan pada Gambar 4.1.

Akuntan Publik Komite Audit Dewan Komisaris

Gambar 4.1 hubungan akuntan publik dengan dewan komisaris

Komite audit biasanya berasal dari pihak independen yang tidak memiliki hubungan
dengan eksekutif serta berasal dari luar perusahaan, dan dipimpin oleh komisaris independen.

Setiap tahun komite audit akan melakukan pertemuan sebanyak tiga sampai empat kali
untuk membahas mengenai hal yang berkaitan dengan perincian pekerjaan audit termasuk besaran
biaya audit, menerima dan mendiskusikan rekomendasi Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
memerlukan pengawasan dan tindakan lebih lanjut. Komite audit juga dapat merekomendasikan
penggantian KAP perusahaan kepada dewan komisaris.

Menurut the ASX Corporate Governance Council (Sutojo dan Aldridge, 2008) tugas
komite audit dalam kaitannya dengan eksternal auditor adalah:
1. Mengungkapkan dalam laporan tahun perusahaan apakah jasa non-audit yang diberikan
perusahaan akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan (bilamana ada)
telah mempengaruhi independensi mereka.
2. Memberikan rekomendasi kepada Board of Director dalam pengangkatan, penggantian,
remunerasi, dan memonitor efektivitas dan independensi auditor.
3. Menentukan ruang lingkup tugas eksternal auditor dan meninjau jangka waktu kontrak
dengan mereka.
4. Mempelajari ketidaksamaan pendapat yang substansian antara manajemen perusahaan dan
auditor (bilamana terjadi).
5. Memonitor jumlah ek-karyawan perusahaan akuntan publik yang diterima menjadi
karyawan perusahaan. Memonitor independensi karyawan - karyawan tersebut.
6. Meneliti apakah berbagai macam hubungan bisnis antara perusahaan dengan ekternal
auditor dapat mempengaruhi independensi auditor dalam mengemukakan pendapat
mereka.
7. Paling sedikit sekali setahun menyelenggarakan rapat dengan eksternal auditor tanpa
dihadiri manajemen perusahaan.

Menurut Ticker (2009) sebagaimana dikutip Lukviarman (2016) dalam beberapa tahun
terakhir peran dan tanggung jawab komite audit telah berkembang dengan cakupan semakin luas.
Pada kebanyakan kasus di perusahaan terbuka peranan komite audit berhubungan dengan tugas
memberikan nasihat dan masukan terkait:

 Sistem pengendalian internal manajemen,


 Pengawasan dan monitoring terhadap audit internal,
 Komunikasi dengan KAP
 Memberikan laporan kepada dewan komisaris terhadap proses dan isu audit
 Melakukan reviu terhadap informasi keuangan yang akan disampaikan kepada
pemegang saham dan pihak lainnya yang berkepentingan
 Memberikan nasihat dan masukan tentang berbagai hal terkait akuntabilitas dewan
komisaris serta memastikan kepatuhan terhadap implementasi CG sesuai dengan
standar yang ditetapkan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/Pojk.04/2015 Tentang Pembentukan dan
Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit menyatakan Komite Audit adalah komite yang
dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan
tugas dan fungsi Dewan Komisaris.

Dalam menjalankan fungsinya, Komite Audit memiliki tugas dan tanggung jawab paling sedikit
meliputi:

a) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau
Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan,
proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan
Publik;
b) Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik;
c) Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara
manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya;
d) Memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang
didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan imbalan jasa;
e) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi
pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal;
f) Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan
oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di
bawah Dewan Komisaris;
g) Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan
Emiten atau Perusahaan Publik;
h) Menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi
benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan
i) Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komite Audit mempunyai wewenang sebagai berikut:

a) Mengakses dokumen, data, dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik tentang
karyawan, dana, aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan;
b) Berkomunikasi langsung dengan karyawan, termasuk Direksi dan pihak yang menjalankan
fungsi audit internal, manajemen risiko, dan Akuntan terkait tugas dan tanggung jawab
Komite Audit;
c) Melibatkan pihak independen di luar anggota Komite Audit yang diperlukan untuk
membantu pelaksanaan tugasnya (jika diperlukan); dan
d) Melakukan kewenangan lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris.

Menumt Komite Nasional Kebijakan Governance Komite Audit bertugas membantu Dewan
Komisaris untuk memastikan bahwa:

a) Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum,
b) Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik,
c) Pelaksanaan audit internal maupun eksterna| dilaksanakan sesuai dengan standar audit
yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
d) Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya untuk
disampaikan kepada Dewan Komisaris;
e) Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan
tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.
II. KOMITE LAINNYA
2.1 Komite Remunerasi dan Nominasi

Di Indonesia Komite Nominasi dan Remunerasi adaIah Komite Dewan Komisaris Perusahaan
yang dubentuk untuk memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no. 34/POJK.O4/2014 tentang
Komite Nominasi dah Remunerasi Emiten atau Perusahaan Publik yang diterbitkan pada 8
Desember 2014 (POJK no. 34/2014). Menurut POJK no 34 POJK.O4/2014 Tanggung Jawab
Komite Nominasi dan Remunerasi melakukan evaluasi serta menyusun dan memberikan
rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai system kebijakan remunerasi dan nominasi bagi
Komisaris, Direksi, Pejabat eksekutif secara menyeluruh. Dengan demikian, tugas utama komite
remunerasi adalah membantu Board of Directors dalam merancang paket kebijakaan balas jasa
Directors dan eksekutif senior yang memandai dan kompetitif, namun masih dalam batas
kewajaran. Dengan demikian, diharapkan kinerja perusahaan serta komisaris dan eksekutif
meningkat.

Sedangkan komite nominasi bertanggung jawab mencari dan menominasi kandidat yang
memenuhi syarat untuk menduduki jabatan Presiden Direktur, Direktur dan manajer senior. Secara
periodik melakukan evaluasi kinerja Direktur dan merencanakan penggantian jika diperlukan.

Komite Nominasi dan Remunerasi

a) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam


menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem
remunerasinya;
b) Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris mempersiapkan
calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya
c) Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai
oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku
profesi dari luar perusahaan;
d) Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam
RUPS.

2.2 Komite Kebijakan Risiko

Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem
manajemen risko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh
perusahaan. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Koinisaris, namun
bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.

2.3 Komite Kebijakan Corporate Governance

a) Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris dalam


mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai
konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab
sosial perusahaan (corporate social responsibility);
b) Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan Komisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan; Bila
dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat digabung dengan Komite
Nominasi dan Remunerasi.
3. Prinsip-prinsip GCG di Komite Audit
Komite audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan good corporate
governance (GCG) karena merupakan “ mata” dan “ telinga” dewan komisaris dalam rangka
mengawasi jalannya perusahaan. Keberadaan komite audit yang efektif merupakan salah satu
aspek penilaian dalam implementasi GCG. Pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam aktivitas
komite audit akan dijelaskan lebih lanjut dalam bagian berikut.
3.1 Prinsip Independensi
Komite audit diharapkan dapat bersikap independen terhadap kepentingan pemegang
saham mayoritas maupun minoritas. Selain itu, anggota komite audit seharusnya tidak
memiliki hubungan bisnis apa pun dengan perusahaan maupun hubungan kekeluargaan dengan
anggota direksi dan komisaris perusahaan, sehingga terhindar dari benturan kepentingan.
3.2 Prinsip Transparansi
Prinsip ini ditunjukkan melalui piagam komite audit (audit committee charter),
program kerja tahunan, serta rapat komite audit secara periodik yang didokumentasikan dalam
notulen rapat. Komite audit hendaknya membuat laporan secara berkala kepada komisaris
tentang pencapaian kinerjanya sebagai wujud pengungkapan (disclosure).
3.2 Prinsip Akuntabilitas
Prinsip ini ditunjukkan oleh frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota komite
audit. Selain itu, komite audit seharusnya memiliki kapabilitas, kompetensi, dan pengalaman
di bidang audit serta proses bisnis perusahaan agar dapat bekerja secara profesional.
3.3 Prinsip Pertanggungjawaban
Prinsip ini ditunjukkan oleh aktivitas komite audit yang dijalankan sesuai dengan
peraturan atau ketentuan yang berlaku. Selain itu, kinerja komite audit hendaknya dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada publik, selain kepada dewan komisaris.
3.4 Prinsip Kewajaran
Prinsip ini ditunjukkan oleh sikap komite audit dalam pengambilan keputusan yang
didasarkan atas sikap adil (fair) dan objektif terhadap semua pihak.

4. Komite Audit di Indonesia


Perkembangan praktik komite audit di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga sesuai
dengan jenis atau karakteristik perusahaan yang ada, seperti perbankan, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan perusahaan publik.
4.1 Komite Audit Perbankan
Seperti halnya komite audit di perusahaan, komite audit perbankan dapat dipandang
sebagai wujud mekanisme pengendalian yang diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi
pengawasan. Tetapi menurut para pengamat ekonomi atau perbankan, pada praktiknya,
sebagian besar komite audit perbankan ternyata tidak berjalan dengan efektif. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya bank yang dilikuidasi karena pailit sehingga usahanya terpaksa
harus dibekukan. Hal ini membuktikan bahwa aspek pengendalian di perbankan di Indonesia
sangatlah lemah. Salah satu penyebab timbulnya kebangkrutan bank tersebut adalah belum
diterapkannya good corporate governance serta kinerja komite audit perbankan yang belum
efektif.
4.2 Komite Audit di Badan Usaha Milik Negara
Ketentuan mengenai komite audit BUMN diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun
2003 tanggal 19 Juni 2003. Pasal 70 UU tersebut menyebutkan bahwa komisaris dan dewan
pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi
untuk membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit
tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada komisaris atau dewan
pengawas. Sementara, keterangan lebih rinci tentang komite audit diatur dalam Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara No. 103 Tahun 2002, yang merupakan revisi terhadap
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No.KEP-133/M-PBUMN/1999 Tanggal 8
Maret 1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
Pasal 14 ayat (1) dalam Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002
mengenai Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN menyebutkan bahwa
komisaris atau dewan pengawas BUMN yang harus membentuk komite audit mencakup:
1) BUMN yang mempunyai kegiatan usaha di bidang asuransi dan jasa keuangan lainnya
2) BUMN yang menjadi perusahaan terbuka
3) BUMN yang berada dalam persiapan privatisasi
4) BUMN yang asetnya bernilai paling tidak Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun
rupiah).
4.3 Komite Audit di Perusahaan Publik
Kehadiran komite audit di perusahaan publik telah mendapat respon yang cukup positif
dari berbagai pihak, antara lain pemerintah, BaPepam-LK, Bursa Efek Indonesia, para
investor, profesi penasihat hukum (advokat), profesi akuntan, serta perusahaan penilai
independen (independent appraisal company). Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek
Jakarta No.SE-008/BEI/12-2001 Tanggal 7 Desember 2001 perihal keanggotaan komite audit
disebutkan bahwa:
1) Komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang, termasuk ketua komite audit
2) Anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang. Anggota
komite audit yang berasal dari komisaris tersebut harus merupakan komisaris
independen perusahaan tercatat yang sekaligus menjabat sebagai ketua komite audit
3) Anggota komite audit lainnya berasal dari pihak eksternal yang independen. Yang
dimaksud dengan pihak eksternal adalah pihak di luar perusahaan tercatat yang bukan
merupakan komisaris, direksi, maupun karyawan dari perusahaan tercatat tersebut.
Sedangkan, yang dimaksud dengan pihak independen adalah pihak di luar perusahaan
tercatat yang tidak memiliki hubungan usaha dan hubungan afiliasi dengan perusahaan
tercatat tersebut maupun dengan komisaris, direksi, serta pemegang saham utamanya,
serta mampu memberikan pendapat profesional secara bebas sesuai dengan etika
profesionalnya dengan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
5. Komunikasi Komite Audit
Komite audit hendaknya dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan komisaris,
direksi, maupun auditor internal dan eksternal. Salah satu fungsi komite audit adalah
menjembatani antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang
diselenggarakan oleh manajemen serta auditor internal dan eksternal.
5.1 Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris
Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek
pengendalian perusahaan. Dalam rapat internal yang diselenggarakan secara rutin, komite
audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan berkala.
Selain itu, apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka komite audit akan membuat
laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
5.1 Komunikasi Komite Audit dengan Manaiemen
Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup
penting dalam rangka meningkatkan pengendalian perusahaan.
Menurut Institute of Internal Auditors Research Foundation, dalam rangka
melaksanakan tanggung jawabnya, komite audit memerlukan interaksi yang signifikan dan
efektif dengan manajemen. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa kehadiran manajemen
dalam tiap rapat merupakan suatu keharusan. Yang baik adalah jika manajemen berpartisipasi
secara aktif dalam rapat komite. Selain itu, komite audit juga bertanggung jawab untuk
melaporkan aktivitas manajemen yang krusial bagi komite tersebut.
5.2 Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Internal
Komunikasi antara auditor internal dengan komite audit antara lain diatur dalam
Pernyataan Standar Auditing (Statement on Auditing Standard-SAS) No.61. Dalam standar
tersebut disebutkan 8 hal yang perlu dikomunikasikan oleh auditor internal dengan komite
audit, yaitu:
1) Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal clan bahwa laporan keuangan bebas
dari kesalahan material
2) Seleksi kebijakan akuntansi
3) Estimasi akuntansi
4) Dampak penyesuaian dari hasil audit
5) Pertanggungjawaban data nonkeuangan yang disepakati bersama
6) Ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor internal
7) Diskusi pemilihan auditor eksternal
8) Masalah proses akuntansi, seperti keterlambatan penyampaian laporan atau batas
waktu laporan yang tidak masuk akal.
5.3 Komunikasi Komite Audit dengan Auditor Eksternal
Salah satu tanggung jawab komite audit adalah menilai laporan audit dari auditor
eksternal. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan dari dewan komisaris
dan kompetensi yang dimilikinya diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi auditor eksternal
bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Auditing
No.380 mengatur mengenai komunikasi antara akuntan publik (auditor eksternal) dengan
komite audit. Komunikasi antara komite audit dengan auditor'eksternal dapat berbentuk lisan
maupun tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan antara lain meliputi:
1) Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia
2) Kebijakan akuntansi yang signifikan
3) Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi
4) Penyesuaian audit yang signiflkan
5) Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan
6) Ketidaksepakatan dengan manajemen
7) Konsultansi dengan akuntan lain
8) Masalah besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum mengambil keputusan
untuk mempertahankan auditor
9) Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit.

Anda mungkin juga menyukai