Oleh:
FITA PURNAMASARI RAHMADHANI
P17211186029
1. DEFINISI
Cholelitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol (Williams, 2003).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung
empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu,
kalsium dan matriks inorganik.(Wayan, 2007).
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat di dalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledokus) atau keduanya.
2. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor
predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan
sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu,
dibanding panyebab terbentuknya batu.(Price, 1994)
3. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas
3 golongan, yaitu:
1. Batu kolesterol; berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol.
2. Batu kalsium billirubinan (pigmen coklat); berwarna coklat atau coklat tua, lunak,
mudah dihancurkan dan mengandung kalsium bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam; berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
4. MANIFESTASI KLINIK
Tanda gejala menurut Wim de Jong. (2005) pada pasien Cholelitiasis adalah sebagai berikut:
1. Sebagian bersifat asimtomatik
2. Kolik bilier: Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin
teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan;
rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan
makanan dalam porsi besar.
3. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
4. Mual dan muntah serta demam
5. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala
yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap
oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit
6. Perubahan warna urin dan feses. Ekspresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin
berwarna sangat gelap. Feses yang tidak diwarnai lagi oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay colored”
7. Regurgitasi gas : flatus dan sendawa
8. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorpsi vitain A, D,
E, K yang larut dalam lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier berlangsung lama. Penurunan
jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.
5. KOMPLIKASI
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi
empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan
jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
5. PATHWAY
WOC CHOLELITIASIS
BATU EMPEDU/ Oklusi dan obstruksi dari batu Pembentukan kristal Garam empedu
Ikterus
Batu kolesterol
KOLELITIASIS kolesterol
Obstruksi duktus sistikus dan Obstruksi getah Diserap oleh
duktus biliaris empedu ke darah
duodenum
Kolik bilier
Ggg gastrointestinal Respon sistemik
inflamsi
Mual, muntah, anoreksia Nyeri
epigastrum Suhu tubuh
Intake nutrisi dan cairan tdak
adekuat MK : ggg
kenyamanan nyeri MK : hipertemia
MK : Resiko MK : Resiko
akut
Ketidakseimbangan Ketidakseimbanga
nutrisi kurang dari n volume cairan
kebutuhan
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi
serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar
protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs
vitamin K.
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Reenbergen. (1998), penanganan cholelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu
penanganan non bedah dan bedah.
a) Penanganan Nonbedah
a. Penanganan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk Manajemen terapi :
i. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
ii. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
iii. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
iv. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
v. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-
obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan
hiperkolesterolemia sedang. Harus memenuhi criteria terapi non operatif, seperti batu
kolesterol diameternya <20 mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan
duktus sistik paten.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol
dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter
perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang
dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke
dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu
dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang
kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa,
sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock
Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus
koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
(Smeltzer & Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis biaya-manfaat
pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan
ke dalam usus halus sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Zat kontras radioopak
masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat
saluran akan berpindah ke usus halus. Untuk batu besar, batu yang terjepit di saluran
empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit diperlukan prosedur
endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik dan litotripsi laser.
ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya
telah diangkat
b) Penanganan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk
prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang
ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat
sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu
duktus koledokus. Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau
kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm. kelebihan yang
diperoleh pasien luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi
lebih sering selama kolesistektomi laparoskopi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN CHOLELITIASIS
1. Pengkajian
a) Identitas
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua
data mengenai identitas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b) Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran
kanan atas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q)
yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien
merasakan nyeri/gatal tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan menjalar ke
punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
c. Riwayat kesehatan dahulu
i. Penyakit apa yang pernah diderita pasien ?
ii. Apakah pasien memiliki kebiasaan minum alcohol ?
iii. Apakah pasien pernah menjalani operasi batu empedu ?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit cholelitiasis.
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain Management Pain Management
cedera biologis: keperawatan selama 2x24 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Agar mengetahui derajat nyeri
obstruksi atau jam, diharapkan nyeri pada secara komprehensif dan tindakan lanjutan yang
spasme duktus, pasien dapat teratasi dengan
termasuk lokasi, diberikan
proses inflamasi, criteria hasil sebagai berikut :
iskemia jaringan NOC karakteristik, durasi,
atau nekrosis Pain Level frekuensi, kualitas dan
Pain Control 2. Agar menngetahui respon non
(kematian jaringan).
Comfort Level factor presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi non verbal verbal terhadap nyeri
1. Mampu mengontrol 3. Agar pasien nyaman dan dapat
dari ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab 3. Gunakan teknik komunikasi memberikan informasi
nyeri, mampu terapeutik untuk mengenai nyerinya dulu
menggunakan teknik mengetahui pengalaman
4. Agar mengetahui sumber nyeri
nonfarmakologi untuk nyeri pasien
4. Kaji kultur yang 5. Agar mengetahui hasil akhir
mengurangi nyeri,
mempengaruhi respon nyeri terhadap control nyeri yang
mencari bantuan) 5. Evaluasi bersama pasien
2. Melaporkan bahwa dilakukan masa dulu
dan tim kesehatan lain 6. Mengurangi sumber-sumber
nyeri berkurang dengan
tentang ketidakefektifan yang menyebabkan nyeri timbul
menggunakan
control nyeri masa lampau
manajemen nyeri 7. Agar mengurangi nyeri yang
6. Control lingkungan yang
3. Mampu mengenali nyeri terjadi dengan teknik terapi
mempengaruhi nyeri seperti
(skala, intensitas, ruang suhu ruangan,
8. Agar mengurangi nyeri dan
frekuensi dan tanda pencahayaan dan
tanpa obat-obat kimia
nyeri) kebisingan
9. Bekerja sama dengan dokter jika
4. Meyatakan rasa nyaman 7. Pilih dan lakukan
tindakan nyeri tidak berhasil
setelah nyeri berkurang penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
8. Ajarkan teknik non
farmakologi
Analgesic Administration
9. Kolaborasikan dengan
1. Agar mengetahui derajat nyeri
dokter jika ada keluhan dan
dan obat yang diberikan
tindakan nyeri tidak
berhasil
2. Agar tidak salah dalam
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, pemberian obat
karakteristik, kualitas dan
3. Agar mengurangi komplikasi
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
pemberian obat 4. Agar obat yang diberikan sesuai
2. Cek instruksi dokter tentang
dengan derajat nyeri pasien
jenis obat, dosis dan
5. Agar mengetahui pengaruh obat
frekuensi
3. Cek riwayat alergi terhadap tanda vital
4. Pilih analgesic yang
6. Agar mengetahui keberhasilan
diperlukan atau kombinasi
analgesic ketika pemberian obat dan tidak ditemukannya
lebih dari satu tanda gejala lain
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesic
6. Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan gejala
Ester, Monica. 2001. Keperawtan medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta:
EGC.
Herman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC
L.A, Lesmana. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, A. H., Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Ed. Revisi Jilid 2. Yogyakarta:
Medi Action