KARDIOTOKOGRAFI
Mata KuliahTeknologidalamPelayananKebidanan
DosenPembimbing :
Disusun Oleh :
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai “Kardiotokografi”
Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini.Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Gambar Persiapan pra konsepsi, asuhan antenatal hingga masa neonatus(Sumber : www.screening.nhs.uk/an)
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator
kualitaspelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka kematian perinatal
(AKP)di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara berkembang 50
per1000 kelahiran, angka tersebut lima kali lebih tinggi daripada negara maju(WHO,
2006).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003didapatkan lahir mati sebesar 0,96% dan 1,48% kematian neonatal dini
sehinggadiperoleh AKP 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang sekitar 77%
darikematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari
totalkematian bayi (BPS, 2003).
Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah
masalahhipoksia intra uterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik
yangdapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai
risikomengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami
kerusakanneurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi segera
untukmemperbaiki nasib neonatus tersebut.
Persiapan Pasien
Persiapan pasien mencakup identitas, nomor rekam medis,
indikasipemeriksaan, diagnosis ibu dan janin, penjelasan prosedur dan
hasilpemeriksaan KTG. Selain itu, pasien juga harus mengosongkan vesika
urinariadan tidak dalam keadaan lapar atau haus.
Persiapan Peralatan
Peralatan KTG terdiri dari mesin KTG, peralatan tokometer,
peralatankardiometer, kertas KTG, jeli, kertas tissue, formulir laporan, dan troley
tempatperalatan KTG. Peralatan KTG perlu dikalibrasi, minimal setahun sekali
karenaakurasi interpretasi hasil KTG sangat dipengaruhi oleh kualitas tampilan
rekamanKTG tersebut. Koneksitas data antara pasien, alat KTG dan kertas KTG
harusterjaga dengan baik. Kerusakan pada salah satu komponen akan
membuatsebagian atau bahkan seluruh data KTG hilang. Uji ulang apakah bel yang
adaberfungsi dengan baik. Bel tersebut dipergunakan oleh pasien untuk
menghitungberapa gerakan yang dirasakan selama proses pemeriksaan KTG tersebut.
Bilamemungkinkan, institusi pelayanan kesehatan menyediakan bel
vibroakustikuntuk merangsang aktivitas janin.
Persiapan Pemeriksa
Pemeriksa perlu melakukan pemeriksaan ulang identitas pasien,
indikaspemeriksaan, kesiapan peralatan, dan formulir laporan KTG.
Pemeriksamenjelaskan prosedur pemeriksaan, mengukur tekanan darah pasien
sebelumpemeriksaan dan 15 menit kemudian, menilai kontraksi atau his secara
berkala,menanyakan kepada pasien apakah ada hal yang membuatnya tidak
nyaman,menanyakan gerak janin kepada pasien serta mencocokannya dengan
gerakanyang dicatat oleh peralatan KTG. Pasien menghitung gerakan janin
demnganmemakai bel yang disediakan (setiap janin bergerak, maka bel harus
ditekan)
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak
didaerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di
batangotak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen
dankarbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar
oksigenmenurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari
reseptorsentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini
akanmemperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan
menurunkankadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia
akanmempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks
bradikardia.Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan
bradikardi danhipotensi.
Gambar 7. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Sumber : Lauren Ferrara, Frank Manning,
2005 http://contemporaryobgyn.mediwire.com/main/Default.aspx? P=Content&ArticleID=145655)
Gambar 8. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ ( Sumber : Lauren Ferrara,
Frank Manning, 2005, http://contemporaryobgyn.mediwire.com/main/ Default.aspx?
P=Content&ArticleID=145655)
Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam 10 menit, rata-rata
dipantaudalam 30 menit. Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap
lamakontraksi, intensitas (amplitudo), bentuk, dan relaksasi diantara dua
kontraksi.Beberapa batasan berikut ini berkaitan dengan kontraksi uterus
(Freeman dkk,2012), yaitu :
1. Kontraksi Uterus Normal : terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10menit,
rata-rata dipantau selama 30 menit pemeriksaan.
2. Takhisistol : terdapat lebih dari 5 kontraksi dalam 10 menit, rata-ratadipantau
selama 30 menit pemeriksaan.
3. Catatan : istilah hiperstimulasi dan hiperkontraktilitas sudah tidakdipergunakan
lagi. Takhisistol harus selalu dikualifikasikan terhadapadanya atau tidak adanya
hubungan dengan deselerasi DJJ. Istilahtakhisitol dipergunakan pada persalinan
spontan atau dengan induksi.Respons klinis terhadap takhisistol dapat berbeda
tergantung apakahkontraksi tersebut timbul spontan atau akibat induksi
persalinan.
Frekuensi dasar
Freeman dkk (2012) memberi batasan frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 –
160 dpm teratur. Definisi frekuensi dasar DJJ menurut NICHD adalah nilai
ratarataDJJ yang dipantau selama 10 menit, dengan peningkatan 5 dpm. Bila
perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini disebut perubahan periodik
atauberkala (periodic changes).
Bradikardia
Freeman dkk (2012) memberi batasan bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ <
110 dpm. Secara umum, bradikardia dengan frekuensi antara 80 – 110 dpmyang
disertai variabilitas moderat (5 – 25 dpm) menunjukkan oksigenasi yangbaik
tanpa asidemia. Penurunan DJJ tersering sebagai respons akibatpeningkatan
tonus vagal.
Takhikardia
Freeman dkk (2012) memberi batasan takhikardia adalah frekuensi dasar DJJ
>160 dpm. Takhikardi menggambarkan peningkatan rangsang simpatis dan
ataupenurunan rangsang parasimpatis, dan secara umum berkaitan
denganhilangnya variabilitas. Kebanyakan takhikardia janin tidak berhubungan
denganadanya hipoksia janin, Terutama pada kehamilan aterm. Lakukan
pengamatandengan ketat bila takhikardi terjadi pada janin preterm atau pada
janin atermtanpa diketahu apa faktor penyebabnya. Faktor-faktor yang berkaitan
ataumenjadi etiologi takhikardia adalah (Freeman dkk, 2012):
1. Hipoksia janin
2. Demam pada ibu
3. Obat-obatan parasimpatolitik
4. Atropin
5. Hydroxyzine hydrochloride (Atarax atau Vistaril)
6. Phenothiazines
7. Hiperthiroid pada ibu
8. Anemia janin
9. Sepsis Janin
10. Gagal jantung janin
11. Khorioamnionitis
12. Takhiaritmia jantung janin
13. Obat-obatan simpatomimetik beta
Variabilitas
Interval DJJ pada janin yang sehat menunjukkan gambaran yang tidak
uniform(nonuniformity), dikenal sebagai variabilitas beat to beat. Variabilitas
tersebutmenggambarkan fungsi simpatis dan parasimpatis dan disebut
sebagaivariabilitas jangka pendek (short term variability atau STV). STV tidak
dapatdilihat oleh mata, tetapi dinilai oleh sistem komputer dalam peralatan KTG
tersebut. Komputer menilai dalam interval rata-rata setiap 20 – 30 milidetik
atau2 – 3 dpm bila dikonversi ke dalam frekuensi DJJ. Bila variabilitas
berkurang,maka nilai rata-rata interval beat to beat menjadi ≤ 1 dpm.
Variabilitas yang kita lihat pada kertas KTG adalah variabilitas jangkapanjang
(long term variability atau LTV). Fluktuasi LTV DJJ memiliki siklus 3 – 5per
menit dengan amplitudo 5 – 20 dpm. LTV berkurang bila variabilitasnya <
5dpm. Druzen dkk (1979) menyatakan bahwa sistem parasimpatis lebih
berperandalam pengaturan STV sedangkan sistem parasimpatis lebih berperan
padapengaturan LTV.
Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ. Adanya
akselerasi DJJ dapat dipakai sebagai petanda bahwa janin tidak sedang dalam
kondisi depresi atau asidosis (Freeman dkk, 2012).
Perubahan Periodik
Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselrasi DJJ yang bersifat
transienyang kembali ke frekuensi dasar semula atau frekuensi dasarnya
menjadiberubah. Pada umumnya, perubahan periodik ini terjadi sebagai respon
terhadapkontraksi uterus atau gerakan janin. Takhikardia, bradikardia, dan
variabilitasmemengaruhi perubahan frekuensi dasar DJJ (Freeman dkk, 2012).
Deselerasi
Deselerasi adalah penurunan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ.
Deselerasidapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau
insufisiensiuteroplasenta. Dikena lada empat jenis deselerasi yaitu deselerasi
dini, lambat,variabel dan lama (prolonged decelerations).
Deselerasi dini
Penekanan pada kepala janin dapat menyebabkan penurunan frekuensi DJJ,
halini disebabkan oleh perubahan lokal aliran darah serebral akibat stimulasi
pusatvagal. Deselerasi dini tidak berkaitan dengan hipoksia atau asidosis
(Freemandkk, 2012).
Gambar 12. Mekanisme deselerasi dini (kompresi kepala)(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal
Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)
Deselerasi Variabel
Deselerasi variabel seringkali menunjukkan adanya obstrusi sirkulasi
umbilikus.Pada kala dua dapat terlihat gambaran deselerasi variabel sebagai
akibatkompresi kepala. Deselerasi variabel juga dapat disebabkan oleh
reganganumbilikus, suhu dingin, dan peningkatan tekanan pO2 pada saat bayi
mulaibernafas (Freeman dkk, 2012).
Deselerasi Lambat
Deselerasi lambat adalah penurunan frekuensi DJJ ≥ 15 dpm, deselarasi
terjadisetelah tercapainya puncak kontraksi uterus. Deselerasi lambat terjadi
akibatterganggunya sirkulasi uteroplasenta di daerah rongga intervilus.
(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)
Disfungsi SSP :
Martin dkk (1979) menyatakan bila terjadi progresifitas hipoksia janin maka
akantimbul deselarsi lama sebagai tanda awal, tetapi bila keadaan tersebut
tidakdiperbaiki, maka akan terjadi disfungsi SSP yang ditandai dengan
hilangnyavariabilitas DJJ. Hilangnya variabilitas DJJ menunjukkan janin telah
mengalamiasidemia yang parah (berat).
Gambaran disfungsi SSP dapat dilihat dalam pola DJJ sebagai berikut :
1. Datar (flat)
2. Tumpul (blunted)
3. Frekuensi dasar tidak stabil (unstable baseline)
4. Overshoot
5. Pola sinusoidal (Sinusoidal patterns)
6. ”Check mark” patterns
Katagori I
Katagori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan
menggambarkanstatus asam basa janin saat pemantauan dalam keadaan
normal. Katagori Idapat dipantau pada pemeriksaan rutin asuhan antenatal
dan tidak memerlukan
tatalaksana khusus.
Pola DJJ Normal
1. Frekuensi dasar DJJ : 110 – 160 dpm
2. Variabilitas DJJ : moderat (5 – 25 dpm)
3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel
4. Tidak ada atau ada deselerasi dini
5. Ada atau tidak ada akselerasi
Katagori II
Katagori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin,
saatini belum ditemukan bukti yang adekuat untuk mengkasifikasikan
katagori inimenjadi Katagori I atau Katagori III. Katagori II memerlukan
evaluasi danpemantauan lanjut serta reevaluasi dan mencari factor-faktor
yang berkaitandengan keadaan klinis. Pada beberapa keadaan diperlukan uji
diagnostic untukmemastikan status kesejahteraan janin atau melakukan
resusitasi intrauterinepada hasil Katagori II ini.
Pola DJJ Ekuivokal
Frekuensi Dasar dan Variabilitas
1. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai
2. hilangnya variabilitas (absent variability)
3. Takhikardia ( DJJ >160 dpm)
4. Variabilitas minimal (1 – 5 dpm)
5. Tidak ada variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang
6. Variabilitas > 25 dpm (marked variability)
Perubahan Periodik
1. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi
2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau
moderat
3. Deselerasi lama (prolonged deceleration) > 2 menit tetapi < 10 menit
4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat (moderate
baseline variability)
5. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal kembalinya DJJ ke
frekuensi dasar lambat atau ada gambaran overshoot 28
Katagori III
Katagori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada
saatpemantauan janin tersebut dilakukan. Katagori III memerlukan evaluasi
yangbaik (akurat). Pada kondisi ini, tindakan yang dilakukan tidak terbatas
hanyauntuk memberikan oksigenasi bagi ibu, merubah posisi ibu,
menghentikanstimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan
penatalaksanaan takhisistol,tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada
waktu itu. Bila Katagori III tidakdapat diatasi, pertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan (persalinan).
18. Data pasien dan hasil KTG diisikan pada formulir laporan KTG (pelajari
panduan pengisian formulir KTG,Departemen OBGIN RSPAD)
19. PPDS dan atau Bidan melaporkan hasil pemeriksaan KTG kepada DPJP.
20. Lembar laporan KTG dimasukkan kedalam rekam medik pasien dengan
rapi. Pengarsipan dilakukanselama 5 tahun (sebaiknya hasil KTG di
fotokopi atau skanning)
Dokumentasi
Setiap rekaman KTG harus dibuat dokumentasi, bisa dalam bentuk hasil
cetakanprinter atau direkam dalam hard-disc komputer. Sebaiknya kedua hal
tersebutdilakukan bagi setiap pasien. Data dalam penyimpan digital disimpan oleh
rumahsakit, sedangkan hasil cetakan diberikan kepada pasien. RCOG
menganjurkanpenyimpanan data KTG hingga 25 tahun.
3.1 Simpulan
1. Pemantauan kesejahteraan janin harus dimulai sejak kehamilan
trimesterpertama.
2. Pergunakan cara pemantauan yang mampu laksana dengan akurasi
yangbaik.
3. Pemeriksaan kardiotokografi digabung dengan pemantauan gerak
janin,indeks cairan ketuban dan arus darah memiliki nilai prediksi yang
baik dalammemantau kesejahteraan janin.
4. Interpretasi KTG memerlukan pemahaman yang baik tentang
anatomi,fisiologi, dan patofisiologi yang berkaitan dengan kehamilan
dankesejahteraan janin serta pemahaman yang baik terhadap peralatan
KTGyang dipergunakan.
5. Tatalaksana pasien berdasarkan hasil pemeriksaan KTG tidak bisa
berdirisendiri, tetapi memerlukan alat bantu diagnostik lain untuk mencari
kausa dariabnormalitas KTG. Keputusan yang terburu-buru dapat
memberikan hasilyang tidak diinginkan.
6. Hasil pemeriksaan kardiotokografi disarankan disimpan selama 25
tahununtuk memantau perkembangan anak hingga dewasa serta untuk
kepentinganedukasi, penelitian, dan medikolegal..
DAFTAR PUSTAKA