Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KARDIOTOKOGRAFI

Mata KuliahTeknologidalamPelayananKebidanan

DosenPembimbing :

Queen KhoirunNisaMairo, M.Keb.

Disusun Oleh :

1. Nur fajrina tamimi P27824413007


2. Sholikhatul B P27824413011
3. Desi Rahmawati P27824413012
4. Diyas Windarena P27824413013
5. Niken Yusela P27824413014
6. Alfia Fitrianingsih P27824413015

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN SUTOMO
PRODI DIV KEBIDANAN KAMPUS SUTOMO
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami akan
membahas mengenai “Kardiotokografi”

Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini.Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini.Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami.Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Surabaya, September 2015

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kardiotokografi (KTG) adalah seperangkat alat elektronik yang
dapatdipergunakan dalam memantau kesejahteraan janin melaluai penilaian
denyutjantung janin (DJJ), kontraksi uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan.
Kesejahteraan janin menggambarkan kecukupan oksigenasi dan pertumbuhanjanin
yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan amnion yang cukup.Pemantauan
kesejahteraan janin (PKJ) merupakan hal penting dalampengawasan janin saat
asuhan antenatal dan pada saat persalinan. Persiapanpra konsepsi yang baik akan
memengaruhi kesejahteraan janin. Dukungan teknologi sangat berperan dalam
kemajuan pemantauan janin,hal ini tampak nyata setelah era tahun 1960an.
Sayangnya, data epidemiologismenunjukkan hanya sekitar 10% kasus serebral palsi
yang disebabkan olehgangguan intrapartum dapat dideteksi dengan pemantauan
elektronik tersebut,hal ini disebabkan oleh penggunaan alat pemantau kesejahteraan
janin yangkurang tepat (salah dalam interpretasi hasil).

Gambar Persiapan pra konsepsi, asuhan antenatal hingga masa neonatus(Sumber : www.screening.nhs.uk/an)
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal merupakan indikator
kualitaspelayanan obstetri disuatu tempat atau negara. Angka kematian perinatal
(AKP)di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara berkembang 50
per1000 kelahiran, angka tersebut lima kali lebih tinggi daripada negara maju(WHO,
2006).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003didapatkan lahir mati sebesar 0,96% dan 1,48% kematian neonatal dini
sehinggadiperoleh AKP 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang sekitar 77%
darikematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari
totalkematian bayi (BPS, 2003).
Salah satu penyebab mortalitas perinatal yang menonjol adalah
masalahhipoksia intra uterin. Kardiotokografi (KTG) merupakan peralatan elektronik
yangdapat dipergunakan untuk mengidentifikasi janin yang mempunyai
risikomengalami hipoksia dan kematian intrauterin atau mengalami
kerusakanneurologik, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi segera
untukmemperbaiki nasib neonatus tersebut.

1.2 Tujuan Umum


Setelah mempelajari dan memahami materi ajar tentang kardiotokografi
(KTG)mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan KTG dengan baik
danbenar.

1.3 Tujuan Khusus


Setelah mempelajari dan memahami materi ajar tentang KTG, peserta
didikdiharapkan :
1. Mampu memahami konsep dasar pemantauan kesejahteraan janin
(PKJ).
2. Mampu mengetahui indikasi pemeriksaan KTG
3. Mampu mempersiapkan pemeriksaan KTG dengan baik
4. Mampu memahami dasar fisiologi kesejahteraan janin dan faktor
yang memengaruhinya
5. Mampu memahami batasan (definisi) yang dipergunakan dalam
KTG.
BAB 2
ISI

2.1 Konsep Dasar Pemantauan KesejahteraanJanin


Pemantauan kesejahteraan janin (PKJ) merupakan bagian penting
dalampenatalaksanaan kehamilan dan persalinan. Teknologi yang begitu
cepatberkembang memberikan banyak harapan akan semakin baiknya
kualitaspelayanan kesehatan bagi ibu hamil, melahirkan dan nifas. Kemajuan ini
tidakmudah untuk diikuti oleh negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia,selain mahalnya harga peralatan, juga terbatasnya sumber daya manusia
yanghandal dalam pengoperasionalan alat canggih tersebut.
Keadaan janin dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internaladalah keadaan janin, plasenta, cairan ketuban, umbilikus, dan uterus.
Faktoreksternal adalah kesehatan ibu dan lingkungan di luar tubuh ibu, misalnya
udaraberpolusi berat atau lingkungan yang infeksious. PKJ memerlukan
kompetensiyang baik dari tenaga kesehatan dan peralatan yang handal (terpelihara
baiksehingga siap pakai setiap saat). Setiap tenaga kesehatan harus
menjagakompetensinya dengan mengikuti P2KB dan kepustakaan yang
berkaitandengan PKJ. Konsep dasar PKJ dapat dilihat pada Gambar.
Gambar 2. Konsep dasar PKJ, keadaan janin dipengaruhi oleh faktor eksternaldan internal.

2.2 Indikasi Pemeriksaan Kardiotokograf


Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan dengan
kardiotokografi(KTG) karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitasperinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan
janinberkurang, kehamilan post-term (≥ 42 minggu), preeklampsia/hipertensi
kronik,diabetes mellitus prakehamilan, DM yang memerlukan terapi insulin,
ketubanpecah pada kehamilan preterm, dan suspek solusio plasentae. Identifikasi
pasienyang memiliki risiko tinggi insufisiensi uteroplasenta mutlak dilakukan
karena halini berkaitan dengan tatalaksana yang harus dilakukan. Kegagalan
dalammengenal adanya faktor risiko, dapat berakibat fatal.

1. 2.3 Persiapkan Pemeriksaan KTG dengan baik


Persiapan yang harus dilakukan dalam pemeriksaan kardiotokografi
(KTG)adalah persiapan pasien, persiapan peralatan, dan persiapan
pemeriksa.Persiapan yang baik akan meminimalkan kesalahan serta meningkatkan
akurasidiagnostik KTG.

Persiapan Pasien
Persiapan pasien mencakup identitas, nomor rekam medis,
indikasipemeriksaan, diagnosis ibu dan janin, penjelasan prosedur dan
hasilpemeriksaan KTG. Selain itu, pasien juga harus mengosongkan vesika
urinariadan tidak dalam keadaan lapar atau haus.

Persiapan Peralatan
Peralatan KTG terdiri dari mesin KTG, peralatan tokometer,
peralatankardiometer, kertas KTG, jeli, kertas tissue, formulir laporan, dan troley
tempatperalatan KTG. Peralatan KTG perlu dikalibrasi, minimal setahun sekali
karenaakurasi interpretasi hasil KTG sangat dipengaruhi oleh kualitas tampilan
rekamanKTG tersebut. Koneksitas data antara pasien, alat KTG dan kertas KTG
harusterjaga dengan baik. Kerusakan pada salah satu komponen akan
membuatsebagian atau bahkan seluruh data KTG hilang. Uji ulang apakah bel yang
adaberfungsi dengan baik. Bel tersebut dipergunakan oleh pasien untuk
menghitungberapa gerakan yang dirasakan selama proses pemeriksaan KTG tersebut.
Bilamemungkinkan, institusi pelayanan kesehatan menyediakan bel
vibroakustikuntuk merangsang aktivitas janin.

Persiapan Pemeriksa
Pemeriksa perlu melakukan pemeriksaan ulang identitas pasien,
indikaspemeriksaan, kesiapan peralatan, dan formulir laporan KTG.
Pemeriksamenjelaskan prosedur pemeriksaan, mengukur tekanan darah pasien
sebelumpemeriksaan dan 15 menit kemudian, menilai kontraksi atau his secara
berkala,menanyakan kepada pasien apakah ada hal yang membuatnya tidak
nyaman,menanyakan gerak janin kepada pasien serta mencocokannya dengan
gerakanyang dicatat oleh peralatan KTG. Pasien menghitung gerakan janin
demnganmemakai bel yang disediakan (setiap janin bergerak, maka bel harus
ditekan)

2.4 Dasar Fisiologi Kesejahteraan Janin dan Faktor yang Memengaruhinya


Pada keadaan tanpa kontraksi uterus, tekanan darah rata-rata (MAP)
arteriuterina adalah 85 mmHg, tekanan dalam miometrium sebesar 10 mmHg,
dantekanan dalam cairan amnion juga sebesar 10 mmHg. Kondisi
tersebutmemungkinkan terjadinya sirkulasi normal pada rongga intervillus.Pada saat
terjadi kontraksi uterus, tekanan A. Uterina meningkat menjadi 90mmHg, tekanan
dalam miometrium menjadi 120 mmHg dan tekanan dalamcairan amnion menjadi 60
mmHg. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinyaoklusi aliran darah
intramiometrium.Pada posisi ibu berbaring telentang, maka uterus yang besar
tersebut akanmenekan Aorta desendens dan vena kava inferior (VKI) sehingga
terjadi oklusialiran darah (terutama VKI). Bila kondisi janin dan ibu baik, maka
proses oklusitersebut tidak menimbulkan dampak negatif pada janin.

2.5 Mekanisme Pengaturan DJJ


Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu sistem saraf
simpatis,sistem saraf para simpatis, baroreseptor, kemoreseptor, susunan saraf
pusat(SSP), sistem pengaturan hormonal, dan Sistem kompleks
proprioseptor,serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretchreceptors dan pusat
pengaturan
(Lauren Ferrara, Frank Manning, 2005).

1. Sistem Saraf Simpatis


Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam
miokardium.Stimulasi saraf simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik,
akanmeningkatkan frekuensi DJJ, menambah kekuatan kontraksi jantung,
danmeningkatkan volume curah jantung. Dalam keadaan stress, system
sarafsimpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan darah.
Inhibisisaraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan
menurunkanfrekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ.
2. Sistem saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus
yangberasal dari batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA,
nodusVA, dan neuron yang terletak di antara atrium dan ventrikel jantung.
Stimulasinervus vagus, misalnya dengan asetil kolin akan menurunkan
frekuensi DJJ;sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya dengan atropin,
akanmeningkatkan frekuensi DJJ.
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan
darahmeningkat, baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan
nervusglosofaringeus pada batang otak. Akibatnya akan terjadi penekanan
aktivitasjantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan curah jantung.

(diunduh dari http://www.glowm.com/resources/glowm/graphics/figures/v3/0580/005f.jpg)

4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak
didaerah karotid dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di
batangotak. Reseptor ini berfungsi mengatur perubahan kadar oksigen
dankarbondioksida dalam darah dan cairan serebro-spinal. Bila kadar
oksigenmenurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks dari
reseptorsentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini
akanmemperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan
menurunkankadar karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia
akanmempengaruhi reseptor perifer dan menimbulkan refleks
bradikardia.Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan menyebabkan
bradikardi danhipotensi.

5. Susunan Saraf Pusat


Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ
dangerakan janin. Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun,
danvariabilitas DJJ-pun akan berkurang.

6. Sistem Pengaturan Hormonal


Pada keadaan stres, misalnya hipoksia intrauterin, medula adrenal
akanmengeluarkan epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan
menyebabkantakikardia, peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan
hipertensi.
7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri,
baroreseptor,stretchreceptors dan pusat pengaturan (Lauren Ferrara,
Frank Manning, 2005).
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu
tigasumber, yaitu
1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi;
2) serabut saraf nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan
3) baroreseptor di aorta askendens dan arteri karotis, dan stretch receptorsdi
atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan ke cardioregulatory
center(CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf simpatis, selanjutnya
menujunodus sinoatrial sehingga timbulah akselerasi DJJ

Gambar 7. Faktor yang mempengaruhi DJJ (Sumber : Lauren Ferrara, Frank Manning,
2005 http://contemporaryobgyn.mediwire.com/main/Default.aspx? P=Content&ArticleID=145655)
Gambar 8. Hubungan gerak janin dengan akselerasi DJJ ( Sumber : Lauren Ferrara,
Frank Manning, 2005, http://contemporaryobgyn.mediwire.com/main/ Default.aspx?
P=Content&ArticleID=145655)

2.6 Mampu memahami batasan (definisi) yang dipergunakan dalam KTG

Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam 10 menit, rata-rata
dipantaudalam 30 menit. Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap
lamakontraksi, intensitas (amplitudo), bentuk, dan relaksasi diantara dua
kontraksi.Beberapa batasan berikut ini berkaitan dengan kontraksi uterus
(Freeman dkk,2012), yaitu :
1. Kontraksi Uterus Normal : terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10menit,
rata-rata dipantau selama 30 menit pemeriksaan.
2. Takhisistol : terdapat lebih dari 5 kontraksi dalam 10 menit, rata-ratadipantau
selama 30 menit pemeriksaan.
3. Catatan : istilah hiperstimulasi dan hiperkontraktilitas sudah tidakdipergunakan
lagi. Takhisistol harus selalu dikualifikasikan terhadapadanya atau tidak adanya
hubungan dengan deselerasi DJJ. Istilahtakhisitol dipergunakan pada persalinan
spontan atau dengan induksi.Respons klinis terhadap takhisistol dapat berbeda
tergantung apakahkontraksi tersebut timbul spontan atau akibat induksi
persalinan.

Frekuensi dasar
Freeman dkk (2012) memberi batasan frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 –
160 dpm teratur. Definisi frekuensi dasar DJJ menurut NICHD adalah nilai
ratarataDJJ yang dipantau selama 10 menit, dengan peningkatan 5 dpm. Bila
perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini disebut perubahan periodik
atauberkala (periodic changes).

Bradikardia
Freeman dkk (2012) memberi batasan bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ <
110 dpm. Secara umum, bradikardia dengan frekuensi antara 80 – 110 dpmyang
disertai variabilitas moderat (5 – 25 dpm) menunjukkan oksigenasi yangbaik
tanpa asidemia. Penurunan DJJ tersering sebagai respons akibatpeningkatan
tonus vagal.

Gambar 9. Bradikardia Janin


(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)

Takhikardia
Freeman dkk (2012) memberi batasan takhikardia adalah frekuensi dasar DJJ
>160 dpm. Takhikardi menggambarkan peningkatan rangsang simpatis dan
ataupenurunan rangsang parasimpatis, dan secara umum berkaitan
denganhilangnya variabilitas. Kebanyakan takhikardia janin tidak berhubungan
denganadanya hipoksia janin, Terutama pada kehamilan aterm. Lakukan
pengamatandengan ketat bila takhikardi terjadi pada janin preterm atau pada
janin atermtanpa diketahu apa faktor penyebabnya. Faktor-faktor yang berkaitan
ataumenjadi etiologi takhikardia adalah (Freeman dkk, 2012):
1. Hipoksia janin
2. Demam pada ibu
3. Obat-obatan parasimpatolitik
4. Atropin
5. Hydroxyzine hydrochloride (Atarax atau Vistaril)
6. Phenothiazines
7. Hiperthiroid pada ibu
8. Anemia janin
9. Sepsis Janin
10. Gagal jantung janin
11. Khorioamnionitis
12. Takhiaritmia jantung janin
13. Obat-obatan simpatomimetik beta

Gambar Takhikardia Janin


(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)

Variabilitas
Interval DJJ pada janin yang sehat menunjukkan gambaran yang tidak
uniform(nonuniformity), dikenal sebagai variabilitas beat to beat. Variabilitas
tersebutmenggambarkan fungsi simpatis dan parasimpatis dan disebut
sebagaivariabilitas jangka pendek (short term variability atau STV). STV tidak
dapatdilihat oleh mata, tetapi dinilai oleh sistem komputer dalam peralatan KTG
tersebut. Komputer menilai dalam interval rata-rata setiap 20 – 30 milidetik
atau2 – 3 dpm bila dikonversi ke dalam frekuensi DJJ. Bila variabilitas
berkurang,maka nilai rata-rata interval beat to beat menjadi ≤ 1 dpm.
Variabilitas yang kita lihat pada kertas KTG adalah variabilitas jangkapanjang
(long term variability atau LTV). Fluktuasi LTV DJJ memiliki siklus 3 – 5per
menit dengan amplitudo 5 – 20 dpm. LTV berkurang bila variabilitasnya <
5dpm. Druzen dkk (1979) menyatakan bahwa sistem parasimpatis lebih
berperandalam pengaturan STV sedangkan sistem parasimpatis lebih berperan
padapengaturan LTV.

Gambar 11. Variabilitas jangka panjang (long-term variability)


(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)

Akselerasi
Akselerasi adalah peningkatan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ. Adanya
akselerasi DJJ dapat dipakai sebagai petanda bahwa janin tidak sedang dalam
kondisi depresi atau asidosis (Freeman dkk, 2012).

Perubahan Periodik
Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselrasi DJJ yang bersifat
transienyang kembali ke frekuensi dasar semula atau frekuensi dasarnya
menjadiberubah. Pada umumnya, perubahan periodik ini terjadi sebagai respon
terhadapkontraksi uterus atau gerakan janin. Takhikardia, bradikardia, dan
variabilitasmemengaruhi perubahan frekuensi dasar DJJ (Freeman dkk, 2012).
Deselerasi
Deselerasi adalah penurunan DJJ ≥ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ.
Deselerasidapat disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilikus, atau
insufisiensiuteroplasenta. Dikena lada empat jenis deselerasi yaitu deselerasi
dini, lambat,variabel dan lama (prolonged decelerations).

Deselerasi dini
Penekanan pada kepala janin dapat menyebabkan penurunan frekuensi DJJ,
halini disebabkan oleh perubahan lokal aliran darah serebral akibat stimulasi
pusatvagal. Deselerasi dini tidak berkaitan dengan hipoksia atau asidosis
(Freemandkk, 2012).

Gambar 12. Mekanisme deselerasi dini (kompresi kepala)(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal
Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)

Deselerasi Variabel
Deselerasi variabel seringkali menunjukkan adanya obstrusi sirkulasi
umbilikus.Pada kala dua dapat terlihat gambaran deselerasi variabel sebagai
akibatkompresi kepala. Deselerasi variabel juga dapat disebabkan oleh
reganganumbilikus, suhu dingin, dan peningkatan tekanan pO2 pada saat bayi
mulaibernafas (Freeman dkk, 2012).

Deselerasi Lambat
Deselerasi lambat adalah penurunan frekuensi DJJ ≥ 15 dpm, deselarasi
terjadisetelah tercapainya puncak kontraksi uterus. Deselerasi lambat terjadi
akibatterganggunya sirkulasi uteroplasenta di daerah rongga intervilus.
(Sumber :Freeman RK dkk. Fetal Heart Monitoring, 4th Ed, 2012)

Deselerasi lama (prolonged decelerations) :


Deselerasi lama adalah deselerasi DJJ lebih dari dua menit, seringkali
disertaipenurunan variabilitas dan berkaitan dengan insufisiensi uteroplasenta.

Disfungsi SSP :
Martin dkk (1979) menyatakan bila terjadi progresifitas hipoksia janin maka
akantimbul deselarsi lama sebagai tanda awal, tetapi bila keadaan tersebut
tidakdiperbaiki, maka akan terjadi disfungsi SSP yang ditandai dengan
hilangnyavariabilitas DJJ. Hilangnya variabilitas DJJ menunjukkan janin telah
mengalamiasidemia yang parah (berat).

Gambaran disfungsi SSP dapat dilihat dalam pola DJJ sebagai berikut :
1. Datar (flat)
2. Tumpul (blunted)
3. Frekuensi dasar tidak stabil (unstable baseline)
4. Overshoot
5. Pola sinusoidal (Sinusoidal patterns)
6. ”Check mark” patterns

2.7 Cara MembuatLaporan KTG


Banyak cara yang dapat dipakai untuk melakukan pemantauan
kesejahteraanjanin, dari cara sederhana hingga yang canggih.
Cara sederhana. Dengan cara sederhana, pemantauan dilakukan melaluianalisa
keluhan ibu (anamnesis), pemantauan gerak harian janin dengan kartugerak
janin, pengukuran tinggi fundus uteri dalam sentimeter, pemantauandenyut
jantung janin (DJJ) dan analisa penyakit pada ibu.Adanya keluhan dari klien
(pasien) harus dicermati dan dianalisa denganbaik karena keluhan tersebut
mengungkapkan adanya sesuatu yang mungkintidak baik bagi kesehatan ibu dan
atau janin yang dikandungnya. Sambilmelakukan anamnesis yang teliti,
perhatikan juga keadaan fisik dan psikologisdari ibu tersebut. Anamnesis yang
baik, dapat menegakkan diagnosis denganbaik pula. Misalnya gerak janin yang
berkurang atau keluarnya darah pervaginam merupakan tanda adanya
abnormalitas yang harus dicari penyebabnya.

Cara canggih. Pemantauan kesejahteraan janin memakai alat canggihterdiri dari


ultrasonografi (USG), kardiotokografi (KTG), profil biofisik (Manning)atau
fungsi dinamik janin plasenta (FDJP) Gulardi, analisa gas darah
danpemeriksaan penunjang canggih lainnya. Pembahasan berikut dibatasi
padaKTG.

Kardiotokografi (KTG) merupakan alat bantu dalam pemantauankesejahteraan


janin. Pada KTG ada tiga parameter dipantau dalam waktubersamaan yaitu
denyut jantung janin (DJJ), kontraksi rahim, dan gerak janin.Peralatan KTG
tersebut harus dipelihara dengan baik, jangan sampai kabelnyarusak akibat
sering dilepas dan dipasang atau kesalahan dalam perawatanperalatan tokometer
dan kardiometer. Diperlukan seorang penanggung jawabuntuk perawatan dan
pengoperasionalan KTG tersebut, juga pelatihan didalammenginterpretasikan
hasil KTG tersebut. Pada saat pemeriksaan KTG, posisipasien tidak boleh tidur
terlentang, tetapi harus setengah duduk atau tidur miring
Gambar Posisi pasien saat pemeriksaan CTG
(Sumber : http://www.fetal.freeserve.co.uk/ctg.html )

2.8 Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi


1) Janin hidup dengan usia kehamilan ≥ 28 minggu.
2) Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3) Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi fundus
uteridiketahui.
4) Peralatan dalam keadaan baik dan siap pakai.
5) Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada
KTGterkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.Sebelum melakukan
interpretasi KTG harus mengetahui bagaimana kondisi ibudan janin, peralatan
yang dipakai, dan sarana pendukung lainnya yang berkaitandengan PKJ. Hal
terpenting adalah identifikasi semua faktor yang berkaitandengan risiko
hipoksia pada janin. NICHD (2008) dan Freeman dkk
(2012)merekomendasikan penerapan Tiga Katagori dalam interpretasi DJJ
sebagaiberikut :

Katagori I
Katagori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan
menggambarkanstatus asam basa janin saat pemantauan dalam keadaan
normal. Katagori Idapat dipantau pada pemeriksaan rutin asuhan antenatal
dan tidak memerlukan
tatalaksana khusus.
Pola DJJ Normal
1. Frekuensi dasar DJJ : 110 – 160 dpm
2. Variabilitas DJJ : moderat (5 – 25 dpm)
3. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel
4. Tidak ada atau ada deselerasi dini
5. Ada atau tidak ada akselerasi

Katagori II
Katagori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin,
saatini belum ditemukan bukti yang adekuat untuk mengkasifikasikan
katagori inimenjadi Katagori I atau Katagori III. Katagori II memerlukan
evaluasi danpemantauan lanjut serta reevaluasi dan mencari factor-faktor
yang berkaitandengan keadaan klinis. Pada beberapa keadaan diperlukan uji
diagnostic untukmemastikan status kesejahteraan janin atau melakukan
resusitasi intrauterinepada hasil Katagori II ini.
Pola DJJ Ekuivokal
Frekuensi Dasar dan Variabilitas
1. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai
2. hilangnya variabilitas (absent variability)
3. Takhikardia ( DJJ >160 dpm)
4. Variabilitas minimal (1 – 5 dpm)
5. Tidak ada variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang
6. Variabilitas > 25 dpm (marked variability)
Perubahan Periodik
1. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi
2. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau
moderat
3. Deselerasi lama (prolonged deceleration) > 2 menit tetapi < 10 menit
4. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat (moderate
baseline variability)
5. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal kembalinya DJJ ke
frekuensi dasar lambat atau ada gambaran overshoot 28

Katagori III
Katagori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada
saatpemantauan janin tersebut dilakukan. Katagori III memerlukan evaluasi
yangbaik (akurat). Pada kondisi ini, tindakan yang dilakukan tidak terbatas
hanyauntuk memberikan oksigenasi bagi ibu, merubah posisi ibu,
menghentikanstimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan
penatalaksanaan takhisistol,tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada
waktu itu. Bila Katagori III tidakdapat diatasi, pertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan (persalinan).

Pola DJJ abnormal


Tidak ada variabilitas DJJ (absent FHR variability) disertai oleh :
1. Deselerasi lambat berulang
2. Deselerasi variabel berulang
3. Bradikardia
4. Pola sinusoid (sinusoidal pattern)
Dibawah ini contoh formulir Laporan Kardiotokografi(KTG) yang dipergunakan di
Departemen Obstetri Ginekologi Rumah SakitPendidikan Kelas A, RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad. Telah dilakukan uji cobaselama dua bulan di RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad dan di sebuah RSIAHermina Jatinegara di Jakarta (pada Bulan
November dan Desember 2012) dandiperoleh hasil yang baik dalam penerimaan oleh
petugas kesehatan sertaakurasi yang sama dibandingkan metoda yang lama
(interpretasi Reassuring,Nonreassuring, atau Meragukan pada evaluasi antenatal atau
interpretasi Positif,Negatif, dan ekuivokal pada evaluasi saat persalinan). Metoda
baru ini lebihmampu laksana karena lebih mudah dalam melakukan interpretasi hasil
danmemiliki panduan interpretasi yang jelas. Masih diperlukan penelitian lebih
lanjut,misalnya berapa frekuensi normal DJJ Indonesia, agar kesalahan
interpretasidapat diminimalis.

Formulir panduan pengisian formulir pemeriksaan KTG diperlukan sebagaisarana


standarisasi dalam melakukan pemeriksaan, sarana penelitian, danmelatih tenaga
kesehatan agar kompeten dalam melakukan pemeriksaan KTGtersebut.

LAPORAN KARDIOTOKOGRAFI (KTG)


Data Pasien
Nama Pasien : …………………... No CM : …………………...........
Tanggal : ………………………… Jam : …………………................
Posisi pasien : …………………… Usia gestasi : ………………….....
TD awal : ……………………….. TD menit ke 15 : …………………
Cara pantau : ……………………. Kecepatan kertas : 1 / 2 / 3 cm/menit
Periksa dalam : tidak dilakukan/dilakukan, dengan hasil
………………………..………………………………………………………………
…………………………………..
Diagnosis ibu : ……………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………
………ÿ_ÿÿ______..
Diagnosis janin :
……………………………………………………………….………........................
Obat-obatan : ………………………………………………………………………....

Denyut Jantung Janin


Frekuensi dasar :………… dpm, variabilitas : tidak ada / minimal (1-5 dpm) /
moderat (5-25 dpm) / meningkat (>25 dpm), akselerasi : ada / tidak ada,
deselerasi : tidak ada / ada, yaitu jenisnya : dini / lambat / variabel / lama
(prolonged), beratnya : ringan / sedang / berat. Pola disfungsi SSP : tidak ada /
ada, yaitu : datar (flat) / tumpul (blunted) / frekuensi dasar tidak stabil (unstable
baseline) / pola overshoot / pola sinusoidal / pola checkmark.
Kontraksi Uterus / His
Kontraksi tidak ada / ada / ada his ; Frekuensi : ……/ 10 menit ; kekuatan :
…..……mmHg ; lamanya : ……… menit ; relaksasi : ……………… ;
konfigurasi : ……………………………………… ; tonus dasar : ………….mmHg

Gerak Janin: ……….. kali dalam : ………. menit


Diagnosis KTG : Katagori I / II / III
SARAN : ……………………………………………………………………………...
PPDS OBGIN Bidan Jaga DPJP
(…………………..…) (…………………….) (………………………)
CATATAN : Laporan ini harus segera dibuat setelah pemeriksaan selesai dan
disimpan dalamstatus pasien. PPDS dan Bidan jaga harus MENANDATANGANI
dan mendiskusikan hasilpemeriksaan KTG tersebut dengan Dokter Penanggungh
Jawab Pasien (DPJP).
PENUNTUN PENGISIAN FORMULIR PEMERIKSAAN
KARDIOTOKOGRAFI

NO PROSEDUR / LANGKAH KLINIK PARAFPPDS /BIDAN


A. PERSETUJUAN TINDAK MEDIK (Konseling Pra Tindakan)
1. Sambut dan sapa klien (ucapkan salam), serta perkenalkan diri Anda.
2. Jelaskan apa yang akan dilakukan, apa yang akan dirasakan oleh klien,
dan kemungkinan hasil yang akandiperoleh, berkaitan dengan keadaan
ibu dan janin.
B. PERSIAPAN SEBELUM TINDAKAN
3. Persiapan alat dan Bahan : stetoskop Laennec / Doppler, peralatan
KTG, kertas KTG, jeli, tissue / kainlap, formulir jawaban dan penuntun
pengisian KTG
4. Persiapan Pasien : berkemih, tidur setengah duduk/duduk/tidur miring
ke kiri, perhatikan keamanan dankenyamanan klien, bila haus atau lapar
harus minum atau makan terlebih dahulu; dan bila masihkecapaian,
istirahat beberapa waktu (sekitar 10 menit tirah baring).
5. Persiapan Petugas : mengetahui tatacara penyimpanan dan pemasangan
peralatan KTG, mampumelakukan interpretasi KTG serta kemungkinan
penyulit yang dapat terjadi dan kompeten berkomunikasidalam bidang
KTG.

C. PENCEGAHAN INFEKSI SEBELUM TINDAKAN


6. Prosedur pencegahan infeksi universal : cuci tangan sebelum dan setelah
memeriksa pasien, lakukanpengelolaan limbah medis dengan benar.
D. PEMERIKSAAN PASIEN
7. Anamnesis : riwayat penyakit dan kehamilan yang lalu (bila ada), usia
gestasi, keadaan kehamilan saatini, dan faktor risiko, terutama risiko
hipoksia, kompresi tali pusat, insufisiensi uteroplasenter dan
anomalykongenital (lihat USG klien)
8. Pemeriksaan Fisik : status generalis dan Obstetri. tentukan punktum
maksimum DJJ dan tinggi fundusuteri. Deteksi kecurigaan PJT atau
makrosomia.
9. Pasien tidur dengan posisi setengah duduk, atau miring ke kiri, atau
duduk.
10. Pemasangan peralatan Kardiotokografi : tokometer di pasang di fundus
(TIDAK BOLEH DIBERI JELI) dankardiometer (harus diberi jeli)
dipasang di tempat punktum maksimum jantung janin.
11. Ukur tekanan darah pada awal pemeriksaan dan 15 menit kemudian
12. Perekaman KTG dimulai, petugas harus meyakini bahwa rekaman
berjalan baik.
13. Pengawasan berkala kondisi ibu dan janin oleh petugas kesehatan, temani
pasien selama pemeriksaanKTG
14. Lama perekaman MINIMAL 20 MENIT. Bila variabilitas minimal (1-5
DPM) atau tidak ada (absent), lakukanperangsangan bayi dengan bel
VIBROAKUSTIK (beri tahu ibu sebelum tindakan tersebut dilakukan).
Bilatidak memiliki bel vibroakustik, lakukan perangsangan dengan cara
menggerakkan tubuh atau kepala janin.\

E. MELAKUKAN INTERPRETASI HASIL


15. Kategori I : Pola DJJ Normal
a. Frekuensi dasar DJJ : 110 – 160 dpm
b. Variabilitas DJJ : moderat (5 – 25 dpm)
c. Tidak ada deselerasi lambat dan variabel
d. Tidak ada atau ada deselerasi dini
e. Ada atau tidak ada akselerasi

16. Kategori II : Pola DJJ Ekuivokal


Frekuensi Dasar dan Variabilitas
a. Frekuensi dasar DJJ : Bradikardia (<110 dpm) yang tidak disertai
hilangnya variabilitas (absentvariability)
b. Takhikardia (DJJ >160 dpm)
c. Variabilitas minimal (1 – 5 dpm)
d. Tidak ada variabilitas, tanpa disertai deselerasi berulang
e. Variabilitas > 25 dpm (marked variability)
Perubahan Periodik
a. Tidak ada akselerasi DJJ setelah janin distimulasi
b. Deselerasi variabel berulang yang disertai variabilitas DJJ minimal atau
moderat
c. Deselerasi lama (prolonged deceleration) > 2 menit tetapi < 10 menit
d. Deselerasi lambat berulang disertai variabilitas DJJ moderat (moderate
baseline variability)
e. Deselerasi variabel disertai gambaran lainnya, misal kembalinya DJJ ke
frekuensi dasar lambatatau tampak gambaran overshoot

17. Kategori III : Pola DJJ Abnormal


Tidak ada variabilitas DJJ (absent FHR variability) disertai oleh :
a. Deselerasi lambat berulang
b. Deselerasi variabel berulang
c. Bradikardia
d. Pola sinusoid (sinusoidal pattern)

18. Data pasien dan hasil KTG diisikan pada formulir laporan KTG (pelajari
panduan pengisian formulir KTG,Departemen OBGIN RSPAD)
19. PPDS dan atau Bidan melaporkan hasil pemeriksaan KTG kepada DPJP.
20. Lembar laporan KTG dimasukkan kedalam rekam medik pasien dengan
rapi. Pengarsipan dilakukanselama 5 tahun (sebaiknya hasil KTG di
fotokopi atau skanning)

F. PEMANTAUAN PASCA TINDAKAN


21. Tanyakan apakah ada keluhan pada ibu (terutama yang berkaitan dengan
gerak janin dan kontraksirahim), bila tidak ada keluhan, pemeriksaan
sudah selesai.
22. Bila ada keluhan pada ibu, lapor pada DPJP dan lakukan penanganan
yang sesuai dengan etiologi(misalnya resusitasi intra uterin, periksa USG,
dll).
G. PERAWATAN ALAT PASCA TINDAKAN
23. Bersihkan semua peralatan dengan seksama. Lakukan dekontaminasi,
terutama limbah infeksious. Kabelkabelpada peralatan KTG jangan
dilepas.
24. Simpan kembali semua peralatan pada tempatnya dengan rapih.

H. KONSELING / NASEHAT PASCA TINDAKAN


25. Penjelasan PPDS dan atau DPJP kepada Klien dan Keluarganya tentang
hasil KTG tersebut.
26. Penanganan klien selanjutnya dikembalikan kepada DPJP.

2.9 Tatalaksana Pasien Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan KTG pada Masa Kehamilan dan Persalinan


Penatalaksanaan kehamilan dan persalinan berbasis hasil KTG
harusdisesuaikan dengan kondisi klinis pasien dan fasilitas yang ada.
Algoritmatatalaksana harus dibuat berdasarkan status antenatal dan status persalinan.
Penentuan usia gestasi, taksiran berat janin, indeks cairan amnion,
derajatmaturasi plasenta, Doppler sirkulasi janin, patologi janin, dan patologi ibu
harusmenjadi bahan penilaian dalam menegakkan diagnosis dan
pengambilankeputusan klinis.

Dokumentasi
Setiap rekaman KTG harus dibuat dokumentasi, bisa dalam bentuk hasil
cetakanprinter atau direkam dalam hard-disc komputer. Sebaiknya kedua hal
tersebutdilakukan bagi setiap pasien. Data dalam penyimpan digital disimpan oleh
rumahsakit, sedangkan hasil cetakan diberikan kepada pasien. RCOG
menganjurkanpenyimpanan data KTG hingga 25 tahun.

Tindak Lanjut Hasil Pemantauan Kesejahteraan Janin


Tenaga kesehatan harus mampu dengan cepat dan benar
melakukaninterpretasi dari alat bantu pemantauan kesejahteraan janin tersebut
kemudianmemilih rencana tindakan yang terbaik bagi pasiennya. Penjelasan
yangmemadai yang dibarengi dengan kompetensi yang baik akan
meminimalkankesalahan penatalaksanaan. Misalnya pada gambaran KTG dijumpai
Katagori IIdisertai deselerasi variabel, maka tindak lanjutnya adalah mencari kausa
darikelainan tersebut. Tanyakan apakah gerak janin berkurang ? apakah ada
cairanketuban yang keluar per vaginam ? kemudian lakukan pemeriksaan USG
untukmendeteksi adanya lilitan atau kompresi tali pusat. Bila penyebabnya
sudahdiketahui, barulah penatalaksanaan yang benar dan rasional dapat
dilakukan.Bagaimana bila tidak ada alat USG ? bila menungkinkan pasien
dirujukkepusat pelayanan rujukan yang lebih tinggi, bila tidak mungkin merujuk,
makapergunakan segala fasilitas yang ada dan berikan penjelasan yang baik
kepadapasien dan keluarga (informed consent). Jangan sampai pasien berharap
terlalutinggi akibat ketidaktahuannya dan juga akibat ketidaksiapan kita
melayaninya.Beberapa alternatif pilihan yang dapat dilakukan dalam
menindaklanjuti hasilpemantauan kesejahteraan janin adalah melakukan penanganan
yang memadaiditempat kerja, merujuk pasien ke pusat pelayanan yang lebih tinggi,
menambahfasilitas peralatan kesehatan, meningkatkan kualitas SDM melalui
pelatihankompetensi, dan memberikan pendidikan kepada masyarakat awam
agarmereka dapat memahami dengan baik kondisi pelayanan kesehatan yang ada.

2.10 Masalah Etika dan Medikolegal yangBerkaitan dengan Pemeriksaan KTG


Dalam pemeriksaan kardiotokografi (KTG) jangan dilupakan segala hal
yangberkaitan dengan etika dan medikolegal. Hubungan dokter dengan pasien
danpasien dengan rumah sakit harus tetap dijaga agar harmonis
denganmengutamakan keselamatan pasien. Standarisasi pelatihan,
pemeriksaan,interpretasi dan tindak lanjut akan memengaruhi dokter dalam
penatalaksanaanpasien.
Pada waktu pemeriksaan KTG, setiap orang yang terlibat dalampemeriksaan
tsb harus menjaga kesantunan, hak pribadi pasien, dan komunikatifdalam
menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan pemeriksaan KTG.Penjelasan
tentang persiapan pemeriksaan, apa yang akan dirasakan selamapemeriksaan dan
akurasi interpretasi hasil pemeriksaan harus disampaikandengan bijak.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Pemantauan kesejahteraan janin harus dimulai sejak kehamilan
trimesterpertama.
2. Pergunakan cara pemantauan yang mampu laksana dengan akurasi
yangbaik.
3. Pemeriksaan kardiotokografi digabung dengan pemantauan gerak
janin,indeks cairan ketuban dan arus darah memiliki nilai prediksi yang
baik dalammemantau kesejahteraan janin.
4. Interpretasi KTG memerlukan pemahaman yang baik tentang
anatomi,fisiologi, dan patofisiologi yang berkaitan dengan kehamilan
dankesejahteraan janin serta pemahaman yang baik terhadap peralatan
KTGyang dipergunakan.
5. Tatalaksana pasien berdasarkan hasil pemeriksaan KTG tidak bisa
berdirisendiri, tetapi memerlukan alat bantu diagnostik lain untuk mencari
kausa dariabnormalitas KTG. Keputusan yang terburu-buru dapat
memberikan hasilyang tidak diinginkan.
6. Hasil pemeriksaan kardiotokografi disarankan disimpan selama 25
tahununtuk memantau perkembangan anak hingga dewasa serta untuk
kepentinganedukasi, penelitian, dan medikolegal..
DAFTAR PUSTAKA

Affandi**, Biran dan Judi Januadi Endjun*. 2013. KARDIOTOKOGRAFI


(KTG). Jakarta : *) Departemen Obstetri dan Ginekologi, RS Pendidikan RSPAD
Gatot Soebroto Ditkesad/FKUI**) Kolegium Obstetri dan Ginekologi
Indonesias2013(Diajukan pada TOT USG dan Kardiotokografi Kolegium Obstetri
dan Ginekologi Indonesia
Jakarta, 25 – 27 Februari 2013)

Anda mungkin juga menyukai