Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang meliputi berbagai macam lapisan
masyarakat. Masyarakat yang berkualitas mencerminkan suatu negara dapat menjadi
negara yang sejahtera. Dalam upaya mewujudkan kesehatan sebagai cerminan dari
kesejahteraan masyarakat dibutuhkan kesehatan sebagai salah satu komponen utamanya.
Inhibitor utama dalam mewujudkan kesehatan menjadi suatu komponen yang
terintegritasi adalah penyakit.
Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi didaerah
beriklim tropis dan subtropis, tidak hanya di Indonesia melainkan terjadi di negara negara
berkembang dengan iklim tropis. Penyakit tropis ini dapat mewabah dengan cepat dan
menjadi salah satu faktor utama terjadinya mortalitas dalam suatu negara, sehingga
keadaan negara berkembang akan mengalami stagnasi dalam pemerintahannya untuk
mewujudkan negara yang maju
Salah satu langkah awal untuk mencapai kesehatan berasal dari diri sendiri, namun
beberapa inhibitor menyebabkan kesehatan tidak menjadi prioritas utama bagi diri sendiri.
Sehingga apabila langkah tersebut tidak dapat dicapai diri sendiri maka tenaga kesehatan
ikut mengambil andil besar demi memberikan kesadaran bahwa kesehatan harus menjadi
prioritas utama dalam hidup seseorang. Setiap paradigma mengenai kesehatan disetiap
lapisan masyarakat berbeda, terutama lapisan bawah yang mengalami defisiensi
pengetahuan atau lapisan menengah dan atas yang masih perlu mendapatkan re-edukasi
dalam penyuluhan kesehatan.
Oleh karena itu kami sebagai kelompok 3 akan mengangakat infeksi masalah tropis
sebagai judul dalam makalah ini khususnya pada penyakit campak, difteri, tetanus dan
dhf. Karena dengan memberikan seminar kesehatan mengenai infeksi masalah tropis
diharapkan masyarakat sekitar khususnya teman-teman kelas menyadari bahwa kesehatan
harus menjadi prioritas utama.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi campak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi tetanus?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi DHF?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi
campak.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi
tetanus.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi DHF.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Tropik


penyakit tropik adalah penyakit yang sering terjadi pada wilayah tropis dan subtropis yang
umumnya berupa infeksi, tetapi juga bisa berupa non infeksi. Istilah ini juga sering
mengacu pada penyakit yang berkembang di wilayah panas berkondisi lembab, seperti
campak, DHF, tetanus dan lain-lain.

2.2 INFEKSI CAMPAK


2.2.1 Definisi Campak
Penyakit Campak adalah satu penyakit berjangkit. Campak (Rubeola, Campak
9 hari) atau dikenal dengan sebutan Gabagen (dalam bahasa Jawa); atau Kerumut
(dalam bahasa Banjar). Dalam istilah medisnya disebut juga dengan Morbili,
Measles. (Aru: 2006: 1447)
Morbili adalah : Penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
Yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi,
yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu
Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. Fkui ).
Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh gejala
prodormal panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya bercak
merah makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian
menghitam dan mengelupas. (Fanani. 2009: 61-62).

2.2.2 Etiologi Campak


Cara penularan melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup percikan
ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita
morbili/campak.Artinya, seseorang dapat tertular Campak bila menghirup virus
morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau di mana saja. Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan
selama ruam kulit ada. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.

3
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi
setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD.
Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal
terhadap penyakit ini.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung
selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
 bayi berumur lebih dari 1 tahun
 bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
 remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi

4
2.2.3 Pathway
2.2.4
Paramyxoviridae morbili Droplet infection (virus Masuk lewat saluran
virus masuk) pernapasan

Virus dilepas kedalam saluran Memenyebar kelenjar limfe


Mengendap pada organ darah (virviremia primer regional)

Kulit Epitel disaluran Saluran cerna


pernapasan

Poliferasi sel endotel


Penurunan fumgsi silla Hiperplasia jaringan limfoid
kapiler dalam korium

Eksudasi serum/ eritrosit


Peningkatan sekret Iritasi mukoa usus
dalam epidermis

Reflek batuk Sekresi meningkat

Ketidakseimbangan Diare
bersihan jalan nafas

Gangguan body image Dehidrasi

Virus sampai RES Ruam Resio ketidakseimbangan


elektrolit

Replikasi kembali Kerusakan integritas Kulit

Virus sampai kemultipel


Gangguan rasa nyaman Gatal (nyeri ringan)
tissue site (viremia
sekunder

Pengeluaran mediator kimia


Reaksi radang Histamin

5
Mempengaruhi thermostat
Gangguan termoregulasi
dalam hipotalamus
2.1.4 Manifestasi Klinis Campak
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3
stadium yaitu:
1) Stadium Kataral ( Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:
a) Panas
b) Malaise
c) Batuk
d) Fotofobia
e) Konjungtivitis
f) Koriza

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul
bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh
eritema tapi itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat
dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita
morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

2) Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a) Koriza dan Batuk bertambah
b) Kadang terlehat bercak koplik
c) Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d) Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e) Splenomegali.
f) Diare dan muntah

Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai
pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3) Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi).
Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a) Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni.
b) Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant sel yang khas.
c) Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik

6
dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4
minggu kemudian.

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Agar serangan campak tidak menjadi terlalu berat, kita bisa melakukan hal-hal
berikut berdasarkan fase-fasenya:
 Masa Inkubasi
Fase inkubasi berlangsung sekitar 10-12 hari. Di fase ini agak sulit
mendeteksi infeksinya karena gejalanya masih bersifat umum bahkan tidak
terlihat sama sekali. Mungkin beberapa anak mengalami demam tetapi
umumnya anak tidak merasakan perubahan apa-apa. Bercak-bercak merah
yang merupakan ciri khas campak pun belum keluar.
Yang perlu dilakukan:
Jagalah keseimbangan gizi anak dengan baik agar daya tahan tubuhnya
tetap tinggi. Misalnya dengan makan sayur, buah, serta menjaga kebugaran
tubuhnya. Bila memang nantinya campak benar-benar menyerang
kemungkinan terjadinya tidak akan terlalu parah.

 Fase Prodormal
Adalah fase dimana gejala penyakit sudah mulai timbul seperti flu,
batuk, pilek, dan demam. Mata anak pun akan tampak kemerah-merahan
dan berair. Tak hanya itu, anak tidak bisa melihat dengan jelas ke arah
cahaya karena merasa silau (photo phobia). Ciri lain, di sebelah dalam
mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa
anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi
yang turun naik, berkisar 38-40,5° C. Di fase kedua bercak merah belum
muncul.
Yang perlu dilakukan:
Segeralah memeriksakan anak ke dokter ketika flu, batuk, pilek, dan
demam mulai muncul. Jangan sampai menunggu munculnya bercak-bercak
merah karena anak butuh pertolongan secepatnya. Tindakan cepat sangat
membantu untuk mengantisipasi beratnya penyakit.

 Fase Makulopapuler
Fase makulopapuler yakni keluarnya bercak merah yang sering diiringi
demam tinggi antara 38-40,5°C. Awalnya, bercak ini hanya muncul di

7
beberapa bagian tubuh saja, biasanya di belakang kuping, leher, dada,
muka, tangan dan kaki. Untuk membedakan dengan penyakit lain,
umumnya warna bercak campak akan sangat khas; merah dengan ukuran
yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
Biasanya, bercak merah akan memenuhi seluruh tubuh dalam waktu satu
minggu meskipun hal ini tergantung pula pada daya tahan tubuh masing-
masing anak. Pada anak yang memiliki daya tahan tubuh baik umumnya
bercak merahnya hanya pada beberapa bagian saja. Tetapi pada anak yang
memiliki daya tahan tubuh lemah, bercak merahnya akan semakin banyak.
Hal ini juga menunjukkan kalau campak yang diderita anak termasuk berat.
Yang perlu dilakukan:
Tetaplah mengonsultasikan segala sesuatunya pada dokter. Biasanya
dokter akan mengusahakan agar bercak merah pada anak tidak sampai
muncul di sekujur tubuh. Bila memang sekujur tubuhnya dipenuhi bercak,
ini berarti campaknya cukup berat. Apalagi jika sudah muncul gejala
komplikasi, maka konsultasikanlah ke dokter apakah anak perlu dirawat
atau tidak.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa semakin banyak bercak
merah yang tampak semakin bagus karena berarti anak akan cepat sembuh.
Pendapat ini keliru karena kita sebenarnya dituntut untuk lebih waspada.
Tetapi bila diagnosis sudah ditegakkan, dan tak ada komplikasi, anak cukup
dirawat di rumah.

 Fase Penyembuhan
Bila bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Selanjutnya bercak merah akan berubah menjadi kehitaman dan
bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas
atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu
hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.
Yang perlu dilakukan:
Tetap berikan obat yang sudah diberikan oleh dokter sambil menjaga
asupan makanan bergizi seimbang dan istirahat yang teratur. Jangan pernah
beranggapan kalau bercak merah sudah berkurang dan gejalanya sudah

8
hilang berarti virus campaknya sudah musnah. Kita tetap perlu melanjutkan
pengobatan sampai anak benar-benar sembuh.

2.1.7 Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.
Namun komplikasi dapat terjadi karena penurunan kekebalan tubuh sebagai
akibat penyakit Campak. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
1) Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga
penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3) Ensefalitis (radang otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
4) Bronkopnemonia (infeksi saluran napas)
5) Otitis Media (infeksi telinga)
6) Laringitis (infeksi laring)
7) Diare
8) Kejang Demam (step)

9
2.1.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Infeksi Campak
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
A. Pengkajian
1) Anamnesa
 Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang


dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

 Identitas Penanggungjawab

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang


dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus campak adalah
demam, batuk, sakit kepala, dan konjungtivitis. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap pada klien campak.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
campak, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
campak bisa diketahui penyakit kulit yang lain. (Ignatavicius, Donna D,
1995).

4) Riwayat Penyakit Dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab campak dan
memberi petunjuk berapa lama penyakit campak tersebut berlangsung.
5) Riwayat Penyakit Keluarga

10
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit camapak
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya campak, pneumonia,
batuk, demam, konjungtivitis. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus campak akan timbul demam, batuk, sakit kepala,
dan konjungtivitis. Dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan kulitnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti kontak langsung dengan
penderita yang dapat mengganggu kesehatan kulit (Ignatavicius,
Donna D,1995).
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien campak harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan kulit. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah kulit.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus campak gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien campak timbul rasa nyeri, keterbatasan sosialisasi,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur. (Doengos. Marilynn E, 2002).
 Pola Aktivitas

11
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya penularan campak
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien campak yaitu timbul
pernafasan tidak efektif, saluran cerna trganggu, konjungtivtis, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien camapak daya rabanya meningkat terutama pada
bagian kulit yang terkena, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat camapak (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien camapak timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya,. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien campak tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
2. Ketidak efektifan jalan napas
3. Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili

4. Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.


5. Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah

12
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa I
Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
Tujuan : pemeliharaan ( mempertahankan ) suhu tubuh dalam rentang yang
normal.
Dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh anak dalam rentang yang normal.
b. Anak bebas dari demam.

Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Monitor perubahan suhu Sebagai pengawasan terhadap adanya
tubuh, denyut nadi. perubahan keadaan umum pasien
sehingga dapat diakukan penanganan
dan perawatan secara cepat dan tepat.

2 Lakukan tindakan yang Upaya – upaya tersebut dapat


dapat menurunkan suhu membantu menurunkan suhu tubuh
tubuh sperti lakukan pasien serta meningkatkan
kompres, berikan pakaian kenyamanan pasien.
tipis dalam memudahkan
proses penguapan.
3 Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa nyaman anak.
perawatan serta ajari cara
menurunkan suhu dan
mengevaluasi perubahan
suhu tubuh.
4 Kaji sejauh mana Mengetahui kebutuhan infomasi dari
pengetahuan keluarga dan pasien dan keluarga mengenai
anak tentang hypertermia perawatan pasien dengan hypertemia.

5 Kolaborasi dengan dokter Antipiretik


dengan memberikan menurunkan/mempertahankan suhu
antipiretik dan antibiotic tubuh anak.
sesuai dengan ketentuan.

13
Diagnosa II
Ketidak efektifan jalan napas : ketidak mampuan mengeluarkan secret b/d
penumpukan secret pada nasofaring.
Tujuan : bersihan jalan napas efektif
Dengan criteria hasil :
a. Tidak mengalami aspirasi
b. Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru.

Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Kaji fungsi pernapasan, Ronci, mengi menunjukkan akumulasi
contoh bunyi napas, secret/ ketidakmampuan untuk
kecepatan, irama dan membersihkan jalan napas yang dapat
kedalaman dan penggunaan menimbulkan penggunaan otot
otot aksesori. aksesori pernapasan dan peningkatan
kerja pernapasan.
2 Catat kemampuan untuk Pengeluaran secret sulit bila secret
batuk efektif. sangat tebal ( mis. Efek infeksi dan
atau tidak adekuat hidrasi ).
3 Berikan posisi semi fowler Posisi membantu memaksimalkan
tinggi. Bantu klien untuk ekspansi paru dan menurunkan upaya
batuk dan latihan napas pernapasan.
dalam.
4 Bersihkan secret dari mulut Mencegah obstruksi atau aspirasi.
dan trakea ; pengisapan Pengisapan dilakukan bila klien tidak
sesuai keperluan. mampu mengeluarkan secret.
5 Pertahankan masukan Pemasukan tinggi cairan membantu

14
cairan untk mengencerkan secret.
6 Berikan lingkungan yang Meningkatkan kenyamanan untuk
aman anak

Diagnosa III
Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
Tujuan : keutuhan structural dan fungsi fisiologis dari kulit dan membrane
mukosa.
Dengan kriteria hasil :
a. Terbebas dari adanya lesi jaringan.
b. Suhu, elastisitas, hidrasi dan warna jaringan dalam rentang yang
diharapkan.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Pantau kulit dari adanya: Mengetahui perkembangan penyakit
ruam dan lecet, warna dan dan mencegah terjadinya komplikasi
suhu, kelembaban dan melalui deteksi dini pada kulit.
kekeringan yang berlebih,
area kemerahan dan rusak.
2 Mandikan dengan air Mempertahankan kebeersihan tanpa
hangat dan sabun ringan mengiritasi kulit.
3 Dorong klien untuk Membantu mencegah friksi / trauma
menghindari menggaruk kulit.
dan menepuk kulit.
4 Balikkan atau ubah posisi Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
dengan sering tekanan pada kulit / jaringan yang
tidak perlu.
5 Ajarkan anggota keluarga / Mengetahui terjadinya infeksi /
memberi asuhan tentang komplikasi lebih cepat.
tanda kerusakan kulit, jika
diperlukan.
6 Konsultasi pada ahli gizi Perbaikan nutrisi klien agar terhindar
tentang makanan tinggi dari infeksi karena kulit dapat menjadi

15
protein, mineral, kalori dan barier utama yang dapat memperberat
vitamin. kondisi anak.

Diagnosa IV
Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.
Tujuan : anak merasa nyaman
Dengan criteria hasil :
a. Anak dapat beristirahat dengan nyaman.
b. Rewel berkurang.

Intervensi :
No Intervensi Rasional
1 Tubuh anak dibedaki Mengurangi rasa gatal.
dengan bedak salisil 1%
atau lainya ( atas resep
dokter )
2 Tidurkan anak ditempat Mencegah silau dan menambah
yang agak jauh dari lampu kenyamanan anak.
( jangan tepat dibawah
lampu )

Diagnosa V.
Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah.
Tujuan : intike cairan seimbang, keseimbangan volume cairan dalam tubuh.
Dengan criteria hasil :
a. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala kekurangan volume
cairan.

Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Pantau berat badan, suhu, Mengontrol keseimbangan output.
kelembaban pada rongga

16
oral, volume konsentrasi
urin.
2 Ukur berat jenis urine Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal, yang
mewaspadakan terjadinya gagal ginjal
akut pada respon terhadap
hipovolemia.
3 Observasi kulit/membrane Hipovolemia, perpindahan cairan dan
mukosa untuk kekeringan, kekurangan nutrisi memperburuk
turgor. turgor kulit.
4 Hilangkan tanda bau dari Menurunkan rangsangan pada gaster
lingkungan dan respon muntah.
5 Ubah posisi dengan sering, Adanya gangguan sirkulasi cenderung
berikan perawatan kulit merusak kulit.
dengan sering dan
pertahankan tempat tidur
kering dan bebas lipatan.
6 Berikan : Menarik minat anak agar mau minum
a. Bentuk-bentuk cairan banyak.
yang menarik ( sari buah,
sirup tanpa es, susu )

17
2.2 TETANUS
2.2.1 Definisi Tetanus
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekauan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman Clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.
Tetanus adalah adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang
otot, tanpa disertai gangguan kesadaran., sebagai akibat dari toksin kuman
closteridium tetani.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit
infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman clostridium tetani, yang ditandai
dengan gejala kekakuan dan kejang otot.

2.2.2 Etiologi Tetanus


Penyebab penyakit seperti pada tetanus yaitu Clostridium tetani yang hidup
anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas ditanah, juga
terdapat ditempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil ini
bila kondisinya baik (didalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin
ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan
tetanuspasmin, yaitu toksin yang neurotropik yang dapat menyebabkan
ketegangan dan spasme otot.

2.2.3 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah infeksi, tetapi
bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah infeksi.
 Kekakuan otot rahang
 Gangguan memelan
 Demam
 Nyeri
 Mengigil
 Kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai
 Kekakuan atau kejang pada otot-otot perut, leher, dan punggung dapat
menyebabkan kepala dan tumit penderita tertarik ke belakang, sedangkan
badannya melengkung ke depan. Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah
akan menyebabkan sembelit dan tertahannya air kemih. Selama terjadinya
18
kejang di seluruh tubuh, penderita tidak dapat berbicara karena otot dadanya
kaku atau terjadi kejang pada tenggorokan. Hal tersebut menyebabkan
gangguan pernafasan sehingga penderita akan kekurangan oksigen. Tetanus
biasanya terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka
itu bisa menetap selama beberapa minggu.

2.2.4 Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka yang kotor dan pada bayi dapat
melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk 2 toksin yaitu tetanus spasmin
yang merupakan toksin kuat dan atau neutropik yang dapat menyebabkan
ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin
yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson
neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau
jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun
toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh
arititoksin. Hipotesa cara absorsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik dibawa ke korno
anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan saraf
pusat.toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot
menjadi kejang dan mudah sekali terangsang

Pathway

Kuman Eksotoksin

19
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion sumsum otak saraf otonom

tulang belakang

tonus otot meningkat menempel pada mengenai saraf simaptis

crebral gangliosides

menjadi kaku kekakuan dan kejang keringat berlabihan

hilangnya keseimbangan tonus otot

kekuatan otot hipoksia

sistem pencernaan sistem pernafasan oksigen di otak menurun

gangguan nutrisi ketidak efektifan jalan nafas kesadaran menurun

kurang dari kebutuhan tubuh

gangguan pertukaran gas gangguan perfusi jaringan

2.2.5 Penatalaksanaan Medis


1. Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000 U/hari selama 2 hari. Berturut-turut
secara intramuscular dengan didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya
positif ,pemberian dilakukan secara Besredka ( pemberian ATS sekarang dapat
dimasukan didalam cairan infuse dengan dosis 40.000 U sekaligus)
20
2. Antikonvulsan dan penenang
Bila kejang hebat dapat diberikan fenabarbital dengan dosis awal: untuk
anak umur kurang dari 1 tahun 50 mg dan untuk anak umur 1 tahun atau lebih
diberikan 75 mg ,dilanjutkan dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 6
dosis, Diazepam dengan 4 mg/kgBB/hari ,dibagi 6 dosis.Bila perlu IV, Largatil
dengan dosis 4mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis.Bila kejang sukar diatasi berikan
klora;hidrat 5 % dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalan 3-4 dosis secara
per-recktal.
3. Penisilin prokain 50.000 U/kg BB/hari intramuscular diberikan sampai 3 hari
demam turun
4. Diet harus cukup kalori dan protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan
anak membuka mulutnya dan menelan
5. Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara atau kesibukan )
6. Pasien dianjurkan dirawat di unit perawatan khusus jika:

 Kejang –kejang yang sukar diatasi dengan obat-obatan antikonvulsan


biasa
 Spasme laring
 Komplikasi yang memerlukan perawatan khusus seperti sumbatan jalan
napas ,kegagalan pernapasan ,hipertensi,dll

2.2.6 Komplikasi
a) Bronkopneumoni
b) Asfiksia
c) Atelektasis karena obstruksi secret
d) Fraktur kompresi

2.2.7 Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1) Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2) Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3) Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4) Pemberian anti tetanus serum.

21
2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fisik : Adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang
2) Darah

Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang

BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang danmerupakan


indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi


kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ), Natrium ( N 135 –
144 meq/dl )

3) Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi

4) EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak


yang utuh untukmengetahui focus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

5) Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler 7

2.2.9 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Tetanus


A. Pengkajian
1. Identitas pasien

22
Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,,
diagnose medis, dll )
2. Identitas keluarga
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
3. Keluhan utama/alasan masuk RS.
4. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah
diimunisasi TT
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat imunisasi pada tetanus anak.Ditanyakan apakah sudah
pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir 10
 Riwayat tumbuh kembang
 Pertumbuhan fisik
 Perkembangan tiap tahap
5. Riwayat Nutrisi
 Pemberian asi
 Pemberian susu formula
 Pemberian makanan tambahan
 Pola perubahan nutrisi tiap tahap nutrisi saat ini
6. Riwayat Psikososial
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
2. Aktifitas sehari-hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi BAB/BAK
d. Istirahat tidur
e. Olahraga
f. Personal Hygiene.
g. Aktifitas
h. mobilitas fisik
i. Rekreasi

8. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum klien


 Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari
tetanus, bayi normal dan bisa menyusui dalam 3 hari pertama,
mulut “ mecucu ’’ seperti mulut ikan, risus sardonikus dan kekakuan

23
otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksitali pusat kotor. Hipoksia dan
sianosis.
 Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot local disusul dengan
kesukaran membuka mulut ( trismus ).
 Pada wajah :risus sardonikus ekspresi muka yang khas akibat
kekakuan otot-otot mimic, dahi mengkerut, alis terangkat, mata
agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.

b) Sistem Pernafasan
 Inspeksi : Apakah Septum nasi ada deformitas, apakah bentuk dada
simetris kanan dan kiti, apakah ada kelainan bentuk dada
 Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, ada atau tidak nyeri tekan
pada dada.
 Perkusi : Sonor pada lapang paru
 Auskultasi : Apakah ada suara tambahan atau tidak
c) Sistem Kardiovaskuler
 Inspeksi : Amati Konjungtiva, sklera,ada atau tidak pembesaran
vena jugularis, ictus cordis,ada atau tidak cianosis.
 Palpasi : Apakah CRT kembali seperti semula dalam waktu 3 detik
 Perkusi : Ada atauTidak ada pembesaran jantung
 Auskultasi : Dengarkan Bunyi jantung I dan II apakah murni
reguler tidak
d) Sistem Pencernaan
ada suara gallop.
 Inspeksi : Bibir,lidah putih/kotor, gigi , ada atau tidak ada
pembesaran tonsi, ada atau tidak lesi pada abdomen, amati bentuk
abdomen, ada atau tidak ada luka bekas operasi.
 Auskultasi : Bising usus
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Ada atau Tidak ada pembesaran hati dan lien, ada atau
tidak nyeri tekan pada semua kuadran.
e) Sistem Genitourinaria :
24
 Inspeksi : Apakah ada lesi, ada atau tidak ada distensi kandung
kemih.
 Palpasi : Ada atau tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
f) Sistem Integumen
 Inspeksi : Amati apakah ada oedem, amati warna misalnya kulit
sawo matang
 Palpasi : Apakah kulit klien lembab, akral hangat,periksa suhu,
amati pula turgor kulit normal.
g) Sistem Endokrin
Ada atau tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, adaatautidak ada
riwayat penyakit gondok,adaatau tidak ada riwayat kencing manis.
h) Sistem Muskuloskeletal
Amati apakah ada oedema di ekstremitas, kaji kekuatan otot, kaji
mobilitas ekstremitas.
i) Sistem Neurologis
Kaji Kesadaran composmentis, normal nya :GCS 15 : E4M6V5
 Nervus I (olfaktorius)
Dapatkah membedakan bau minyak kayu putih dan kopi dengan
mata tertutup.
 Nervus II (Optikus)

Dapatkah membaca dengan jarak 30 cm, dapat melihat 6 lapang


pandang, refleks cahaya ada.

 Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, trochlearis, abdusen)


Dapakah dapat memutar bola mata, ada atau tidak ada
eksoftalmus,ada atau tidak ada strabismus dan nistagmus.
 Nervus V (Trigeminus)
Apakah Otot maseter kuat waktu mengunyah.
 Nervus VII (Fasialis)
Muka dalam keadaan simetris, klien dapat mengerutkan dahi, dapat
tersenyum dan mengembungkan pipi.
 Nervus VIII (Akustikus/auditorius)
Tes rinne : positif
Tes weber : tidak ada lateralisasi pada telinga kanan dan kiri.

25
Tes swabach : normal
 Nervus IX (Glossofaringeus)
kaji apakah Dapat menelan ludah dengan baik.
 Nervus X (Vagus)
Ada atau tidak ada suara serak.
 Nevus XI (Aksesorius)
Apakah Klien dapat menahan tekanan pada pundaknya saat tangan
penguji menekan pundaknya.
 Nervus XII (hypoglossus)
 Apakah Klien dapat menjulurkan lidahnya dan menggerakkan
lidah ke kiri dan ke kanan.

B. Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu


akibat spasme otot-otot pernafasan
2) Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan efek toksin
(bakterimia)
3) Resiko infeksi
4) Gangguan ventilasi spontan
5) Resiko cidera berhubungan dengan kejang spontan yang terus-menerus
(kurang suplai oksigen karena adanya oedema laring)

C. Intervensi
Diagnosa I
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (Nic)


Keperawatan (Noc)
Ketidakefektifan  Respiratory status : Airway Management
 Buka jalan nafas,
pola nafas ventilitation
 Respratory status : gunakan teknik chin
berhubungan
Airway patency lift atau jaw thrust bila
dengan jalan nafs
 Vital sign status
perlu
terganggu akibat Kriteria hasil :
 Mendmonstrasikan  Posisikan pasien

26
spasme otot-otot batuk efektif dan untuk
pernafasan suara nafas yang memaksimalkan
bersih, tidak ada ventilasi
 Identifikasi pasien
sianosis dan
perlunya pemasangan
dypsneu (mampu
alat jalan nafas buatan
mengeluarkan
 Pasang mayo bila
sputum, mampu
perlu
bernafas dengan  Lakukan fisioterapi
mudah, tidak ada dada bila perlu
pursed lips)  Keluarkan sekret
 Menunjukan jalan dengan batuk atau
nafas yang paten dengan suction
(klien tidak merasa  Auskultasi suara
tercekik, irama nafas, catat adanya
nafas, frekuensi suara tambahan
 Lakukan suction pada
nafas dalam rentang
mayo
normal, tidak ada
 Berikan bronkodilator
suara nafas
bila perlu
abnormal)  Berikan pelembab
 Tanda-tanda vital
udara kassa basah
dalam rentang
NaCl lembab
normal (tekananan  Atur intake untuk
darah, nadi, cairan
pernafasan) mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2 oxygen
therapy
 Bersihkan mulut,
hidung dan sekret
trakea
 Pertahahankan jalan
nafas yang paten
27
 Atur peralatan
oksigenisasi
 Monitor aliran
oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
vital sign monitoring
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelaah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernafasan abnormal
 Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit

28
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

Diagnosa II
Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Ketidakefektifan  Hidration Pengaturan suhu
 Adherence behavior
termogulasi  Monitor suhu
 Immune status
berhubungan  Risk control minimal tiap 2 jam
 Risk detektion  Rencanakan
dengan efek toksin
Kriteria hasil :
(bakterimia)  Keseimbangan monitoring suhu

antara produksi secara kontinyu


 Monitor TD, nadi
panas, panas yang
dan RR
diterima, dan  Monitor warna dan
kehilangan panas suhu kulit
 Seimbang antara  Monitor tanda-tanda
produksi panas, hipertermi dan
panas yang hipotermi
diterima, dan  Tingkatkan intake
kehilangan panas cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien
selama 28 hari
untuk mencegah
kehidupan
 Keseimbangan hilangnya
asam basa bayi kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien
29
baru lahir cara mencegah
 Temperature
keletihan akibat
stabil : 36,5-370C
panas
 Tidak ada kejang
 Diskusikan tentang
 Tidak ada
pentingnya
perubahan warna
pengaturan suhu dan
kulit
 Glukosa darah kemungkinan efek
stabil negative dan
 Pengendalian
kedinginan
risiko : hipertermia  Beritahu tentang
 Pengendalian
indikasi terjadinya
risiko :
keletihan dan
hyporthermia
 Pengendalian penanganan

risiko : proses emergency yang

menular diperlukan
 Pengendalian  Ajarkan indikasi dari

risiko : paparan hipotermi dan

sinar matahari penangan yang


diperlukan
 Berikan anti piretik
bila diperlukan

Diagnosa III
Resiko infeksi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
 Immune status Kontrol infeksi
Resiko infeksi  Knowledge : infection
 Bersihkan lingkungan
control
setetlah dipakai pasien
 Risk control
Kriteria hasil : lain
 Klien bebas dari  Pertahankan teknik
tanda dan gejala
30
infeksi isolasi
 Mendeskrifsikan  Batasi pengunjung
proses penulaaran bila perlu
penyakit, factor  Instruksikan pada

yang pengunjung untuk

mempengaruhi mencuci tangan saat

penularan serta berkunjung

penatalaksanaanya meninggalkan pasien


 Menunjukan  Gunakan sabun anti

kemampuan unntuk mikroba untuk cuci

mencegah tangan
 Cuci tangan setiap
timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit sebelum dan sesudah

dalma batas normal tindakan keperawatan


 Menunjukan  Gunakan baju, sarung
perilaku hidup tangan sebagai
sehat pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petujuk umum
 Gunakan kateter
intermitmen untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi anti
biotik bila perlu
(proteksi terhadap

31
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batassi pengunjung
 Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Infeksi kulita dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukan
nutrisi yang cukup
 Dorong massukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan

32
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan
caramenghindar
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur
positif

Diagnosa IV
Gangguan ventilasi spontan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Gangguan  Respiratory status : Mechanical ventilation
ventilasi spontan airway patency managenmante invansive
 Mechanical ventilation
a. Pastikan alarm
weaning respone
ventilator aktif
 Respiratory status :
b. Konsultasikan
Gas exchange
dengan tenaga
 Breathing pattern,
kesehatan lainnya
ineffective
Kriteria hasil : dalam pemilihan
 Respon alergi
jenis ventilator
sistemik : tingkat c. Berikan agens
keparahan respons pelumpuhan otot,
hipersensitivitas sedative, dan
imun sistemik analgesic narkotik,
terhadap antigen jika diperlukan
d. Pantau adanya
lingkungan
kegagalan pernfasan
(eksogen)
 Respon ventilasi
33
mekanis : yang akan terjadi
e. Pantau adanya
pertukaran alveolar
penurunan volume
dan perfusi
ekhalasi dan
jaringan didukung
peningkatan tekanan
oleh ventilasi
inspirasi pada pasien
mekanik
f. Pantau keefektifan
 Status pernafasan
ventilasi mekanik
pertukaran gas :
pada kondisi
pertukaran CO2
fisiologis dan
atau O2 di alveolus
psikologis pasien
untuk
g. Pantau adanya efek
mempertahankan
yang merugikan dari
konsentrasi gas
ventilasi mekanik :
darah arteri dalam
infeksi, baro traumas,
rentang normal
dan penurunan curah
 Status pernafasan
jantung
ventilasi
h. Pantau efek
pergerakan udara
perubahan ventilator
keluar masuk paru
terhadap oksigenisasi
adekuat
: GDA, SaO2, SvO2,
 Tanda vital :
CO2, akhir tidal,
tingkat suhu tubuh,
Osp/Qtserta respons
nadi, pernafasan,
subjektif pasien
tekanan darah,
i. Pantau derajat pirau,
dalam renytang
kepastian vital, Vd,
normal
VT, MVV, daya
 Menerima nutrisi
inspirasi, FEV1, dan
adekuat sebelum,
kesiapan untuk
selama, dan setelah
penyapihan dari
proses penyapihan
ventilasi mekanik,
dan ventilator
sesuai protocol

34
institusi
j. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan atau
ketiadaan ventilasi
dan adanya suara
nafas tambahan
k. Tentukan kebutuhan
pengisapan ddengan
mengauskultasi suara
ronchi basah kasar
jalan nafas
l. Lakukan higine
mulut secara rumit

Oxygen terapy
a. Bersihkan mulut,
hidung, dan trakea
b. Sekresi sesuai
c. Menjaga patensi
jalan nafas
d. Mengatur peraltan
oksigen dan
mengelola melalui
system, dipanaskan
dilembabkan
e. Administer oksigen
tambahan seperti
yang diperintahkan
f. Memantau aliran
liter oksigen
g. Memantau posisi
perangkat
pengiriman oksigen
h. Secara berkala

35
memeriksa
perangkat
pengiriman oksigen
untuk memastikan
bahwa konsentrasi
yang ditetukan
sedang disampaikan
i. Memantau
efektivitas terapi
oksigen (misalnya,
nadi oksimetri,
ABGs)
j. Mengubah perangkat
pengiriman oksigen
dari masker untuk
hidung
k. Garpu saat makan
sebagai toleransi
l. Amati tanda-tanda
oksigen diinduksi
hipoventilasi
m. Memantau tanda-
tanda toksisitas
oksigen dan
penyerapan
atelectasis
n. Menyediakan
oksigen ketika
pasien diangkut
o. Aturlah untuk
penggunaan
perangkat oksigen
yang memudahkan

36
mobilitas dan
mengajarkan pasien
sesuai

Diagnosa V
Resiko cidera berhubungan dengan kejang spontan yang terus-menerus
(kurang suplai oksigen karena adanya oedema laring)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Resiko cidera  Respiratory status : Pain management
ventilation a. Lakukan pengkajian
 Aspiration control
nyeri secara
 Swallowing status
Kriteria status komperhensif
 Klien dapat
termasuk lokasi,
bernafas dengan
karakteristik, durasi,
mudah, tidak
frekuensi, kualitas,
irama, frekuensi
dan factor presipitasi
pernafasan normal
pasien
 Pasien mampu
b. Mobilitass keluarga :
menelan,
penggunaan kekuatan
mengunyah tanpa
keluarga untuk
terjadi aspirasi
mempengaruhi
dan mampu
kesehatan pasien
melakukan oral
kearah yang positif
hygine c. Pemeliharaan proses
 Jalan nafas paten,
keluarga :
mudah bernafas,
meminimalkan
tidak merasa
dampak gangguan
tercekik dan tidak
proses keluarga
ada suara nafas d. Dukungan keluarga :
langsung meningkatkan nilai,
minat, dan tujuan

37
keluarga
e. Panduan system
kesehatan
memfasilitasi local
pasien dan
penggunaan
pelayanan kesehatan
yang sesuai
f. Fasilitas pembelajaran
meningkatkan
kemampuan untuk
memproses dan
memahami informasi
g. Membantu orang tua
keluarga lain anak
sakit kronis atau yang
mengalami
ketunandayaan kronis
dalam memberikan
pengalaman hidup
normal untuk anak
dan keluarga mereka
h. Rawat rehat :
memberikan
perawatan jangka
pendek

38
2.3 DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
2.3.1 Definis DHF
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 ).
DHF adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, terutama
menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak 2 s/d 7 hari disertai
dengan manifestasi perdarahan dan bertedensi meninggalkan renjatan (shock) yang
dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 1992).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina)
(Seoparman , 1990).

2.3.2 Etiologi DHF


Virus dengue tergolong dalam family / suku / grup Flaviviridae, virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang terdiri dari 4 tipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4 (virus dengue tipe 1-4). Infeksi oleh satu tipe virus dengue
akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang bersangkutan
pada masa yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas yang sementara
dan parsial terhadap infeksi virus lainnya.Wabah dengue juga telah disertai Aedes
albopictus, Aedess polinienssiss, Aedess scuttellariss tetapi vector tersebut kurang
efektif dan kurang berperan karena nyamuk-nyamuk tersebut banyak terdapat
didaerah perkebunan dan semak-semak, sedangkan Aedes aegypti banyak tinggal
di sekitar pemukiman penduduk.

39
2.3.3 Pathway DHF

Arbovirus (melalui nyamuk Aedes


Aegypti) Beredar dalam aliran darah Infeksi virus dengue (viremia)

PGE2 Hipotalamus Membentuk dan melepaskan zat


Mengaktifkan sistem komplemen
C3a, C5a

Hipertermi Peningkatan reabsorpsi Na+ dan Permeabilitas membran


H2O meningkat

Agregasi trombosit Perusakan endotel pembuluh Resiko syok Hipovolemik


darah

Renjatan Hipovolemik dan


TromboSitopeni Merangsang dan mengaktifasi
Hipotensi
faktor pembekuan

DIC Kebocoran Plasma

Resiko Perdarahan Perdarahan

Resiko perfusi jaringan tidak


efektif

Asidosis Metabolik Hipoksia jaringan

Resiko syok (Hipovolemik)


Kekurangan volume cairan Ke extravaskuler

Hepar abdomen
Paru-paru

Hepatomegali ascites
Efusi pleura
40
Mual, muntah
2.3.4 Manifestasi Klinis DHF
Ketidakefektifan pola nafas Penekanan intraabdomen
1. Demam tinggi selama 5-7 hari Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
2. Perdarahan terutamaNyeri
perdarahan kulit tubuh
3. Hepatomegali (pembesaran hati)
4. Mual dan muntah
5. Tidak nafsu makan
6. Diare
7. Konstipasi
8. Trombositopenia
9. Sakit Kepala
10. Ptekie

2.3.5 Klasifikasi DHF


Mengingat derajat beratnya penyakit yang beraneka ragam maka derajat beratnya
penyakit itu berdasarkan patokan untuk menegakkan diagnosis DHF secara klinik
dibagi sebagai berikut :
 Derajat I
Demam disertai gejala klinik lain,tanpa perdarahan spontan.
Uji tourniket ( + ) trombositopenia dan hemakonsentrasi.
 Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau ditempat lain.
 Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari ( tanda – tanda
dini renjatan).
 Derajat IV
Renjatan berat ( DDS ) de ngan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.

41
2.3.6 Pemeriksaan penunjang

a. Darah

1. Trombosit menurun.

2. HB meningkat lebih 20 %

3. HT meningkat lebih 20 %

4. Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5. Protein darah rendah

6. Ureum PH bisa meningkat

7. NA dan CL rendah

b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1. Rontgen thorax : Efusi pleura.

2. Uji test tourniket (+)

c. Air Seni

Mungkin ditemukan albuminaria ringan.

2.3.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
42
b. Shock atau renjatan.
c. Effusi pleura
d. Penurunan kesadaran.

2.3.8 Penatalaksanaan
1. Monitor TTV tiap 3 jam
2. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer laktat NaclFaali)
3. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopan depreon
4. Pemberian antibiotik
5. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepan
6. Periksa Hb Ht dan trombosit setiap hari
2.3.9 Pencegahan
1. Pengawasan air tampungan yang baik, sanitas.
2. Membunuh larva dengan butiran obat Sg 1% pada tempat penyimpanan dengan
dosis 1 PPM atau logam untuk 100 liter air dan cara ini sebaiknya diulang
dalam jangka 2 -3 bulan.
3. Melakukan fogging dengan melathior atau fenitrohion dosis 438 gram
dilakukan didalam rumah dan sekitar rumah menggunakan larutan 4% dalam
solar atau minyak tanah, dilakukan sekurang – kurang nya 2 kali dengan jarak
antara 10 meter dirumah dan 100 meter disekelilingnya.
4. Pendidikan kesehatan, komunikasi masyarakat dan partisipasi komunitas.

43
2.3.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Dhf
A. Pengkajian

1. Anamesa
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama.

b. Keluhan Utama
Klien merasakan demam yang mendadak, lemah, mual, muntah, nyeri ulu
hati.

c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit Sekarang
Dikembangkan dari PQRST.

 Riwayat penyakit dahulu


Apakah klien pernah mengalami penyakit yanng sama sebelumnya.
 Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Napas dalam, sianosis perifer.

b. Sistem Kardiovaskuler
44
Hipotensi, penurunan tekanan nadi.

c. Sistem Pencernaan
Terasa mual, muntah, lidah kotor, mukosa mulut kering, pembesaran hati.

d. Sistem Neurologi
Suhu meningkat.

e. Sistem Muskuloskletal
Kelemahan.

f. Sistem Integumen  Terdapat perdarahan pada kulit.


3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes laboratorium

 Penurunan jumlah trombosit sampai dibawah 100.000 per mm3


biasanya ditemukan antara hari ke 3 dan ke 8.
 Peningkatan hematokrit 20% > dari nilai masa penyembuhan.
 Pemeriksaan elektrolit, serum dan gas darah.
b. Uji Torniket

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resti kekurangan volume cairan b.d mual muntah.


2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual muntah.
3. Gangguan termoregulasi : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi.
4. Resti pendrarahan b.d trombositopenia.
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan.

C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa I
Resti kekurangan volume cairan b.d mual muntah.
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi TTV, status membran mukosa, Indikator keadekuatan volume
turgor kulit. sirkulasi, hipotensi ortostik dapat

45
terjadi dengan resiko jatuh atau
cedera segera setelah perubahan
posisi.

2. Awasi jumlah dan tipe masukan Pasien tidak mengkonsumsi cairan


cairan ukuran haluaran urine dengan sama sekali mengakibatkan
akurat. dehidrasi atau mengganti cairan
untuk masukan kalori yang
berdampak pada keseimbangan
elektrolit.

3. Diskusikan strategi untuk Membantu pasien menerima


menghentikan muntah dan perasaan bahwa akibat muntah dan
penggunaan laksatif atau diuretic atau penggunaan laksatif atau
diuretik mencegah kehilangan cairan
lanjut.

Catatan pasien dengan bulimia telah


belajar bahwa muntah memberikan
pembebasan dransietas.

4. Anjuran klien untuk banyak minum, Asupan cairan yang adekuat dapat
2,5 cc/hari. membantu keseimbangan cairan

5. Memberikan cairan intra vena sesuai Pemberian cairan IV sangat penting


program dokter. bagi pasien yang mengalami defisit
volume cairan dengan keadaan
umum yang buruk karena cairan
langsung masuk ke dalam pembuluh
darah. Pemberian sesuai dengan
program dokter karena wewenang
dokter.

Diagnosa Perawat II

46
Gangguan nutrisi kurang dari Kebutuhan tubuh b. d mual muntah.

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Mengkaji cara atau bagaiman Cara menghidangkan makanan dapat


makanan dihidangkan mempengaruhi napsu makan pasien.

2. Memberikan makanan yang mudah Membantu mengurangi kelelahan


ditelan seperti bubur tim dan pasien dan meningkatkan asupan
hidangkan saat masih hangat. makanan karena mudah ditelan.

3. Memberikan makanan dalam porsi Untuk menghindari mual muntah.


kecil dan frekuensi sering.
4. Menjelaskan manfaat makanan atau Meningkatkan pengetahuan pasien
nutrisi bagi pasien terutama saat tentang nutrisi ssehingga motivasi
pasien sakit. untuk makanan meningkat.

Diagnosa Perawat III

Gangguan termoregulasi : peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi.

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Mengkaji saat timbulnya demam. Untuk mengidentifikasi pola


demam pasien.

2. Mengobservasi : TTV. TTV merupakan acuan untuk


mengetahui keadaan umum pasien.

3. Memberikan penjelasan tentang Penjelasan tentang kondisi yang


penyebab demam atau peningkatan dialami pasien dapat membantu
suhu tubuh. pasien atau keluarga mengurangi
kecemasan yang timbul.

4. Menganjurkan untuk tidak memakai Peningkatan suhu tubuh


selimut dan pakaian yang tebal. mengakibatkan penguapan tubuh
sehingga perlu diimbangi dengan
47
asupan cairan yang banyak
5. Menganjurkan untuk tidak memakai Pakaian yang tipis akan membantu
mengurangi penguapan.
selimut dan pakaian yang tebal.

6. Memberikan kompres dingin ( pada Kompres dingin akan membantu


menurunkan suhu tubuh.
daerah axila dan lipatan paha)

Diagnosa Perawat IV

Resiko tinggi pendarahan b.d trombositopenia.

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Memonitor tanda – tanda penurunan Penurunan jumlah trombosit


trobosit yang disertai dengan tanda – merupakan tanda – tanda
tanda klinis. adanya kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap tertentu
dapat menimbulkan tanda –
tanda klinis berupa pendarahan
seperti petikie.

2. Memberikan penjelasan tentang Agar pasien atau keluarga


pengaruh trombositopenia pada mengetahui hal –hal yang
pasien. mungkin terjadi pada pasien dan
dapat membantu mengantisipasi
terjadinya pendarahan karena
trombositopenia.

3. Memonitor jumlah trombosit setiap hari. Dengan jumlah trombosit yang


dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan
kemungkinan pendarahan yang
dapat dialami pasien.

48
4. Menganjurkan pasien untuk banyak Aktivitas pasien yang tidak
istirahat. terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan.

Diagnosa Perawat V

Defisit perawatan diri b.d kelemahan.

No. INTERVENSI RASIONAL

1. Mengkaji keluhan pasien. Untuk mengidentifikasi masalah


– masalah pasien.

2. Mengkaji hal – hal yang mampu atau Untuk menengetahui tingkat


tidak dilakukan oleh pasien sehubungan ketergantungan pasien dalam
dengan kelemahan fisiknya. memenuhi kebutuhannya.

`3. Membantu pasien untuk mandiri sesuai Dengan melatih kemandirian


dengan perkembangan kemajuan fisiknya. pasien maka pasien tidak
mengalami ketergantungan pada
perawat.

4. Lakukan pemecahan masalah bersama – Pendekatan multidisiplin


sama dengan pasien gunakan masukan dengan ikut sertaan orang lain
dari anggota tim lain sesuai indikasi. yang melakukan perawatan
pada pasien : bersama dengan
pasien, meningkatkan
kemungkinan untuk mencapai
keberhasilan atau aktivitas
rencana.

5. Ikut sertakan pasien dalam pormulasi Meningkatkan perasaan kontrol


rencana perawatan pada tingkat dan meningkatkan kerja sama
kemampuan. dan perkembangan kemandiri.

6. Dorong perawatan diri. Bekerja dengan Melakukan untuk dirinya

49
kemampuan sekarang ; jangan menekan sendiri akan meningkatkan
pasien diluar kemampuannya sediakan perasaan harga diri
waktu adekuat bagi pasien untuk kegagalandapat menyebabkan
melengkapi tugas. Miliki harapan keputusasaan dan depresi.
untuk peningkatan dan bantu sesuai
kebutuhan.

BAB III
PENUTUP

50
1.1 Kesimpulan
Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi didaerah
beriklim tropis dan subtropis seperti infeksi campak, tetanus dan dhf.
Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh gejala prodormal
panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya bercak merah makulopapurer
yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian menghitam dan mengelupas. (Fanani.
2009: 61-62).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman clostridium
tetani, yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya memburuk
setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 ).

1.2 Saran
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka
kerja untuk perawatan pasien dengan masalah tropic seperti infeksi campak, dipteri,
tetanus dan dhf.

DAFTAR PUSTAKA

 Huda, Amin & Hardhi Kusuma.2016.Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus.MediaAction:Yogyakarta.
 http://karyatulisilmiah.com/epidemiologi-penyakit-tropik/

51
52

Anda mungkin juga menyukai