PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi campak?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi tetanus?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi DHF?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi
campak.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi
tetanus.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan masalah infeksi DHF.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi
setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD.
Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal
terhadap penyakit ini.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung
selama 1 tahun).
Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah:
bayi berumur lebih dari 1 tahun
bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi
4
2.2.3 Pathway
2.2.4
Paramyxoviridae morbili Droplet infection (virus Masuk lewat saluran
virus masuk) pernapasan
Ketidakseimbangan Diare
bersihan jalan nafas
5
Mempengaruhi thermostat
Gangguan termoregulasi
dalam hipotalamus
2.1.4 Manifestasi Klinis Campak
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3
stadium yaitu:
1) Stadium Kataral ( Prodormal)
Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:
a) Panas
b) Malaise
c) Batuk
d) Fotofobia
e) Konjungtivitis
f) Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul
bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh
eritema tapi itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat
dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita
morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2) Stadium Erupsi
Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a) Koriza dan Batuk bertambah
b) Kadang terlehat bercak koplik
c) Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan
d) Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e) Splenomegali.
f) Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai
pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3) Stadium konvalensensi
Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi).
Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi.
6
dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4
minggu kemudian.
Fase Prodormal
Adalah fase dimana gejala penyakit sudah mulai timbul seperti flu,
batuk, pilek, dan demam. Mata anak pun akan tampak kemerah-merahan
dan berair. Tak hanya itu, anak tidak bisa melihat dengan jelas ke arah
cahaya karena merasa silau (photo phobia). Ciri lain, di sebelah dalam
mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa
anak juga mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi
yang turun naik, berkisar 38-40,5° C. Di fase kedua bercak merah belum
muncul.
Yang perlu dilakukan:
Segeralah memeriksakan anak ke dokter ketika flu, batuk, pilek, dan
demam mulai muncul. Jangan sampai menunggu munculnya bercak-bercak
merah karena anak butuh pertolongan secepatnya. Tindakan cepat sangat
membantu untuk mengantisipasi beratnya penyakit.
Fase Makulopapuler
Fase makulopapuler yakni keluarnya bercak merah yang sering diiringi
demam tinggi antara 38-40,5°C. Awalnya, bercak ini hanya muncul di
7
beberapa bagian tubuh saja, biasanya di belakang kuping, leher, dada,
muka, tangan dan kaki. Untuk membedakan dengan penyakit lain,
umumnya warna bercak campak akan sangat khas; merah dengan ukuran
yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
Biasanya, bercak merah akan memenuhi seluruh tubuh dalam waktu satu
minggu meskipun hal ini tergantung pula pada daya tahan tubuh masing-
masing anak. Pada anak yang memiliki daya tahan tubuh baik umumnya
bercak merahnya hanya pada beberapa bagian saja. Tetapi pada anak yang
memiliki daya tahan tubuh lemah, bercak merahnya akan semakin banyak.
Hal ini juga menunjukkan kalau campak yang diderita anak termasuk berat.
Yang perlu dilakukan:
Tetaplah mengonsultasikan segala sesuatunya pada dokter. Biasanya
dokter akan mengusahakan agar bercak merah pada anak tidak sampai
muncul di sekujur tubuh. Bila memang sekujur tubuhnya dipenuhi bercak,
ini berarti campaknya cukup berat. Apalagi jika sudah muncul gejala
komplikasi, maka konsultasikanlah ke dokter apakah anak perlu dirawat
atau tidak.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa semakin banyak bercak
merah yang tampak semakin bagus karena berarti anak akan cepat sembuh.
Pendapat ini keliru karena kita sebenarnya dituntut untuk lebih waspada.
Tetapi bila diagnosis sudah ditegakkan, dan tak ada komplikasi, anak cukup
dirawat di rumah.
Fase Penyembuhan
Bila bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Selanjutnya bercak merah akan berubah menjadi kehitaman dan
bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas
atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu
hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.
Yang perlu dilakukan:
Tetap berikan obat yang sudah diberikan oleh dokter sambil menjaga
asupan makanan bergizi seimbang dan istirahat yang teratur. Jangan pernah
beranggapan kalau bercak merah sudah berkurang dan gejalanya sudah
8
hilang berarti virus campaknya sudah musnah. Kita tetap perlu melanjutkan
pengobatan sampai anak benar-benar sembuh.
2.1.7 Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.
Namun komplikasi dapat terjadi karena penurunan kekebalan tubuh sebagai
akibat penyakit Campak. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
1) Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2) Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga
penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3) Ensefalitis (radang otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
4) Bronkopnemonia (infeksi saluran napas)
5) Otitis Media (infeksi telinga)
6) Laringitis (infeksi laring)
7) Diare
8) Kejang Demam (step)
9
2.1.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Infeksi Campak
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
A. Pengkajian
1) Anamnesa
Identitas Klien
Identitas Penanggungjawab
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus campak adalah
demam, batuk, sakit kepala, dan konjungtivitis. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap pada klien campak.
10
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit camapak
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya campak, pneumonia,
batuk, demam, konjungtivitis. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus campak akan timbul demam, batuk, sakit kepala,
dan konjungtivitis. Dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan kulitnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti kontak langsung dengan
penderita yang dapat mengganggu kesehatan kulit (Ignatavicius,
Donna D,1995).
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien campak harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan kulit. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah kulit.
Pola Eliminasi
Untuk kasus campak gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri
dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien campak timbul rasa nyeri, keterbatasan sosialisasi,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur. (Doengos. Marilynn E, 2002).
Pola Aktivitas
11
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya penularan campak
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien campak yaitu timbul
pernafasan tidak efektif, saluran cerna trganggu, konjungtivtis, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien camapak daya rabanya meningkat terutama pada
bagian kulit yang terkena, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat camapak (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Pola Penanggulangan Stress
Pada klien camapak timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya,. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien campak tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
2. Ketidak efektifan jalan napas
3. Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili
12
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa I
Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
Tujuan : pemeliharaan ( mempertahankan ) suhu tubuh dalam rentang yang
normal.
Dengan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh anak dalam rentang yang normal.
b. Anak bebas dari demam.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Monitor perubahan suhu Sebagai pengawasan terhadap adanya
tubuh, denyut nadi. perubahan keadaan umum pasien
sehingga dapat diakukan penanganan
dan perawatan secara cepat dan tepat.
13
Diagnosa II
Ketidak efektifan jalan napas : ketidak mampuan mengeluarkan secret b/d
penumpukan secret pada nasofaring.
Tujuan : bersihan jalan napas efektif
Dengan criteria hasil :
a. Tidak mengalami aspirasi
b. Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara
dalam paru.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Kaji fungsi pernapasan, Ronci, mengi menunjukkan akumulasi
contoh bunyi napas, secret/ ketidakmampuan untuk
kecepatan, irama dan membersihkan jalan napas yang dapat
kedalaman dan penggunaan menimbulkan penggunaan otot
otot aksesori. aksesori pernapasan dan peningkatan
kerja pernapasan.
2 Catat kemampuan untuk Pengeluaran secret sulit bila secret
batuk efektif. sangat tebal ( mis. Efek infeksi dan
atau tidak adekuat hidrasi ).
3 Berikan posisi semi fowler Posisi membantu memaksimalkan
tinggi. Bantu klien untuk ekspansi paru dan menurunkan upaya
batuk dan latihan napas pernapasan.
dalam.
4 Bersihkan secret dari mulut Mencegah obstruksi atau aspirasi.
dan trakea ; pengisapan Pengisapan dilakukan bila klien tidak
sesuai keperluan. mampu mengeluarkan secret.
5 Pertahankan masukan Pemasukan tinggi cairan membantu
14
cairan untk mengencerkan secret.
6 Berikan lingkungan yang Meningkatkan kenyamanan untuk
aman anak
Diagnosa III
Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
Tujuan : keutuhan structural dan fungsi fisiologis dari kulit dan membrane
mukosa.
Dengan kriteria hasil :
a. Terbebas dari adanya lesi jaringan.
b. Suhu, elastisitas, hidrasi dan warna jaringan dalam rentang yang
diharapkan.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Pantau kulit dari adanya: Mengetahui perkembangan penyakit
ruam dan lecet, warna dan dan mencegah terjadinya komplikasi
suhu, kelembaban dan melalui deteksi dini pada kulit.
kekeringan yang berlebih,
area kemerahan dan rusak.
2 Mandikan dengan air Mempertahankan kebeersihan tanpa
hangat dan sabun ringan mengiritasi kulit.
3 Dorong klien untuk Membantu mencegah friksi / trauma
menghindari menggaruk kulit.
dan menepuk kulit.
4 Balikkan atau ubah posisi Meningkatkan sirkulasi dan mencegah
dengan sering tekanan pada kulit / jaringan yang
tidak perlu.
5 Ajarkan anggota keluarga / Mengetahui terjadinya infeksi /
memberi asuhan tentang komplikasi lebih cepat.
tanda kerusakan kulit, jika
diperlukan.
6 Konsultasi pada ahli gizi Perbaikan nutrisi klien agar terhindar
tentang makanan tinggi dari infeksi karena kulit dapat menjadi
15
protein, mineral, kalori dan barier utama yang dapat memperberat
vitamin. kondisi anak.
Diagnosa IV
Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.
Tujuan : anak merasa nyaman
Dengan criteria hasil :
a. Anak dapat beristirahat dengan nyaman.
b. Rewel berkurang.
Intervensi :
No Intervensi Rasional
1 Tubuh anak dibedaki Mengurangi rasa gatal.
dengan bedak salisil 1%
atau lainya ( atas resep
dokter )
2 Tidurkan anak ditempat Mencegah silau dan menambah
yang agak jauh dari lampu kenyamanan anak.
( jangan tepat dibawah
lampu )
Diagnosa V.
Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah.
Tujuan : intike cairan seimbang, keseimbangan volume cairan dalam tubuh.
Dengan criteria hasil :
a. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala kekurangan volume
cairan.
Intervensi
No Intervensi Rasional
1 Pantau berat badan, suhu, Mengontrol keseimbangan output.
kelembaban pada rongga
16
oral, volume konsentrasi
urin.
2 Ukur berat jenis urine Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal, yang
mewaspadakan terjadinya gagal ginjal
akut pada respon terhadap
hipovolemia.
3 Observasi kulit/membrane Hipovolemia, perpindahan cairan dan
mukosa untuk kekeringan, kekurangan nutrisi memperburuk
turgor. turgor kulit.
4 Hilangkan tanda bau dari Menurunkan rangsangan pada gaster
lingkungan dan respon muntah.
5 Ubah posisi dengan sering, Adanya gangguan sirkulasi cenderung
berikan perawatan kulit merusak kulit.
dengan sering dan
pertahankan tempat tidur
kering dan bebas lipatan.
6 Berikan : Menarik minat anak agar mau minum
a. Bentuk-bentuk cairan banyak.
yang menarik ( sari buah,
sirup tanpa es, susu )
17
2.2 TETANUS
2.2.1 Definisi Tetanus
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekauan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman Clostridium
tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.
Tetanus adalah adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang
otot, tanpa disertai gangguan kesadaran., sebagai akibat dari toksin kuman
closteridium tetani.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit
infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman clostridium tetani, yang ditandai
dengan gejala kekakuan dan kejang otot.
2.2.4 Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka yang kotor dan pada bayi dapat
melalui tali pusat. Organisme multiple membentuk 2 toksin yaitu tetanus spasmin
yang merupakan toksin kuat dan atau neutropik yang dapat menyebabkan
ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin
yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson
neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau
jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun
toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh
arititoksin. Hipotesa cara absorsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik dibawa ke korno
anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan saraf
pusat.toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot
menjadi kejang dan mudah sekali terangsang
Pathway
Kuman Eksotoksin
19
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik
tulang belakang
crebral gangliosides
2.2.6 Komplikasi
a) Bronkopneumoni
b) Asfiksia
c) Atelektasis karena obstruksi secret
d) Fraktur kompresi
2.2.7 Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1) Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2) Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3) Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4) Pemberian anti tetanus serum.
21
2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fisik : Adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang
2) Darah
3) Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
22
Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,,
diagnose medis, dll )
2. Identitas keluarga
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
3. Keluhan utama/alasan masuk RS.
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kehamilan prenatal. Ditanyakan apakah ibu sudah
diimunisasi TT
Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat imunisasi pada tetanus anak.Ditanyakan apakah sudah
pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan terakhir 10
Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan fisik
Perkembangan tiap tahap
5. Riwayat Nutrisi
Pemberian asi
Pemberian susu formula
Pemberian makanan tambahan
Pola perubahan nutrisi tiap tahap nutrisi saat ini
6. Riwayat Psikososial
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
2. Aktifitas sehari-hari
a. Nutrisi
b. Cairan
c. Eliminasi BAB/BAK
d. Istirahat tidur
e. Olahraga
f. Personal Hygiene.
g. Aktifitas
h. mobilitas fisik
i. Rekreasi
8. Pemeriksaan Fisik
23
otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksitali pusat kotor. Hipoksia dan
sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot local disusul dengan
kesukaran membuka mulut ( trismus ).
Pada wajah :risus sardonikus ekspresi muka yang khas akibat
kekakuan otot-otot mimic, dahi mengkerut, alis terangkat, mata
agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah.
b) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Apakah Septum nasi ada deformitas, apakah bentuk dada
simetris kanan dan kiti, apakah ada kelainan bentuk dada
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, ada atau tidak nyeri tekan
pada dada.
Perkusi : Sonor pada lapang paru
Auskultasi : Apakah ada suara tambahan atau tidak
c) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Amati Konjungtiva, sklera,ada atau tidak pembesaran
vena jugularis, ictus cordis,ada atau tidak cianosis.
Palpasi : Apakah CRT kembali seperti semula dalam waktu 3 detik
Perkusi : Ada atauTidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : Dengarkan Bunyi jantung I dan II apakah murni
reguler tidak
d) Sistem Pencernaan
ada suara gallop.
Inspeksi : Bibir,lidah putih/kotor, gigi , ada atau tidak ada
pembesaran tonsi, ada atau tidak lesi pada abdomen, amati bentuk
abdomen, ada atau tidak ada luka bekas operasi.
Auskultasi : Bising usus
Perkusi : Timpani
Palpasi : Ada atau Tidak ada pembesaran hati dan lien, ada atau
tidak nyeri tekan pada semua kuadran.
e) Sistem Genitourinaria :
24
Inspeksi : Apakah ada lesi, ada atau tidak ada distensi kandung
kemih.
Palpasi : Ada atau tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
f) Sistem Integumen
Inspeksi : Amati apakah ada oedem, amati warna misalnya kulit
sawo matang
Palpasi : Apakah kulit klien lembab, akral hangat,periksa suhu,
amati pula turgor kulit normal.
g) Sistem Endokrin
Ada atau tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, adaatautidak ada
riwayat penyakit gondok,adaatau tidak ada riwayat kencing manis.
h) Sistem Muskuloskeletal
Amati apakah ada oedema di ekstremitas, kaji kekuatan otot, kaji
mobilitas ekstremitas.
i) Sistem Neurologis
Kaji Kesadaran composmentis, normal nya :GCS 15 : E4M6V5
Nervus I (olfaktorius)
Dapatkah membedakan bau minyak kayu putih dan kopi dengan
mata tertutup.
Nervus II (Optikus)
25
Tes swabach : normal
Nervus IX (Glossofaringeus)
kaji apakah Dapat menelan ludah dengan baik.
Nervus X (Vagus)
Ada atau tidak ada suara serak.
Nevus XI (Aksesorius)
Apakah Klien dapat menahan tekanan pada pundaknya saat tangan
penguji menekan pundaknya.
Nervus XII (hypoglossus)
Apakah Klien dapat menjulurkan lidahnya dan menggerakkan
lidah ke kiri dan ke kanan.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi
Diagnosa I
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu
akibat spasme otot-otot pernafasan
26
spasme otot-otot batuk efektif dan untuk
pernafasan suara nafas yang memaksimalkan
bersih, tidak ada ventilasi
Identifikasi pasien
sianosis dan
perlunya pemasangan
dypsneu (mampu
alat jalan nafas buatan
mengeluarkan
Pasang mayo bila
sputum, mampu
perlu
bernafas dengan Lakukan fisioterapi
mudah, tidak ada dada bila perlu
pursed lips) Keluarkan sekret
Menunjukan jalan dengan batuk atau
nafas yang paten dengan suction
(klien tidak merasa Auskultasi suara
tercekik, irama nafas, catat adanya
nafas, frekuensi suara tambahan
Lakukan suction pada
nafas dalam rentang
mayo
normal, tidak ada
Berikan bronkodilator
suara nafas
bila perlu
abnormal) Berikan pelembab
Tanda-tanda vital
udara kassa basah
dalam rentang
NaCl lembab
normal (tekananan Atur intake untuk
darah, nadi, cairan
pernafasan) mengoptimalkan
keseimbangan
Monitor respirasi dan
status O2 oxygen
therapy
Bersihkan mulut,
hidung dan sekret
trakea
Pertahahankan jalan
nafas yang paten
27
Atur peralatan
oksigenisasi
Monitor aliran
oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Observasi adanya
tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
vital sign monitoring
Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk atau berdiri
Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelaah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
Monitor suara paru
Monitor pola
pernafasan abnormal
Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
28
Monitor sianosis
perifer
Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
Diagnosa II
Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Ketidakefektifan Hidration Pengaturan suhu
Adherence behavior
termogulasi Monitor suhu
Immune status
berhubungan Risk control minimal tiap 2 jam
Risk detektion Rencanakan
dengan efek toksin
Kriteria hasil :
(bakterimia) Keseimbangan monitoring suhu
menular diperlukan
Pengendalian Ajarkan indikasi dari
Diagnosa III
Resiko infeksi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Immune status Kontrol infeksi
Resiko infeksi Knowledge : infection
Bersihkan lingkungan
control
setetlah dipakai pasien
Risk control
Kriteria hasil : lain
Klien bebas dari Pertahankan teknik
tanda dan gejala
30
infeksi isolasi
Mendeskrifsikan Batasi pengunjung
proses penulaaran bila perlu
penyakit, factor Instruksikan pada
mencegah tangan
Cuci tangan setiap
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit sebelum dan sesudah
31
infeksi)
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
lokal
Monitor hitung
granulosit, WBC
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batassi pengunjung
Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik
isolasi k/p
Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
Infeksi kulita dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukan
nutrisi yang cukup
Dorong massukan
cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan
32
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan
caramenghindar
infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur
positif
Diagnosa IV
Gangguan ventilasi spontan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Gangguan Respiratory status : Mechanical ventilation
ventilasi spontan airway patency managenmante invansive
Mechanical ventilation
a. Pastikan alarm
weaning respone
ventilator aktif
Respiratory status :
b. Konsultasikan
Gas exchange
dengan tenaga
Breathing pattern,
kesehatan lainnya
ineffective
Kriteria hasil : dalam pemilihan
Respon alergi
jenis ventilator
sistemik : tingkat c. Berikan agens
keparahan respons pelumpuhan otot,
hipersensitivitas sedative, dan
imun sistemik analgesic narkotik,
terhadap antigen jika diperlukan
d. Pantau adanya
lingkungan
kegagalan pernfasan
(eksogen)
Respon ventilasi
33
mekanis : yang akan terjadi
e. Pantau adanya
pertukaran alveolar
penurunan volume
dan perfusi
ekhalasi dan
jaringan didukung
peningkatan tekanan
oleh ventilasi
inspirasi pada pasien
mekanik
f. Pantau keefektifan
Status pernafasan
ventilasi mekanik
pertukaran gas :
pada kondisi
pertukaran CO2
fisiologis dan
atau O2 di alveolus
psikologis pasien
untuk
g. Pantau adanya efek
mempertahankan
yang merugikan dari
konsentrasi gas
ventilasi mekanik :
darah arteri dalam
infeksi, baro traumas,
rentang normal
dan penurunan curah
Status pernafasan
jantung
ventilasi
h. Pantau efek
pergerakan udara
perubahan ventilator
keluar masuk paru
terhadap oksigenisasi
adekuat
: GDA, SaO2, SvO2,
Tanda vital :
CO2, akhir tidal,
tingkat suhu tubuh,
Osp/Qtserta respons
nadi, pernafasan,
subjektif pasien
tekanan darah,
i. Pantau derajat pirau,
dalam renytang
kepastian vital, Vd,
normal
VT, MVV, daya
Menerima nutrisi
inspirasi, FEV1, dan
adekuat sebelum,
kesiapan untuk
selama, dan setelah
penyapihan dari
proses penyapihan
ventilasi mekanik,
dan ventilator
sesuai protocol
34
institusi
j. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan atau
ketiadaan ventilasi
dan adanya suara
nafas tambahan
k. Tentukan kebutuhan
pengisapan ddengan
mengauskultasi suara
ronchi basah kasar
jalan nafas
l. Lakukan higine
mulut secara rumit
Oxygen terapy
a. Bersihkan mulut,
hidung, dan trakea
b. Sekresi sesuai
c. Menjaga patensi
jalan nafas
d. Mengatur peraltan
oksigen dan
mengelola melalui
system, dipanaskan
dilembabkan
e. Administer oksigen
tambahan seperti
yang diperintahkan
f. Memantau aliran
liter oksigen
g. Memantau posisi
perangkat
pengiriman oksigen
h. Secara berkala
35
memeriksa
perangkat
pengiriman oksigen
untuk memastikan
bahwa konsentrasi
yang ditetukan
sedang disampaikan
i. Memantau
efektivitas terapi
oksigen (misalnya,
nadi oksimetri,
ABGs)
j. Mengubah perangkat
pengiriman oksigen
dari masker untuk
hidung
k. Garpu saat makan
sebagai toleransi
l. Amati tanda-tanda
oksigen diinduksi
hipoventilasi
m. Memantau tanda-
tanda toksisitas
oksigen dan
penyerapan
atelectasis
n. Menyediakan
oksigen ketika
pasien diangkut
o. Aturlah untuk
penggunaan
perangkat oksigen
yang memudahkan
36
mobilitas dan
mengajarkan pasien
sesuai
Diagnosa V
Resiko cidera berhubungan dengan kejang spontan yang terus-menerus
(kurang suplai oksigen karena adanya oedema laring)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (Nic)
Keperawatan Hasil (Noc)
Resiko cidera Respiratory status : Pain management
ventilation a. Lakukan pengkajian
Aspiration control
nyeri secara
Swallowing status
Kriteria status komperhensif
Klien dapat
termasuk lokasi,
bernafas dengan
karakteristik, durasi,
mudah, tidak
frekuensi, kualitas,
irama, frekuensi
dan factor presipitasi
pernafasan normal
pasien
Pasien mampu
b. Mobilitass keluarga :
menelan,
penggunaan kekuatan
mengunyah tanpa
keluarga untuk
terjadi aspirasi
mempengaruhi
dan mampu
kesehatan pasien
melakukan oral
kearah yang positif
hygine c. Pemeliharaan proses
Jalan nafas paten,
keluarga :
mudah bernafas,
meminimalkan
tidak merasa
dampak gangguan
tercekik dan tidak
proses keluarga
ada suara nafas d. Dukungan keluarga :
langsung meningkatkan nilai,
minat, dan tujuan
37
keluarga
e. Panduan system
kesehatan
memfasilitasi local
pasien dan
penggunaan
pelayanan kesehatan
yang sesuai
f. Fasilitas pembelajaran
meningkatkan
kemampuan untuk
memproses dan
memahami informasi
g. Membantu orang tua
keluarga lain anak
sakit kronis atau yang
mengalami
ketunandayaan kronis
dalam memberikan
pengalaman hidup
normal untuk anak
dan keluarga mereka
h. Rawat rehat :
memberikan
perawatan jangka
pendek
38
2.3 DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
2.3.1 Definis DHF
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 ).
DHF adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue, terutama
menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak 2 s/d 7 hari disertai
dengan manifestasi perdarahan dan bertedensi meninggalkan renjatan (shock) yang
dapat menimbulkan kematian (Depkes RI, 1992).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina)
(Seoparman , 1990).
39
2.3.3 Pathway DHF
Hepar abdomen
Paru-paru
Hepatomegali ascites
Efusi pleura
40
Mual, muntah
2.3.4 Manifestasi Klinis DHF
Ketidakefektifan pola nafas Penekanan intraabdomen
1. Demam tinggi selama 5-7 hari Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
2. Perdarahan terutamaNyeri
perdarahan kulit tubuh
3. Hepatomegali (pembesaran hati)
4. Mual dan muntah
5. Tidak nafsu makan
6. Diare
7. Konstipasi
8. Trombositopenia
9. Sakit Kepala
10. Ptekie
41
2.3.6 Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1. Trombosit menurun.
2. HB meningkat lebih 20 %
3. HT meningkat lebih 20 %
7. NA dan CL rendah
c. Air Seni
2.3.7 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
42
b. Shock atau renjatan.
c. Effusi pleura
d. Penurunan kesadaran.
2.3.8 Penatalaksanaan
1. Monitor TTV tiap 3 jam
2. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer laktat NaclFaali)
3. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopan depreon
4. Pemberian antibiotik
5. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepan
6. Periksa Hb Ht dan trombosit setiap hari
2.3.9 Pencegahan
1. Pengawasan air tampungan yang baik, sanitas.
2. Membunuh larva dengan butiran obat Sg 1% pada tempat penyimpanan dengan
dosis 1 PPM atau logam untuk 100 liter air dan cara ini sebaiknya diulang
dalam jangka 2 -3 bulan.
3. Melakukan fogging dengan melathior atau fenitrohion dosis 438 gram
dilakukan didalam rumah dan sekitar rumah menggunakan larutan 4% dalam
solar atau minyak tanah, dilakukan sekurang – kurang nya 2 kali dengan jarak
antara 10 meter dirumah dan 100 meter disekelilingnya.
4. Pendidikan kesehatan, komunikasi masyarakat dan partisipasi komunitas.
43
2.3.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Dhf
A. Pengkajian
1. Anamesa
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama.
b. Keluhan Utama
Klien merasakan demam yang mendadak, lemah, mual, muntah, nyeri ulu
hati.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit Sekarang
Dikembangkan dari PQRST.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan
Napas dalam, sianosis perifer.
b. Sistem Kardiovaskuler
44
Hipotensi, penurunan tekanan nadi.
c. Sistem Pencernaan
Terasa mual, muntah, lidah kotor, mukosa mulut kering, pembesaran hati.
d. Sistem Neurologi
Suhu meningkat.
e. Sistem Muskuloskletal
Kelemahan.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa I
Resti kekurangan volume cairan b.d mual muntah.
No. INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi TTV, status membran mukosa, Indikator keadekuatan volume
turgor kulit. sirkulasi, hipotensi ortostik dapat
45
terjadi dengan resiko jatuh atau
cedera segera setelah perubahan
posisi.
4. Anjuran klien untuk banyak minum, Asupan cairan yang adekuat dapat
2,5 cc/hari. membantu keseimbangan cairan
Diagnosa Perawat II
46
Gangguan nutrisi kurang dari Kebutuhan tubuh b. d mual muntah.
Diagnosa Perawat IV
48
4. Menganjurkan pasien untuk banyak Aktivitas pasien yang tidak
istirahat. terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan.
Diagnosa Perawat V
49
kemampuan sekarang ; jangan menekan sendiri akan meningkatkan
pasien diluar kemampuannya sediakan perasaan harga diri
waktu adekuat bagi pasien untuk kegagalandapat menyebabkan
melengkapi tugas. Miliki harapan keputusasaan dan depresi.
untuk peningkatan dan bantu sesuai
kebutuhan.
BAB III
PENUTUP
50
1.1 Kesimpulan
Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi didaerah
beriklim tropis dan subtropis seperti infeksi campak, tetanus dan dhf.
Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular ditandai oleh gejala prodormal
panas, batuk, pilek, radang mata disertai dengan timbulnya bercak merah makulopapurer
yang menyebar ke seluruh tubuh yang kemudian menghitam dan mengelupas. (Fanani.
2009: 61-62).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman clostridium
tetani, yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya memburuk
setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 ).
1.2 Saran
Diharapkan kepada perawat dapat menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka
kerja untuk perawatan pasien dengan masalah tropic seperti infeksi campak, dipteri,
tetanus dan dhf.
DAFTAR PUSTAKA
51
52