Anda di halaman 1dari 19

System Dynamic

Metodologi sistem dinamik ini telah dan sedang dikembangkan sejak diperkenalkan
pertama kali oleh Jay W. Forester pada tahun 1950-an sebagai suatu metoda pemecahan
masalah, seperti permasalahan kompleks yang timbul karena ketergantungan sebab akibat dari
berbagai macam variabel di dalam sistem. Sistem dinamik merupakan metoda yang dapat
menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartisari, 2007)1. Menurut
Richardsom dan Pugh, model dinamik merupakan suatu metode pendekatan eksperimental
yang mendasari kenyataan-kenyataan yang ada dalam suatu sistem untuk mengamati tingkah
laku sistem tersebut (Richardson dan Pugh, 1986 dalam skripsi Nuroniah, 2003).2
Sistem dinamik merupakan kerangka yang memfokuskan pada sistem berpikir dengan cara
feed back loop dan mengambil beberapa langkah tambahan struktur serta mengujinya melalui
model simulasi komputer (Forrester, 1994)3. Dengan demikian dapat disimpulkan sistem
dinamik merupakan suatu metode untuk melihat bagaimana proses, perilaku yang dilihat
berdasarkan sistem yang dimiliki suatu permasalahan.
Sterman (2000)4 memaparkan terdapat 5 tahapan dalam mengembangkan model sistem
dinamik yaitu dimulai dari pendefinisian permasalahan (Problem Articulation) yang akan
diangkat dengan menggunakan sistem dinamik. Tahap kedua adalah pembuatan hipotesa awal
(Dynamic Hypothesis) dengan berbekal permasalahan pada tahap pertama. Tahap ketiga
formulasi masalah (Formulation). Tahap keempat adalah tahap pengujian dengan berbagai
macam kombinasi atau skenario kebijakan (Testing). Tahap kelima atau tahap yang terakhir
adalah pengambilan kebijakan terbaik dari tahap sebelumnya dan melakukan evaluasi. Kelima
tahap tersebut ditunjukkan pada gambar 3. Keunggulan Sistem dinamik adalah memiliki
umpan balik atau feedback structure yang saling berkaitan dan menuju ke arah keseimbangan
(Sterman, 2000).
Menurut Hartisari (2007), simulasi yang menggunakan model dinamik dapat memberikan
penjelasan tentang proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi Implementasi model
Pemahaman sistem Analisa Kebijakan Identifikasi masalah Simulasi Formulasi sistem
Identifikasi variabel sistem 6 hasil dari berbagai skenario. Berdasarkan hasil simulasi model
tersebut diperoleh solusi untuk menunjang pengambilan keputusan sehingga simulasi model
dinamik ini dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pendugaan.
Perangkat lunak khusus untuk sistem dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo.
Simile, Powersim Studio 10, Vensim, I-think dan lain-lain .Pemilihan Powersim Studio 10
sebagai software untuk simulasi model adalah karena kemudahan dan ketersediaan pada saat
penelitian. Pemodelan dinamik terdiri dari variabel-variabel yang saling berhubungan. Dalam
Powersim Studio 10 yaitu perangkat lunak yang digunakan untuk simulasi terdapat variabel-
variabel yaitu level, rate, auxiliary dan constanta (Powersim Studio 10, 1996). Pada model yang
telah dibuat, data kuantitatif dimasukan dengan meng-klik variabel-variabel yang tersedia

1
http://personal.its.ac.id/files/pub/4771-erma-is-5109202010-Paper%20Aan.pdf
2
http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62219/4/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
3
Forrester, Jay W, 1994. “System Dynamics, Systems Thinking, and Soft OR”. System Dynamics Review
Summer, Vol. 10, No. 2, Hal 3.
4
Sterman, John. 2000. “Business Dynamics: System Thinking and Modeling For a ComplexWorld”. Singapore:
The McGraw Hill Companies, hal 3.

1
seperti level, rate, auxiliary dan constanta. Kemudian nilai atau formula matematika di
inputkan ke dalam variabel-variabel tersebut untuk mengkalkulasi model.
Adapun definisi dari masing-masing jenis variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Level merupakan variabel yang menyatakan akumulasi sejumlah benda, contohnya jumlah
produksi padi. Level dipengaruhi oleh variabel rate dan dalam Powersim Studio 10s
dinyatakan dengan simbol persegi.
b. Rate adalah penambahan atau pengurangan pada level per satuan waktu.
c. Auxiliary merupakan variabel tambahan untuk menyederhanakan hubungan informasi antara
level dan rate, dengan kata lain variabel ini dihitung dari variabel lain. Simbol variabel ini
adalah sebuah lingkaran.
d. Constanta merupakan input bagi persamaan dalam rate baik secara langsung maupun melalui
variabel auxiliary. Variabel ini menyatakan nilai parameter dari sistem riil yang nilainya
konstan selama simulasi.
e. Garis penghubung menghubungkan antara satu variabel ke variabel lainya atau antara
variabel dengan konstanta. Garis penghubung ini disimbolkan dengan panah.

Tabel 2.3.1. Tabel Gambar dan keterangan symbol System Dynamic

No Gambar Symbol Nama Sybol Keterangan

menyatakan
1. Level akumulasi sejumlah
benda

penambahan atau
pengurangan pada
2. Rate
level per satuan
waktu
menghubungkan
antara satu variabel
3. Tanda Penghubung ke variabel lainya
atau antara variabel
dengan konstanta
merupakan input
bagi persamaan
dalam rate baik
4. Konstanta
secara langsung
maupun melalui
variabel auxiliary
Sumber : vensim ,2017

Setelah membuat model spesifikasinya pada aplikasi, maka dilakukan simulasi. Simulasi
adalah aktifitas untuk menarik kesimpulan tentang perilaku sistem dengan mempelajari

2
perilaku model dalam beberapa hal yang memiliki kesamaan dengan sistem sebenarnya
(Gotfried, 1984 dalam Nuroniah, 2003). Simulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau
proses yang bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan
peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Simulasi dilakukan dengan
tahapan yaitu penyusunan konsep, pembuatan model, simulasi dan validasi hasil simulasi.
Keuntungan penggunaan simulasi antara lain dapat memberikan jawaban apabila model
analitik yang digunakan tidak memberikan solusi optimal. Model disimulasi lebih realistis
terhadap sistem nyata karena memerlukan asumsi yang lebih sedikit (Siagan, 1987 dalam
Nuroniah, 2003).

3
Social Equation Model
Tabel 4.1.4 Kepuasan terhadap Fasilitas Drainase (KFD)
No Variabel Indikator No Item Instrumen
1 Kerapihan Pedagang Kaki Lima X_1.1
(X1) Drainase Tertutup X_1.2
Perawatan X_1.3
2 Kebersihan Banjir X_2.1
(X2) Sampah X_2.2
Genangan Air X_2.3
3 Kepuasan Pedagang Kaki Lima Y_1
(Y) Drainase Tertutup Y_2
Perawatan Y_3
Banjir Y_4
Sampah Y_5
Genangan Air Y_6

Gambar 4.8 Model Kepuasan Masyarakat terhadap Fasilitas Drainase

Dari model tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


1. Apakah Kebersihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan
masyararakat akan Fasilitas Drainase?

4
2. Apakah Kerapihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan
masyararakat akan Fasilitas Drainase?
3. Apakah Kebersihan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kerapihan?

Untuk menjawab permasalahan – permasalahan tersebut oleh karena itu dilakukan


penelitian menggunakan metode analisis data dengan menggunakan software SmartPLS versi
2.0m3 yang dijalankan dengan media komputer. PLS (Partial Least Square) merupakan
analisis persamaan struktural (SEM) berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan
pengujian model pengukuran sekaligus pengujian model struktural. Model pengukuran
digunakan untuk uji validitas dan reabilitas, sedangkan model struktural digunakan untuk uji
kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi). Lebih lanjut, Ghozali (2006)
menjelaskan bahwa PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak
mengasumsikan data harus dengan pengukuran skala tertentu, yang berarti jumlah sampel
dapat kecil (dibawah 100 sampel).
Jumlah sampel yang diambil untuk penelitian iniadalah sebanyak 28 responden yang
merupakan warga yang berdomisili di BWP Malang Utara dan sekitarnya atau pernah menetap
sementara atau pernah pernah berkunjung selama minimal satu minggu.

Terdapat beberapa alasan yang menjadi penyebab digunakan PLS dalam suatu
penelitian. Dalam penelitian ini alasan-alasan tersebut yaitu: pertama, PLS (Partial Least
Square) merupakan metode analisis data yang didasarkan asumsi sampel tidak harus besar,
yaitu jumlah sampel kurang dari 100 bisa dilakukan analisis, dan residual distribution. Kedua,
PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk menganalisis teori yang masih dikatakan
lemah, karena PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk prediksi. Ketiga, PLS
(Partial Least Square) memungkinkan algoritma dengan menggunakan analisis series ordinary
least square (OLS) sehingga diperoleh efisiensi perhitungan olgaritma (Ghozali, 2006).
Keempat, pada pendekatan PLS, diasumsikan bahwa semua ukuran variance dapat digunakan
untuk menjelaskan. Metode analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:

4.2.1 Statistik Deskriptif


Analisis deskriptif, yaitu analisis empiris secara deskripsi tentang informasi yang
diperoleh untuk memberikan gambaran/menguraikan tentang suatu kejadian (siapa/apa, kapan,
dimana, bagaimana, berapa banyak) yang dikumpulkan dalam penelitian (Supranto:2002).
Data tersebut berasal dari jawaban yang diberikan oleh responden atas item-item yang terdapat

5
dalam kuesioner. Selanjutnya peneliti akan mengolah data-data yang ada dengan cara
dikelompokkan dan ditabulasikan kemudian diberi penjelasan.

4.2.2 Analisis Statistik Inferensial


Statistik inferensial, (statistic induktif atau statistic probabilitas), adalah teknik statistik
yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi
(Sugiyono, 2009). Sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan, maka dalam penelitian ini
analisis data statistik inferensial diukur dengan menggunakan software SmartPLS (Partial
Least Square) mulai dari pengukuran model (outer model), struktur model (inner model) dan
pengujian hipotesis.
Penelitian ini menggunakan variabel undimensional dengan model indikator reflektif.
Variabel undimensional adalah variabel yang dibentuk dari indikator-indikator baik secara
reflektif maupun secara formatif (Jogiyanto dan Abdilah, 2009). Sedangkan model indikator
reflektif adalah model yang mengansumsikan bahwa kovarian diantara pengukuran dijelaskan
oleh varian yang merupakan manifestasi dari konstruk latennya dimana indikatornya
merupakannya indikator efek (effect indikator). Menurut Ghozali (2006) Model reflektif sering
disebut juga principal factor model dimana covariance pengukuran indikator dipengaruhi oleh
konstruk laten. Model refleksif menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan
mempengaruhi perubahan pada indikator dan menghilangkan satu indikator dari model
pengukuran tidak akan merubah makna atau arti konstruk (Bollen dan Lennox, 1991). Analisis
ini juga digunakan untuk menghitung factor scores dari Pengaruh Entrepreuner Skill dan
Strategi Terhadap Daya Saing.

4.2.2.1 Pengukuran Model (Outer Model)


Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model) yang
mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok
dengan indikator refleksif dapat ditulis persamaannya sebagai berikut.
……………………………………………….(4.1)
……………………………………………....(4.2)
Dimana x dan y adalah indikator variabel untuk variabel laten exogen dan endogen

dan , sedangkan dan merupakan matrix loading yang menggambarkan


koefisien regresi sedehana yang menghubungkan variabel laten

6
dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan dengan dan dapat diinterpretasikan
sebagai kesalahan pengukuran.

Model pengukuran (outer model) digunakan untuk menguji Uji indikator Validitas. Uji
validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan instrumen penelitian mengukur apa
yang seharusnya diukur (Cooper dan Schindler, 2006). Convergent validity dari
measurement model dapat dilihat dari korelasi antara skor indikator dengan skor variabelnya.
Indikator dianggap valid jika memiliki nilai AVE diatas 0,5 atau memperlihatkan seluruh outer
loading dimensi variabel memiliki nilai loading > 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengukuran tersebut memenuhi kriteria validitas konvergen (Chin, 1995). Rumus AVE
(average varians extracted) dapat dirumuskan sebagai berikut:
………………………………….(4.3)
Keterangan:
AVE adalah rerata persentase skor varian yang diektrasi dari seperangkat variabel laten yang
diestimasi melalui loading standarlize indikatornya dalam proses iterasi algoritma dalam
PLS.
melambangkan standardize loading factor dan i adalah jumlah indikator.
Hasil dari uji validitas terhadap 6 item pernyataan kuesioner yang dilakukan pada 28
responden adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2.1 Outer Loadings
Kepuasan Fasilitas
Kebersihan Kerapihan
Drainase
Y_1 0.644
X_1.1 0.728
X_1.2 0.175
X_1.3 0.861
Y_2 0.199
X_2.1 0.894
X_2.2 0.571
X_2.3 0.834
Y_3 0.754
Y_4 0.797
Y_5 0.619
Y_6 0.765

Berdasarkan Tabel 4.2.1 melalui pengukuran (outer loading) didapatkan lima indikator
yang tidak memenuhi kriteria (rule of thumbs) yaitu KEB_2, KEP_1, KEP_2, KEP_5, dan

7
KER_2 yang ditandai dengan warna merah sehingga dinyatakan tidak valid. Untuk itu lima
indikator tersebut dikeluarkan dan tidak diikut sertakan
pada uji selanjutnya dengan tujuan dapat menaikkan skor pengukuran model (outer
loading) masing-masing item dan skor convergen validity. Berikut ini hasil model yang sudah
disesuaikan:
Gambar 4.10 Revisi Model Kepuasan Masyarakat terhadap Fasilitas Drainase

Selanjutnya uji reliablitas dapat dilihat dari nilai Crombach’s alpha dan nilai composite
reliability. Untuk dapat dikatakan suatu item pernyataan reliabel, maka nilai Cronbach’s alpha
harus >0,6 dan nilai composite reliability harus >0,7.

Tabel 4.2.2 Cronbach Alpha


Average
Cronbach's Composite Variance
rho_A
Alpha Reliability Extracted
(AVE)
Kebersihan 0.873 0.873 0.940 0.887
Kepuasan Fasilitas Drainase 0.798 0.821 0.883 0.717
Kerapihan 1.000

Tabel 4.2.2 menunjukkan bahwa Crombach’s alpha dan nilai composite reliability untuk
variabel kebersihan dan kepuasan fasilitas drainase adalah 0,873 dan 0,796 serta 0,940 dan
0,883. Sedangkan untuk kerapihan tidak tampak Cronbach alphanya karena merupakan
variabel eksogen. Oleh karena itu item tersebut dinyatakan reliabel karena nilai Cronbach’s

8
alpha >0,6 dan nilai composite reliability >0,7. Selain itu dapat dilihat dari output AVE, bila
nilai AVE diatas 0,50 maka dikatakan convergent validity yang baik (Hoover, 2005 dalam
yamin & Kurniawan, 2009). AVE untuk variabel kebersihan dan kepuasan fasilitas drainase
adalah 0,873 dan 0,796. Sedangkan untuk kerapihan tidak tampa Average Variance
Extractednya karena merupakan variabel eksogen.

4.2.2.2 Model Analisis Persamaan Struktural


Model struktural (inner model) merupakan model struktural untuk memprediksi

hubungan kausalitas antar variabel laten. Melalui proses bootstrapping, parameter uji T-

statistic diperoleh untuk memprediksi adanya hubungan kausalitas. Model struktural (inner

model) dievaluasi dengan melihat persentase variance yang dijelaskan oleh nilai R2 untuk

variabel dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser Q-square test (Stone, 1974;

Geisser, 1975) dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Model persamaannya

dapat ditulis seperti dibawah ini.

…………………………………(4.4)

Menggambarkan vector endogen (dependen) variabel laten, adalah vector

variabel exogen (independent), dan adalah vector variabel residual. Oleh karena PLS didesain

untuk model recursive, maka hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen

,atau sering disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan sebagai

berikut:
……………………………..(4.5)

dan adalah koefisien jalur yang menghubungkan predictor endogen dan variabel
laten exogen dan sepanjang range indeks dan , dan adalah inner residual variabel.
Jika hasil menghasilkan nilai R2 lebih besar dari 0,2 maka dapat diinterpretasikan bahwa
prediktor laten memiliki pengaruh besar pada level struktural.
A) Predictive Relevance

9
R-square model PLS dapat dievaluasi dengan melihat Q-square predictive relevance
untuk model variabel. Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh
model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan
bahwa model mempunyai nilai predictive relvance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0
(nol) memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Namun, jika hasil
perhitungan memperlihatkan nilai Q-square lebih dari 0 (nol), maka model layak dikatakan
memiliki nilai prediktif yang relevan, dengan rumus sebagai berikut :
Q2=1-(1-R12) (1-R22)……(1-Rp2)…………………………….(4.6)

4.2.2.3 Model Analisis Persamaan Struktural


Model struktural (inner model) merupakan model struktural untuk memprediksi hubungan
kausalitas antar variabel laten. Melalui proses bootstrapping, parameter uji T-statistic
diperoleh untuk memprediksi adanya hubungan kausalitas. Model struktural (inner model)
dievaluasi dengan melihat persentase variance yang dijelaskan oleh nilai R2 untuk variabel
dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser Q-square test (Stone, 1974; Geisser,
1975) dan juga melihat besarnya koefisien jalur strukturalnya. Model persamaannya dapat
ditulis seperti dibawah ini.

…………………………………(4.7)
Menggambarkan vector endogen (dependen) variabel laten, adalah vector variabel exogen
(independent), dan adalah vector variabel residual. Oleh karena PLS didesain untuk model
recursive, maka hubungan antar variabel laten, setiap variabel laten dependen ,atau sering
disebut causal chain system dari variabel laten dapat dispesifikasikan sebagai berikut

……………………………..(4.8)
dan adalah koefisien jalur yang menghubungkan predictor endogen dan variabel laten exogen
dan sepanjang range indeks dan , dan adalah inner residual variabel. Jika hasil menghasilkan
nilai R2 lebih besar dari 0,2 maka dapat diinterpretasikan bahwa prediktor laten memiliki
pengaruh besar pada level struktural.

Predictive Relevance
R-square model PLS dapat dievaluasi dengan melihat Q-square predictive relevance untuk
model variabel. Q-square mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh model
dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-square lebih besar dari 0 (nol) memperlihatkan bahwa
model mempunyai nilai predictive relvance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0 (nol)

10
memperlihatkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance. Namun, jika hasil
perhitungan memperlihatkan nilai Q-square lebih dari 0 (nol), maka model layak dikatakan
memiliki nilai prediktif yang relevan, dengan rumus sebagai berikut :
Q2=1-(1-R12) (1-R22)……(1-Rp2)…………………………….(4.9)
Tabel 4.2.3 Hasil R-Square
R
R
Square
Square
Adjusted
Kepuasan Fasilitas Drainase 0.994 0.994
Kerapihan 0.270 0.242

4.2.2.4 Pengujian Hipotesis


Hartono (2008) dalam Jogiyanto dan Abdillah (2009) menjelaskan bahwa ukuran
signifikansi keterdukungan hipotesis dapat digunakan perbandingan nilai T-table dan T-
statistic. Jika T-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai T-table, berarti hipotesis terdukung
atau diterima. Dalam penelitian ini untuk tingkat keyakinan 95 persen (alpha 95 persen) maka
nilai T-table untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah >1,68023. Analisis PLS (Partial
Least Square) yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program
SmartPLS versi 2.0.m3 yang dijalankan dengan media komputer.
Tabel 4.2.4 T-Statistik dan P-Value
Standard
Original Sample T Statistics P
Deviation
Sample (O) Mean (M) (|O/STDEV|) Values
(STDEV)
Kebersihan -> Kepuasan
0.790 0.799 0.068 11.627 0.000
Fasilitas Drainase
Kebersihan ->
0.519 0.541 0.142 3.653 0.000
Kerapihan
Kerapihan -> Kepuasan
0.323 0.298 0.069 4.713 0.000
Fasilitas Drainase

Tabel menunjukkan bahwa Untuk pengujian Hipotesa dilakukan dengan melihat


nilai probabilitas nya dan t-statistik nya. Untuk nilai probabilitas, nilai p-value dengan
alpha 5% adalah kurang dari 0,05. Nilai t-tabel untuk alpha 5% adalah 1,96. Sehingga
kriteria penerimaan Hipotesa adalah ketika t-statistik > t-tabel.

11
4.1. System Dynamic
Sterman (2000)5 memaparkan terdapat 5 tahapan dalam mengembangkan model sistem
dinamik yaitu dimulai dari pendefinisian permasalahan (Problem Articulation) yang akan
diangkat dengan menggunakan sistem dinamik. Tahap kedua adalah pembuatan hipotesa awal
(Dynamic Hypothesis) dengan berbekal permasalahan pada tahap pertama. Tahap ketiga
formulasi masalah (Formulation). Tahap keempat adalah tahap pengujian dengan berbagai
macam kombinasi atau skenario kebijakan (Testing). Tahap kelima atau tahap yang terakhir
adalah pengambilan kebijakan terbaik dari tahap sebelumnya dan melakukan evaluasi.
Keunggulan Sistem dinamik adalah memiliki umpan balik atau feedback structure yang saling
berkaitan dan menuju ke arah keseimbangan (Sterman, 2000). Maka dilakukan 5 tahapan
tersebut untuk memulai menyusun hasil dari system dynamic menggunakan aplikasi Powersim
Studio 10.

4.1.1 Pendefinisian Permasalahan (Problem Articulation)


Tahap pertama yaitu melakukan pendefinisian permasalahan (Problem Articulation),
sebelumnya telah dibahas pada bagian cost benefit analysis, bahwa beberapa permasalahan
yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Malang pada 2012, wilayah perencanaan terkait masalah
drainase adalah :
1. Kesadaran masyarakat untuk yang masih kurang untuk membuang limbah non cair di
saluran air yang dapat mempengaruhi kapasitas saluran.
2. Peningkatan saluran drainase pada jalan – jalan utama dari drainse terbuka menjadi
drainase tertutup.
3. Pembatasan pengembangan penggunaan lahan pada daerah – daerah yang difungsikan
sebagai daerah resapan.

Sistem drainase di wilayah perencanaan menggunakan paradigma lama. BWP Malang


Utara memiliki 3 klasifikasi yakni drainase primer, drainase sekunder dan drainase tersier,
yaitu sebagai berikut:
1. Jaringan Drainase Primer

Jaringan drainase primer terdiri dari saluran drainase primer yang berupa sungai, yaitu
Sungai Brantas.

5
Sterman, John. 2000. “Business Dynamics: System Thinking and Modeling For a ComplexWorld”. Singapore:
The McGraw Hill Companies, hal 3.

12
2. Jaringan Drainase Sekunder
Jaringan drainase sekunder terdiri dari beberapa gorong-gorong yaitu terdapat di jalur-
jalur utama dan jalan kolektor. Jaringan drainase sekunder meliputi Jalan MT. Haryono,
Jalan Soekarno Hatta, Jalan Veteran, Jalan Mayjend Panjaitan, Jalan Sumbersari, Jalan
Gajayana, Jalan Veteran dan Jalan Tlogomas. Kondisi saluran tersebut masih berfungsi
dengan baik.
3. Jaringan Drainase Tersier
Jaringan drainase tersier di BWP Malang Utara meliputi jaringan drainase yang terdapat
pada permukiman atau berupa saluran yang terdapat di tiap-tiap perumahan.

Di BWP Malang Utara sendiri, sebagian besar masih mengandalkan sistem sanitasi
setempat (on-site) untuk pembuangan limbah manusia yang meliputi tangki septik dan
kakus/jamban. Sebagian besar fasilitas yang telah disebutkan sebelumnya sudah dimiliki oleh
masing-masing rumah tangga. Namun ada juga sebagian masyarakatnya masih menggunakan
sungai untuk pembuangan air kotor.
4.2.2 Hipotesa Awal
Tahap kedua, melakukan hypotesa awal, dengan melihat hasil survey dengan
menggunakan Structural Equation Model, penulis menemukan pentingnya keberadaan fasilitas
sebagai penggerak kinerja yang tujuannya untuk menciptakan kondisi lingkungan yang bersih,
asri dan nyaman. Untuk menjalankan tahap kedua ini, ada beberapa hal yang digunakan
menurut Lukas, [1] lakukan hipotesis inisial dengan menggunakan teori terkini, jika yang
digunakan pada penelitian kali ini adalah teori kepuasan masyarakat yang dihubungkan kepada
kondisi lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman yaitu terbebas dari banjir dan genangan
air; [2] fokus pada endogenus, yang diformulasikan sebagai hipotesis dinamis, yang
menjelaskan dinamika sebagai konsekuensi endogenus dari struktur feedback; [3] melakukan
pemetaan, atau peta struktural kausal berdasarkan hipotesis inisial, dapat berupa ,Diagram
subsistem, Diagram Causal Loop, Peta Stock and Flow, Diagram Struktur Kebijakan dan
Perangkat Fasilitas Lainnya. Terdapat sebuah permasalahan yang dihadapi yaitu Kebutuhan
Buangan Limbah yang semakin meningkat setiap tahunnya sedangkan Kapasitas saluran
menjadi berkurang lebih cenderung diakibatkan oleh perubahan tata guna lahan (land use).
Karena tuntutan pembangunan, kawasan perkotaan akan terus berkembang dari waktu ke
waktu, daerah yang selama ini menjadi daerah resapan air hujan bisa berubah menjadi kawasan
terbangun (beton,aspal, bata,dll). Perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali membuat
limpasan permukaan meningkat, otomatis debit sungai akan meningkat pula. Perubahan tata

13
guna lahan dari kawasan tak terbangun menjadi kawasan terbangun tidak bisa dibendung,
peningkatan jumlah penduduk pasti membutuhkan sarana pemukiman beserta fasilitas
pendukungnya seperti jalan, jembatan, pusat bisnis dan perbelanjaan serta sarana dan prasarana
pendukung lainnya. Hal ini tentunya tidak ingin terus dilakukan, maka dilakukan pengurangan
pada tahun 2019, agar volume debit limbah dapat terkondisikan.

Grafik proyeksi volume debit air 2013-2033


12000000

10000000

8000000

6000000

4000000

2000000

2013 2018 2023 2028 2033

Gambar 4.3.1. Grafik proyeksi volume debit air 2013-2033


Sumber : Olahan Penulis, Excel 2017

Dari grafik di atas ada kemungkinan terjadinya penurunan, dan penambahan kembali volume
debit air hal ini tentunya menjadi salah satu permasalahan yang harus di selesaikan. Adapun
hasil pembuatan mental model sebagai berikut :

14
Gambar 4.3.2. Hasil Perumusan Hipotesis Inisial, Mental Model
Sumber : Olahan Penulis Vensim, 2017

Dari hasil mental model tersebut, diambil berdasarkan hasil pengolahan Structural Equation
Model menggunakan Smartpls yang selanjutnya dilakukan analisis hubungan antara masing-
masing variabel-variabel yang tersedia. R1 : Menunjukan adanya hubungan positif-positif
antara Kondisi Fasilitas Baik, dengan Kecepatan pembarsihan TPS; R2 : hubungan positif-
positif dari variabel Kinerja dengan Pemeliharaan fasilitas; B1 : terjalin ubungan balancing yitu
positif negatif antaraKecepatan Pembersihan TPS dengan curah hujan sedikit; B2 : Hubungan
positif-negatif antara Kondisi Lingkungan dengan Perbaikan fasilitas.
Tahap ketiga selanjutnya adalah Memformulasikan model simulasi (Formulation),
menggunakan aplikasi Powersim Studio 10, yang dimulai dengan spesifikasi struktur, aturan
keputusan.Setelah dilakukan mental model seperti yang ada pada halaman sebelumnya,
selanjutnya kita lakukan pembuatan struktur simulasi dengan aplikasi Powersim Studio 10.
Adapun hasil model simulasinya, sebagai berikut :

15
Gambar.4.3.3. Hasil model simulasi I pada aplikasi Powersim Studio 10
Sumber : Olahan Penulis, 2017

Pada model formulasi ini,terdapat 4 hal yang memiliki dimensi waktu yang panjang, yaitu
volume sampah, Jumlah Pegawai, Kepala Keluarga (Penduduk) dan Pendapatan. Ke-empat hal
ini yang menjadi stock pada model simulasi, dimana pada setiap stock memiliki variabel-
variabelnya tersendiri yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Variabel di atas
diperoleh berdasarkan hasil pengolahan pada smartpls dan hasil cost benefit analysis, Dimana
pada variabel stock Sampah, pada sisi penambah dengan laju pertambahan sampah mencapai
75 persen/tahun, dengan jumlah sampah sekitar 21600000 kg/tahun pada tahun 2012 dengan
rincian 600 ton per-hari, pada sisi pengurang, disisihkan sekitar 10 persen dari sampah
merupakan sampah yang dapat didaur ulang untuk dijual, serta laju pengurangan yang telah
dilakukan pemerintah menggunakan teknik bakar sekitar 2 persen/tahun.
Pada variabel stok Kepala Keluarga yang menjadi faktor pengurang adalah emigrasi,
dan penambah adalah imigrasi , masing-masing laju dari keduanya adalah sekitar 25
persen/tahun. Variabel Pekerja, terdapat angka yang konstan per-tahunnya sekitar 250 pekerja
dengan kenaikan penambahan 0,25 persen, dan pendapatan melalui dana iuran, dan penjualan
sampah daur ulang, sekitar Rp.100.000.000,-/Tahun dapat terpenuhi. Namun, pada awal
kondisi ini nampak adanya kenaikan yang terus terjadi pada volume sampah, serta fluktuatifnya
pendapatan yang diterima. Sehingga, dibuatkan model simulasi pertama yang pada akhirnya
berujung pada pendapatan yang diperoleh setiap tahunnya. Adapun penulis membuat diagram
pada hasil model simulasi, sebagai berikut :

16
Gambar 4.3.4. Grafik Proyeksi Pertambahan Pada Ke Empat Stock 2012-2020 Sebelum
melakukan pengelolaan
Sumber : Olahan Penulis Powersim Studio 10, 2017

Namun tidak berbanding lurus dengan pendapatan yang diterima, volume sampah justru
berbanding lurus dengan jumlah kepala keluarga ,semakin banyak kepala keluarga semakin
meningkat volume sampah. Sedangkan pendapatan yang diperoleh konstan, dengan
pembanding jumlah pekerja yang cenderung tetap lalu menurun.
Pada hasil diagram pendapatan, menunjukan hasil yang konstan per-tahunnya. Dengan
melihat kedua hal tersebut, penulis memikirkan sebuah program yang dapat diaplikasikan
untuk mengurangi volume sampah, tentu hal ini merupakan hal yang di idam-idamkan seluruh

17
masyarakat. Volume sampah yang dapat dihadapi dan dimusnahkan tanpa merusak
lingkungan, karena dengan sistem pembakaran untuk melakukan pemusnahan dapat membuat
lapisan ozon, serta kondisi udara menjadi buruk, selain itu efek rumah kaca yang ditimbulkan
akan menyebabkan tingkat polusi menjadi meningkat dari sebelumnya. Maka dilakukan
simulasi kedua dengan melakukan pembatasan jumlah Kepala Keluarga Sebesar 150000 paling
banyak, serta pembatasan sampah dengan menggunakan metode pemusnahan secara berkala
dengan menambah mesin. Maka hasil grafik yang terjadi adalah sebagai berikut,

Gambar 4.3. Grafik Simulasi Kedua dengan program pembatasan jumlah Kepala
Keluarga
Pada gambar di atas, keempat grafik menunjukan ada tren peningkatan setiap tahunnya, namun
jumlah pekerja mengalami penurunan, dan pendapatan terus meningkat dengan meningkatnya
jumlah volume sampah yang dapat di daur ulang untuk menjadi mata pencaharian. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan, dengan melakukan pembatasan pada Kepala Keluarga, terjadi tren
penurunan pada jumlah pekerja, serta peningkatan yang terjadi pada pendapatan pemerintah
yang berasal dari pengelolaan sampah.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Permasalahan drainase menjadi salah satu perhatian di kawasan perkotaan termasuk di
BWP Malang Utara. Wilayah Utara Kota Malang terkadang masih terjadi genangan air
dan banjir yang mengganggu aktifikat masyarakat bahkan dapat menyebabkan
kecelakaan.
- Pemerintah Kota Malang melakukan perbaikan-perbaikan guna mencapai kepuasan
masyarakatnya atas Fasilitas Drainase yang terdapat di BWP Malang Utara dengan
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan akibat drainase yang kurang
memadai sehingga nantinya tercipta kenyamanan bagi masyarakat dalam beraktifitas.
- Dilakukan alternatif pilihan untuk melaksanakan program sistem ini dengan cost
benefit analysis, dibuat dua alternatif dengan komposisi pembangunan sumur resapan
di setiap RT (berjumlah 772) atau pembangunan sumur resapan di setiap RW
(berjumlah 120) dan setiap Zona RTH (berjumlah 15), dari hasil perhitungan

18
kemanfaatan alternatif secara kuantitas alternatif pertama memiliki NPV cukup besar
yaitu Rp 1.504.837.672,- dimana alternatif pertama masih lebih besar namun dilihat
dari IRR alternatif kedua lebih besar yaitu sejumlah 120%, sehingga penulis memilih
alternatif kedua dimana perbedaan keuntungan tidak terlalu signifikan namun dapat
bermanfaat dan lebih simpel;
- Dari hasil survey, menggunakan kuesioner serta dilakukan analisis menggunakan
structural equation modelling, maka diketahui bahwa kepuasan masyarakat terhadap
fasilitas drainase di BWP Malang Utara adalah kerapihan dan kebersihan dimana
indikaror kerapihan yang reliable adalah tidak adanya pedagang kaki lima diatas trotoar
yang merupakan saluran drainase tertutup dan jika pemerintah rutin melakukan
perawatan atas saluran air sehingga tidak terjadi pengendapan disaluran drainase,
sampah, dan tidak berbau. Indikator kebersihan yang reliable adalah tidak terjadi
genangan air dan banjir yang ditimbulkan akibat saluran drainase tersebut.

5.2 Rekomendasi
Rekomendasi yang diberikan oleh penulis:
- Pemerintah Kota Malang perlu melakukan proyek pengembangan dan pembangunan
drainase yang lebih efektif dan efisien. Membuat sumur resapan di setiap RT dirasa
kurang menguntungkan dibanding membuat sumur resapan di setiap RW dan Zona
RTH karena jumlah RT yang terlalu banyak.
- Untuk dapat memenuhi kepuasan masyarakat terhadap fasilitas drainase, seperti
permasalahan yang dihadapi pemerintah perkotaan pada umumnya adalah dengan
menihilkan terjadinya genangan air dan banjir. Hal tersebut dapat sangat menggangu
aktifikat masyarakat bahkan menimbulkan penyakit dan kecelakan dalam berkendara.

19

Anda mungkin juga menyukai