Validitas Tes
Secara sederhana validitas adalah ketepatan isntrumen mengukur apa yang
hendak diukur. Kesesuaian indikator dan aspek tercapainya indikator disusun
berdasarkan konstruk secara teoritik dan juga disesuaikan dengan fakta yang
ada lapangan.
Reliabelitas Tes
Reabilitas tes diartikan sebagai sifat konsistensi (keajegan) & ketelitian sebuah
tes (alat ukur/instrumen). Sifat konsistensi atau keajegan sebuah tes dapat
diperoleh dengan cara memberikan tes yang sama sesudah selang beberapa
waktu lamanya siswa yang sama.
Keseimbangan Tes
Sebuah tes yang baik mempunyai sifat seimbang. Keseimbangan merujuk pada
tes terdapat semua aspek yang akan diukur.
Obyektivitas Tes
Tes sebaiknya memiliki obyektivitas yang tinggi. Bilapun non-obyektif, maka
subyektivitas yang mungkin akan muncul harus dapat diminimalkan.
Kekhususan Tes
Sifat penting lainnya yang harus dimiliki oleh tes yang baik adalah kekhususan.
Kekhususan bermakna: pertanyaan-pertanyaan yang merupakan komponen-
komponen tes tersebut hanya akan dapat dijawab oleh siswa-siswa yang
mempelajari bahan pembelajaran yang diberikan.
Keadilan Tes
Tes yang diberikan harus dirancang sehingga menganut asas keadilan.
Meskipun pengukuran yang baik dilakukan untuk setiap individu, sangat sulit
untuk melakukan pengukuran secara individu karena keterbatasan waktu.
Ada delapan langkah yang perlu ditempuh dalam mengembangkan tes hasil
belajara atau prestasi belajar, yaitu : (1) menyusun spesifikasi tes; (2) menulis
soal tes; (3)menelaah soal tes; (4) melakukan ujicoba tes; (5) menganalisis butir
soal; (6) memperbaiki tes; (7) merakit tes; (8) melaksanakan tes; (9) menafsirkan
hasil tes (Mardapi, 2007: 88).
6. Memperbaiki Tes
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki bagian soal yang belum sesuai
dengan yang diharapkan berdasarkan analisis butir soal. Beberapa butir soal
mungkin sudah ada yang baik, butir soal yang kurang baik diperbaiki kembali,
sedangkan butir yang lain dapat dibuang jika tidak memenuhi standar kualitas
yang diharapkan.
7. Merakit Tes
Keseluruhan butir soal yang sudah dianalisis dan diperbaiki kemudian dirakit
menjadi satu kesatuan tes. Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat
mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan butir soal,
lay out, dan sebagainya juga harus diperhatikan.
8. Melaksanakan Tes
Selanjutnya, tes yang telah disusun diberikan kepada testee (orang yang
ditujukan untuk mengerjakan tes). Pelaksanaan tes memerlukan pemantauan
atau pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh testee dengan
jujur dan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.
Tes Penempatan
Tes ini dilakukan di awal pelajaran. Hasil tes ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang
telah dimiliki peserta didik.
Tes Diagnostik
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik termasuk
kesalahan pemahaman konsep. Tes ini dilakukan jika diperoleh informasi bahwa sebagian besar peserta
didik gagal dalam mengikuti proses pembelajaran.
Tes Formatif
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang keberhasilan pelaksanaan proses
pembelajaran. Tes ini dilakukan secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih berdasarkan
tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atan sub pokok bahasan.
Tes Sumatif
Tes sumatif diberikan di akhir pelajaran, atau akhir semester. Hasil ini menentukan keberhasilan belajar
peserta didik untuk mata pelajaran tertentu.
b. Menyusun Kisi- Kisi
Kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat. Kisi- kisi ini merupakan
acuan bagi pembuat soal sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat
kesulitannya relatif sama. Terdapat empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu :
6. Memperbaiki Tes
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki bagian soal yang belum sesuai dengan yang diharapkan
berdasarkan analisis butir soal. Beberapa butir soal mungkin sudah ada yang baik, butir soal yang kurang baik
diperbaiki kembali, sedangkan butir yang lain dapat dibuang jika tidak memenuhi standar kualitas yang
diharapkan.
7. Merakit Tes
Keseluruhan butir soal yang sudah dianalisis dan diperbaiki kemudian dirakit menjadi satu kesatuan tes. Dalam
merakit soal, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan butir
soal, lay out, dan sebagainya juga harus diperhatikan.
8. Melaksanakan Tes
Selanjutnya, tes yang telah disusun diberikan kepada testee (orang yang ditujukan untuk mengerjakan tes).
Pelaksanaan tes memerlukan pemantauan atau pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan
oleh testee dengan jujur dan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.
Melalui penilaian, siswa dapat mengetahui sejauhmana telah berhasil mengikuti pelajaran yang
diberikan oleh guru. Apakah siswa merasa puas atau tidak puas atas hasil yang diperolehnya.
Bila hasilnya memuaskan akan menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih
giat lagi sementara bila hasil tidak memuaskan maka ia akan berusaha agar penilaian
berikutnya memperoleh hasil yang memuaskan.
Dapat mengetahui siswa mana yang sudah berhak melanjutkan pelajarannya dan siswa
mana yang belum berhasil menguasai bahan.
Guru dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa atau
belum, apabila materi tepat maka diwaktu akan datang tidak perlu diadakan perubahan.
Guru akan mengetahui metode yang digunakan sudah tepat atau belum. Jika hasil yang
diperoleh sebagian besar siswa mendapatkan nilai bagus maka metode sudah tepat
sebaliknya bila sebagian besar hasil yang diperleh siswa buruk maka metode yang
digunakan harus dipertimbangkan kembali dan kalau perlu diganti.
Keberhasilan guru dan siswa melaksanakan pembelajaran akan berdampak positif bagi
sekolah, dengan demikian penilaian bagi sekolah dapat :
Mengetahui kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sesuai dengan harapan atau
belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas suatu sekolah.
Untuk mengetahui tepat tidaknya kurikulum yang dipakai
Untuk dapat mengetahui kemajuan perkembangan penilaian dari tahun ke tahun
sehingga menjadi pedoman bagi sekolah untuk tindakan selanjutnya.
PERENCANAAN TES,
PENGEMBANGAN TES, PENULISAN
SOAL DAN PENYUSUNAN NON-TES
PENDAHULUAN
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes merupakan alat yang
direncanakan untuk mengukur kemampuan, keahlian atau pengetahuan. Sehingga, dalam melakukan
tes dibutuhkan perencanaan tes, pengembangan tes, prosedur penulisan ataupun penyusunan butir-
butir soal.
Makalah ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan pemakalah
khususnya mengenai perencanaan tes, pengembangan tes dan penyusuna non-tes dan mampu
mengaplikasikannya dengan mengikuti prosedur yang ada. Selanjutnya, untuk pembahasan lebih dalam
mengenai prosedur dalam merencanakan tes, mengembangkan dan menyusun tes akan dibahas di
dalam makalah ini.
A. PERENCANAAN TES
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes juga dapat
diartikan sebagai salah satu cara untuk mengetahui kondisi siswa. Kondisi yang dimaksud
adalah prestasi belajar siswa.[1]
Tes merupakan alat yang direncanakan untuk mengukur kemampuan, keahlian atau
pengetahuan. Dalam merencanakan tes diperlukan adanya langkah-langkah yang harus diikuti
secara sistematis sehingga dapat diperoleh tes yang lebih efektif. Adapun perencanaan tes
yang dilakukan ialah sebagai berikut:
Mengidentifikasi hasil-hasil belajar (learning outcomes) yang akan diukur dengan tes itu.
Merinci mata pelajaran atau bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes itu.
Ada tujuh hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan tes, yaitu:
Pemilihan butir soal
Kisi-kisi tes.[3]
Hasil belajar harus diidentifikasi bidang studi yang hendak dikukur hasil belajarnya. Di samping
itu hasil belajar juga harus diidentifikasi aspek mana yang diukur ranah kognitif, afektif atau
psikomotoriknya.
2) Deskripsi materi
Materi sangat menentukan dalam pengembangan tes. Data hasil belajar yang ingin dikumpulkan
didasarkan pada informasi mengenai hasil belajar sebagimana sudah dideskripsikan dalam materi,
sehingga data sangat ditentukan oleh uraian materi tentang hasil belajar yang akan diukur datanya.[4]
3) Pengembangan spesifikasi
Spesifikasi Tes adalah suatu uraian yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang
harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Pengembangan spesifikasi merupakan langkah awal
yang menentukan dalam pengembangan perangkat tes, karena apa yang menentukan pada langkah-
langkah berikutnya sudah dirancangkan dalam spesifikasi tes.[5]
Kisi-kisi tes adalah rancangan sebagai dasar penulisan butir-butir tes. Butir ditulis untuk
mengukur variabel dengan berpedoman pada kisi-kisi. Sehubungan dengan penulisan butir tes,
Suryabrata memberikan pedoman sebagai berikut:
Sesuaikn taraf kesukaran soal dengan kelompok dan tujuan yang dimaksudkan
Kunci jawaban harus ditentukan dalam spesifikasi tes hasil belajar supaya orang lain dapat
mengikuti perolehan hasil belajar responden dari jawaban yang dibuatnya. Sebagaimana jenis jawaban
yang dituntutnya, kunci jawaban soal esai berbeda dengan objektif. Kunci jawaban soal esai berupa
uraian, sedang objektif berupa pilihan dari beberapa alternatif.
Pengumpulan data uji coba dilakukan dengan mengujikan instrumen uji coba tes yang ditulis
berdasarkan kisi-kisi.[6]
7) Kompilasi tes
Kompilasi tes adalah menyusun kembali butir setelah uji coba dengan membuang butir yang
jelek dan menata butir yang baik. Butir kompilasi adalah butir yang siap digunakan untuk
mengumpulkan data hasil belajar.[7]
C. PENULISAN SOAL
Menurut Sumadi Surybrata, secara umum kemampuan khusus yang harus dimiliki bagi penulis
soal adalah:
Penguasaan pengetahuan yang diteskan
Fungsi tes tidak semata-mata sebagai alat ukur saja, melainkan memiliki fungsi motivasi dan
pembentukan sikap bagi peserta didik. Oleh karena itu penulisan soal hendaknya memahami nilai-nilai
yang mendasari pendidikan, seperti tujuan pendidikan, filsafat pendidikan, sistem pendidikan, psikologi,
garis-garis besarnya saja.
Dalam menulis soal diperlukan kemampuan untuk membahas gagasan dalam bahasa verbal
yang jelas dan mudah dipahami maksudnya, sebab soal merupakan wakil dari pendidik yang hadir
dihadapan peserta didik’oleh karena itu penulisan soal membutuhkan bahasa yang lugas dan tidak
berbelit-belit.[8]
Menurut Bott (1995), prinsip umum yang dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan tes dalam
penulisan butir-butir soal ialah :
Penyiapan tes
Evaluasi tes[9]
Dalam penulisan butir-butir soal, baik dalam bentuk tes objektif maupun tes essai (uraian),
terdapat syarat-syarat penyusunannya. Syarat penyusunan tes objektif terdiri dua bagian yaitu:
1. Syarat-syarat umum
Berikut ini beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menyusun objective test :
Tiap bentuk dari tes objektif harus didahului dengan penjelasan atau anjuran bagaimana cara
mengerjakannya.
Penjelasan atau anjuran itu harus diusahakan jangan terlalu panjang, tetapi jelas bagi yang
menjawabnya (disesuaikan dengan tingkat sekolah dan kecakapan bahasa anak).
Hindarkan pertanyaan yang mempunyai lebih dari satu pengertian atau yang dapat diartikan atau
ditafsirkan bermacam-macam.
Tiap-tiap butir soal haruslah tetap, gramatikanya baik sehingga tidak membingungkan dan menimbulkan
salah tangkap.
Jangan menyusun item secara langsung menjiplak dari buku, karena item yang demikian hanya
memaksa siswa untuk menghafal dan kurang merangsang siswa untuk berfikir.
Harus diteliti jangan sampai item yang satu mempermudah atau mempersukar item yang lain (terutama
dalam menyusun true-false danmultiple choice).
Janganlah item yang satu bergantung pada item yang lain atau item yang terdahulu
2. Syarat-syarat Khusus
Bahasa hendaknya jelas, kalimat jangan terlalu panjang sehingga mudah dipahami.
Yang dihilangkan atau harus diisi (titik-titik) janganlah mengenai satu hal saja, tetapi harus beberapa hal.
Misalnya dalam sejarah, yang dihilangkan jangan hanya “tanggal dan tahunnya” atau “nama tokoh-
tokoh” atau “peristiwa”, tetapi harus mencakup semua hal tersebut.
Jawaban (isi titik-titik) jangan merupakan kalimat panjang. Sebab kalau demikian, bukan tes objektif lagi,
melainkan menyerupai tes essay.
Jumlah jawaban (titik-titik) harus tertentu supaya memudahkan pengetes untuk menskornya (10, 20, 25
dan sebagainya)[10]
b) Untuk true-false
Hindarkan item yang dapat dinilai “benar” dan “salah” secara meragukan.
Contoh:
Apakah item ini benar atau salah? Calon mahasiswa yang menggunakan IKIP sebagai cadangan, secara
jujur akan membenarkan item tersebut. Akan tetapi, bagi pengetes maksudnya adalah sebaliknya.
Soal-soal atau item tidak boleh mengandung kata-kata yang merupakan atau terlalu menunjukkan
jawabannya. Misalnya dengan digunakannya kata-kata: kadang-kadang, mungkin, sudah pasti,
barangkali, selalu,dan sebagainya.
Sedapat mungkin hindarkanlah statement yang negatif, yang mengandung kata “tidak” atau “bukan”.
Contoh item yang salah”
Hindarkanlah kalimat yang terlalu panjang atau kalimat majemuk yang meragukan.
B – S : Bapak sistem pengajaran klasikal ialah Peestalozi dan ia mendirikan Kinder Garten yang pertama
Statement harus jelas merumuskan suatu masalah. Tentukanlah sebelumnya bahwa hanya ada satu
jawaban yang paling benar dan tepat.
Baik statement maupun option sedapat mungkin jangan merupakan suatu kalimat yang terlalu panjang.
Hindarkanlah option yang tidak ada sangkut-pautnya satu sama lain. Dengan kata lain, option (pilihan
jawaban) hendaknya homogen.[11]
Sedangkan dalam penulisan butir-butir soal esai, perlu kiranya guru atau pembuat tes
memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sebelum memulai menulis soal yang dimaksud, hendaknya jelas dalam pikiran kita
proses mental manakah yang kita harapkan dari mudrid untuk menjawab soal tersebut.
Guru atau penyusun tes harus benar-benar memahami macam-macam jenis respons stimulus (jenis
soal) yang diperlukan untuk menimbulkan atau memancing keluarnya respons-respons tersebut.
Soal 1 : Metode-metode apakah yang telah dipakai di Amerika Serikat untuk menjaga dan mengawasi penyakit-
penyakit yang banyak menyerang masyarakat?
Soal nomor 1 di atas sebenarnya kurang baik karena siswa yang menjawab soal tersebut hanya berusaha
mengingat kembali nama beberapa metode yang ditanyakan. Siswa tidak atau kurang menggunakan
daya berpikirnya. Pertanyaan atau soal tersebut aan menjadi lebih baik jika diubah seperti soal nomor 2
berikut ini:[12]
Tabel
Sebab-Sebab Dan Banyaknya Kematian Pada Tahun 1900 Dan 1967
Perhatikan data pada tabel di atas! Jelaskan bagaimana pengubahan dalam kondisi-kondisi kehidupan
di Amerika Serikat antara tahun 1900 dan 1967 berdasarkan perubahan angka kematian seperti terlihat
dalam tabel.
3. Mulailah pertanyaan atau soal essay itu dengan kata-kata seperti : “Bandingkan”,
”Berilah alasan”, “Berilah contoh-contoh yang sesuai”, “Terangkan bagaimana....”,
“Jelaskan/ramalkan apa yang terjadi jika....”, dan“Jelaskan bagaimana pendapat Anda”.
Janganlah memulai soal essay dengan kata-kata: “Apa”, “Siapa”, “Kapan”, atau “Bilamana” dan
“Berapa”
4. Tulislah pertanyaan atau soal essay itu sedemikian rupa sehingga tugas apa yang harus
dilakukan siswa jelas dan tidak mempunyai arti ganda (ambiguous) bagi setiap murid.[13]
5. Soal essay berhubungan dengan hal-hal yang merupakan “controversial issue”dalam
masayarakat. Penyusunannya hendaklah diarahkan untuk menilai bagaimana pendapat dan
pengertian siswa terhadap issue yang ditanyakan, dan bukan untuk menuntut siswa agar
menerima suatu kesimpulan atau cara pemecahan tertentu. Kita menegetahui bahwa
banyak issue yang dialami individu dan masyarakat tidak ada jawaban atau kesimpulann yang
bersifat umum atau yang dianggap benar oleh semua orang.
Ada pertanyaan seperti : Usaha apakah yang tepat untuk dilakukan oleh Gubernur DKI untuk
menanggulangi makin banyaknya gelandangan umum?”Akan tetapi kita dapat menanyakan kepada
siswa untuk menanggapi masalah tersebut dengan pertanyaan sebagai berikut:
“Untuk menanggulangi masalah mengenai semakin banyaknya gelandangan di DKI Jakarta, Gubernur
Jakarta Raya telah mengeluarkan surat keputusan tentang larangan pendaftaran menjadi penduduk
baru di DKI bagi orang yang berasal dari daerah lain.” Bagaimana pendapat Anda tentang surat
keputusan tersebut? Jelaskan dan berilah alasan-alasan yang logis dan tepat!
Dengan soal semacam ini guru hendaknya jangan menilai apakah pendapat siswa sesuai dengan
pendapatnya atau sesuai dengan apa yang telah diterangkan, tetapi ia hendaknya menilai bagaimana
kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapatnya sendiri dan caranya mempertanyakan dengan
alasan yang tepat dan logis.
6. Usahakan agar soal essay yang kita susun itu benar-benar dapat menimbulkan perilaku
yang kita kehendaki untuk dilakukan oleh siswa. Soal-soal essay buatan guru seringkali bersifat
kurang menuntut kemampuan skill atau aplikasi seperti:
“Berilah definisi tentang apa yang dimaksud dengan kesehatan yang baik!”
”Apa yang dimaksud dengan imunitas aktif dan imunitas pasif? Dan apa pula perbedaannya?”
Dalam soal-soal seperti di atas, guru tidak menekankan pada apa atau bagaimana pendapat siswa itu
sebenarnya, tetapi pada apakah siswa mengetahui materi faktual yang telah dipelajarinya
1. Observasi
Bentuk pengisian pedoman bisa secara bebas dalam bentuk uraian, bisa pula dengan bentuk
member tanda cek (V) pada kolom jawaban observasi bila pedoman yang dibuat telah tersedia
jawabannya (terstruktur).
Observasi dengan alat (tidak langsung), yaitu observasi yang dilaksanakan dengan menggunakan alat
seperti miskroskop untuk mengamati bakteri, surya kanta untuk melihat pori-pori kulit.
Observasi partisipasi, yaitu pengamatan yang harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang
dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai
berikut:
Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya penampilan
guru di kelas.
Berdasarkan gambaran dari langkah (a) diatas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku guru
tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya.
Tentukan bentuk pedoman tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa
yang tampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai kemungkinan jawaban).
Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dulu pedoman observasi yang telah dibuat dengan calon
observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya disediakan
catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.
Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada
pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-segi
yang diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran dapat dilaksanakan
oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak perlu terlalu formal
memperhatikan perilaku siswa, tetapi mencatat secara teratur gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh
siswa.
2. Wawancara (interview)
Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian nontes yang digunakan untuk
mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan Tanya jawab sepihak. Atau
dengan kata lain wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan
dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan
yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara terpimpin dan wawancara bebas.
Wawancara terpimpin biasa juga disebut wawancara terstruktur atau wawancara sistematis. Yang
dimaksud wawancara terpimpin adalah suatu kegiatan wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta
kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal
memilih jawaban yang sudah dipersiapkan pewawancara.
Wawancara bebas atau wawancara tak terpimpin, pada wawancara seperti ini responden diberi
kebebasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa
terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pewawancara.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun
dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dalam wawancara tersebut.
Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yang bentuk berstruktur ataukah bentuk terbuka.
Buatlah bentuk pertanyaan yang sesuai dengan analisis (c) diatas, yakni membuat pertanyaan yang yang
berstruktur atau yang bebas.
Ada baiknya dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman
wawncara terpimpin atau untuk wawancara bebas.
3. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Pembagiannya
dibedakan menjadi dua, yaitu pembagian kuesioner berdasarkan siapa yang menjawab, dan pembagian
berdasarkan cara menjawab. Ditinjau dari responden yang menjawab, maka angket dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
Angket Langsung. Disebut angket langsung apabila angket dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang
akan dimintai jawaban tentang dirinya.
Angket Tidak Langsung. Angket diisi oleh orang yang bukan dimintai keterangan tentang dirinya.
Merumuskan tujuan
Merumuskan kegiatan
Menyusun langkah-langkah
Menyusun kisi-kisi
4. Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya
berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya
adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap
suatu stimulus yang datang pada dirinya. Tes skala sikap adalah perasaan suka atau tidak suka atau
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Seperti sikap terhadap materi pelajaran,
guru, proses pembelajaran, norma-norma tertentu dan sebagainya. Penilaian tes skala sikap atas 3 (tiga)
komponen berikut :
Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek.
Komponen kongnisi adalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan seseorang.
Komponen konasi adalah kecenderunan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
terhadap sesuatu objek.
Menentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala tersebut.
Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu kembangkan
indikator setiap dimensi tersebut.
Dari setiap indikator, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang berkenaan dengan aspek kognisi,
afeksi, dan konasi terhadap objek sikap.
Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori yakni pernyataan positif
dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.
Pada garis besarnya penyusunan item untuk skala, perlu ditempuh langkah–langkah sebagai
berikut:
Rumuskan perilaku apa yang mengacu sikap apa terhadap obyek atau gejala tersebut.
Rumuskan karakteristik dari perilaku sikap tersebut.
Rincilah lebih lanjut tiap karekteristik menjdi sejumlah atribut yang lebih speifik.
Susunlah item tersebut, yang terdiri dari separuhnya dalam bentuk. pernyataan positif dan separuhnya
dalm bentuk pernyataan negatif.
Tentukan bobot nilai bagi tiap skalanya. Misalnya 4,3,2,1.0 untuk lima nilai skala, sebagai dasar
perhitungan kuantitatif.
5. Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang dianggap
mengalami kasus tertentu. Misalnya mempelajari khusus anak nakal, anak yang tidak bisa bergaul
dengan orang lain, anak yang selalu gagal belajar, atau anak pandai, anak yang paling disukai teman-
temannya.
Studi kasus dalam pendidikan bisa dilakukan oleh guru, guru pembimbing, wali kelas, terutama
untuk kasus-kasus siswa di sekolah. Beberapa Petunjuk untuk melaksanakan studi kasus dalam bidang
pendidikan, khususnya di sekolah:
Menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.
Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa dan perlu mendapatkan bantuan pemecahan oleh guru.
Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang dihadapi siswa tersebut.
Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan dengan kehidupan siswa
tersebut.
Menganalisis sebab-sebab tersebut dan menghubungkannya dengan tinkah laku siswa tersebut.
Dengan informasi yang telah lengkap tentang faktor penyebab tersebut, guru dapat menentukan
sejumlah alternatif pemecahannya.
Alternatif yang telah teruji sebagai upaya pemecahan masalah dibicarakan dengan siswa untuk secara
bertahap diterapkan, baik oleh siswa itu sendiri maupun guru.
6. Sosiometri
Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri, terutama
dengan teman sekelasnya, adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik sosiometri ini dapat
diketahui posisi seorang siswa dalam hubungan sosialnya dengan siswa lain. Sosiometri dapat dilakukan
dengan cara menugaskan kepada semua siswa di kelas untuk memilih temannya yang paling dekat atau
paling akrab.
Teknik sosiometri sebaiknya dilakukan oleh guru wali kelas atau oleh guru pembimbing dalam
usahanya sesuai dengan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya[15]
Menyusun angket sosiometri atau tes sosiometri untuk diisi oleh anggota kelompok
Setiap siswa diminta untuk menulis blanko yang disediakan nama beberapa teman di dalam kelompok,
dan dengan siapa dia tidak ingin dan tidak suka melalkukan kegiatan tersebut
Berdasarkan matriks tersebut, maka data dianalisis dengan cara menggambarkan sosiogram,
menganalisis hubungan sosial secara keseluruhan, menghitung indeks sosiometri dan mengisi kartu
sosiometri secara individual
KESIMPULAN
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes merupakan alat yang
direncanakan untuk mengukur kemampuan, keahlian atau pengetahuan.
Adapun perencanaan tes yang dilakukan ialah menentukan atau merumuskan tujuan tes,
mengidentifikasi hasil-hasil belajar (learning outcomes) yang akan diukur dengan tes itu, menentukan
atau menandai hasil-hasil belajar yang spesifi, merinci mata pelajaran atau bahan pelajaran yang akan
diukur dengan tes itu, menyiapkan tabel spesifikasi (semacam blueprint), menggunakan tabel spesifikasi
tersebut sebagai dasar penyusunan tes.
Prosedur pengembangan tes meliputi identifikasi hasil belajar, deskripsi materi, pengembangan
spesifikasi, menuliskan butir-butir tes dan kunci jawaban, mengumpulkan data uji coba hasil belajar, uji
kualitas tes dan kompilasi tes
Menurut Sumadi Surybrata, secara umum kemampuan khusus yang harus dimiliki bagi penulis
soal adalah Penguasaan pengetahuan yang diteskan, kesadaran akan tata nilai yang mendasari
pendidikan, pemahaman akan karakteristik individu yang dites, kemampuan membahas gagasan,
penguasaan akan teknik penulisan soal, dan kesadaran akan kekuatan dan kelemahan dalam menulis
soal.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
http://kumpulan-makalah-7.blogspot.com/2014/04/prosedur-perencanaan-tes.html\
http://fuzinoviyanti.wordpress.com/2014/04/29/teknik-penyusunan-instrumen-penilaian-non-tes/