Anda di halaman 1dari 30

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

DEMAM DENGUE

Pembimbing : dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD.

Disusun oleh : Muhammad Ferdi Juliantama, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

DEMAM DENGUE

Disusun Oleh :
Muhammad Ferdi Juliantama, S.Ked
G1A217064

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Mei 2019

Pembimbing

dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Report Session(CRS) yang
berjudul “Demam Dengue” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD, yang


telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan padaLaporan Kasus
ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................... ii
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 2
2.1 Identitas Pasien ................................................................................ 2
2.2 Anamnesis........................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Sederhana .............................................. 8
2.5 Diagnosa Kerja .................................................................................. 8
2.6 Diagnosa Banding................................................................................ 9
2.7 Anjuran Pemeriksaan ......................................................................... 9
2.8 Tatalaksana ........................................................................................ 9
2.9 Edukasi ........................................................................................... 10
2.10 Prognosis ........................................................................................ 10
2.11 Follow Up ....................................................................................... 10
BAB III ANALISIS KASUS............................................................................ 20
3.1 Identifikasi Masalah ........................................................................ 20
3.2 Analisa Kasus .................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang


disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Virus ini ditransmisikan
melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Pada saat ini
jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk. Umur
terbanyak yang terkena penyakit ini adalah kelompok umur 4-10 tahun.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi virus
denguesudah melanda seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, semua
praktisi kesehatan harus dapat mendiagnosis dan menangani penyakit ini dengan
benar.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Eka Purwiyanti


Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT. 24 Sungai Gelam
Pekerjaan : IRT
Masuk IGD : 17 Mei 2019 pukul
Masuk Bangsal : 17 Mei 2019 pukul … Ruang B2

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Demam naik turun sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

± 4 hari SMRS os mengeluhkan demam. Demam muncul mendadak di


siang hari. Demam dirasakan naik turun, demam turun dengan menggunakan obat
penurun panas dan naik kembali beberapa jam kemudian. Demam disertai sakit
kepala yang dirasakan dari leher sampai ke mata. Demam juga disertai rasa lemas
dan pegal-pegal, namun os masih dapat beraktivitas seperti biasanya. Os juga
mengeluh tenggorokan terasa nyeri dan sulit untuk menelan. Os tidak pernah
berpergian ke luar kota dalam beberapa tahun terakhir. Os sudah pernah berobat
ke bidan 4 hari yang lalu dan mendapatkan antibiotik serta obat penurun panas,
namun pasien lupa nama obatnya. Batuk (-), mual (-), muntah (-), mimisan (-),
gusi berdarah (-), menggigil (-), berkeringat (-), pandangan kabur (-), penurunan
berat badan (-). BAB normal, warna coklat kekuningan, konsistensi lunak, darah
(-). BAK normal, warna kekuningan, darah (-), berpasir (-), rasa tidak puas saat
berkemih (-), nyeri saat berkemih (-).
± 2 hari SMRS, os merasa demam tidak kunjung hilang. Os juga
merasakan badannya semakin lemas sampai mengganggu aktivitas pasien. Os
hanya berbaring di atas tempat tidur dan sesekali ke kamar mandi. Sakit kepala os
juga dirasakan semakin memberat. Os juga mengeluh badannya menjadi pegal-
pegal dan sering diurut-urut oleh suami pasien. Os mengaku nafsu makan
menurun, makan 2-3 sendok nasi, mau minum air putih ± 5 gelas setiap hari. Os
berobat ke IGD RSUD Rd Mattaher.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat Keluhan Serupa (-)


 Riwayat Infeksi Saluran Kemih (-)
 Riwayat TB (-)
 Riwayat Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Keluarga Dengan Keluhan Yang Sama (-)

Riwayat Pekerjaan dan Sosial :

Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki


jaminan kesehatan yaitu BPJS kelas III. Di sekitar rumah pasien banyak
pepohonan dan banyak nyamuk. Di sekitar rumah pasien ada tetangga yang
mengeluhkan keluhan demam dan dirawat di RS Abdul Manap.

3
2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 HR : 92x/menit RR : 22x/menit Suhu : 38,3oC

Status Gizi
BB : 46 Kg TB :157 cm

IMT : BB(kg)/TB2 (m)

: 46/(1,57)2 = 46/2,4649 = 18.66 (Normoweight) (18.5-24.9))

Kulit
 Warna : Kuning langsat
 Efloresensi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : Normal
 Pertumbuhan Darah : (-)
 Suhu : 38,3oC
 Turgor : normal, kembali cepat, <2 detik
 Lainnya : (-)

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut : Merata, tidak mudah dicabut
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-)
 Sklera : Sklera Ikterik (-)

4
 Pupil : Isokor
 Lensa : Normal
 Gerakan : Normal
 Lapangan Pandang : Normal
 Rangsangan Cahaya : (+/+)

Telinga
 Sekret : (-)
 Pendengaran : Normal

Hidung
 Sekret : (-)
 Septum : Deviasi (-)
 Selaput Lendir : (-)
 Sumbatan : (-)
 Pendarahan : (-)

Mulut
 Bibir : Kering (-), Pucat (-), Sianosis (-)
 Lidah : Normal
 Gusi : Normal

Faring

 Tonsil : T1 – T1
 Lain-lain : Hiperemis (+)

Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (-)
 Kaku Kuduk : (-)

5
Dada
 Bentuk : Simetris
 Buah Dada : Normal
Paru-Paru
Inspeksi :
 Dalam Pernafasan : Normal
 Jenis Pernafasan : Thorakoabdominal
 Kecepatan Pernafasan : 22x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicularis sinistra, 1 jari, kuat angkat,


thrill (-)

Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra


Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS III Linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-). Irama : reguler

Perut
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Hati, limpa, dan ginjal tidak teraba
Perkusi :Timpani (+) seluruh lapangan perut.
Auskultasi :Bising Usus (+), Normal

Punggung

Inspeksi : Datar, Simetris

6
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri, Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, Nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Ekstremitas
Rumple leed test (+)
Superior :
Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-)
Sinistra: akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-)
Inferior :

Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edem (-)


Sinistra: akral hangat, CRT <2 Detik, edem (-)

2.4 Pemeriksaan Laboratorium Sederhana


Darah Rutin
WBC : 1.27x109/L(↑) MCV : 83 fL
RBC : 2.2x1012/L(↓) MCH : 28,2 pg
HGB : 14.2 g/dL MCHC : 339 g/L
PLT : 65x109/L(↑) GDS : 130 mg/dl
HCT : 43.3 % Ur : 17
Na : 135.42 Kr : 1.2
K : 3.50
Cl : 98.31
Ca : 1.16

2.5 Diagnosa Kerja

Diagnosa Primer : Demam Dengue

Diagnosa Sekunder : (-)

7
2.6 Diagnosa Banding
 Dengue Hemmorhagic Fever
 Faringitis Akut

2.7 Anjuran Pemeriksaan


 Urin rutin
 Fungsi hati
 IgG dan IgM
 NS1

2.8 Tatalaksana

Non Farmakologis:

 Tirah baring
 Diet nasi lunak
 Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
 Periksa hematokrit, hemoglobin, dan trombosit setiap 12 jam

Farmakologis:

 IVFD RL 40gtt 500cc selama 4 jam, dilanjutkan IVFD RL 28gtt


 PO Paracetamol 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1 tablet

2.9 Edukasi

 Perbanyak minum air putih, minimal 2L/hari


 Perbanyak makan-makanan yang berserat dan buah-buahan yang
mengandung air

2.10 Prognosis

8
 Quo Vitam : Dubia ad bonam
 Quo Functionam : Dubia ad bonam
 Quo Sanactionam : Dubia ad bonam

2.11 Follow Up

Tabel 2.2 Follow Up Pasien

Tanggal Perkembangan
18/05/2019 S: Demam(+), nyeri tenggorokan (+), lemas (+), sakit kepala
(+), badan pegal-pegal (+), perdarahan (-),
O: TD: 120/80 N : 83x/menit RR: 20x/menit T : 38.2
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
 IVFD RL 28gtt (Cairan Maintenance)
 PO Paracetamol tablet 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1
 Periksa darah rutin setiap hari
 Bed Rest
 Pantau TTV
 Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 1.46
RBC : 2.3
HGB : 14.5
MCV : 83
MCH : 28.6
MCHC : 327

9
PLT : 53
HCT : 42.4
19/01/2018 S: Demam (+), nyeri tenggorokan (+), perdarahan (-), keluhan
sakit kepala dan pegal-pegal dirasakan berkurang
O: TD: 110/70 N : 78x/menit RR: 21x/menit T : 37.8
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
 IVFD RL 28gtt
 PO Paracetamol tablet 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1
 Periksa darah rutin setiap hari
 Bed Rest
 Pantau TTV
 Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 1.86
RBC : 2.3
HGB : 14.7
MCV : 85
MCH : 27.8
MCHC : 332
PLT : 60
HCT : 39.7
20/01/2018 S: Demam (-), keluhan nyeri tenggorokan, lemas, sakit kepala,
dan badan pegal-pegal dirasakan sudah sangat berkurang
dibandingkan pada saat masuk
O: TD: 120/80 N : 87x/menit RR: 20x/menit T : 37.1

10
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
 IVFD RL 28gtt
 PO Paracetamol tablet 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1
 Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 2.02
RBC : 2.7
HGB : 14.5
MCV : 82
MCH : 28.8
MCHC : 318
PLT : 85
HCT : 37.2
(Pasien diperbolehkan untuk pulang)

BAB III

ANALISA KASUS

11
3.1 Resume
A. Anamnesis
1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS
2. Lemas
3. Sakit tenggorokan
B. Pemeriksaan Fisik
1. TTV :
TD : 120/80 HR : 92x/menit RR : 22x/menit Suhu :
38,3oC
2. Ekstremitas :
Rumple leed (+)
C. Laboratorium Sederhana
1. Pansitopenia
3.2 Identifikasi Masalah
1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS
2. Lemas
3. Sakit tenggorokan

3.3 Analisis Masalah


1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS, lemas, dan sakit tenggorokan

Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu tubuh normal yang


berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus infeksi
adalah yang paling sering. Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu ≤
37oC/ 98,9oF pada pagi hari dan ≤ 37,7oC/ 99,9oF pada sore hari karena
pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang mengatur
keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati
dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. 1
Demam > 41,5oC disebut hiperpireksia. Demam yang luar biasa tinggi ini
dapat terjadi pada pasien dengan infeksi berat tapi paling umum timbul pada

12
pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat. Pada era preantibiotik, demam
akibat berbagai penyakit infeksi jarang melebihi 41oC dan telah terjadi spekulasi
bahwa panas tinggi yang natural ini diperantarai oleh neuropeptida yang berfungsi
sebagai antipiretik pusat.(2)
Telah dikatakan bahwa demam adalah gejala awal dari berbagai penyakit.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai gejala penyertanya dan berapa lama demam
yang dideritanya.2
Dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu demam yang berlangsung kurang dari
7 hari dan lebih dari 7 hari. Demam kurang dari 7 hari merupakan penyebab
terbanyak dari demam utamanya demam yang berlangsung kurang dari 7 hari
adalah infeksi (lebih dari 50%). Contohnya demam kurang dari 7 hari adalah
DHF, ISK, pneumonia, meningitis, varicella, mastoiditis. Demam lebih dari 7 hari
dapat di istilahkan dengan persisten pyrexia of announ origin (PUO) atau lebih
dikenal sebagai fever of announ origin (SUO) digunakan jika demam dengan suhu
38 C tanpa localizing sign bertahan selama lebih dari 1 minggu. Misalnya
tuberculosis paru, malaria, demam typhoid, hepatitis, leukemia dan lain lain.2
Diagnosis banding demam kurang dari 7 hari :
a. Demam dengue
- Panas tinggi mendadak menghilang hari ke-3 atau 4 lalu timbul lagi
setelah 1-3 hari (saddle back), total lama demam 5-7 hari.
- Sakit kepala, sakit retroorbital.
- Nyeri sendi, tulang punggung (Backborne fever).
- Lemah, malaise.
- Flushing: muka dan leher.
- Fotofobi, hiperestesi.
- Ruam primer makulopapular biasanya pada toraks dan lipat sendi yang
hilang dalam 2-3 hari.
- Perdarahan tidak biasa: ptekiae, epistaksis, gusi, saluran cerna,
hematuri mikroskopis, menorrhagi.
- Hepatomegali (kadang-kadang).
- Ruam sekunder  muncul setelah hari ke-4 (paling sering hari ke 6-7)
yang berupa makulopapular/ptekiae/purpura/campuran, konfluen,
biasanya kaki dan tangan, kadang-kadang gatal.
- Leukopeni dan trombositopeni sering ditemukan.

13
b. Demam berdarah dengue
- Demam akut 2-7 hari yang pada umumnya bifasik.
- Minimal 1 tanda perdarahan.
 Tes torniket (+).
 Ptekiae, purpura, ekimosis.
 Perdarahan mukosa, saluran GI atau tempat lain.
 Hematemesis atau melena.
- Trombositopenia ≤ 100.000/mm3.
- Tanda kebocoran plasma.
 Peningkatan Ht ≥ 20%.
 Penurunan Ht setelah pemberian cairan ≥ 20% dari baseline.
 Efusi pleura, ascites, hipoproteinemia.
- Pemeriksaan serologis :
 IgG  pada infeksi primer meningkat setelah hari ke-14,
sedangkan pada infeksi sekunder meningkat pada hari ke-2.
 IgM  meningkat pada hari ke-5 gejala, mencapai puncak
pada minggu ke-2 dan menghilang setelah 60-90 hari.
 Hemaglutinin Inhibition Test (HI test)  (+) jika ≥ 1280
atau peningkatan ≥ 4x pada pemeriksaan serum akut dan
konvalesen (kurang lebih selang 7 hari).
- Pemeriksaan Virologis  isolasi virus dan PCR.

c. Rhinitis (common cold)


Penyakit infeksi saluran nafas atas yang dapat sembuh sendiri karena
sebagian besar disebakan oleh virus (paling banyak rhinovirus), sering melibatkan
mukosa sinus sehingga disebut rhinosinusitis.
- Anamnesis:
1. Gejala pertama sering berupa nyeri tenggorokan, diikuti pilek,
hidung tersumbat, bersin-bersin.
2. Batuk.
3. Demam ringan/tanpa demam.
4. Nyeri kepala.
5. Pada bayi gejala yang menonjol adalah demam tinggi,
rewel/iritabel, lesu.
- Pemeriksaan fisik:
Hidung : sekret hidung meningkat, mukosa edema, hiperemis.

d. Faringitis akut
Peradangan akut membrane mukosa saluran respiratorik atas yang meliputi
faring dan tonsil yang secara klinis dibedakan atas 2 kategori yaitu penyakit yang

14
disertai gejala pada hidung (nasofaringitis atau tonsilofaringitis) dan tanpa
keterlibatan hidung (faringitis atau tonsilofaringitis).
1. Anamnesis:
- Awitan gejala tiba-tiba dengan gejala yang menonjol nyeri
tenggorokan dan panas badan, seringkali disertai sakit kepala dan
gejala gastrointestinal  faringitis streptokokal.
- Awitan gejala bersifat bertahap, terutama rinore, batuk, dan diare
faringitis viral.
2. Pemeriksaan fisik
- Faringitis streptokokal:
 Faring hiperemis dan tonsil membesar, kadang-kadang
disertai eksudat kuning, blood-tinged.
 Palatum mole dan faring posterior petekia.
 Uvula hiperemis dan membengkak.
 Pembesaran kelenjar getah bening servikal anterioe yang
nyeri pada penekanan.
- Faringitis viral:
 Konjungtivitis dan demam pharyngoconjunctival fever
(adenovirus).
 Nodul kecil putih kekuningan di faring posterior acute
lymphanodular pharyngitis (coxsackie virus).
 Demam tinggi dan ginggivostomatitis Herpes simplex
virus.

e. Laringotrakeobronkitis
Penyakit infeksi saluran respiratorik akut disebabkan oleh virus dengan
gejala tanda stridor, batuk menggonggong, suara parau, disertai demam akibat
peradangan hanya pada laring saja (laryngitis), laring dan trakea (laringotrakeitis),
atau laring, trakea, bronki (laringotrakeobronkitis) bahkan
laringotrakeobronkopneumoniter.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Biasanya terjadi pada anak 0-5 tahun (tersering 1-2 tahun).
- Mulai timbul gejala penyakit bertahap, biasanya didahului batuk,
pilek, dan panas badan. Setelah 3-4 hari timbul batuk
menggonggong, stridor inspirasi, sesak dapat bertambah tetapi
tidak begitu progresif.
2. Pemeriksaan fisik:

15
- Bervariasi tergantung derajat tanda/gejala distress pernafasan, yaitu
dispnea, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
interkostal sampai timbul megap-megap, perubahan tingkat
kesadaran, dan sianosis.
3. Laringoskopi tampak mukosa laring berwarna merah dengan
pembengkakan subglotis.
4. Radiologi foto soft tissue leher AP bagian atas trakeas di daerah
subglotis runcing seperti menara (steeple sign), sedangkan pada posisi
lateral tampak penyempitan subglotis.

f. Bronkitis akut
Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus yang menimbulkan
batuk-batuk dan biasanya tanpa pengobatan akan sembuh dalam waktu 2 minggu.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Batuk: mula-mula kering, non-produktif, beberapa hari kemudian
batuk produktif mengeluarkan mucus yang purulen, bisa disertai
muntah berisi mukus, gejala batuk ini hilang setelah 10-14 hari.
- Gejala penyakit sistemik.
2. Pemeriksaan fisik: biasanya tidak ditemukan kelainan, kadang-kadang
ditemukan ronki kering, coarse crackles atau suara lender dan
wheezing.

g. Bronkiolitis
Penyakit infeksi saluran respiratori bawah akut dengan gejala utama akibat
peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus, biasa disertai
superinfeksi bakteri.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Biasanya terjadi pada usia 2 bulan- 2 tahun (terutama 2-6 bulan).
- Selama 2-4 hari terjadi batuk, pilek, hidung tersumbat, panas badan
yang diikuti sesak nafas dan bisa disertai wheezing.
- Gejala lain: muntah, gelisah, tidak mau makan/minum.
2. Pemeriksaan fisik
- Dapat ditemukan merintih (grunting), sianosis.
- Suhu tubuh bisa normal, subfebris, atau demam tinggi.
- Frekuensi pernafasan meningkat, pernafasan cuping hidung,
retraksi subkostal, interkostal, dan suprasternal.
- Perkusi: hipersonans.

16
- Auskultasi: suara pernafasan mungkin normal, ekspirasi
memanjang, dapat terdengar wheezing dan crackles atau wheezing
saja.
- Hepar dan lien teraba akibat hiperinflasi thoraks.
3. Laboratorium
- Pulse oximetry : saturasi O2 menurun.
- Analisis gas: hipoksemia, jika berat bisa menyebabkan asidosis dan
hiperkapnia
- Antigen RSV (+) dari sekret hidung dengan pemeriksaan ELISA
atau imunofluorosens.
- Isolasi virus dari biakan sel.
4. Foto toraks
- Normal atau tampak hiperinflasi dengan depresi/pendataran
diafragma, atelektasis, atau konsolidasi.
- Gambaran khas: Depresi diafragma dan hiperinflasi.

h. Pneumonia
Penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyakit non-infeksi.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Non-respiratorik: demam, sakit kepala, kaku kuduk terutama bila
lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare,
sakit perut, dan distensi abdomen terutama pada bayi.
- Respiratorik: batuk, sakit dada, sesak.
2. Pemeriksaan fisik:
- Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi subkostal,
sianosis, auskultasi paru crackles.
- Hepatomegali akibat perubahan letak diafragma yang tertekan ke
bawah oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung
kongestif.
3. Radiologis:
- Pneumonia interstitialis  kelainan perivaskulas dan interalveolar.
- Pneumonia lobaris konsolidasi pada satu lobus penuh.
- Bronkopneumonia infiltrate diffuse.
4. Laboratorium
- Hitung leukosit bakteri (15.000-40.000/mm3, neutrofil dominan)
virus (<20.000/mm3, limfosit predominan).

17
- Diagnosis definitive: isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura, darah sulit dilakukan.

i. Infeksi saluran kemih


Adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih,
paling banyak disebabkan oleh E.coli.
Kriteria diagnosis:

1. Gejala klinis
- Asimtomatik
- Simtomatik
Disuria, frekuensi meningkat, urgensi, polakisuria, nyeri
perut/pinggang, gangguan pertumbuhan, muntah, panas yang tidak
diketahui penyebabnya dan eneuresis.
2. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan untuk meningkatkan kewaspadaan kemungkinan ISK:
- Adanya mikroorganisme pada air kemih yang tidak disentrifugasi
dengan atau tanpa pewarnaan: bila ditemukan 2 kuman/10LPB atau 5
kuman/LPB.
- Adanya piuria atau leukosituria:
 Sedimen air kemih: leukosit ≥5/LPB.
 Jumlah leukosit dalam air kemih tidak disentrifugasi:
- Laki-laki: ≥10/mm3
- Wanita: ≥50/mm3
- Tes kimiawi: nitrit, reduktase biru metilen.

j. Morbilli (Campak, Rubeola, Measles)


Merupakan penyakit menular akut yang secara khas terdiri dari 3 stadium
yaitu prodormal, erupsi, dan akhir.
Etiologi morbilli adalah morbillivirus yang merupakan virus RNA dari family
paramyxoviridae.
Kriteria diagnosis : (Adanya riwayat kontak dengan penderita morbilli)
1. Stadium prodormal

18
Terdapat enantema (koplik’s spot) yang muncul 2-4 hari setelah masa
prodormal dan bertahan selama 3-5 hari, 3C ( conjungtivitis, coryza,
cough), demam ringan sanpai sedang.
2. Stadium erupsi
Ruam makulopapular dari leher atau belakang telinga ke daerah muka,
badan, anggota badan, dan panas badan yang tingi.
3. Stadium akhir
Ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang terjai deskuamasi
kemudian gejala akan menghilang

k. Varisela (Cacar air, Chickenpox)


Merupakan penyakit infeksi virus dengan gambaran khas erupsi vesikel di
seluruh tubuh yang timbul berurutan dengan gejala umum yang ringan.
Etiologi varisela adalah varicella zoster virus.
Kriteria diagnosis :
1.Anamnesis
Adanya kontak dengan penderita varisela, prodormal (panas ringan,
malaise, anoreksia), sakit kepala, timbul ruam 24 jam setelah masa
prodormal.
2.Pemeriksaan fisik
Terdapat papul merah vesikula (non umbilicated)24 jam isi vesikel
mengeruhmudah pecahkrusta, terdapat limfadenopathy generalisata,
varisela bulosa pada anak < 2 tahun, muncul di kulit kepala, wajah, badan,
terasa gatal yang intense.
3.Lab
Leukositosis ringan, giant cell pada kerokan dasar vesikula yang baru
muncul, ELISA.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Os lebih cenderung menderita Demam Dengue. Di mana pada anamnesis
didapatkan demam timbul mendadak yang dirasakan sejak 4 hari SMRS, hilang-
timbul, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan lemas. Dari pemeriksaan fisik juga

19
ditemukan adanya kenaikan suhu badan yaitu 38.3oC yang menandakan pasien
demam serta ditemukan ptekie saat rumple leed dilakukan. Lalu, pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia dan trombositopenia. Untuk
tanda-tanda kebocoran plasma sendiri tidak temukan, namun terdapat penurunan
hematokrit setelah dilakukan rehidrasi 24 jam sebesar <20%, dimana untuk
dikatakan DBD penurunan hematokrit harus >20%. Kasus ini didiagnosa banding
dengan DBD dikarenakan adanya kemungkinan kebocoran plasma pada saat
perawatan. Kasus ini juga dapat didiagnosa bandingkan dengan Faringitis Akut,
dimana saat anamnesis ditemukan sakit tenggorokan pada pasien dan ditemuka
faring hiperemis saat pemeriksaan fisik.

3.2 Definisi Demam Dengue

Demam dengue adalah infeksi akut yang dibawa nyamuk yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus ini ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis di seluruh
dunia. Singkatnya, demam dengue adalah penyakit endemis di banyak negara di
Asia Tenggara. Virus dengue memiliki empat jenis serotipe, yang setiap jenis itu
dapat menyebabkan demam dengue dan dengue berat (lebih dikenalsebagai
demam haemorrhagic fever (DHF/DBD).

3.3 Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus

20
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2
hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

3.4 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain
seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi
yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

3.5 Patogenesis dan Patofisiologis


Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak
bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang

21
berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat


dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan.
Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%.
Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan
dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung
inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam
proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut.
Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini
terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24
jam pada pasien DHF.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami


metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan
dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat
dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin
vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen
akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang
penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi
akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah.

22
Gambar 1.1 : Patogenesis Syok Pada Infeksis Virus Dengue

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari
ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya
reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan
sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada


sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada
permukaan sel fogosit mononukleus.

3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang
telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel
yang terinfeksi.

23
4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated
intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-
mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut
berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen
dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta
tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami


keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran
kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh
kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan
serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai
puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah
ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DHF umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem
retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan
proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem

24
koagulasi. DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa
renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan
perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis
dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

Gambar 1.2 : Patogenesis Perdarahan Pada Infeksis Virus Dengue

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et


al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:
FKUI,2014.
2. World Health Organization (WHO) Global Report on Diabetes 2016.
Diakses 1 Februari 2018. Dari http://www.who.int
3. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Perkumpulsn Endokrinologi Indonesia; 2015. Diakses 1
Februari 2018. Dari http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf
4. Kementerian Kesehatan. Situasi dan Analisis Diabetes. Di akses1 Februari
2018. Dari www.depkes.go.id>infodatin-diabetes
5. Ronald W. Kartika. Pengelolaan Gangren Kaki Diabetik. Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia CDK-
248/ vol. 44 no. 1 th. 2017
6. Purnamasari, D. Diagnosis dan klasifikasi Dibetes Melitus . Dalam
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: FKUI,2014 Hlm.2323-2327
7. American Diabetes Association, 2017. Standard of Medical Care in
Diabetes. Diabetes Care.40(1): S11-S24. Diakses 1 Februari 2018. Dari
http://care.diabetesjournals.org
8. Bakta I M. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi VI. Jakarta: FKUI,2014 Hlm.2575-2582

26

Anda mungkin juga menyukai