DEMAM DENGUE
DEMAM DENGUE
Disusun Oleh :
Muhammad Ferdi Juliantama, S.Ked
G1A217064
Universitas Jambi
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Report Session(CRS) yang
berjudul “Demam Dengue” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................... ii
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 2
2.1 Identitas Pasien ................................................................................ 2
2.2 Anamnesis........................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Sederhana .............................................. 7
2.5 Diagnosa Kerja .................................................................................. 7
2.6 Diagnosa Banding................................................................................ 8
2.7 Anjuran Pemeriksaan ......................................................................... 8
2.8 Tatalaksana ........................................................................................ 8
2.9 Edukasi ............................................................................................. 8
2.10 Prognosis .......................................................................................... 9
2.11 Follow Up ......................................................................................... 9
BAB III ANALISIS KASUS............................................................................ 12
3.1 Identifikasi Masalah ........................................................................ 12
3.2 Analisa Kasus .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
2
± 2 hari SMRS, os merasa demam tidak kunjung hilang. Os juga
merasakan badannya semakin lemas sampai mengganggu aktivitas pasien. Os
hanya berbaring di atas tempat tidur dan sesekali ke kamar mandi. Sakit kepala os
juga dirasakan semakin memberat. Os juga mengeluh badannya menjadi pegal-
pegal dan sering diurut-urut oleh suami pasien. Os mengaku nafsu makan
menurun, makan 2-3 sendok nasi, mau minum air putih ± 5 gelas setiap hari. Os
berobat ke IGD RSUD Rd Mattaher.
Riwayat DM (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Penyakit Jantung (-)
Riwayat Keluarga Dengan Keluhan Yang Sama (-)
3
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 HR : 92x/menit RR : 22x/menit Suhu : 38,3oC
Status Gizi
BB : 46 Kg TB :157 cm
Kulit
Warna : Kuning langsat
Efloresensi : (-)
Jaringan Parut : (-)
Pertumbuhan Rambut : Normal
Pertumbuhan Darah : (-)
Suhu : 38,3oC
Turgor : normal, kembali cepat, <2 detik
Lainnya : (-)
Kepala
Bentuk Kepala : Normocephal
Rambut : Merata, tidak mudah dicabut
Ekspresi : Tampak sakit sedang
Simetris Muka : Simetris
Mata
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-)
Sklera : Sklera Ikterik (-)
4
Pupil : Isokor
Lensa : Normal
Gerakan : Normal
Lapangan Pandang : Normal
Rangsangan Cahaya : (+/+)
Telinga
Sekret : (-)
Pendengaran : Normal
Hidung
Sekret : (-)
Septum : Deviasi (-)
Selaput Lendir : (-)
Sumbatan : (-)
Pendarahan : (-)
Mulut
Bibir : Kering (-), Pucat (-), Sianosis (-)
Lidah : Normal
Gusi : Normal
Faring
Tonsil : T1 – T1
Lain-lain : Hiperemis (+)
Leher
JVP : 5-2 cmH2O
Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (-)
Kaku Kuduk : (-)
5
Dada
Bentuk : Simetris
Buah Dada : Normal
Paru-Paru
Inspeksi :
Dalam Pernafasan : Normal
Jenis Pernafasan : Thorakoabdominal
Kecepatan Pernafasan : 22x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Perut
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Hati, limpa, dan ginjal tidak teraba
Perkusi :Timpani (+) seluruh lapangan perut.
Auskultasi :Bising Usus (+), Normal
Punggung
6
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, Nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas
Rumple leed test (+)
Superior :
Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-)
Sinistra: akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-)
Inferior :
7
2.6 Diagnosa Banding
Dengue Hemmorhagic Fever
Faringitis Akut
2.8 Tatalaksana
Non Farmakologis:
Tirah baring
Diet nasi lunak
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
Periksa hematokrit, hemoglobin, dan trombosit setiap 12 jam
Farmakologis:
2.9 Edukasi
8
2.10 Prognosis
2.11 Follow Up
Tanggal Perkembangan
18/05/2019 S: Demam(+), nyeri tenggorokan (+), lemas (+), sakit kepala
(+), badan pegal-pegal (+), perdarahan (-),
O: TD: 120/80 N : 83x/menit RR: 20x/menit T : 38.2
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
IVFD RL 28gtt (Cairan Maintenance)
PO Paracetamol tablet 3x500mg
Vitamin B Complex 1x1
Periksa darah rutin setiap hari
Bed Rest
Pantau TTV
Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 1.46
RBC : 2.3
HGB : 14.5
MCV : 83
9
MCH : 28.6
MCHC : 327
PLT : 53
HCT : 42.4
19/01/2018 S: Demam (+), nyeri tenggorokan (+), perdarahan (-), keluhan
sakit kepala dan pegal-pegal dirasakan berkurang
O: TD: 110/70 N : 78x/menit RR: 21x/menit T : 37.8
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
IVFD RL 28gtt
PO Paracetamol tablet 3x500mg
Vitamin B Complex 1x1
Periksa darah rutin setiap hari
Bed Rest
Pantau TTV
Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 1.86
RBC : 2.3
HGB : 14.7
MCV : 85
MCH : 27.8
MCHC : 332
PLT : 60
HCT : 39.7
20/01/2018 S: Demam (-), keluhan nyeri tenggorokan, lemas, sakit kepala,
dan badan pegal-pegal dirasakan sudah sangat berkurang
10
dibandingkan pada saat masuk
O: TD: 120/80 N : 87x/menit RR: 20x/menit T : 37.1
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
IVFD RL 28gtt
PO Paracetamol tablet 3x500mg
Vitamin B Complex 1x1
Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 2.02
RBC : 2.7
HGB : 14.5
MCV : 82
MCH : 28.8
MCHC : 318
PLT : 85
HCT : 37.2
(Pasien diperbolehkan untuk pulang)
11
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 Resume
A. Anamnesis
1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS
2. Lemas
3. Sakit tenggorokan
B. Pemeriksaan Fisik
1. TTV :
TD : 120/80 HR : 92x/menit RR : 22x/menit Suhu :
38,3oC
2. Ekstremitas :
Rumple leed (+)
C. Laboratorium Sederhana
1. Pansitopenia
3.2 Identifikasi Masalah
1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS
2. Lemas
3. Sakit tenggorokan
12
keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati
dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru.
Demam > 41,5oC disebut hiperpireksia. Demam yang luar biasa tinggi ini
dapat terjadi pada pasien dengan infeksi berat tapi paling umum timbul pada
pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat. Pada era preantibiotik, demam
akibat berbagai penyakit infeksi jarang melebihi 41oC dan telah terjadi spekulasi
bahwa panas tinggi yang natural ini diperantarai oleh neuropeptida yang berfungsi
sebagai antipiretik pusat.
Telah dikatakan bahwa demam adalah gejala awal dari berbagai penyakit.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai gejala penyertanya dan berapa lama demam
yang dideritanya.
Dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu demam yang berlangsung kurang dari
7 hari dan lebih dari 7 hari. Demam kurang dari 7 hari merupakan penyebab
terbanyak dari demam utamanya demam yang berlangsung kurang dari 7 hari
adalah infeksi (lebih dari 50%). Contohnya demam kurang dari 7 hari adalah
DHF, ISK, pneumonia, meningitis, varicella, mastoiditis. Demam lebih dari 7 hari
dapat di istilahkan dengan persisten pyrexia of announ origin (PUO) atau lebih
dikenal sebagai fever of announ origin (SUO) digunakan jika demam dengan suhu
38 C tanpa localizing sign bertahan selama lebih dari 1 minggu. Misalnya
tuberculosis paru, malaria, demam typhoid, hepatitis, leukemia dan lain lain.
Diagnosis banding demam kurang dari 7 hari :
a. Demam dengue
- Panas tinggi mendadak menghilang hari ke-3 atau 4 lalu timbul lagi
setelah 1-3 hari (saddle back), total lama demam 5-7 hari.
- Sakit kepala, sakit retroorbital.
- Nyeri sendi, tulang punggung (Backborne fever).
- Lemah, malaise.
- Flushing: muka dan leher.
- Fotofobi, hiperestesi.
- Ruam primer makulopapular biasanya pada toraks dan lipat sendi yang
hilang dalam 2-3 hari.
- Perdarahan tidak biasa: ptekiae, epistaksis, gusi, saluran cerna,
hematuri mikroskopis, menorrhagi.
13
- Hepatomegali (kadang-kadang).
- Ruam sekunder muncul setelah hari ke-4 (paling sering hari ke 6-7)
yang berupa makulopapular/ptekiae/purpura/campuran, konfluen,
biasanya kaki dan tangan, kadang-kadang gatal.
- Leukopeni dan trombositopeni sering ditemukan.
14
- Pemeriksaan fisik:
Hidung : sekret hidung meningkat, mukosa edema, hiperemis.
d. Faringitis akut
Peradangan akut membrane mukosa saluran respiratorik atas yang meliputi
faring dan tonsil yang secara klinis dibedakan atas 2 kategori yaitu penyakit yang
disertai gejala pada hidung (nasofaringitis atau tonsilofaringitis) dan tanpa
keterlibatan hidung (faringitis atau tonsilofaringitis).
1. Anamnesis:
- Awitan gejala tiba-tiba dengan gejala yang menonjol nyeri
tenggorokan dan panas badan, seringkali disertai sakit kepala dan
gejala gastrointestinal faringitis streptokokal.
- Awitan gejala bersifat bertahap, terutama rinore, batuk, dan diare
faringitis viral.
2. Pemeriksaan fisik
- Faringitis streptokokal:
Faring hiperemis dan tonsil membesar, kadang-kadang
disertai eksudat kuning, blood-tinged.
Palatum mole dan faring posterior petekia.
Uvula hiperemis dan membengkak.
Pembesaran kelenjar getah bening servikal anterioe yang
nyeri pada penekanan.
- Faringitis viral:
Konjungtivitis dan demam pharyngoconjunctival fever
(adenovirus).
Nodul kecil putih kekuningan di faring posterior acute
lymphanodular pharyngitis (coxsackie virus).
Demam tinggi dan ginggivostomatitis Herpes simplex
virus.
e. Laringotrakeobronkitis
Penyakit infeksi saluran respiratorik akut disebabkan oleh virus dengan
gejala tanda stridor, batuk menggonggong, suara parau, disertai demam akibat
peradangan hanya pada laring saja (laryngitis), laring dan trakea (laringotrakeitis),
atau laring, trakea, bronki (laringotrakeobronkitis) bahkan
laringotrakeobronkopneumoniter.
Kriteria diagnosis:
1. Anamnesis:
- Biasanya terjadi pada anak 0-5 tahun (tersering 1-2 tahun).
15
- Mulai timbul gejala penyakit bertahap, biasanya didahului batuk,
pilek, dan panas badan. Setelah 3-4 hari timbul batuk
menggonggong, stridor inspirasi, sesak dapat bertambah tetapi
tidak begitu progresif.
2. Pemeriksaan fisik:
- Bervariasi tergantung derajat tanda/gejala distress pernafasan, yaitu
dispnea, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
interkostal sampai timbul megap-megap, perubahan tingkat
kesadaran, dan sianosis.
3. Laringoskopi tampak mukosa laring berwarna merah dengan
pembengkakan subglotis.
4. Radiologi foto soft tissue leher AP bagian atas trakeas di daerah
subglotis runcing seperti menara (steeple sign), sedangkan pada posisi
lateral tampak penyempitan subglotis.
f. Bronkitis akut
Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus yang menimbulkan
batuk-batuk dan biasanya tanpa pengobatan akan sembuh dalam waktu 2 minggu.
Kriteria diagnosis:
1. Anamnesis:
- Batuk: mula-mula kering, non-produktif, beberapa hari kemudian
batuk produktif mengeluarkan mucus yang purulen, bisa disertai
muntah berisi mukus, gejala batuk ini hilang setelah 10-14 hari.
- Gejala penyakit sistemik.
2. Pemeriksaan fisik: biasanya tidak ditemukan kelainan, kadang-kadang
ditemukan ronki kering, coarse crackles atau suara lender dan
wheezing.
g. Bronkiolitis
Penyakit infeksi saluran respiratori bawah akut dengan gejala utama akibat
peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus, biasa disertai
superinfeksi bakteri.
Kriteria diagnosis:
1. Anamnesis:
- Biasanya terjadi pada usia 2 bulan- 2 tahun (terutama 2-6 bulan).
- Selama 2-4 hari terjadi batuk, pilek, hidung tersumbat, panas badan
yang diikuti sesak nafas dan bisa disertai wheezing.
- Gejala lain: muntah, gelisah, tidak mau makan/minum.
2. Pemeriksaan fisik
16
- Dapat ditemukan merintih (grunting), sianosis.
- Suhu tubuh bisa normal, subfebris, atau demam tinggi.
- Frekuensi pernafasan meningkat, pernafasan cuping hidung,
retraksi subkostal, interkostal, dan suprasternal.
- Perkusi: hipersonans.
- Auskultasi: suara pernafasan mungkin normal, ekspirasi
memanjang, dapat terdengar wheezing dan crackles atau wheezing
saja.
- Hepar dan lien teraba akibat hiperinflasi thoraks.
3. Laboratorium
- Pulse oximetry : saturasi O2 menurun.
- Analisis gas: hipoksemia, jika berat bisa menyebabkan asidosis dan
hiperkapnia
- Antigen RSV (+) dari sekret hidung dengan pemeriksaan ELISA
atau imunofluorosens.
- Isolasi virus dari biakan sel.
4. Foto toraks
- Normal atau tampak hiperinflasi dengan depresi/pendataran
diafragma, atelektasis, atau konsolidasi.
- Gambaran khas: Depresi diafragma dan hiperinflasi.
h. Pneumonia
Penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyakit non-infeksi.
Kriteria diagnosis:
1. Anamnesis:
- Non-respiratorik: demam, sakit kepala, kaku kuduk terutama bila
lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare,
sakit perut, dan distensi abdomen terutama pada bayi.
- Respiratorik: batuk, sakit dada, sesak.
2. Pemeriksaan fisik:
- Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi subkostal,
sianosis, auskultasi paru crackles.
- Hepatomegali akibat perubahan letak diafragma yang tertekan ke
bawah oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung
kongestif.
3. Radiologis:
- Pneumonia interstitialis kelainan perivaskulas dan interalveolar.
- Pneumonia lobaris konsolidasi pada satu lobus penuh.
17
- Bronkopneumonia infiltrate diffuse.
4. Laboratorium
- Hitung leukosit bakteri (15.000-40.000/mm3, neutrofil dominan)
virus (<20.000/mm3, limfosit predominan).
- Diagnosis definitive: isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura, darah sulit dilakukan.
1. Gejala klinis
- Asimtomatik
- Simtomatik
Disuria, frekuensi meningkat, urgensi, polakisuria, nyeri
perut/pinggang, gangguan pertumbuhan, muntah, panas yang tidak
diketahui penyebabnya dan eneuresis.
2. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan untuk meningkatkan kewaspadaan kemungkinan ISK:
- Adanya mikroorganisme pada air kemih yang tidak disentrifugasi
dengan atau tanpa pewarnaan: bila ditemukan 2 kuman/10LPB atau 5
kuman/LPB.
- Adanya piuria atau leukosituria:
Sedimen air kemih: leukosit ≥5/LPB.
Jumlah leukosit dalam air kemih tidak disentrifugasi:
- Laki-laki: ≥10/mm3
- Wanita: ≥50/mm3
- Tes kimiawi: nitrit, reduktase biru metilen.
18
Etiologi morbilli adalah morbillivirus yang merupakan virus RNA dari family
paramyxoviridae.
Kriteria diagnosis : (Adanya riwayat kontak dengan penderita morbilli)
1. Stadium prodormal
Terdapat enantema (koplik’s spot) yang muncul 2-4 hari setelah masa
prodormal dan bertahan selama 3-5 hari, 3C ( conjungtivitis, coryza,
cough), demam ringan sanpai sedang.
2. Stadium erupsi
Ruam makulopapular dari leher atau belakang telinga ke daerah muka,
badan, anggota badan, dan panas badan yang tingi.
3. Stadium akhir
Ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang terjai deskuamasi
kemudian gejala akan menghilang
19
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Os lebih cenderung menderita Demam Dengue. Di mana pada anamnesis
didapatkan demam timbul mendadak yang dirasakan sejak 4 hari SMRS, hilang-
timbul, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan lemas. Dari pemeriksaan fisik juga
ditemukan adanya kenaikan suhu badan yaitu 38.3oC yang menandakan pasien
demam serta ditemukan ptekie saat rumple leed dilakukan. Lalu, pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia dan trombositopenia. Untuk
tanda-tanda kebocoran plasma sendiri tidak temukan, namun terdapat penurunan
hematokrit setelah dilakukan rehidrasi 24 jam sebesar <20%, dimana untuk
dikatakan DBD penurunan hematokrit harus >20%. Kasus ini didiagnosa banding
dengan DBD dikarenakan adanya kemungkinan kebocoran plasma pada saat
perawatan. Kasus ini juga dapat didiagnosa bandingkan dengan Faringitis Akut,
dimana saat anamnesis ditemukan sakit tenggorokan pada pasien dan ditemuka
faring hiperemis saat pemeriksaan fisik.
Demam dengue adalah infeksi akut yang dibawa nyamuk yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus ini ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis di seluruh
dunia. Singkatnya, demam dengue adalah penyakit endemis di banyak negara di
Asia Tenggara. Virus dengue memiliki empat jenis serotipe, yang setiap jenis itu
dapat menyebabkan demam dengue dan dengue berat (lebih dikenalsebagai
demam haemorrhagic fever (DHF/DBD).
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
20
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2
hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain
seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi
yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.
21
3.7 Patogenesis dan Patofisiologis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak
bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut :
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen
22
akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang
penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi
akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah.
DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari
ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya
reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:
1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan
sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.
23
2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada
sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada
permukaan sel fogosit mononukleus.
3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang
telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel
yang terinfeksi.
24
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem
retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan
proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem
koagulasi. DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa
renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan
perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis
dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.
25
3.8 Gejala Klinis
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola
mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam
berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari)
kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada
hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni
kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa
lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah
dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti :
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.
Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai
kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma
yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada infeksi virus dengue. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl
biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau
bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan
oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai
trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit
sangat unik untuk infeksi virus dengue, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada
saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit
dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit
bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit
atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.
26
3.9 Derajat DD dan DBD
3.10 Penatalaksanaan
27
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD
dengan baik, diperlukan dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium
yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta bank darah yang senantiasa siap
bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila
terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka
kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang
pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak
pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase
demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Tatalaksana
DBD dibagi dalam 5 protokol, yaitu :
28
Penatalaksanaan awal pasien DBD
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan
tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah
seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid / hari yang diperlukan, sesuai
rumus berikut:
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,trombo
dilakukan tiap 12 jam.
29
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht >20%.
30
dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 6 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun tekanan darah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi
3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7
ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht
dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun,
maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua
jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikkan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infuse dinaikkan
15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk
dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditanangani sesuai protocol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan
31
Tranfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan
defisiensi faktor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang), PRC
diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan
pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan jumlah tromboit
<100.000/mm disertai atau tanpa KID
Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah
renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan
intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali
lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat
terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapat pertolongan. Pada kasus
SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga
diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin. Pada fase awal, cairan
kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB danevaluasi 15-30 menit. Bila
renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan nadi >
20mmHg, frekuensi nadi <100x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi 7ml/kgBB/jam.
32
Gambar 1.5 : Algoritma Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD
33
Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelah renjatan
teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil serta diuresis cukup maka
pemberian cairan perinfus dihentikan. Pengawasan dini tetap dilakukan tertama
dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui
apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital,
pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kanan dan epigastrium serta
jumlah diuresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan
untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila fase awal pemberian ternyata
renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan kristaloid dapat ditingkatkan
menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila
keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.
34
DAFTAR PUSTAKA
.
Departemen Kesehatan RI. Data Surveilans tahun 1994.Jakarta, 1995 p43. Data Surveialns
tahun 1996. Ditjen P2M Direktorat Epidemiologi dan Imunisasi Subdirektorat Surveilans.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2996. P. 37
Gubler DJ: Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clin Microbiol Rev
11:480,1998.
Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, socialand economic
problem in the 21st century. Trends Micriobiol 10:100,2002.
Guzman MG, Kouri G: Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J
InfectDis 8:69, 2004.
Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
World Health Organization : Strengthening implementation of the global strategy
for dengue fever/dengue haemorrhagic fever prevention and control
. Report of the Informal Consultation, World Health Organization, October 18–20, 1999,
Geneva, 2000.
World Health Organization: Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatmentand
Control, 2nd ed. Geneva, World Health Organization, 1997.
35