Anda di halaman 1dari 39

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

DEMAM DENGUE

Pembimbing : dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD.

Disusun oleh : Muhammad Ferdi Juliantama, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

DEMAM DENGUE

Disusun Oleh :
Muhammad Ferdi Juliantama, S.Ked
G1A217064

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Mei 2019

Pembimbing

dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Report Session(CRS) yang
berjudul “Demam Dengue” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Iin Dwiyanti, Sp.PD, yang


telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan padaLaporan Kasus
ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Mei 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ........................................................................................... ii
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 2
2.1 Identitas Pasien ................................................................................ 2
2.2 Anamnesis........................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................... 4
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Sederhana .............................................. 7
2.5 Diagnosa Kerja .................................................................................. 7
2.6 Diagnosa Banding................................................................................ 8
2.7 Anjuran Pemeriksaan ......................................................................... 8
2.8 Tatalaksana ........................................................................................ 8
2.9 Edukasi ............................................................................................. 8
2.10 Prognosis .......................................................................................... 9
2.11 Follow Up ......................................................................................... 9
BAB III ANALISIS KASUS............................................................................ 12
3.1 Identifikasi Masalah ........................................................................ 12
3.2 Analisa Kasus .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang


disebabkan oleh virus genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Virus ini ditransmisikan
melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Pada saat ini
jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk. Umur
terbanyak yang terkena penyakit ini adalah kelompok umur 4-10 tahun.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Infeksi virus
denguesudah melanda seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, semua
praktisi kesehatan harus dapat mendiagnosis dan menangani penyakit ini dengan
benar.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Eka Purwiyanti


Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT. 24 Sungai Gelam
Pekerjaan : IRT
Masuk IGD : 17 Mei 2019 pukul 13.00
Masuk Bangsal : 17 Mei 2019 pukul 17.30 Ruang B2

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Demam naik turun sejak 4 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

± 4 hari SMRS os mengeluhkan demam. Demam muncul mendadak di


siang hari. Demam dirasakan naik turun, demam turun dengan menggunakan obat
penurun panas dan naik kembali beberapa jam kemudian. Demam disertai sakit
kepala yang dirasakan dari leher sampai ke mata. Demam juga disertai rasa lemas
dan pegal-pegal, namun os masih dapat beraktivitas seperti biasanya. Os juga
mengeluh tenggorokan terasa nyeri dan sulit untuk menelan. Os tidak pernah
berpergian ke luar kota dalam beberapa tahun terakhir. Os sudah pernah berobat
ke bidan 4 hari yang lalu dan mendapatkan antibiotik serta obat penurun panas,
namun pasien lupa nama obatnya. Batuk (-), mual (-), muntah (-), mimisan (-),
gusi berdarah (-), menggigil (-), berkeringat (-), pandangan kabur (-), penurunan
berat badan (-). BAB normal, warna coklat kekuningan, konsistensi lunak, darah
(-). BAK normal, warna kekuningan, darah (-), berpasir (-), rasa tidak puas saat
berkemih (-), nyeri saat berkemih (-).

2
± 2 hari SMRS, os merasa demam tidak kunjung hilang. Os juga
merasakan badannya semakin lemas sampai mengganggu aktivitas pasien. Os
hanya berbaring di atas tempat tidur dan sesekali ke kamar mandi. Sakit kepala os
juga dirasakan semakin memberat. Os juga mengeluh badannya menjadi pegal-
pegal dan sering diurut-urut oleh suami pasien. Os mengaku nafsu makan
menurun, makan 2-3 sendok nasi, mau minum air putih ± 5 gelas setiap hari. Os
berobat ke IGD RSUD Rd Mattaher.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat Keluhan Serupa (-)


 Riwayat Infeksi Saluran Kemih (-)
 Riwayat TB (-)
 Riwayat Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat DM (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Keluarga Dengan Keluhan Yang Sama (-)

Riwayat Pekerjaan dan Sosial :

Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien memiliki


jaminan kesehatan yaitu BPJS kelas III. Di sekitar rumah pasien banyak
pepohonan dan banyak nyamuk. Di sekitar rumah pasien ada tetangga yang
mengeluhkan keluhan demam dan dirawat di RS Abdul Manap.

3
2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 HR : 92x/menit RR : 22x/menit Suhu : 38,3oC

Status Gizi
BB : 46 Kg TB :157 cm

IMT : BB(kg)/TB2 (m)

: 46/(1,57)2 = 46/2,4649 = 18.66 (Normoweight) (18.5-24.9))

Kulit
 Warna : Kuning langsat
 Efloresensi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : Normal
 Pertumbuhan Darah : (-)
 Suhu : 38,3oC
 Turgor : normal, kembali cepat, <2 detik
 Lainnya : (-)

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut : Merata, tidak mudah dicabut
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-)
 Sklera : Sklera Ikterik (-)

4
 Pupil : Isokor
 Lensa : Normal
 Gerakan : Normal
 Lapangan Pandang : Normal
 Rangsangan Cahaya : (+/+)

Telinga
 Sekret : (-)
 Pendengaran : Normal

Hidung
 Sekret : (-)
 Septum : Deviasi (-)
 Selaput Lendir : (-)
 Sumbatan : (-)
 Pendarahan : (-)

Mulut
 Bibir : Kering (-), Pucat (-), Sianosis (-)
 Lidah : Normal
 Gusi : Normal

Faring

 Tonsil : T1 – T1
 Lain-lain : Hiperemis (+)

Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 Kelenjar Getah Bening : Pembesaran (-)
 Kaku Kuduk : (-)

5
Dada
 Bentuk : Simetris
 Buah Dada : Normal
Paru-Paru
Inspeksi :
 Dalam Pernafasan : Normal
 Jenis Pernafasan : Thorakoabdominal
 Kecepatan Pernafasan : 22x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicularis sinistra, 1 jari, kuat angkat,


thrill (-)

Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra


Batas Kiri : ICS V Linea midclavicularis sinistra
Batas Kanan : ICS III Linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-). Irama : reguler

Perut
Inspeksi : Datar, Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Hati, limpa, dan ginjal tidak teraba
Perkusi :Timpani (+) seluruh lapangan perut.
Auskultasi :Bising Usus (+), Normal

Punggung

Inspeksi : Datar, Simetris

6
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri, Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru, Nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Ekstremitas
Rumple leed test (+)
Superior :
Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-)
Sinistra: akral hangat, CRT <2 Detik, edema (-)
Inferior :

Dextra : akral hangat, CRT <2 Detik, edem (-)


Sinistra: akral hangat, CRT <2 Detik, edem (-)

2.4 Pemeriksaan Laboratorium Sederhana


Darah Rutin
WBC : 1.27x109/L(↑) MCV : 83 fL
RBC : 2.2x1012/L(↓) MCH : 28,2 pg
HGB : 14.2 g/dL MCHC : 339 g/L
PLT : 65x109/L(↑) GDS : 130 mg/dl
HCT : 43.3 % Ur : 17
Na : 135.42 Kr : 1.2
K : 3.50
Cl : 98.31
Ca : 1.16

2.5 Diagnosa Kerja

Diagnosa Primer : Demam Dengue

Diagnosa Sekunder : (-)

7
2.6 Diagnosa Banding
 Dengue Hemmorhagic Fever
 Faringitis Akut

2.7 Anjuran Pemeriksaan


 Urin rutin
 Fungsi hati
 IgG dan IgM
 NS1

2.8 Tatalaksana

Non Farmakologis:

 Tirah baring
 Diet nasi lunak
 Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
 Periksa hematokrit, hemoglobin, dan trombosit setiap 12 jam

Farmakologis:

 IVFD RL 40gtt 500cc selama 4 jam, dilanjutkan IVFD RL 28gtt


 PO Paracetamol 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1 tablet

2.9 Edukasi

 Perbanyak minum air putih, minimal 2L/hari


 Perbanyak makan-makanan yang berserat dan buah-buahan yang
mengandung air

8
2.10 Prognosis

 Quo Vitam : Dubia ad bonam


 Quo Functionam : Dubia ad bonam
 Quo Sanactionam : Dubia ad bonam

2.11 Follow Up

Tabel 2.2 Follow Up Pasien

Tanggal Perkembangan
18/05/2019 S: Demam(+), nyeri tenggorokan (+), lemas (+), sakit kepala
(+), badan pegal-pegal (+), perdarahan (-),
O: TD: 120/80 N : 83x/menit RR: 20x/menit T : 38.2
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
 IVFD RL 28gtt (Cairan Maintenance)
 PO Paracetamol tablet 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1
 Periksa darah rutin setiap hari
 Bed Rest
 Pantau TTV
 Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 1.46
RBC : 2.3
HGB : 14.5
MCV : 83

9
MCH : 28.6
MCHC : 327
PLT : 53
HCT : 42.4
19/01/2018 S: Demam (+), nyeri tenggorokan (+), perdarahan (-), keluhan
sakit kepala dan pegal-pegal dirasakan berkurang
O: TD: 110/70 N : 78x/menit RR: 21x/menit T : 37.8
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
 IVFD RL 28gtt
 PO Paracetamol tablet 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1
 Periksa darah rutin setiap hari
 Bed Rest
 Pantau TTV
 Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 1.86
RBC : 2.3
HGB : 14.7
MCV : 85
MCH : 27.8
MCHC : 332
PLT : 60
HCT : 39.7
20/01/2018 S: Demam (-), keluhan nyeri tenggorokan, lemas, sakit kepala,
dan badan pegal-pegal dirasakan sudah sangat berkurang

10
dibandingkan pada saat masuk
O: TD: 120/80 N : 87x/menit RR: 20x/menit T : 37.1
Pemeriksaan generalisata:
Abdomen : Nyeri tekan (-)
A: Demam Dengue
P:
 IVFD RL 28gtt
 PO Paracetamol tablet 3x500mg
 Vitamin B Complex 1x1
 Perbanyak minum air putih
Laboratorium :
Darah rutin :
WBC : 2.02
RBC : 2.7
HGB : 14.5
MCV : 82
MCH : 28.8
MCHC : 318
PLT : 85
HCT : 37.2
(Pasien diperbolehkan untuk pulang)

11
BAB III

ANALISA KASUS

3.1 Resume
A. Anamnesis
1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS
2. Lemas
3. Sakit tenggorokan
B. Pemeriksaan Fisik
1. TTV :
TD : 120/80 HR : 92x/menit RR : 22x/menit Suhu :
38,3oC
2. Ekstremitas :
Rumple leed (+)
C. Laboratorium Sederhana
1. Pansitopenia
3.2 Identifikasi Masalah
1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS
2. Lemas
3. Sakit tenggorokan

3.3 Analisis Masalah


1. Demam naik turun sejak 4 hari SMRS, lemas, dan sakit tenggorokan

Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu tubuh normal yang


berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus infeksi
adalah yang paling sering. Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu ≤
37oC/ 98,9oF pada pagi hari dan ≤ 37,7oC/ 99,9oF pada sore hari karena
pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang mengatur

12
keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati
dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru.
Demam > 41,5oC disebut hiperpireksia. Demam yang luar biasa tinggi ini
dapat terjadi pada pasien dengan infeksi berat tapi paling umum timbul pada
pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat. Pada era preantibiotik, demam
akibat berbagai penyakit infeksi jarang melebihi 41oC dan telah terjadi spekulasi
bahwa panas tinggi yang natural ini diperantarai oleh neuropeptida yang berfungsi
sebagai antipiretik pusat.
Telah dikatakan bahwa demam adalah gejala awal dari berbagai penyakit.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai gejala penyertanya dan berapa lama demam
yang dideritanya.
Dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu demam yang berlangsung kurang dari
7 hari dan lebih dari 7 hari. Demam kurang dari 7 hari merupakan penyebab
terbanyak dari demam utamanya demam yang berlangsung kurang dari 7 hari
adalah infeksi (lebih dari 50%). Contohnya demam kurang dari 7 hari adalah
DHF, ISK, pneumonia, meningitis, varicella, mastoiditis. Demam lebih dari 7 hari
dapat di istilahkan dengan persisten pyrexia of announ origin (PUO) atau lebih
dikenal sebagai fever of announ origin (SUO) digunakan jika demam dengan suhu
38 C tanpa localizing sign bertahan selama lebih dari 1 minggu. Misalnya
tuberculosis paru, malaria, demam typhoid, hepatitis, leukemia dan lain lain.
Diagnosis banding demam kurang dari 7 hari :
a. Demam dengue
- Panas tinggi mendadak menghilang hari ke-3 atau 4 lalu timbul lagi
setelah 1-3 hari (saddle back), total lama demam 5-7 hari.
- Sakit kepala, sakit retroorbital.
- Nyeri sendi, tulang punggung (Backborne fever).
- Lemah, malaise.
- Flushing: muka dan leher.
- Fotofobi, hiperestesi.
- Ruam primer makulopapular biasanya pada toraks dan lipat sendi yang
hilang dalam 2-3 hari.
- Perdarahan tidak biasa: ptekiae, epistaksis, gusi, saluran cerna,
hematuri mikroskopis, menorrhagi.

13
- Hepatomegali (kadang-kadang).
- Ruam sekunder  muncul setelah hari ke-4 (paling sering hari ke 6-7)
yang berupa makulopapular/ptekiae/purpura/campuran, konfluen,
biasanya kaki dan tangan, kadang-kadang gatal.
- Leukopeni dan trombositopeni sering ditemukan.

b. Demam berdarah dengue


- Demam akut 2-7 hari yang pada umumnya bifasik.
- Minimal 1 tanda perdarahan.
 Tes torniket (+).
 Ptekiae, purpura, ekimosis.
 Perdarahan mukosa, saluran GI atau tempat lain.
 Hematemesis atau melena.
- Trombositopenia ≤ 100.000/mm3.
- Tanda kebocoran plasma.
 Peningkatan Ht ≥ 20%.
 Penurunan Ht setelah pemberian cairan ≥ 20% dari baseline.
 Efusi pleura, ascites, hipoproteinemia.
- Pemeriksaan serologis :
 IgG  pada infeksi primer meningkat setelah hari ke-14,
sedangkan pada infeksi sekunder meningkat pada hari ke-2.
 IgM  meningkat pada hari ke-5 gejala, mencapai puncak
pada minggu ke-2 dan menghilang setelah 60-90 hari.
 Hemaglutinin Inhibition Test (HI test)  (+) jika ≥ 1280
atau peningkatan ≥ 4x pada pemeriksaan serum akut dan
konvalesen (kurang lebih selang 7 hari).
- Pemeriksaan Virologis  isolasi virus dan PCR.

c. Rhinitis (common cold)


Penyakit infeksi saluran nafas atas yang dapat sembuh sendiri karena
sebagian besar disebakan oleh virus (paling banyak rhinovirus), sering melibatkan
mukosa sinus sehingga disebut rhinosinusitis.
- Anamnesis:
1. Gejala pertama sering berupa nyeri tenggorokan, diikuti pilek,
hidung tersumbat, bersin-bersin.
2. Batuk.
3. Demam ringan/tanpa demam.
4. Nyeri kepala.
5. Pada bayi gejala yang menonjol adalah demam tinggi,
rewel/iritabel, lesu.

14
- Pemeriksaan fisik:
Hidung : sekret hidung meningkat, mukosa edema, hiperemis.

d. Faringitis akut
Peradangan akut membrane mukosa saluran respiratorik atas yang meliputi
faring dan tonsil yang secara klinis dibedakan atas 2 kategori yaitu penyakit yang
disertai gejala pada hidung (nasofaringitis atau tonsilofaringitis) dan tanpa
keterlibatan hidung (faringitis atau tonsilofaringitis).
1. Anamnesis:
- Awitan gejala tiba-tiba dengan gejala yang menonjol nyeri
tenggorokan dan panas badan, seringkali disertai sakit kepala dan
gejala gastrointestinal  faringitis streptokokal.
- Awitan gejala bersifat bertahap, terutama rinore, batuk, dan diare
faringitis viral.
2. Pemeriksaan fisik
- Faringitis streptokokal:
 Faring hiperemis dan tonsil membesar, kadang-kadang
disertai eksudat kuning, blood-tinged.
 Palatum mole dan faring posterior petekia.
 Uvula hiperemis dan membengkak.
 Pembesaran kelenjar getah bening servikal anterioe yang
nyeri pada penekanan.
- Faringitis viral:
 Konjungtivitis dan demam pharyngoconjunctival fever
(adenovirus).
 Nodul kecil putih kekuningan di faring posterior acute
lymphanodular pharyngitis (coxsackie virus).
 Demam tinggi dan ginggivostomatitis Herpes simplex
virus.

e. Laringotrakeobronkitis
Penyakit infeksi saluran respiratorik akut disebabkan oleh virus dengan
gejala tanda stridor, batuk menggonggong, suara parau, disertai demam akibat
peradangan hanya pada laring saja (laryngitis), laring dan trakea (laringotrakeitis),
atau laring, trakea, bronki (laringotrakeobronkitis) bahkan
laringotrakeobronkopneumoniter.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Biasanya terjadi pada anak 0-5 tahun (tersering 1-2 tahun).

15
- Mulai timbul gejala penyakit bertahap, biasanya didahului batuk,
pilek, dan panas badan. Setelah 3-4 hari timbul batuk
menggonggong, stridor inspirasi, sesak dapat bertambah tetapi
tidak begitu progresif.
2. Pemeriksaan fisik:
- Bervariasi tergantung derajat tanda/gejala distress pernafasan, yaitu
dispnea, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan
interkostal sampai timbul megap-megap, perubahan tingkat
kesadaran, dan sianosis.
3. Laringoskopi tampak mukosa laring berwarna merah dengan
pembengkakan subglotis.
4. Radiologi foto soft tissue leher AP bagian atas trakeas di daerah
subglotis runcing seperti menara (steeple sign), sedangkan pada posisi
lateral tampak penyempitan subglotis.

f. Bronkitis akut
Proses peradangan sementara pada trakea dan bronkus yang menimbulkan
batuk-batuk dan biasanya tanpa pengobatan akan sembuh dalam waktu 2 minggu.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Batuk: mula-mula kering, non-produktif, beberapa hari kemudian
batuk produktif mengeluarkan mucus yang purulen, bisa disertai
muntah berisi mukus, gejala batuk ini hilang setelah 10-14 hari.
- Gejala penyakit sistemik.
2. Pemeriksaan fisik: biasanya tidak ditemukan kelainan, kadang-kadang
ditemukan ronki kering, coarse crackles atau suara lender dan
wheezing.

g. Bronkiolitis
Penyakit infeksi saluran respiratori bawah akut dengan gejala utama akibat
peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus, biasa disertai
superinfeksi bakteri.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Biasanya terjadi pada usia 2 bulan- 2 tahun (terutama 2-6 bulan).
- Selama 2-4 hari terjadi batuk, pilek, hidung tersumbat, panas badan
yang diikuti sesak nafas dan bisa disertai wheezing.
- Gejala lain: muntah, gelisah, tidak mau makan/minum.
2. Pemeriksaan fisik

16
- Dapat ditemukan merintih (grunting), sianosis.
- Suhu tubuh bisa normal, subfebris, atau demam tinggi.
- Frekuensi pernafasan meningkat, pernafasan cuping hidung,
retraksi subkostal, interkostal, dan suprasternal.
- Perkusi: hipersonans.
- Auskultasi: suara pernafasan mungkin normal, ekspirasi
memanjang, dapat terdengar wheezing dan crackles atau wheezing
saja.
- Hepar dan lien teraba akibat hiperinflasi thoraks.
3. Laboratorium
- Pulse oximetry : saturasi O2 menurun.
- Analisis gas: hipoksemia, jika berat bisa menyebabkan asidosis dan
hiperkapnia
- Antigen RSV (+) dari sekret hidung dengan pemeriksaan ELISA
atau imunofluorosens.
- Isolasi virus dari biakan sel.
4. Foto toraks
- Normal atau tampak hiperinflasi dengan depresi/pendataran
diafragma, atelektasis, atau konsolidasi.
- Gambaran khas: Depresi diafragma dan hiperinflasi.

h. Pneumonia
Penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyakit non-infeksi.
Kriteria diagnosis:

1. Anamnesis:
- Non-respiratorik: demam, sakit kepala, kaku kuduk terutama bila
lobus kanan atas yang terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare,
sakit perut, dan distensi abdomen terutama pada bayi.
- Respiratorik: batuk, sakit dada, sesak.
2. Pemeriksaan fisik:
- Takipnea, grunting, pernafasan cuping hidung, retraksi subkostal,
sianosis, auskultasi paru crackles.
- Hepatomegali akibat perubahan letak diafragma yang tertekan ke
bawah oleh hiperinflasi paru atau sekunder akibat gagal jantung
kongestif.
3. Radiologis:
- Pneumonia interstitialis  kelainan perivaskulas dan interalveolar.
- Pneumonia lobaris konsolidasi pada satu lobus penuh.

17
- Bronkopneumonia infiltrate diffuse.
4. Laboratorium
- Hitung leukosit bakteri (15.000-40.000/mm3, neutrofil dominan)
virus (<20.000/mm3, limfosit predominan).
- Diagnosis definitive: isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura, darah sulit dilakukan.

i. Infeksi saluran kemih


Adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih,
paling banyak disebabkan oleh E.coli.
Kriteria diagnosis:

1. Gejala klinis
- Asimtomatik
- Simtomatik
Disuria, frekuensi meningkat, urgensi, polakisuria, nyeri
perut/pinggang, gangguan pertumbuhan, muntah, panas yang tidak
diketahui penyebabnya dan eneuresis.
2. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan untuk meningkatkan kewaspadaan kemungkinan ISK:
- Adanya mikroorganisme pada air kemih yang tidak disentrifugasi
dengan atau tanpa pewarnaan: bila ditemukan 2 kuman/10LPB atau 5
kuman/LPB.
- Adanya piuria atau leukosituria:
 Sedimen air kemih: leukosit ≥5/LPB.
 Jumlah leukosit dalam air kemih tidak disentrifugasi:
- Laki-laki: ≥10/mm3
- Wanita: ≥50/mm3
- Tes kimiawi: nitrit, reduktase biru metilen.

j. Morbilli (Campak, Rubeola, Measles)


Merupakan penyakit menular akut yang secara khas terdiri dari 3 stadium
yaitu prodormal, erupsi, dan akhir.

18
Etiologi morbilli adalah morbillivirus yang merupakan virus RNA dari family
paramyxoviridae.
Kriteria diagnosis : (Adanya riwayat kontak dengan penderita morbilli)
1. Stadium prodormal
Terdapat enantema (koplik’s spot) yang muncul 2-4 hari setelah masa
prodormal dan bertahan selama 3-5 hari, 3C ( conjungtivitis, coryza,
cough), demam ringan sanpai sedang.
2. Stadium erupsi
Ruam makulopapular dari leher atau belakang telinga ke daerah muka,
badan, anggota badan, dan panas badan yang tingi.
3. Stadium akhir
Ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang-kadang terjai deskuamasi
kemudian gejala akan menghilang

k. Varisela (Cacar air, Chickenpox)


Merupakan penyakit infeksi virus dengan gambaran khas erupsi vesikel di
seluruh tubuh yang timbul berurutan dengan gejala umum yang ringan.
Etiologi varisela adalah varicella zoster virus.
Kriteria diagnosis :
1.Anamnesis
Adanya kontak dengan penderita varisela, prodormal (panas ringan,
malaise, anoreksia), sakit kepala, timbul ruam 24 jam setelah masa
prodormal.
2.Pemeriksaan fisik
Terdapat papul merah vesikula (non umbilicated)24 jam isi vesikel
mengeruhmudah pecahkrusta, terdapat limfadenopathy generalisata,
varisela bulosa pada anak < 2 tahun, muncul di kulit kepala, wajah, badan,
terasa gatal yang intense.
3.Lab
Leukositosis ringan, giant cell pada kerokan dasar vesikula yang baru
muncul, ELISA.

19
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Os lebih cenderung menderita Demam Dengue. Di mana pada anamnesis
didapatkan demam timbul mendadak yang dirasakan sejak 4 hari SMRS, hilang-
timbul, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan lemas. Dari pemeriksaan fisik juga
ditemukan adanya kenaikan suhu badan yaitu 38.3oC yang menandakan pasien
demam serta ditemukan ptekie saat rumple leed dilakukan. Lalu, pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia dan trombositopenia. Untuk
tanda-tanda kebocoran plasma sendiri tidak temukan, namun terdapat penurunan
hematokrit setelah dilakukan rehidrasi 24 jam sebesar <20%, dimana untuk
dikatakan DBD penurunan hematokrit harus >20%. Kasus ini didiagnosa banding
dengan DBD dikarenakan adanya kemungkinan kebocoran plasma pada saat
perawatan. Kasus ini juga dapat didiagnosa bandingkan dengan Faringitis Akut,
dimana saat anamnesis ditemukan sakit tenggorokan pada pasien dan ditemuka
faring hiperemis saat pemeriksaan fisik.

3.4 Definisi Demam Dengue

Demam dengue adalah infeksi akut yang dibawa nyamuk yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus ini ditemukan di wilayah tropis dan sub tropis di seluruh
dunia. Singkatnya, demam dengue adalah penyakit endemis di banyak negara di
Asia Tenggara. Virus dengue memiliki empat jenis serotipe, yang setiap jenis itu
dapat menyebabkan demam dengue dan dengue berat (lebih dikenalsebagai
demam haemorrhagic fever (DHF/DBD).

3.5 Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga
menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur

20
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2
hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

3.6 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD
yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain
seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit
DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi
yang tidak terencana & tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk
yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

21
3.7 Patogenesis dan Patofisiologis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak
bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang
berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus
antibodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah
mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat


dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel
dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan.
Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%.
Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan
dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung
inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam
proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut.
Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini
terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24
jam pada pasien DHF.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami


metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan
dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat
dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin
vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen

22
akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang
penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi
akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah.

Gambar 1.1 : Patogenesis Syok Pada Infeksis Virus Dengue

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari
ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya
reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan
sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

23
2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada
sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada
permukaan sel fogosit mononukleus.

3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang
telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel
yang terinfeksi.

4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated


intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-
mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut
berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen
dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta
tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami


keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran
kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh
kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DD dengan DHF ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan
serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan
intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai
puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah
ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu
rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DHF umumnya

24
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem
retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan
proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem
koagulasi. DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa
renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan
perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis
dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

Gambar 1.2 : Patogenesis Perdarahan Pada Infeksis Virus Dengue

25
3.8 Gejala Klinis

Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola
mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam
berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari)
kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada
hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu,
dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni
kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa penyembuhan dapat disertai rasa
lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan wabah telah
dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti :
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi.
Demam Dengue (DD). yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai
kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma
yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada infeksi virus dengue. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl
biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau
bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan
oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai
trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit
sangat unik untuk infeksi virus dengue, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada
saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit
dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit
bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit
atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.

26
3.9 Derajat DD dan DBD

Berikut klasifikasi derajat DD dan DBD :

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium


DD Demam disertai minimal dengan  Leukopenia (jumlah
2 gejala : leukosit ≤4000
 Nyeri Kepa sel/mm3)
 Nyeri retro-orbita  Trombositopenia
 Nyeri Otot (jumlah trombosit
 Nyeri sendi/ tulang <100.000 sel/mm3)
 Ruam kulit makulopapular  Peningkatan
 Manisfestasi perdarahan hematokrit (5%-10%)
 Tidak ada tanda perembesan  Tidak ada bukti
plasma perembesan plasma

DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia


perdarahan (uji bendung positif) <100.000 sel/mm3;
dan tanda perembesan plasma peningkatan hematokrit
≥20%

DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia


perdarahan spontan <100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
≥20%
DBD* III Seperti derajat I atau II ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/mm3;
tekanan nadi ≤ 20 mmHg, peningkatan hematokrit
hipotensi, gelisah, diuresis ≥20%
menurun
DBD* IV Syok hebat dengan tekanan darah Trombositopenia
dan nadi yang tidak terdeteksi <100.000 sel/mm3;
peningkatan hematokrit
≥20%

Diagnosis infeksi dengue: Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi,


dikonfirmasi dengan deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti
dengue positif (IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)

3.10 Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi


kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien
DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan

27
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD
dengan baik, diperlukan dokter danperawat yang terampil, sarana laboratorium
yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta bank darah yang senantiasa siap
bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila
terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka
kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang
pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak
pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase
demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. Tatalaksana
DBD dibagi dalam 5 protokol, yaitu :

Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama


pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga
dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang
tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

 Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,


pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht,
leukosit dantrombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk
segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit, 100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat

28
Penatalaksanaan awal pasien DBD

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang


Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan
tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah
seperti rumus berikut ini : Volume cairan kristaloid / hari yang diperlukan, sesuai
rumus berikut:

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,trombo
dilakukan tiap 12 jam.

29
 Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian
cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan
Ht >20%.

Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Gambar 1.4: Algoritma Tatalaksana DBD Derajat II

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami deficit


cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

30
dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien
kemudian dipantau setelah 6 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun tekanan darah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infus dikurangi
3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7
ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht
dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun,
maka kita harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua
jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikkan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infuse dinaikkan
15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk
dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditanangani sesuai protocol
tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :


perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena
atauhematoskesia), perdarahan saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau
perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5ml/KgBB/jam.
Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberiancairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi, pernapasan, dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengankewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya
diulang setiap 4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan
laboratoris didapatkantanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID).

31
Tranfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan
defisiensi faktor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang), PRC
diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan
pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan jumlah tromboit
<100.000/mm disertai atau tanpa KID

Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah
renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan
intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali
lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat
terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapat pertolongan. Pada kasus
SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga
diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin. Pada fase awal, cairan
kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB danevaluasi 15-30 menit. Bila
renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan nadi >
20mmHg, frekuensi nadi <100x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan
dikurangi 7ml/kgBB/jam.

32
Gambar 1.5 : Algoritma Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

33
Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelah renjatan
teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil serta diuresis cukup maka
pemberian cairan perinfus dihentikan. Pengawasan dini tetap dilakukan tertama
dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui
apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital,
pembesaran hati, nyeri tekan didaerah hipokondrium kanan dan epigastrium serta
jumlah diuresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan
untuk pemantauan perjalanan penyakit. Bila fase awal pemberian ternyata
renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan kristaloid dapat ditingkatkan
menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila
keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

 Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka


pemberian cairan koloid merupakan pilihan. Pemberian koloid mula-mula
diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan
tetap belum teratasi maka pemantauan cairan dilakukan pemasangan
kateter vena sentral, dan pemberian dapat ditambah hingga jumlah
maksimum 30ml/kgBB( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan
vena sentral 15-18cmH2O
 Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi
terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan
target tetap renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat
inotropik /vasopresor.
 Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfusi darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.

34
DAFTAR PUSTAKA

.
Departemen Kesehatan RI. Data Surveilans tahun 1994.Jakarta, 1995 p43. Data Surveialns
tahun 1996. Ditjen P2M Direktorat Epidemiologi dan Imunisasi Subdirektorat Surveilans.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2996. P. 37
Gubler DJ: Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clin Microbiol Rev
11:480,1998.
Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, socialand economic
problem in the 21st century. Trends Micriobiol 10:100,2002.
Guzman MG, Kouri G: Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J
InfectDis 8:69, 2004.
Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
World Health Organization : Strengthening implementation of the global strategy
for dengue fever/dengue haemorrhagic fever prevention and control
. Report of the Informal Consultation, World Health Organization, October 18–20, 1999,
Geneva, 2000.
World Health Organization: Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatmentand
Control, 2nd ed. Geneva, World Health Organization, 1997.

35

Anda mungkin juga menyukai