PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hipertensi berasal dari dua kata, hiper = tinggi dan tensi = tekanan
darah. Menurut American Society of Hipertension ( ASH ), hipertensi
adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif,
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. The
Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Preasure (JNC7) dari Amerika
serikat dan badan dunia WHO dengan Internasional Society of Hipertension
membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan
sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan
tersebut ( WHO, 2001 )
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau
telah terjadi kelainan organ target. Hipertensi biasanya merupakan
peningkatan kronis dari tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg,
etiologinya 90 – 95 % tidak diketahui (Hipertensi essensial) .Walaupun
Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada hipertensi
jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah
dipertahankan dalam tekanan tertentu (maintenance drug therapy).
Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik
yang menetap tinggi merusak target organ (end organ),misalnya
encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac overload ) atau
memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular
antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia,
diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan > 65
tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular.
1
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita hipertensi
ringan, 20% hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis
hipertensi ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD)
diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu
kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana defenisi krisis hipertensi
2. Bagaimana etiologi krisis hipertensi
3. Bagaimana manifestasi klinik krisis hipertensi
4. Bagaimana pemeriksaan klinis krisis hipertensi
5. Bagaimana patofisiologi krisis hipertensi
6. Bagaimana komplikasi krisis hipertensi
7. Bagaimana penatalaksanaan krisis hipertensi
8. Bagaimana asuhan keperawatan krisis hipertensi
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui konsep medis dan konsep keperawatan krisis hipertensi
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui defenisi krisis hipertensi
2. Mengetahui etiologi krisis hipertensi
3. Mengetahui manifestasi klinik krisis hipertensi
4. Mengetahui patofisiologi krisis hipertensi
5. Mengetahui pemeriksaan klinis krisis hipertensi
6. Mengetahui komplikasi krisis hipertensi
7. Mengetahui penatalaksanaan krisis hipertensi
8. Mengetahui asuhan keperawatan krisis hipertensi
1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis
Dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan
wawasan terkait dengan penyakit krisis hipertensi
2. Manfaat aplikatif
Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan proses
keperawatan pada penderita krisis hipertensi dirumah sakit
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi krisis hipertensi
Krisis hipertensi merupakan sebuah kegawatdaruratan yang
memerlukan penurunan tekanan darah segera (Tanto, 2014). Hipertensi
krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering
dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala
sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut ini
merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan
membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang
mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014) Krisis hipertensi adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan
kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada
umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau
lalai memakan obat anti hipertensi. Krisis Hipertensi adalah suatu keadaan
peningkatan tekanan darah yang mendadak ( sistolik >180 mmHg dan
diastolik > 120 mmHg ) pada penderita hipertensi yang membutuhkan
penanggulangan segera ( Mayza dkk, 2008). Tekanan darah adalah suatu
gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari
jantung ke seluruh tubuh. Sebagai analogi, bayangkan seperti kran air jika
suplai air terganggu dan tekanan air rendah, maka aliran air di kran menjadi
lambat dan hanya berupa tetesan air. Tekanan darah berperan penting,
karena tanpanya darah tidak akan mengalir ( Palmer, 2005).
Hipertensi adalah penyakit yang umum dijumpai. Hipertensi yang
tidak terkontrol yang dibiarkan lama akan mempercepat terjadinya
arterosklerosis dan hipertensi sendiri merupakan faktor risiko mayor
terjadinya penyakit-penyakit jantung, serebral, ginjal dan vaskuler.
Pengendalian hipertensi yang agresif akan menurunkan komplikasi
kardiovaskuler. Data yang diperoleh dari Framingham Heart Study
menyatakan bahwa prevalensi hipertensi tetap akan meningkat meskipun
4
sudah dilakukan deteksi dini dengan dilakukan pengukuran tekanan darah
secara teratur.
Menurut american society of hipertension ( ASH ), hipertensi adalah
suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovasculer yang progresif, sebagai
akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95
mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan
tersebut ( WHO, 2001 ). Hipertensi secara umum adalah kondisi medis
terjadinya peningkatan tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg (Brunner &
Suddarth, 2001). Menurut WHO, (1994) yang dikutip oleh Dewi, (2010)
menyimpulkan bahwa pada populasi lanjut usia penyakit hipertensi adalah
peningkatan tekanan sistolik yang lebih besar atau sama 160 mmHg dan
tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 95 mmHg.
2.2 Etiologi
Pada umumnya krisis hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik. Penyebab yang tersering adalah tidak adekuatnya pengobatan
hipertensi sebelumnya. Krisis hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
kardiak output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa factor
yang mempengaruhi terjadinya krisis hipertensi yaitu:
1. Genetik : respon neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi.
2. Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3. Stress lingkungan
4. Hilangnya eksistensi jaringan dan atrerosklerosis pada orang tua
serta pelebaran pembuluh darah.
2.3 Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah yang tinggi secara akut yang dapat dipicu
oleh beberapa faktor seperti kelainan hormonal tertentu, misalnya krisis
5
tiroid, krisis feokromositoma, kehamilan dengan preeclampsia/eklampsia,
penyalahgunaan obat – obat tertentu seperti cocaine dan amfetamin, luka
bakar, trauma kepala, glomerulonephritis akut, pembedahan dan lain – lain
akan memicu terjadinya peningkatan resistensi vascular sistemik yang
selanjutnya bisa berdampak terjadinya kerusakan organ target melalui dua
jalur, yaitu peningkatan tekanan darah yang demikian akan menimbulkan
kerusakan sel – sel endotel pembuluh darah yang akan diikuti dengan
pengendapan sel – sel platelet dan fibrin sehingga menyebabkan terjadinya
nekrosis fibrinoid dan proliferasi intimal. Disisi lain terjadi peningkatan
sekresi zat – zat vasokontriktor ,seperti renninangiotensin dan
katekolamin,sebagai mekanisme kompensasi yang semakin mempertinggi
peningkatan tekanan darah sehingga terjadi pula natriuresis spontan yang
mengakibatkan penurunan volume intravascular.Kedua jalur mekanisme
tersebut akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang semakin
tinggi sehingga menimbulkan iskemia jaringan dan pada akhirnya
menyebabkan disfungsi organ (Kitiyakara & Guzman, 1998).
Kerusakan organ target yang sering dijumpai pada pasien dengan
hipertensi emergensi terutama berkaitan dengan otak, jantung dan ginjal.
Berbagai kerusakan organ target yang bisa dijumpai : hipertensi malignant
dengan papiledema, berkaitan dengan cerebrovaskular (seperti Infark
cerebral, intracerebral hemorrhage, subarachnoid hemorrhage ), trauma
kepala, berkaitan dengan kardiak (seperti diseksi aorta akut, gagal jantung
akut, infark miokard akut / mengancam), setelah operasi bedah pintas
koroner (by pass coronary), berkaitan dengan ginjal (seperti
glomerulonephritis akut, hipertensi renovaskular, krisis renal akibat
penyakit kolagen – vascular dan hipertensi berat setelah transpalntasi
ginjal), berkaitan dengan kadar katekolamin yang berlebihan( seperti krisis
feokromositoma, interaksi antara makanan atau obat – obatan dengan
monoamine oxidase inhibitor, pemakaian obat simpatomimetik (kokain),
rebound hipertensi akibat penghentian mendadak obat – obat antihipertensi
dan hiperrefleksia automatic setelah cedera tulang belakang), preeklampsi /
eklampsi, berkaitan dengan pembedahan (seperti hipertensi berat pada
6
pasien yang memerlukan operasi segera, hipertensi pasca operasi,
perdarahan pasca operasi), luka bakar yang luas / berat, epistaksis yang
berat, purpura trombotik trombositopenia (Varon & Marik, 2003).
pathway
Obat obatan
Tahapan kritis atau
cepatnya laju kenaikan
Kerusakan endotel dan peningkatan
tahanan vaskuler
Peningkatan vasokonstriktor
Deposit fibrin dan (renin,katekolamine)
platelet
Peningkatan tekanan
darah selanjutnya
Hemolysis
intravaskuler tekanan natriuresis
Peningkatan tekanan
darah yang berat
Iskemia jaringan
7
2.4 Klasifikasi krisis hipertensi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan
perioritas pengobatan, sebagai berikut :
a. Hipertensi emergensi (darurat)
Ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat
dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi
akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele
atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu
sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit
atau (ICU). TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih
kondisi akut.
Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan
subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina unstable.
Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
Cedera kepala.
Luka bakar.
Interaksi obat.
b. Hipertensi urgensi (mendesak).
TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi
minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai
batas yang aman memerlukan terapi parenteral. Hipertensi berat dengan TD
Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ
sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada :
KW I atau II pada funduskopi.
8
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.
hipertensi maligna
tromboemboli serebri
rebound hypertension setelah pengobatan dengan anti hipertensi
penderita pasca transplantasi ginjal
luka bakar yang luas.
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara
lain :
1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD
> 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg
disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat
berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD
Diastolik > 120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV
disertai papiledema, peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang
cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya
pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder
dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD
normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai
dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan
keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.
9
kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus
cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan
atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja
ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi
maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi
kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut
miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang
lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja
terjadi (Devicaesaria, 2014). Tabel gejala klinis krisis hipertensi
10
penyesuaian. emergency.
Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di
pengawasan <72 pengawasan < ICU, obati
jam, jika tidak 24 jam. mencapai target
ada indikasi dapat tekanan darah,
rawat jalan. investigasi penyakit
lain.
Terjadi peningkatan tekanan darah yang hebat, biasanya diastolik lebih
dari 130 mmHg disertai spasme arteriolar, arteriolitis, nekrosis atau
kerusakan target orga. Gambaran klinis yang timbul berupa:
1. Ensefalopati hipertensif.
Kenaikan tekanan darah sudah melampaui batas autoregulasi otak
dengan mekanisme sebagai berikut. Batas rendah autoregulasi otak pada
normotensi adalah 60-70 mmHg, pada hipertensi adalah 120 mmHg. Batas
tertinggi autoregulasi otak pada normotensi adalah 150 mmHg. Sedangkan
pada hipertensi adalah 200 mmHg. Dengan mengetahui batas tersebut maka
penurunan tekanan darah secara drastis harus dihindari agar perfusi di otak
tetap baik. Dari segi patologi anatomi dijumpai adanya edema, bercak
perdarahan maupun infark kecil dan nekrosis arterioler.
2. Hipertensi maligna
Dijumpai adanya nekrotisasi sebagai akibat tekanan yang sangat tinggi
terutama di otak dan ginjal. Gejala klinis dapat berupa peningkatan tekanan
diastolik yang hebat, serta kelainan retina, ginja, dan serebral. Pada retina
terjadi kerusakan sel endothelial sehingga menimbulkan robeknya retina
maupun obliterasi ( cotton wool exudate, perdarahan dan papil edema ).
Pada ginjal ditandai dengan proteinuria, hematuria, azotenia sampai dengan
gagal ginjal.
3. Perdarahan intra serebral
Terjadi karena pecahnya sistem vaskularisasi intra serebral yang
disebabkan terjadinya perubahan degeneratif pembuluh darah, berlanjut
menjadi aneurisma oleh sebab lain misalnya arterosklerosis. Mekanisme lain
dapat terjadi oleh karena nekrosis pembuluh darah otak, trombosis multipel
11
atau spasme pembuluh darah sebagai reaksi meningkatnya tekanan darah
secara tiba-tiba. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat mendadak disertai
penurunan kesadaran. Dengan pemeriksaan CT scan dapat diketahui dengan
pasti lokasi dan luas jaringan otak yang terkena.
4. Disseksi aorta
Terjadinya robekan tunika intima, hematom disekitar tuniaka media
yang lambat laun mengakibatkan pecahnya aorta secara mendadak.
Biasanya terjadi pada kelainan di tunika media seperti penyakit marfan,
arterosklerosis, kuarktasio aorta. Gejala klinis biasanya berupa nyeri dada
yang menyerupai angina pektoris atau infark miokard dengan penjalaran ke
punggung, perut, samapai tungkai bawah serta adanya tanda-tanda
insufisiensi aorta. Pemeriksaan radiologis foto thoraks dijumpai adanya
pelebaran mediastinum.
5. Payah jantung kiri akut, mekanisme terjadinya berupa :
a. peningkatan tahanan vaskular perifer akibat tekanan darah yang
tinggi sehingga terjadi kenaikan afterload diventrikel kiri.
b. Terjadi hipertrofi vetrikel kiri yang berakibat disfungsi ventrikel
kiri.
c. Terjadi retensi air dan garam pada seluruh sistem sirkulasi
sehingga menimbulkan pertambahan preload.
d. Bila disertai infark miokardium maupu iskemik pembuluh darah
koroner dapat berakibat payah jantung kongestif.
Gejala klinis yang timbul merupakan akibat edema paru akut yaitu
sesak nafas yang hebat, ortopnoe, batuk, air hunger, panik, sianotik, kadang-
kadang batuk berdarah, ronki basah dikedua paru. Foto toraks menunjukkan
adanya hipervaskularisasi pembuluh darah paru sampai dengan gambaran
edema paru. Pada kasus berat ditemukan kardiomegali terutama pembesaran
ventrikel kiri, dari EKG ditemukan LVH (left ventrikel hipertrofi) dan LV
strain.
6. Feokromositoma
Merupakan tumor medula adrenal atau tempat-tempat lain yang banyak
mengeluarkan katekolamin seperti pada bifurkatio aorta, paraganglion
12
simpatik di abdomen atau dada. Gejala klinis berupa sakit kepala hebat,
palpitasi, tremor, banyak berkeringat, gelisah yang timbul mendadak dan
diperngaruhi oleh stress, emosi maupun trauma. Diagnosis pasti ditemukan
dengan pemeriksaan kadar katekolamin atau metaboliknya diurin, serta
penguuran kadar Vanilil Mandelic Acid (VMA) dari urin.
7. Eklamsia
Merupakan salah satu penyulit kehamilan yang ditandai dengan edema
tungkai, hipertensi berat, kesadaran menurun, kejang, proteinuria. Lebih
sering dijumpai pada primipara muda. Patogenesis belum jelas, hipotesis
kearah terjadinya pelepasan renin dari uterus dan meningkatnya sensitifitas
terhadap angiotensin.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
b. urine : Urinelisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana ).
2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
a. sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus
tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ).
b. menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal
tab, CAT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).
Pemeriksaan penunjang lainnya:
Pemeriksaan tekanan darah : tekanan darah sistolik sistolik >
180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg
13
Funduskopi : spasme arteri segmental atau difus, edema
retina, perdarahan retina, eksudat retina, papil edema, vena
membesar
Pemeriksaan neurologis : sakit kepala, bingung, kehilangan
penglihatan, deficit fokal neurologis, kejang, koma
Status kardiopulmoner
Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada gagal ginjal akut
Pemeriksaan denyut nadi perifer
Pemeriksaan darah : hematokrit dan apusan darah
Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada urine
Kimia darah : peningkatan kreatinin, azotemia (ureum > 200
mg/dl), glukosa, elektrolit
Pemeriksaan EKG : adanya iskemia, hipertropi ventrikel kiri
Foto thoraks (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau
diseksi aorta (Tanto, 2014)
2.7 Komplikasi
a. Komplikasi Hipertensi Urgensi
Pada hipertensi urgensi terjadi pelonjakan tekanan darah secara tiba-
tiba, tetapi tidak ada kerusakan pada organ-organ tubuh dan tekanan
darah dapat diturunkan dengan aman dalam waktu beberapa jam dengan
obat anti-hipertensi.
b. Komplikasi Hipertensi Emergensi
Hipertensi Emergensi terjadi ketika terjadi kerusakan organ akibat
dari tekanan darah sangat tinggi, ini dianggap sebagai darurat
hipertensi. Ketika hal tersebut terjadi, tekanan darah harus dikurangi
segera untuk mencegah terjadinya kerusakan organ. Kerusakan organ
berhubungan dengan hipertensi darurat dapat meliputi:
1. Perubahan status mental seperti kebingungan atau koma
(ensefalopati).
2. Perdarahan ke dalam otak (stroke).
3. Gagal jantung
4. Nyeri dada (angina)
14
5. Serangan jantung
6. Oedem paru
7. Aneurisme
8. eklampsia (terjadi selama kehamilan).
2.8 Penatalaksanaan
c. Penatalaksanaan Medis
15
4. Enaraplirat
5. Hidralazin Hidroklorida
6. Diazoksid
7. Labatalol Hidroklorida
8. Fentolamin
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Bila diagnosa krisis hipertensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah : Rawat di ICU,
pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik. Tentukan penyebab
krisis hipertensi, singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis hipertensi,
tentukan adanya kerusakan organ sasaran. Tentukan TD yang diinginkan
didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan dan
keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika
perlu (guedel atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi
pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin
ke ICU
2. Breathing :
1. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan
menggunakan bag-valve-mask ventilation
4. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan
PaCO2
5. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6. Lakukan pemeriksan system pernapasan
7. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan
kongesti paru
3. Circulation
1. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara
gallop
2. Kaji peningkatan JVP
3. Monitoring tekanan darah
4. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
1. Sinus tachikardi
2. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3. right bundle branch block (RBBB)
4. right axis deviation (RAD)
5. Lakukan IV akses dekstrose 5%
6. Pasang Kateter
7. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
8. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
17
9. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus
Diazoksid,Nitroprusid
4. Disability
1. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan
membutuhkan perawatan di ICU.
5. Exposure
1. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
2.jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya.
3. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
18
5. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optic
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB
atau hormone. (Dongoes Marilynn E, 2000)
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Penurunan
ekspansi paru
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
suplai O2 ke otak menurun karena hipertensi
19
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
RENCANA KEPERAWATAN
21
darah dalam batas Kolaborasikan pemberian
normal, tidak ada diuretic dan obat-obatan
hipertensi untuk meningkatkan
ortostatik, tidak volume intravaskuler
ada tanda-tanda
peningkatan TIK
Mendemonstrasika
n kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan
berkomunikasi
yang jelas dan
sesuai dengan
kemampuan,
menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
Menunjukkan
fungsi sensori
motorik cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan
gerakan involunte
22
Kriteria hasil : Pantau respon
Berpartisipasi kardiorespiratori terhadap
dalam aktivitas aktivitas
fisik tanpa Ajarkan teknik
disertai penghematan energy :
peningkatan misal menyimpan alat atau
tekanan darah, benda yang sering
nadi, dan RR digunakan di tempat yang
Mampu mudah dijangkau
melakukan Bantu pasien untuk
aktivitas sehari- mengubah posisi secara
hari berkala sesuai toleransi
TTV normal Pantau TTV sebelum,
kardiopulmonal aktivitas
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang
neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi
krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering
berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut ini merupakan komplikasi yang sering dari
penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk
mencegah komplikasi yang mengancam jiwa(Devicaesaria, 2014)
B. Saran
Bagi pembaca khususnya penderita hipertensi diharapkan agar selalu
menjaga pola hidup, berat badan, asupan garam dan lemak, menghindari
stress dan menjaga kepatuhan dalam mengonsumsi obat penurun tekanan
darah sehingga terhindar dari krisis hipertensi yang akan berdampak pada
jantung dan otak.
24
DAFTAR PUSTAKA
25