Abstract:
The purpose of the research is to examine whether the existence negative information and
adverse selection conditions influence the manager's decision to do escalation of commitment
and no job rotation policy will affect the manager escalation of commitment. Negative
information shows the information of loss or unfavorable project. It has an impact on the
conditions of information asymmetry between managers and principal resulting the principal
couldn’t control manager’s behavior. Without job rotation policy manager tend to do
escalation of commitment. The study used a 2x2x2 between subject experimental design with
120 participants from under graduate accounting majors who were currently taking
management accounting course. The results of the research showed that: (i) adverse
selection conditions affect the actions of managers doing the escalation of commitment; (ii)
the interaction between negative information and adverse selection conditions doesn’t affect
the escalation of commitment; (iii) without job rotation policy didn’t affect the escalation of
commitment.
1. PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi semakin maju sehingga banyak perusahaan saling bersaing dalam bisnis
untuk memperoleh keuntungan yang besar. Sering kali perusahaan melakukan investasi dalam
berbagai bentuk untuk mendapatkan keuntungan di masa depan. Akan tetapi, manajer memiliki rasa
emosional yang kuat dengan keputusan yang dibuat sebelumnya sehingga manajer kesulitan dalam
memisahkan keputusan yang akan dipilih. Manajer akan cenderung meningkatkan komitmen ketika
Menurut Santoso (2012), eskalasi komitmen diartikan sebagai fenomena yang menjelaskan bahwa
seseorang memutuskan untuk meningkatkan atau menambah investasinya, walaupun bukti baru
menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah. Selain itu, Dwita (2007)
menyatakan bahwa perilaku eskalasi komitmen dapat dilihat pada kondisi manajer memilih tetap
mempertahankan proyeknya meskipun proyek yang dikerjakan tidak menghasilkan laba dan dapat
menyebabkan kebangkrutan.
Pengambilan keputusan manajer untuk melanjutkan pembiayaan proyek dapat dilihat dari
penerimaan informasi mengenai proyek yang sedang dijalankan. Menurut Tanjung (2012) proses
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia bisnis, kebutuhan
informasi merupakan hal yang sangat penting. Informasi proyek yang dijalankan dapat disajikan
mengenai informasi positif atau untung dan informasi negatif atau rugi. Menurut Ikhsan dan Ishak
(2005) informasi positif maupun informasi negatif merupakan suatu pilihan untuk menentukan
tindakan yang berdampak pada masa depan suatu proyek. Selain itu, manajer cenderung dapat
melakukan eskalasi komitmen sehingga dengan teori keagenan) dapat menjelaskan perilaku manajer.
Mursalim (2005) mengemukakan bahwa pandangan teori keagenan menunjukkan seorang manajer
dalam mengambil keputusan termotivasi hanya untuk kepentingan pribadi sehingga mengakibatkan
asimetri informasi antara principal. Menurut Sari dan Wirakusuma (2016) adverse selection
merupakan kondisi terjadinya asimetri informasi antara manajer (agent) dan pemilik (principal),
Fenomena eskalasi komitmen biasanya terkait dengan anggaran modal yang digunakan untuk
berinvestasi. Kasus eskalasi komitmen di Indonesia contohnya adalah proyek Hambalang pada tahun
2004 yang disajikan oleh Sindo News (2016). Pada tahun 2005 perusahaan konsultan yang
mengerjakan proyek Hambalang menolak melanjutkan proyek karena struktur tanah yang rapuh dan
menyarankan agar tidak membangun di zona tersebut. Selanjutnya pada tahun 2012, Kemempora
penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kerugian pada Negara sejumlah Rp. 243 milliar.
Kasus Hambalang ini menunjukkan eskalasi komitmen dalam pengambilan keputusan investasi
dengan adanya tujuan tertentu untuk kepentingan pribadi. Adanya informasi yang menyatakan bahwa
struktur tanah yang rapuh menunjukkan kegagalan proyek dan tidak diketahui pihak lain yang pada
akhirnya tetap melanjutkan proyek gagal tersebut. Fenomena tersebut memunculkan persoalan bahwa
ketika agen memperoleh informasi kegagalan proyek, agen cenderung akan kurang komunitatif
memberikan informasi tersebut. Perilaku tersebut mengindikasikan bahwa agen tidak ingin
reputasinya menjadi turun ketika proyek yang disajikan tidak sesuai dengan tujuannya. Hal tersebut
menimbulkan kondisi adverse selection yang nantinya bisa saja berujung pada keputusan agen untuk
melanjutkan proyek atau menghentikan proyek. Apabila pemikiran agen hanya untuk kepentingan diri
sendiri dan reputasinya kemungkinan yang terjadi agen yang menerima informasi negatif akan
Penelitian ini menguji informasi investasi, adverse selection dan job rotation terhadap eskalasi
komitmen. Penelitian Sari dan Wirakusuma (2016) menunjukkan adverse selection berpengaruh
terhadap eskalasi komitmen dan manajer yang menerima negative framing akan cenderung
mengambil risiko untuk tetap melanjutkan proyek karena berpikiran akan mendapatkan keuntungan di
masa mendatang. Dewanti (2010) menjelaskan bahwa perpindahan tugas berfungsi sebagai kerjasama
antara seorang manajer dengan calon penggantinya dalam hal memberikan laporan yang
komprehensif sehingga hal tersebut dapat dijadikan kendali bagi principal untuk informasi privat.
Sedangkan informasi investasi dalam penelitian ini difokuskan pada informasi tidak menguntungkan
yang akan mendorong manajer melanjutkan proyek dengan komitmen mendapatkan tingkat
pengembalian di masa mendatang. Selain itu, tujuan peneliti ingin meneliti dan mengetahui adanya
informasi investasi negatif dan kondisi adverse selection berpengaruh dalam keputusan manajer untuk
eskalasi komitmen serta tidak diterapkannya kebijakan job rotation akan mempengaruhi tindakan
Jansen dan Meckling dalam Eveline (2010), teori keagenan menjelaskan bahwa dalam perusahaan
terdapat penumpukan kontrak, di satu pihak (principal) mendelegasikan tugas kepada pihak lain yaitu
agen untuk menyelesaikan tugas tersebut. Teori keagenan terjadi ketika pemilik atau pemegang saham
(principal) dan manajer (agent) memiliki kepentingan berbeda. Seorang manajer akan membuat
keputusan untuk memaksimalkan kekayaan pribadi mereka, bukan kekayaan perusahaan. Sering kali
terjadi konflik antara manajer dan principal atas dasar keputusan manajer yang dapat diukur dengan
mudah agar lebih mengambil risiko daripada principal. Manajer diberikan kesempatan oleh principal
dalam mengambil keputusan untuk keuntungan perusahaan tetapi sering kali manajer memiliki
informasi privat yang tidak diketahui principal sehingga terjadi asimetri informasi antara principal
dan manajer. Kenyataannya informasi yang diperoleh manajer lebih banyak diterima dibandingkan
principal sehingga hal ini dapat memicu kesempatan bagi manajer untuk bertindak sesuai
Motivasi manajer melakukan kecurangan terjadi ketika kepentingan ekonomi manajer berbeda
dengan kepentingan ekonomi perusahaan, sehingga manajer akan terdorong untuk mengambil
keputusan bagi diri sendiri. Ketika manajer berpikir akan mendapat penghargaan lebih atas
pencapaiannya manajer akan cenderung tetap pada komitmennya untuk mempertahankan reputasinya.
Selain itu, jika principal memiliki informasi yang lengkap sama seperti manajer maka principal
cenderung dapat memantau dan mengontrol setiap keputusan yang diambil manajer. Perilaku manajer
Kahneman dan Tversky dalam Eveline (2010) mengungkapkan bahwa teori prospek akan
menjelaskan terjadinya bias kognitif yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam kondisi
ketidakpastian dan berisiko. Beberapa prinsip yang dilihat pada teori prospek, yang pertama teori
prospek berfokus pada situasi yang nyata yang seharusnya diambil dengan nilai dalam kerangka kerja
yang letaknya diantara memperoleh keuntungan atau kerugian. Prinsip kedua, pembingkaian untuk
melihat preferensi akan tergantung pada bagaimana persoalan yang dihadapi dalam dampak positif
atau dampak negatif. Prinsip yang ketiga adalah pengambilan keputusan yang diambil individu
cenderung merupakan pembingkaian atau pilihan-pilihan yang tetap memperhitungkan hasil serta
akibat pilihan tersebut. Prinsip keempat, fokus pada profitabilitas yang cenderung pengambilan
keputusan memiliki bobot keputusan itu sendiri. Prinsip terakhir, efek kepastian yang
memprediksikan pilihan tanpa risiko akan lebih disukai dibanding pilihan yang berisiko dengan risiko
yang kecil.
Penggunaan teori prospek untuk melihat pengaruh sunk cost yang meningkat secara terus
menerus dalam pelaksanaan suatu proyek, tetapi manajer mempunyai perilaku yang tidak ingin
berhenti dalam proyek tersebut (Kahneman dan Tversky dalam Eveline 2010). Mempertimbangkan
sunk cost sebagai dasar pertimbangan terhadap nama baik atas tanggung jawab suatu proyek,
mengakibatkan manajer menghadapi masalah eskalasi komitmen. Tindakan manajer yang secara tidak
langsung mengakibatkan kerugian pihak perusahaan karena menurunkan keuntungan dan menaikkan
biaya atas suatu proyek yang tidak memberikan keuntungan. Seseorang akan menunjukkan perilaku
menghindari risiko atau menyukai risiko tergantung pada masalah yang dihadapi.
Dalam pengambilan keputusan teori prospek berdampak penting atas keputusan investasi, tetapi
kebanyakan tidak sadar bahwa keputusan yang diambil merupakan hal yang samar. Informasi
investasi yang dihadapkan pada prospek yang nyata mengenai kondisi proyek investasi yang
dijalankan memiliki kecenderungan untuk memilih alternatif untuk memperbaiki proyek. Informasi
investasi tersebut dapat diterima dengan posisi menguntungkan maupun merugikan yang nantinya
akan mempengaruhi pengambilan keputusan untuk melanjutkan proyek atau menghentikan proyek.
Informasi investasi disajikan dalam dua kondisi yaitu posisi untung dan posisi rugi. Informasi yang
disajikan dalam posisi menguntungkan cenderung membuat seseorang berhati-hati untuk setiap
pengambilan keputusan. Sedangkan informasi yang disajikan dalam posisi tidak menguntungkan
cenderung menunjukkan seseorang lebih menyukai risiko agar mendapat pengembalian di masa
mendatang. Manajer akan memandang keputusan selanjutnya sebagai pilihan keputusan antara
kerugian yang pasti terjadi dengan tidak menambah investasi atau kerugian dimasa mendatang yang
kurang pasti dengan risiko menambah dana dan berharap mendapat pengembalian positif. Menurut
Keil et al dalam Sari dan Wirakusuma (2016) sunk cost mendorong individu berperilaku menyukai
risiko yang mengarah pada eskalasi komitmen untuk proyek yang gagal.
Manajer pada dasarnya memiliki rasa ikatan emosional yang tinggi dengan keputusan yang dibuat
sebelumnya sehingga manajer kesulitan dalam memisahkan keputusan yang diambil untuk masa
depan (Bazerman dalam Mulia 2015). Perasaan dilema sering dirasakan manajer karena adanya
ketidakpastiaan dan manajer berpikir “apa yang seharusnya dilakukan”. Ketika manajer tersebut
mengambil keputusan, manajer akan meningkatkan komitmennya dengan berpikir bahwa tindakan
yang dilakukan sudah tepat. Manajer memutuskan pilihan seharusnya mempertimbangkan kondisi dan
Menurut beberapa peneliti terdahulu penjelasan mengenai eskalasi komitmen dikaitkan dengan
tiga kondisi yang mempengaruhi pengambilan keputusan manajer untuk melanjutkan proyek.
Pertama, penerimaan umpan balik negatif atas keputusan yang telah dijalankan menyebabkan individu
yang bertanggung jawab pada keputusan semula (Bazerman dalam Dewinta 2010). Kedua, teori
prospek menjelaskan bahwa pengambilan keputusan akan melihat umpan balik negatif yang mungkin
diterima pada keputusan berikutnya (Kahneman dan Tversky dalam Arimawan dan Sukirno 2014).
Terakhir, pengambilan keputusan yang diambil manajer berbeda dengan kepentingan perusahaan
(Dewinta 2010). Ketiga kondisi tersebut menunjukkan perolehan informasi antara manajer dan
principal menentukan perilaku manajer yang memiliki kesempatan membuat keputusan dan
Santoso (2012) mengungkapkan bahwa eskalasi komitmen diartikan sebagai fenomena yang
walaupun bukti baru menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah. Kondisi
tersebut menjadikan manajer menginginkan hasil lebih dari proyek dengan berpikiran adanya
perbaikan di masa depan. Selain itu, tindakan manajer untuk tetap melanjutkan proyek yang gagal atas
dasar ketakutan apabila kreditabilitasnya menurun ketika proyek tersebut tidak dilanjutkan.
Informasi merupakan satu sumber daya yang sangat diperlukan dalam suatu organisasi dengan
adanya data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang
menerimanya untuk pengambilan keputusan (Ais Zakiyudin 2012). Informasi yang diperoleh dapat
dijadikan pedoman bagi pengambil keputusan untuk menentukan alternatif pilihan terhadap hal yang
sedang dijalankan. Ciri-ciri informasi yang disajikan harus relevan, akurat, tepat waktu, dan konsisten
agar pengambilan keputusan tidak didasarkan pada hal yang samar. Dikaitkan dengan investasi pada
perusahaan, informasi mengenai investasi sangat diperlukan secara relevan untuk mengetahui proyek
yang sedang dijalankan. Informasi investasi akan dipakai untuk pengambilan keputusan yang
dilakukan seorang manajer dengan cara mengetahui kondisi proyek yang sedang dijalankan.
Informasi investasi dihadapkan dalam dua kondisi yaitu untung atau informasi positif dan rugi atau
informasi negatif. Informasi positif yang disajikan dalam posisi menguntungkan cenderung membuat
seseorang berhati-hati untuk setiap pengambilan keputusan. Manajer akan dihadapkan pada pilihan
antara untung yang pasti dengan pengembalian investasi yang semula atau keuntungan di masa
mendatang yang tidak pasti. Kondisi tersebut menjadikan manajer cenderung menghindari risiko (risk
averse) dan mengambil keuntungan yang pasti daripada menghadapi risiko keuntungan yang tidak
Informasi negatif yang disajikan dalam posisi tidak menguntungkan cenderung menunjukkan
seseorang lebih menyukai risiko agar mendapat pengembalian di masa mendatang. Manajer akan
memandang keputusan selanjutnya sebagai pilihan keputusan antara kerugian yang pasti terjadi
dengan tidak menambah investasi atau kerugian dimasa mendatang yang kurang pasti dengan risiko
menambah dana dan berharap mendapat pengembalian positif. Dalam keadaan tersebut, manajer
cenderung mengambil risiko (risk seeking) dengan memilih kerugian yang tidak pasti yang
memberikan harapan perbaikan dengan komitmen menambah dana. Manajer akan memandang
keputusan selanjutnya sebagai pilihan keputusan antara kerugian yang pasti terjadi dengan tidak
menambah investasi atau kerugian dimasa mendatang yang kurang pasti dengan risiko menambah
dana dan berharap mendapat pengembalian positif. Menurut Keil et al dalam Sari dan Wirakusuma
(2016) sunk cost mendorong individu berperilaku menyukai risiko yang mengarah pada eskalasi
Informasi internal dan prospek perusahaan di masa depan adalah informasi lengkap yang
dibutuhkan manajer. Ketersediaan informasi yang diperoleh manajer tidak selalu seuntuhnya
disampaikan kepada principal dikarenakan manajer merasa bertanggung jawab atas perusahaan untuk
memberikan kepuasan dan keuntungan bagi principal. Tetapi ketika kepentingan manajer berbeda
dengan kepentingan perusahaan, manajer akan terdorong untuk mengabaikannya. Ada dua kondisi
yang membuat manajer berperilaku mengabaikan kepentingan perusahaan yaitu motivasi manajer
dalam melakukan tindak kecurangan dan terjadinya asimetri informasi (Yusnaini 2005). Kondisi
informasi yang seimbang tersedia bagi manajer dan principal yang menunjukkan manajer tidak
memiliki kesempatan untuk melalaikan tugasnya. Sedangkan kondisi asimetri informasi menjadi
masalah bagi manajer dan principal karena principal tidak dapat mengontrol keputusan yang diambil
manajer.
Menurut Jansen dan Mekling dalam Mulia (2015) permasalahan yang mengakibatkan adanya
asimetri informasi antara manajer dan principal adalah moral hazard yang timbul jika manajer tidak
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam kontrak kerja dan adverse selection dengan
keadaan principal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil oleh manajer benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperoleh atau terjadi kelalaian tugas. Sari dan Wirakusuma
(2016) berpendapat juga bahwa kondisi adverse selection merupakan kondisi terjadinya asimetri
informasi antara manajer (agent) dan pemilik (principal), sehingga menyulitkan principal untuk
mengawasi dan mengontrol tindakan manajer. Kondisi adverse selection menunjukkan ketika manajer
memiliki informasi yang privat mengenai peforma proyek maka manajer akan cenderung mengambil
keputusan untuk melanjutkan proyek walaupun proyek diindikasikan mengalami kegagalan. Hal
tersebut menunjukkan tindakan manajer tidak sesuai dengan kepentingan perusahaan melainkan
Rotasi kerja atau mutasi kerja (job rotation) merupakan proses pemindahan pegawai/karyawan
dari satu lokasi lain yang sederajat (Nitiseminto 2002). Perusahaan yang menerapkan job rotation
pekerja. Selain itu, job rotation dapat dikelompokkan yang terdiri dari production transfer,
karyawan yang akan mengurangi kebosanan dan membuat pekerjaan karyawan lebih menarik.
Perusahaan banyak mendapat keuntungan dengan adanya kebijakan job rotation sebagai sarana untuk
mewujudkan kinerja lebih tinggi, sarana meningkatkan kelenturan serta pemutusan hubungan kerja,
dan menambahkan keterampilan. Selain itu, kebijakan job rotation juga memiliki kelemahan bagi
perusahaan karena biaya pelatihan akan meningkat, anggota organisasi terganggu dengan penyesuaian
diri dan produktivitas akan berkurang. Produktivitas yang berkurang terjadi dengan memindahkan
pekerjaan ke posisi baru tetapi ketika efisiensinya pada pekerjaan yang lama berkurang.
Job rotation digunakan sebagai mekanisme pengendalian yang efektif dalam perusahaan
sehingga mencegah karyawan yang mementingkan diri sendiri. Ketika manajer menangani proyek
yang sedang berjalan manajer dapat bekerjasama dengan manajer yang menggantikannya. Manajer
yang menggantikannya akan mendapat informasi untuk proyek yang sedang dijalankan sehingga
informasi yang disediakan terbuka. Dengan demikian, kebijakan job rotation akan mengurangi
Proyek yang sedang dijalankan perusahaan membutuhkan informasi yang akurat dan relevan.
Informasi yang disajikan akan membantu manajer dalam mengkondisikan proyek yang dijalankan
tersebut. Manajer mengharapkan ketersediaan informasi untuk menilai proyek yang berjalan dengan
baik dan mendapat keuntungan atau memaksimalkan laba. Informasi tidak hanya perlu diketahui oleh
manajer saja tetapi principal juga harus mengetahui tentang kondisi proyek yang dijalankan. Tetapi
sering kali kondisi di lapangan, informasi diterima tidak selalu menguntungkan, justru terdapat
informasi yang gagal. Informasi yang gagal ini membuat manajer mengabaikan kepentingan
perusahaan dan tidak mengkomunikasikannya dengan principal sehingga terjadi asimetri informasi.
Kondisi adverse selection muncul ketika asimetri informasi yang privat terjadi antara
principal dan agen sehingga menyulitkan principal untuk memonitor dan mengontrol tindakan agen
(Sari dan Wirakusuma, 2016). Kepemilikan informasi yang privat oleh manajer dan tidak tersedia
bagi principal maka manajer akan cenderung berperilaku mengabaikan kepentingan perusahaan dan
berfokus pada kepentingan karirnya. Kondisi tersebut memberikan manajer kesempatan dalam
mengambil keputusan untuk melanjutkan proyek dan mengambil risiko demi reputasi seorang manajer
Sari dan Wirakusuma (2016) menunjukkan bahwa kondisi adverse selection berpengaruh
pada kecenderungan eskalasi komitmen yang merupakan keputusan manajer yang cenderung
lainnya yang mendukung adalah penelitian Arimawan dan Sukirno (2014) yang membuktikan bahwa
seorang manajer yang memiliki informasi privat dan tidak diketahui orang lain dalam perusahaan
ditambah dengan melalaikan tugas bagi manajer, maka keputusan manajer cenderung melanjutkan
H1 : Kondisi adverse selection akan mempengaruhi keputusan manajer untuk melakukan eskalasi
komitmen.
Masalah adverse selection muncul ketika seorang manajer termotivasi untuk tidak menyajikan
informasi privat agar tidak mengimplementasikan keputusan yang bertentangan dengan keseluruhan
kepentingan perusahaan (Dewinta 2010). Ketersediaan informasi yang seimbang akan membuktikan
bahwa manajer akan berperilaku mementingkan perusahaan untuk memberikan keuntungan bagi
principal. Keseimbangan informasi antara manajer dan principal membuat manajer tidak memiliki
kesempatan untuk mengabaikan atau mengambil keputusan sepihak yang bertentangan dengan
seluruh kepentingan perusahaan. Sebaliknya, ketika manajer memiliki informasi yang privat dan tidak
tersedia bagi principal maka manajer akan cenderung berperilaku mengabaikan kepentingan
Informasi yang dipilih oleh manajer berdasarkan informasi yang diperoleh sesuai pilihan dan
risiko yang dihadapi pada salah satu pilihan. Menurut Yusnaini (2005) ketika manajer mendapatkan
informasi yang disajikan dalam bentuk negatif atau merugi maka keputusan yang diambil manajer
akan cenderung mengambil risiko. Hal tersebut terjadi karena kepentingan manajer berbeda dengan
mengabaikan kepentingan perusahaan dan terjadi asimetri informasi sehingga manajer berasumsi
tindakan yang dilakukan rasional. Permasalahan yang diakibatkan asimetri informasi dengan adanya
kondisi adverse selection, dimana principal tidak dapat mengetahui keputusan manajer didasarkan
atas informasi yang diperoleh atau terjadi kelalaian tugas. Kondisi tersebut memberikan manajer
kesempatan dalam mengambil keputusan untuk melanjutkan proyek dan mengambil risiko demi
reputasi seorang manajer serta peluang karir di masa yang akan datang.
H2: Informasi negatif dan kondisi adverse selection mempengaruhi keputusan manajer untuk
performa proyek akan mempengaruhi manajer untuk mengambil keputusan apakah melanjutkan
proyek tersebut atau menghentikannya. Performa sebuah proyek yang terbuka bagi perusahaan maka
manajer akan cenderung mengurangi keberlangsungan proyek yang sedang dijalankan dengan adanya
indikasi kegagalan proyek. Dengan demikian, principal memiliki informasi yang sama-sama tersedia
dan principal dapat mengawasi serta mengontrol tindakan manajer dalam mengambil keputusan.
Sementara itu, informasi performa sebuah proyek yang hanya diketahui oleh manajer sering kali
manajer akan bersikap untuk tetap melanjutkan proyek yang dijalankan. Perilaku manajer
menunjukkan bahwa manajer ingin tetap pada keputusan awalnya agar reputasi sebagai manajer tidak
menurun.
Salah satu tindakan perusahaan agar dapat mengurangi tindakan manajer untuk melakukan
eskalasi komitmen dengan cara penerapan kebijakan job rotation. Dewinta (2010) menjelaskan bahwa
kebijakan job rotation untuk mentransfer manajer ke divisi investasi yang berbeda dalam sebuah
perusahaan sebagai upaya agar manajer lama menyediakan laporan perkembangan proyek investasi
kepada manajer baru. Job rotation menuntut manajer berkerjasama dengan manajer yang
menggantikannya untuk melanjutkan proyek yang sedang berjalan. Dengan demikian, kebijakan job
rotation mampu mengurangi dampak dari informasi privat manajer yang mengindikasikan kegagalan.
Sebaliknya jika perusahaan tidak menerapkan kebijakan job rotation maka informasi privat manajer
Hasil penelitian Chong dan Surwayati (2007) mendukung bahwa penerapan kebijakan job
rotation menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan manajer untuk tidak melakukan
eskalasi komitmen. Ketika manajer memiliki informasi peforma suatu yang proyek secara privat,
kebijakan job rotation justru membuat manajer terbuka terhadap informasi yang diterimanya. Hal
tersebut dilakukan sebagai upaya melancarkan proses transisi dan menyediakan laporan
perkembangan yang komprehensif yang berkenaan dengan seluruh proyek investasi kepada manajer
yang baru.
H3: Tidak adanya kebijakan job rotation akan mempengaruhi keputusan manajer untuk melakukan
eskalasi komitmen.
3. METODA PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan studi eksperimental 2×2×2 antar subjek. Penelitian ini
menggunakan variabel informasi investasi, job rotation, dan kondisi adverse selection sebagai
variabel independen serta variabel eskalasi komitmen sebagai variabel dependen. Subjek adalah
mahasiswa S1 Akuntansi yang sedang mengambil mata kuliah akuntansi manajemen atau manajemen
keuangan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Subjek
diminta berperan sebagai manajer perusahaan yang sedang menjalankan proyek. Alasan mahasiswa
sebagai manajer perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa mahasiswa sedang mengambil mata
kuliah akuntansi manajemen atau manajemen keuangan yang dalam laboraturium penelitian berperan
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah eskalasi komitmen, yaitu keputusan untuk
melanjutkan proyek bahkan ketika suatu prospek dalam kondisi ekonomi yang diharapkan
mengindikasikan bahwa proyek tersebut harus dihentikan (Koroy, 2008). Sedangkan variabel
independen dalam penelitian ini adalah: (1) Informasi investasi merupakan pemberitahuan hasil olah
data penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang berjangka waktu lama dan mendatangkan
keuntungan di masa mendatang (Puspitaningtyas 2014); (2) Job rotation adalah perpindahan tugas
secara lateral untuk mentransfer manajer ke divisi investasi yang berbeda dalam sebuah perusahaan
(Dewinta, 2010); (3) Adverse selection adalah salah satu permasalahan yang disebabkan adanya
kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan agen (Dewinta, 2010).
Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Data primer dikumpulkan melalui eksperimen laboraturium dalam bentuk instrumen penelitian berupa
kasus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert 10-100 (10 = menghentikan
proyek sampai dengan 100 = melanjutkan proyek). Sebelum melakukan eksperimen laboraturium,
peneliti melakukan pengujian Pilot Tets yang bertujuan untuk mengetahui apakah kasus yang
Alur eksperimen dijalankan ke dalam empat tahap sesuai yang telah disusun dalam Gambar 1.
Subjek dibagi secara acak ke dalam delapan kelompok eksperimen dengan perlakuan yang berbeda
sesuai dengan yang disajikan dalam Tabel 1. Masing-masing grup akan dibagi dalam ruang yang
berbeda namun dengan kondisi ruang yang sama. Perlakuan atas kondisi ruangan untuk
mengefektifkan randomisasi, bahwa hanya manipulasi berbeda yang diterima oleh subjek.
Perlakuan manipulasi atas variabel adverse selection dijabarkan dengan perlakuan kondisi
adverse selection (kondisi ada dan kondisi tidak ada). Selanjutnya manipulasi atas informasi investasi
yang disajikan dengan perlakuan menyajikan adanya informasi positif dan informasi negatif.
Sementara itu, perlakuan atas variabel job rotation disajikan perlakuan dengan adanya kebijakan job
Pembagian
kelompok Pembagian Pengisian modul Modul
modul eksperimen dikumpulkan Pengembalian
menjadi 8 kondisi semula
eksperimen yang dipandu sesuai kelompok
kelompok
Setelah semua subjek telah berada dalam ruang laboraturium eksperimen, subjek menerima
modul penugasan sebagai manajer perusahaan yang berisikan tugas yang berbeda-beda sesuai dengan
menyesuaikan dengan matriks penelitian sehingga dampak dari setiap perlakuan mempengaruhi
kelompok eksperimen dalam menentukan keputusan manajer dalam melakukan eskalasi komitmen.
Ada Job Tidak Ada Job Ada Job Tidak Ada Job
Rotation Rotation Rotation Rotation
Penelitian ini subjek diminta bertindak dan berpikir seolah-olah ada dalam situasi yang tergambar
di dalam modul dan sebagai manajer perusahaan PT Tran Max yang sedang menangani proyek baru
berusia 6 tahun. Tahap pertama, subjek dibagi secara random ke dalam delapan kelompok dengan
perlakuan berbeda. Subjek menerima penugasan yang telah disusun dengan perlakuan kondisi adverse
selection, informasi investasi, dan job rotation yang disajikan berbeda dalam setiap kelompok.
Penugasan awal, subjek diminta untuk mengerjakan tugas pengecekan manipulasi dengan tujuan
untuk mengetahui apakah subjek telah bertindak sesuai dengan perlakuan yang diberikan peneliti.
Subjek diminta untuk memberikan keputusan untuk tetap melanjutkan proyek atau menghentikan
proyek ketika timbul adanya masalah persaingan produk yang lebih unggul dari pesaing dan prospek
ekonomi perusahaan yang menunjukkan kenaikan biaya produksi. Oleh karena itu, penelitian ini
hendak mengetahui apakah subjek melakukan eskalasi komitmen ketika subjek menerima adanya
informasi negatif atau informasi positif. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah subjek tetap
melakukan eskalasi komitmen ketika perusahaan menerapkan kebijakan job rotation atau tidak
Grup yang mendapatkan adanya kondisi adverse selection (grup 1, grup 2, grup 3, grup 4)
mendapatkan penugasan untuk melanjutkan atau menghentikan proyek tanpa diketahui oleh orang lain
bahwa informasi yang diperoleh tentang kegagalan maupun keberhasilan proyek. Sebaliknya grup
yang menerima kondisi tanpa adanya kondisi adverse selection (grup 5, grup 6, grup 7, grup 8)
diminta untuk memberikan keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan proyek apabila semua
informasi mengenai kegagalan maupun keberhasilan proyek diketahui oleh orang lain.
Subjek yang mendapatkan perlakukan dengan adanya informasi negatif akan diberikan
penugasan untuk melanjutkan atau menghentikan proyek dengan disajikan informasi yang menyajikan
kerugian yang pasti terjadi atau kerugian yang pasti belum terjadi. Sedangkan subjek yang menerima
perlakuan dengan informasi positif diberikan pilihan untuk melanjutkan atau menghentikan proyek
dengan menyajikan kemungkinan penghematan yang pasti terjadi atau kemungkinan memulihkan
investasi.
Grup yang mendapatkan perlakuan dengan adanya kebijakan job rotation (grup 1, grup 5,
grup 3, grup 7) menerima informasi bahwa perusahaan tempat mereka berkerja menerapkan kebijakan
job rotation. Sebaliknya subjek yang menerima perlakuan tanpa adanya kebijakan job rotation (grup
2, gurp 6, grup 4, grup 8) menerima informasi bahwa perusahaan tidak menerapkan kebijakan job
rotation.
Grup yang mendapatkan adanya ketiga interaksi variabel independen maka perlakukan yang
diterima setiap grup berbeda. Contohnya salah satu grup akan mendapatkan informasi yang disajikan
dalam bentuk negatif, tidak adanya kebijakan job rotation yang diterapkan perusahaan, dan kondisi
Pada tahap pertama melakukan pengujian profil subjek dengan statistik deskriptif. Tahap kedua,
pengujian One Way Analysis of Variance (ANOVA) dilakukan untuk keefektifan randomisasi untuk
memberikan keyakinan bahwa manipulasi yang berpengaruh terhadap keputusan manajer dalam
Pengujian berikutnya adalah melakukan pengujian data yang mengacu pada hipotesis peneliti.
Pengujian hipotesis (H1 dan H3) menggunakan uji Independent-Sample T-test dengan hipotesis
terdukung jika probabilitas di bawah 0,05 yang artinya terdapat perbedaan signifikan dalam keputusan
eskalasi komitmen antara grup eksperimen dengan grup kontrol. Hipotesis selanjutnya (H2)
pengujiannya menggunakan Two Way Analysisi of Variance (ANOVA) dengan batas signifikansi
sebesar 5%. Two Way Analysisi of Variance (ANOVA) adalah salah satu statistik parametrik yang
memiliki kelebihan yaitu ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki varian yang
homogen sehingga pengujian hipotesis memberikan hasil yang lebih tajam dibandingkan
4. HASIL PENELITIAN
Wacana kepada mahasiswa kelas akuntansi manajemen atau manajemen keuangan. Subjek yang telah
mendapatkan treatment dan lolos empat pertanyaan manipulasi atas peran, tugas dan atas manipulasi
kondisi yang telah diberikan sebanyak 120 dari total 202 mahasiswa serta data siap untuk diolah.
Karakteristik masing – masing subjek terdiri dari 3 kategori yaitu umur, indeks prestasi kumulatif, dan
semester. Profil subjek yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan informasi mengenai profil subjek dengan kategori umur yang memiliki
jumlah 15 orang untuk umur 18 tahun (12,5%), 81 orang yang berumur 19 tahun (67,5%) dan 24
orang berumur 20 tahun keatas (20%). Selain itu, indeks prestasi kumulatif menggunakan aras ukur
interval yaitu 2,50-2,99 berjumlah 16 orang (13,3%), 3,00-3,50 berjumlah 63 orang (52,5%), dan
>3,50 berjumlah 41 orang (34,2%). Mayoritas subjek sedang menempuh masa studi matakuliah
tersebut pada semester ≤4 sejumlah 102 orang (85%), serta semester 5-7 berjumlah 16 orang (13,3%)
Umur :
18 tahun 15 12,5%
19 tahun 81 67,5%
IPK :
2,50-2,99 16 13,3%
3,00-3,50 63 52,5%
>3,50 41 34,2%
Semester :
≤4 102 85%
5-7 16 13,3%
≥8 2 1,7%
Tabel 3 merupakan analisis statistik deskriptif variabel dependen yaitu eskalasi komitmen
yang diperoleh nilai rata-rata (mean) sebesar 73,250. Nilai minimum dan maksimum data pada
variabel eskalasi komitmen masing-masing sebesar 23,33 dan 100,00 dengan standar deviasi sebesar
16,666.
Eskalasi
120 23,33 100,00 73,250 16,666
Komitmen
Tabel 4 adalah uji pada variabel eskalasi komitmen yang menunjukkan jumlah subjek yang
melakukan eskalasi komitmen. Sebelumnya telah dihitung bahwa rata-rata (mean) subjek yang
melakukan eskalasi komitmen sebesar 73,25 sehingga dapat dilihat jumlah subjek yang melakukan
sekalasi komitmen sebanyak 72 orang (60%) dan sisanya berjumlah 48 orang (40%) tidak melakukan
eskalasi komitmen.
Pengujian randomisasi demografi atas profil subjek akan menggunakan Uji One Way Anova.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor demografi subjek akan mempengaruhi
Berdasarkan ketiga indikator yang telah ditentukan yaitu umur, IPK, dan semester, ketiganya tidak
memenuhi nilai significancy (sig.) lebih kecil dari alpha (0,05). Kelompok pada karakteristik umur
tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan untuk eskalasi komitmen dengan signifikansi
sebesar 0,197. Begitu juga dengan kelompok IPK dan semester dengan signifikansi 0,325 dan 0,527.
Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tidak mempengaruhi keputusan dari
pengambilan keputusan eskalasi komitmen atas kondisi yang sedang dihadapi manajer.
Umur:
Semester:
Kondisi yang akan diuji dalam hipotesis satu adalah kondisi adanya adverse selection dan tidak
ada kondisi adverse selection. Dalam kondisi adverse selection manajer yang akan dihadapkan pada
informasi kerugian proyek yang diterima manajer, mengakibatkan terjadi asimetri informasi antara
manajer dan principal sehingga principal tidak dapat mengawasi manajer (grup 1, grup 2, grup 3, dan
grup 4). Sedangkan tidak adanya kondisi adverse selection, tidak ada informasi kerugian yang ditutupi
oleh manajer tentang proyek yang sedang dijalankan sehingga tidak terjadi asimetri informasi (grup 5,
grup 6, grup 7, dan grup 8). Pengujian hipotesis satu menggunakan independent sample t-test dengan
membandingkan adanya kondisi adverse selection dan tidak ada kondisi adverse selection. Hasil
Tabel 6 menunjukkan kelompok subjek yang menerima informasi kerugian proyek yang
menimbulkan kondisi adverse selection memiliki rata-rata sebesar 78,8333. Subjek yang berada
dalam kondisi tersebut cenderung untuk melanjutkan proyek yang sedang dijalankan dalam kondisi
rugi. Sedangkan kelompok yang menerima informasi kerugian proyek yang tidak adanya kondisi
adverse selection memiliki rata-rata 47,1667. Hasil pengujian statistik menjelaskan nilai Sig. (2-
tailed) equal variances assumed dalam t-test for Equality of Means adalah sebesar 0,001 lebih kecil
dari alpha (0,05), sehingga disimpulkan bahwa signifikan pada probabilitas 5%. Hasil pengujian
tersebut menunjukkan bahwa adanya kondisi adverse selection, manajer akan melakukan eskalasi
komitmen dan apabila tanpa kondisi adverse selection manajer cenderung tidak melakukan eskalasi
komitmen.
Manajer yang memiliki informasi privat dan tidak diketahui orang lain dalam perusahaan akan
menjadikan kesempatan untuk melalaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengkomunikasikan
informasi kerugian proyek tersebut. Sehingga keputusan yang diambil manajer akan cenderung
melanjutkan proyek investasi yang tidak menguntungkan tersebut. Selain itu, manajer akan merasa
lebih leluasa untuk mengambil keputusan yang menurutnya benar sesuai dengan prinsip awal dalam
menjalankan proyeknya. Kondisi ini akan membuat manajer berpikir apabila proyek yang dijalankan
tetap berlanjut maka bonus dan kenaikan jabatan akan menanti di depan mata. Sedangkan, manajer
yang terbuka untuk mengkomunikasikan informasi kerugian proyek cenderung merasa tidak akan
berisiko jika kerugian dikomunikasikan agar dapat mengantisipasi secara penuh proyek yang
dijalankan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Sari dan Wirakusuma (2016)
yang menyatakan bahwa manajer dihadapkan pada kondisi adverse selection akan cenderung
melakukan eskalasi komitmen karena terjadinya asimetri informasi dengan principal mempengaruhi
manajer untuk bertindak sesuai kepentingan diri sendiri dan tidak memaksimalkan keuntungan yang
diharapkan perusahaan. Selain itu, Arimawan & Sukirno (2014) menyatakan bahwa kondisi eskalasi
komitmen menurut teori agensi adalah adanya ketidakseimbangan informasi antara principal dan
manajer dengan ditambah adanya kesempatan untuk melalaikan tugas. Dengan demikian, manajer
dapat melalaikan tanggung jawabnya apabila terjadi asimetri informasi dan tindakan yang akan
Hipotesis kedua memprediksikan kedua variabel independen yaitu informasi investasi negatif dan
kondisi adverse selection akan mempengaruhi keputusan manajer untuk melakukan eskalasi
komitmen. Pengujian hipotesis kedua menggunakan pengujian Two Way Anova yaitu dengan
membandingkan perbedaan mean (rata-rata) antara kelompok yang telah dibagi pada kedua variabel
Berdasarkan Tabel 7 diperoleh nilai Sig. Corrected Model sebesar 0,273 lebih besar dari alpha
(0,05) yang bermakna kedua variabel independen yaitu informasi negatif dan adverse selection secara
bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Intercept Model
dengan hasil Sig. 0,000 lebih kecil dari alpha (0,05) yang mengartikan bahwa nilai perubahan variabel
dependen dapat berubah jika keberadaan variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen.
Informasi negatif menunjukkan Sig. 0,566 dan kondisi adverse selection menunjukkan Sig. 0,062
yang dibandingkan akan lebih besar dari alpha (0,005), akan tetapi dengan interaksi informasi negatif
dan kondisi adverse selection menunjukkan Sig. 0,794 lebih besar dari alpha (0,005). Hasil pengujian
interaksi tersebut menyimpulkan bahwa informasi negatif dan kondisi adverse selection tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan manajer untuk melakukan eskalasi komitmen.
Interaksi informasi negatif dan kondisi adverse selection digambarkan dalam gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kedua variabel independen terhadap
variabel dependen. Hal tersebut kemungkinan terjadi ketika manajer yang menerima informasi negatif
merasa tanggung jawabnya sebagai manajer dipertaruhkan dari proyek yang dijalankan sehingga bagi
manajer kesuksesan organisasi erat hubungannya dengan kepuasan principal. Selain itu, manajer yang
memiliki informasi privat tentang kerugian proyek tersebut lantas tidak melalaikan tugasnya untuk
tetap mengutamakan kepentingan perusahaan dengan tidak melakukan eskalasi komitmen. Komitmen
yang kuat bagi manajer tidak selalu berjalan dengan baik sehingga hal tersebut melatih mental
manajer untuk tidak bertindak sesuai kepentingan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan diri
sendiri.
Gambar 2: Diagram Plot atas Interaksi Informasi Negatif dan Kondisi Adverse Selection pada Eskalasi
Komitmen
Hipotesis ketiga menduga bahwa ketika subjek tidak dihadapkan pada kebijakan rotasi kerja yang
diterapkan perusahaan maka subjek memiliki kepercayan diri untuk tetap melakukan eskalasi
komitmen. Pengujian dilakukan dengan Uji Sample T-test dengan kelompok yang menerima
perlakuan terdapat kebijakan job rotation (grup 1, grup 5, grup 3, grup 7) dan tidak ada kebijakan job
rotation yang diterapkan (grup 2, grup 6, grup 4, grup 8). Hasil pengujian hipotesis disajikan dalam
tabel 8.
memiliki mean (rata-rata) sebesar 74,0000 sedangkan tanpa diterapkannya kebijakan job rotation
adalah sebesar 72,6667. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) equal variances
assumed dalam t-test for Equality of Means sebesar 0,725 dan hasil tersebut lebih besar dari alpha
(0,05). Pengujian tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan sehingga tidak
diterapkannya kebijakan job rotation tidak mempengaruhi manajer untuk tetap melakukan eskalasi
komitmen.
Ketika manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan kebijakan job rotation akan
mengurangi tindakan manajer untuk melakukan kecurangan atau mengurangi terjadinya asimetri
informasi antara principal dan manajer. Sebaliknya saat perusahaan tidak menerapkan kebijakan job
rotation hal tersebut nampaknya tidak mempengaruhi manajer untuk melakukan eskalasi komitmen.
Walaupun perusahaan tidak menerapkan kebijakan job rotation, manajer dapat menghentikan proyek
yang dijalankan saat mengkomunikasikannya dengan principal. Hal tersebut didasari alasan manajer
bahwa bonus kerja dan kenaikan jabatan tidak mempengaruhi komitmenya untuk bertindak sesuai
kepentingan diri sendiri dan tidak menguntungkan bagi perusahaan. Walau manajer menerima
informasi kerugian proyek, manajer tetap bersosialisasi dengan karyawan maupun principal agar
mendiskusikan langkah yang harus diambil dalam proyek tersebut seperti apa.
5.1. KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, adanya kondisi adverse selection
berpengaruh terhadap tindakan manajer melakukan eskalasi komitmen. Semakin manajer melalaikan
tugas dan tanggung jawabnya dalam mengkomunikasikan informasi maka diindikasikan informasi
proyek tersebut mengalami kegagalan yang tidak perlu diketahui orang lain. Hal tersebut merupakan
kondisi asimetri informasi antara manajer dan principal sehingga principal tidak dapat mengawasi
keputusan yang dipilih manajer. Selain itu, ketika manajer merasa memiliki kepercayaan diri yang
tinggi dan leluasa untuk mengambil keputusan berakibat pada tindakan untuk melakukan eskalasi
komitmen yang menurutnya benar sesuai dengan komitmen awal dalam menjalankan proyek.
Kedua, tidak terdapat interaksi antara informasi negatif dan kondisi adverse selection sehingga
tidak mempengaruhi tindakan manajer untuk melakukan eskalasi komitmen. Hal ini terjadi karena
manajer yang menerima informasi negatif merasa memiliki tanggung jawab sebagai manajer yang
jabatannya dipertaruhkan dari proyek yang dijalankan. Tanggung jawab tersebut berfokus pada
kesuksesan organisasi dan perusahaan yang erat hubungannya dengan kepuasan principal. Manajer
yang memiliki kepercayaan diri atas tanggung jawabnya, tidak akan melalaikan tugasnya untuk tetap
mengutamakan kepentingan perusahaan dengan tidak melakukan eskalasi komitmen. Selain itu,
manajer yang konsisten pada komitmennya akan merasa tertantang dengan kondisi proyek yang
dijalankan sehingga mental manajer akan terlatih untuk tidak bertindak sesuai kepentingan pribadi
Ketiga, tidak diterapkannya kebijakan job rotation tidak mempengaruhi tindakan manajer untuk
melakukan eskalasi komitmen. Hal ini didasari dengan alasan tingkat kejujuran manajer untuk
mengkomunikasikan informasi proyek yang gagal kepada principal walau tidak diterapkannya rotasi
perpindahan. Selain itu, kembali pada tanggung jawab manajer yang didasari pada komitmen untuk
kepentingan perusahan bukan kepentingan pribadi. Apabila manajer yang mementingkan diri sendiri
akan berfokus pada bonus kerja dan kenaikan jabatan. Sebaliknya manajer yang konsisten pada
komitmennya untuk tidak bertindak sesuai kepentingan diri sendiri dan menguntungkan bagi
Keterbatasan penelitian ini adalah waktu pelaksanaan eksperimen yang berbeda dikarenakan
penyesuaian jadwal kelas mata kuliah tersebut. Akan tetapi, sudah diusahakan kondisi dan pemberian
Penelitian yang akan datang sebaiknya melakukan pengujian terhadap karakteristik dan sifat
seseorang contohnya seperti kepercayaan diri, kejujuran, dan tanggung jawab. Hal ini dapat menjadi
Referensi
Alex S, Nitisemito. 2002. Manajemen Personalia. Cetakan ke-9. Edisi ke-4. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Arimawan, M.S. dan Sukirno. 2014. Pengaruh negative framing dan adverse selection terhadap eskalasi
komitmen. Jurnal Nominal. Vol.III No.1.
Chong dan Surwayati, 2007, De-escalation strategis: The impact of job rotation and monitoring control on
manager’s project evaluation decisions. Available at http:// papers.ssrn. Diakses pada tanggal 28 Juli
2016
Dewanti, R. 2010. Pengaruh negative framing dan job rotation pada kondisi adverse selection terhadap
pengambilan keputusan eskalasi komitmen. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Dwita, S. 2007. Influence of adverse selection and negative framing on escalation of commitment in project
evaluation decisions. Simposium Nasional Akuntansi X Makassar.
Eveline, F. 2010. Pengaruh adverse selection, pembingkaian negatif, dan self efficacy terhadap eskalasi
komitmen proyek investasi yang tidak menguntungkan. Jurnal Akuntansi & Manajemen. Vol 21No 2
:181-198
Fajriah, L. R. 2016. Ini Kerugian Negara Terkait Proyek Hambalang. Available at
http://nasional.sindonews.com. Diakses pada tanggal 30 Januari 2007.
Grasiaswaty, N. 2009. Fenomena framing di balik diskon besar-besaran. Available at http://ruangpsikologi.com.
Diakses pada tanggal 7 Juni 2016.
Ikhsan, Arfan, dan M. Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat. Jakarta.
Koroy, T.R. 2008. Pengujian efek pembingkaian sebagai determinan eskalasi komitmen dalam keputusan
investasi: Dampak dari pengalaman kerja. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.
Leli, A.R. dan B. Gunawan. 2011. Pengaruh keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan deviden dan
tingkat suku bunga terhadap nilai perusahaan. Jurnal Investasi. Vol.7 No.1: 31-35
Mulia, T.W., L. Lasdi., T.A. Widjanarko. 2015. Pengaruh hurdle rates dan framing terhadap eskalasi komitmen
dalam penganggaran modal. Simposium Nasional Akuntansi XVIII Medan.
Mursalim. 2005. Income smoothing dan motivasi investor: Studi empiris pada investor di BEJ. Simposium
Nasional Akuntansi VIII Solo.
Sari, Puspa. dan M. Wirakusuma. 2016. Pengaruh adverse selection dan negative framing pada kecendurungan
eskalasi komitmen. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Bali.
Santoso, A. B. 2012. Peranan locus of control, self-set dan organizational-set hurdle rates terhadap eskalasi
komitmen pada level pengambilan keputusan penganggaran modal. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi.Vol. 1 No. 3
Suartana, I. W. 2005. Model framing dan belief adjusment dalam menjelaskan bias pengambilan keputusan
pengauditan. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.
Tanjung, R. 2012. Strategi pemberian informasi akuntansi untuk mengurangi eskalasi komitmen. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Akuntansi. Vol.1 No. 4
Wardani, E.K. dan Sukirno. 2014. Pengaruh framing effect terhadap pengambilan keputusan investasi denagn
locus of control sebagai variabel pemoderasi. Jurnal nominal. Vol.III No.1.
Whyte, G. 1986. Escalating commitment to a course of action: A reinterpretation. Academy of Management.
Terbitan ke-2. Jilid 11.
Yusnaini, 2005. Analisis framing dan causal cognitive mapping dalam pengambilan keputusan strategik.
Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo.
Zakiyudin, A. 2012. Sistem Informasi Manajemen. Jaakarta: Mitra Wacana Media