Anda di halaman 1dari 7

BAB II

Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1 Grand Theory

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh CEO Overconfidence,
Direktur Wanita, dan Dualitas CEO terhadap kinerja keuangan. Landasan teori menjelaskan
mengenai grand theory yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel, yang terdiri
dari CEO overconidence,direktur wanita, dan CEO duality.

2.1.1 Agency Theory

Teori agensi merupakan teori yang menunjukan keterikatan antara pihak yang menyerahkan
kuasa (pemegang saham/shareholder) bersama pihak yang diberi kuasa (pengelola/agent)
yang diberi kesepakatan oleh pemegang saham agar dapat bekerja untuk keperluan
pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Sebagai pengelola perusahaan, agen
mengetahui lebih banyak prospek perusahaan di masa yang akan datang dan informasi
internal daripada pemilik perusahaan (Irma, 2019). Pada prakteknya, akan timbul konflik
kepentingan antara principal dan agent(conflict of interest) yang disebut agency problem
dimana pemilik perusahaan ingin memperoleh profit secara optimal dan berkelanjutan
dalam jangka panjang sedangkan agent cenderung ingin mendapatkan profit dalam jangka
pendek (Melinda et al. 2019).

Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi

yaitu :

a. Asumsi tentang sifat manusia


Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk
mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded
rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion)
b. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,efisiensi sebagai
kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen.
c. Asumsi tentang informasi. asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang
sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan
Kinerja keuangan dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara pemilik perusahaan
dan manajer, dalam kondisi ini kedua pihak saling mengedepankan kepentingan masing-
masing untuk memaksimalkan utilitasnya (Astari dan Suputra, 2019). Kebijakan hutang
merupakan salah satu kebijakan pendanaan dalam perusahaan, pembuatan kebijakan hutang
tidak mudah karena dalam suatu perusahaan terdapat banyak pihak yang memiliki
kepentingan berbeda-beda, sehingga dalam pembuatan keputusan tidak akan terlepas dari
konflik keagenan yang terjadi dalam perusahaan (Paryanti dan Mahardika, 2020). Menurut
Soraya dan Permanasari (2017) jika pendanaan internal tidak mencukupi, maka manajer
akan membutuhkan dana eksternal seperti hutang. Menurut Dewa et al. (2019) perusahaan-
perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit, kondisi ini
tidak disebabkan karena memiliki target dengan kinerja keuangan yang bagus. Sedangkan
perusahan yang kurang profitable akan cenderung memiliki hutang yang lebih besar dana
internalnya tidak cukup untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan dan hutang
merupakan sumber pendanaan dari luar yang lebih disukai (Paryanti dan Mahardika, 2020)

2.1.2 Stewardship Theory

Stewardship Theory meyakini bahwa manajemen merupakan pengelolah terpercaya yang


menjalankan perusahaan demi kepentingan pemegang saham (Abels & Martelli, 2013).
Menurut Mason, Kirkbride, dan Bryde (2007) teori stewardship berbeda dengan teori
agensi, stewardship berfokus pada pengaruh non-ekonomi yang memandu aktivitas
manajerial. Dasar dari model stewardship ini harus ada budaya kepercayaan antara prinsipal
dengan manajer, Berbeda dengan teori agensi yang mengatakan bahwa manajer dianggap
ingin memaksimalkan kepentingan pribadinya sendiri (L’Huiller, 2014), namun dalam teori
stewardship manajer pada dasarnya ingin melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat
menjadi steward atau ‘pelayan’ yang baik juga (Donaldson dan Davis, 1991). Menurut
Donaldson (1990) dasar dari tata kelola dibawah model stewardship adalah bahwa dalam
situasi tertentu, manajer adalah good steward dari aset perusahaan dan mereka bekerja
dengan baik untuk memaksimalkan tingkat return bagi shareholders. Asumsi penting yang
mendasari Stewardship Theory adalah bahwa perilaku dari manajer selaras dengan
kepentingan pemegang saham. Stewardship Theory percaya bahwa ketika manajer bergerak
aktif dalam meningkatkan kinerja perusahaan, maka sebenarnya manajer tersebut sedang
dalam proses untuk meningkatkan karirnya sendiri (Daily, Dalton, & Canella, 2003)
2.2kinerja keuangan

Menurut santoro dalam (Saragih,2017) bahwa kinerja keuangan merupakan hasil nyata
yang di capai suatu badan usaha dalam suatu periode tertent yang dapat mencerminkan
tingkat kesehatan keuangan badan usaha tertentu dan dipergunakan untuk menunjukan
dicapainya hasil yang positif. Menurut jumingan dalam (saragih,2017) kinerja keuangan
merupakan gambaran kondisi keuangan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator
modal,likuiditas, dan profitabilitas. Kinerja suatu perusahaan dapat diukur melalui kinerja
keuangan perusahaan, yaitu dengan melakukan analisa dan evaluasi pada laporan keuangan
di masa lampau dan digunakan untuk memprediksi posisis keuangan dan kinerja keuangan
di masa yang akan datang, karena laporan keuangan merupakan laporan yang mampu
menunjukan perkembangan posisi finansial perusahaan (Putra et al. 2021). Menurut
Gunawan (2019) bahwa kinerja keuangan memberikan manfaat untuk menilai perubahan
potensial sumberdaya ekonomi yang akan dikendalikan di masa depan.

Menurut Sofyan (2019) terdapat empat kelompok rasio keuangan yaitu rasio likuiditas, rasio
aktiva, rasio profitabilitas, dan rasio solvabilitas. Menurut Fajaryani (2018) bahwa rasio
profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari
keuntungan.

Profitabilitas merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu
dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya (Sanjaya, 2018). Profitabilitas juga
mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan
dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukan apakah badan usaha tersebut
mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang (Aldi et al. 2020). Jenis-jenis rasio
profitabilitas antara lain Net Proft Margin, Return on Asset, dan Return on Equity (Prihatini
dan Pradopo, 2020). Dalam penelitian ini menggunakan ROE (return on equity) sebagai
pengukuran

Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, bagi
saham biasa maupun saham preferen. Semakin tinggi nilai ROE, tentunya akan menarik
minat para investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan bersangkutan karena
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mempunyai kinerja yang baik dan akibatnya
harga saham pun akan ikut tinggi.
Menurut Ratri (2011) Return on Equity (ROE) berpengaruh signifikan dan positif
terhadap harga saham, sesuai dengan pendapat Saleh (2015) Kohansal et al. (2013), Wang
et al. (2013). Menurut Sukmawati dkk (2010) Return on Equity (ROE) tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Sedangkan menurut Setyorini (2016)
Return on Equity (ROE) berpengaruh negatif terhadap harga saham

2.3 CEO overconfidence

Overconfidence atau terlalu percaya diri adalah karakteristik personal yang


menggambarkan kecenderungan individu untuk berpikir bahwa mereka lebih baik dari yang
sebenarnya dalam kemampuan, penilaian, dan motivasi untuk sukses Park et al.(2020).
Menurut Moore & Healy (2008) terdapat tiga jenis overconfidence. Jenis pertama adalah
overestimation, yang terjadi ketika seseorang melebih-lebihkan tingkat kemampuan, kinerja,
kendali, atau kemungkinan sukses mereka. Jenis kedua adalah overplacement, yang terjadi
ketika seseorang percaya bahwa dirinya lebih baik daripada orang lain. Atribut ini
merupakan efek dari overestimation. Tipe ketiga adalah overprecision, yaitu ketika
seseorang percaya bahwa keyakinannya lebih tepat daripada yang sebenarnya.
Overconfidence pada dasarnya berasal dari gagasan tentang efek "lebih baik dari rata-rata".
Overconfidence biasanya dibangun melalui dorongan kerabat, seringnya mendapatkan
pengalaman sukses, membantu mereka untuk terbiasa dengan kesuksesan dan membuat
mereka percaya bahwa mereka berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang orang
lain (Hirshleifer et. al., 2012). CEO memainkan peran penting dalam menentukan nilai
perusahaan dengan mempresentasikan visi dan strategi jangka panjang perusahaan serta
menetapkan rencana investasi, pembiayaan dan operasi perusahaan (Kang & Cho, 2020).
Bias psikologis, seperti overconfidence, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses
pengambilan keputusan perusahaan. Karakteristik overconfidence secara signifikan
berpengaruh terhadap pemilihan risiko, yang mana mereka cenderung mengambil keputusan
dengan risiko yang lebih tinggi atau risk taking Salehi et al., (2020). Ketika manajer yang
overconfidence mengevaluasi, mereka cenderung lebih optimis dengan menilai
kemungkinan kejadian yang menguntungkan pada arus kas perusahaan melebihi kenyataan
dan meremehkan potensi risiko masa depan Ho et al (2016).
2.4 Direktur wanita
Direktur merupakan seseorang yang ditunjuk untuk memimpin suatu perusahaan dan pada
saat ini, banyak wanita yang menduduki posisi manajemen dalam berbagai perusahaan.
Wanita memiliki keahlian dan kemampuan sebagai seorang profesional di bidangnya,
seperti yang terdapat dalam Forbes Asia’s Power Business women (2019), 3 diantaranya
adalah pengusaha wanita sukses dari indonesia. Hasil survey global yang dilakukan oleh
Grant Thornron International menunjukan bahwa presentasi bisnis dengan setidaknya satu
wanita dalam senior management meningkat menjadi 87% pada tahun 2019. Di wilayah
ASEAN (termasuk indonesia) proporsi bisnis yang memiliki wanita dalam senior
management sebesar 94% dengan proporsi wanita sebesar 28%. Di Indonesia dalam aspek
kepemimpinan organisasi/perusahaan, wanita memegang jabatan sebagai CEO lebih sedikit
dibandingkan laki-laki. Dari sedikitnya jumlah tersebut beberapa diantaranya sukses
menjalankan tugasnya seperti, Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan, Risma mejadi
walikota terbaik nomor 3 didunia. keragaman gender dapat menyebabkan wawasan dewan
direksi menjadi lebih luas, sehingga terdapat berbagai pertimbangan dalam menyajikan
informasi khususnya dalam hal ini terkait dengan laporan keuangan agar lebih berkualitas,
keragaman dapat meningkatkan profitabilitas dan nilai perusahaan dengan menambahkan
karakteristik unik, kemampuan dan bakat dewan (kilic & kuzey 2016) . Keragaman gender
dapat menyebabkan kualitas dalam memecahkan masalah menjadi lebih baik sehingga
terdapat pendapat yang lebih beragam untuk dijadikan pertimbangan dan meningkatkan
proses pengambilan keputusan. Selain itu, keragaman mungkin dapat meningkatkan
transparansi di tingkat direksi (panzer & muller 2015) Wanita juga memiliki gaya
komunikasi yang lebih partisipatif sehingga sistem pengambilan keputusan akan lebih
objektif
2.5 CEO duality
Sistem tata kelola yang baik mengharuskan dewan perusahaan untuk memiliki peran yang
penting dalam pengelolaan perusahaan. Dewan perusahaan terdiri dari dua bagian, yaitu
dewan direksi dan dewan komisaris. Kesalahan dalam pemilihan dewan direksi dan dewan
komisaris akan berdampak kepada kinerja yang dihasilkan oleh perusahaan. CEO Duality
adalah istilah yang merujuk kepada seseorang yang memiliki dua jabatan sekaligus, yaitu
sebagai dewan direksi (Chief Executive Officer) dan dewan komisaris (Chairman of Board)
dalam sebuah perusahaan Hsu et al (2019). tidak semua perusahaan menggunakan CEO
Duality dalam struktur kepemimpinannya dikarenakan adanya beberapa kasus yang
memperlihatkan bahwa CEO yang merangkap sebagai dewan komisaris seringkali
menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi sehingga berdampak
buruk kepada kinerja perusahaan dan pemegang saham Finkelstein & D’Aveni (1994). CEO
duality merupakan seseorang yang menjabat menjadi 2 peran yaitu CEO (dewan direksi)
dan chairman of board (dewan komisaris) dalam perusahaan (Booth et al.2002) CEO
bertugas untuk mengelola seluruh sumber daya dari organisasi yang ada dengan kekuatan
yang diberikan oleh dewan komisaris, sedangkan dewan komisaris yang akan menjadi
pengawas CEO.
Di Indonesia, berdasarkan UU No. 40 tahun 2007, perusahaan diharuskan untuk
menganut sistem two-tier board, dimana sistem tersebut mengatur tentang fungsi dan peran
dewan direksi dan dewan komisaris secara terpisah. Karena adanya sistem tersebut, hal ini
tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk melakukan rangkap jabatan pada dua jabatan
tersebut, tetapi banyak perusahan di Indonesia yang menggunakan sistem kekerabatan
dalam penempatan jabatan tersebut, dimana dua jabatan tersebut diduduki oleh dua orang
yang memiliki hubungan dekat (pasangan, orang tua, saudara, anak, menantu, cucu,
keponakan). Sehingga, CEO Duality di Indonesia dapat diartikan sebagai penggunaan
sistem kekerabatan dalam penempatan jabatan untuk dewan direksi dan dewan komisaris
(Murhadi, 2009). Pemisahan jabatan antara dewan direksi dan dewan komisaris tidak
memberikan peningkatan pengawasan apabila ada hubungan kerabat pada dua posisi
tersebut (Yan Lam & Kam Lee, 2008).
Seperti halnya yang terjadi di negara-negara lain, Indonesia juga terdapat perusahaan
keluarga. Pada awalnya, kebanyakan perusahaan di Indonesia adalah perusahaan keluarga,
kemudian berkembang dan menjadi perusahaan publik. Perusahaan keluarga merupakan
perusahaan yang perusahaan yang mayoritas suaranya berada di tangan pendiri atau orang
yang mengakuisisi perusahaan (pasangan, orang tua, anak, ahli waris) dan setidaknya ada
satu perwakilan keluarga yang terlibat di dalam manajemen ada administrasi perusahaan
PwC (2014). Perusahaan keluarga pada umumnya merupakan indikasi adanya CEO Duality
karena terdapat hubungan kekerabatan dalam struktur kepemimpinan Yan Lam & Kam Lee,
(2008). Berdasarkan survey bisnis keluarga yang dilakukan PwC pada tahun 2014, lebih
dari 95% bisnis di Indonesia dimiliki keluarga yang tersebar di berbagai sektor, seperti
sektor manufaktur, transportasi, umum, konstruksi, dan lainnya.
2.6 Penelitian terdahulu
Berikut adalah beberap penelitian terdahulu terkait dengan variabel yang digunakan pada
penelitian ini yaitu CEO overconfidence direktur wanita, CEO duality. Penelitian yang
dilakukan oleh Li Chang dan Tsui-Jung Lin (2021) menggunakan CEO overconfidence
sebagai variabel independen dan kinerja keuangan perusahaan yang di teliti adalah
perusahaan yang terdaftar di pasar saham Taiwan selama periode 2009 hingga 2018, Hasil
ini menunjukkan bahwa CEO overconfidence berdampak buruk pada kinerja keuangan.
Penelitian yang di lakukan Triana (2017) Penelitian ini menunjukkan pengaruh direktur
wanita terhadap kinerja perusahaan di Indonesia dengan menggunakan sampel perusahaan
publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2011 sampai dengan tahun
2015. Terdapat 347 perusahaan dengan 1.735 sampel yang diamati. Penelitian ini
menggunakan metode regresi berganda. Model tersebut merupakan model modifikasi dari 9
artikel terbaru yang diterbitkan antara tahun 2012 dan 2015. Hasil empiris menunjukkan
bahwa direktur wanita berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Fawad Rauf et al (2022) menggunakan CEO duality dan kinerja
keuangan sebagai variabel independen dan pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR)
sebagai variabel dependen, pada penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan negara
di china, hasilnya menggambarkan hubungan negatif antara dualitas CEO dan
pengungkapan CSR, dan hasil menunjukkan bahwa struktur kepemimpinan ganda
mengurangi penilaian dan membuat CEO kurang bertanggung jawab kepada pemangku
kepentingan mereka.
2.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian landasan teori dan penelitian terdahulu dapat dijelaskan bahwa
penelitian ini melakukan penelitian untuk menguji pengaruh CEO overconfidence, diektur
wanita dan CEO duality terhadap kinerja keuangan.

2.8 hipotesis penelitian

2.8.1 pengaruh CEO overconfidence terhadap kinerja keuangan

2.8.2 pengaruh Direktur wanita terhadap kinerja keuangan


2.8.3 pengaruh CEO duality terhadap kinerja keuangan

Anda mungkin juga menyukai