Dua kondisi ini memerlukan perubahan paradigma kebijakan didasari atas konsep
belajar seorang profesional yang menghargai pengalaman-pengalaman empiris guru yang
potensial mendukung pengembangan etos belajar. Tidak mengherankan yang terjadi selama ini
karena meninggalkan konteks dimana para guru menjalankan profesinya maka selepas program
dijalankan tidak memberikan dampak transformatif terhadap budaya dan etos belajar.
Kebijakan dan program-program justru menyebabkan terjadinya in-efisiensi pengetahuan
(knowledge deficient) karena tidak mampu menghasilkan guru sebagai produsen pengetahuan
(knowledge possesing provider). Kondisi ini mendorong adanya program tambal sulam yang
tidak efisien, sistem pengembangan profesionalisme yang direktif, dan bekerja dalam discharge
mode tergantung dana. Guru dianggap kontainer pengetahuan yang dipatok menggunakan
standar tertentu untuk dipenuhi dengan pengetahuan dan ketrampilan baru. Lepas konteks dan
tidak bekelanjutan secara mandiri (Continuous Authentic Professional Learning/CAPL).
Konsep belajar seorang profesional Revitalisasi kebijakan pengembangan profesionalisme
guru dan pembinaan ketenagakerjaan di bidang pendidikan memerlukan nilai transformasi
kultural berangkat dari empati dan situasi riil dimana para guru menjalankan profesi.
Profesionalisme guru adalah persoalan kultural yang tidak bisa diselesaikan melalui
kebijakan dan implementasi program- program pragmatis, populis, dan sarat muatan politis.
Kebijakan program sertifikasi selama ini terbukti tidak memberikan kecukupan informasi
holistik dan diagnostik sosok utuh kompetensi seorang guru. Banyak kebijakan dan program
pengembangan profesionalisme yang hanya bermetamorfosis namun selalu mendorong
kebiasaan lama melalui program tambal sulam yang justru merusak integritas dan kredibilitas
identitas profesionalisme itu sendiri. Contoh pemerintah tidak mempersiapkan mekanisme
untuk memonitor dan menjaga agar guru yang sudah lulus termotivasi untuk mengembangkan
kemampuan dan etos belajar secara mandiri .